Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Prameswari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas makna dari istilah ?Cina? di Indonesia jika ditinjau secara etimologis, penggunaannya di masyarakat, serta pendapat warga negara Indonesia non-keturunan Tionghoa. Topik ini diambil karena selama ini istilah ?Cina? cenderung dianggap memiliki makna diskriminatif dan makna negatif lainnya bagi keturunan Tionghoa di Indonesia. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dalam bidang sosiolinguistik dan peneliian lapangan dengan melakukan survei menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. Hasil penelitian akan menguraikan makna istilah ?Cina? di Indonesia secara etimologis dan penggunaan istilah ini di masyarakat, serta memaparkan pendapat warga negara Indonesia non-keturunan Tionghoa mengenai istilah ?Cina?.

ABSTRACT
The term ?Cina? in Indonesian social usage is perceived as a derogatory term by a certain people who are Indonesian Chinese descendants. According to them, ?Cina? has a negative and discrimination sense. This field research tries to describe the ?Cina? term from sociolinguistic and etimological point of view. Not like formerly researches which used Indonesian Chinese descendants as their informants, in this research I use the Indonesian indigenous people. The data are collected from questionnaires answered by informants. The result will describe the meaning of ?Cina? in Indonesia, and other non-derogatory terms such as ?Tiongkok? and ?Tionghoa? from etimological perspective. Beside that, I will describe the Indonesian indigenous people?s opinion about the ?Cina? term as showed by the data.
"
2016
S64130
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervina Noviyanti
"ABSTRAK
Dazibao telah mengukuhkan posisinya sebagai sebuah sarana komunikasi dan propaganda politik utama pada era Revolusi Kebudayaan. Hal ini terlihat dari antusiasme masyarakat terhadap dazibao dan upaya pemerintah dalam menjadikan dazibao sebagai sarana untuk memobilisasi massa. Dampak pemanfaatan dazibao sebagai sarana untuk memobilisasi massa terlihat paling signifikan pada perkembangan salah satu elemen paling penting dalam Revolusi Kebudayaan, yaitu Pengawal Merah. Berangkat dari hal tersebut, artikel ini berupaya menganalisis dua dazibao yang berhasil meningkatkan jumlah dan gerakan Pengawal Merah secara signifikan. Analisis terhadap dua dazibao tersebut dilakukan untuk mendeskripsikan dazibao sebagai sarana penggalangan Pengawal Merah, yang disertai dengan analisis pengaruh Mao Zedong dan perkembangan sosial-politik saat itu. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan sejarah yang mencakup tahapan heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil analisis menunjukkan bahwa dazibao memiliki peran yang sangat signifikan sebagai sarana dalam penggalangan Pengawal Merah pada Revolusi Kebudayaan.

ABSTRACT
Dazibao has confirmed its position as the main political communication and propaganda medium during the Cultural Revolution. This can be seen from the enthusiasm of the mass towards dazibao and the government's attempt to make it as a mass mobilizing medium. The impact of the utilization of dazibao was seen to be the most significant on the development of one of the most important elements in the Cultural Revolution, the Red Guards. Based on that point, this article analyzed the two dazibao that emerged at the beginning of the Cultural Revolution and significantly increased the number and movement of the Red Guards. Analysis of the two dazibao conducted to describe dazibao as a Red Guards mobilizing medium, which followed by an analysis of the influence of Mao Zedong and socio-political developments at that time. This article was carried out through historical approach that contains heuristic, verification, interpretation, and historiography steps. The analysis showed that dazibao has a very significant role as a Red Guards mobilizing medium during the Cultural Revolution.
"
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Wijaya Lim
"Festival Mazu adalah festival besar yang dilakukan di Taiwan. Sebagai negara yang berlimpah warisan sejarahnya, budaya memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Taiwan. Festival Mazu yang ada di Taiwan diadakan sejak suku Han bermigarsi dan mendominasi Taiwan. Dewasa ini, Festival Mazu menjadi festival budaya sekaligus kegiatan keagamaan yang besar di Taiwan. Festival Mazu yang diselenggarakan selama 9 hari dan 8 malam ini diadakan dalam bentuk perjalanan ziarah dari kota ke kota di Taiwan. Ritual-ritual yang dilakukan sangat banyak. Ritual-ritual ini penuh arti, tanda, dan simbol. Tidak hanya di Taiwan, Festival Mazu juga diselenggarakan di Fujian. Pelaksanaan festival di kedua lokasi ini memiliki beberapa perbedaan. Hal-hal itu merupakan latar belakang dibuatnya penelitian ini dengan topik Festival Mazu sebagai Kegiatan Keagamaan di Taiwan. Penelitian ini menganalisis Festival Mazu yang ada di Taiwan sebagai warisan budaya Han, makna dalam ritual-ritual rangkaian kegiatan Festival Mazu, dan perbedaan Festival Mazu di Tiongkok Daratan dan Taiwan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan semiotik sebagaiamana telah dirumuskan oleh Geertz. Hasil analisis penelitian ini memberikan informasi tentang makna simbolis yang ada dalam ritualritual Festival Mazu dan memaparkan perbedaan Festival Mazu yang ada di Tiongkok Daratan dan Taiwan.

Mazu Festival is a large festival held in Taiwan. As a country with abundant historical heritage, culture has a big influence on the lives of Taiwanese people. Mazu Festival in Taiwan has been held since the Han tribe migrated and dominated Taiwan. Nowadays, Mazu Festival is a cultural festival as well as a major religious activity in Taiwan. It is held for 9 days and 8 nights in the form of a pilgrimage, journey from a city to another city in Taiwan. It has many rituals. These rituals are full of meaning, signs, and symbols. Not only in Taiwan, the Mazu Festival is also held in Fujian. The implementation of the festival in both locations have several differences. These are the basis of making this research, with Mazu Festival as a Religious Activity in Taiwan as its topic. This research analyzes Mazu Festival in Taiwan as Hans cultural heritage, meaning in the rituals of Mazu Festivals ceremony, and the differences between Mazu Festival in Mainland China and in Taiwan. The research method used in this paper is a qualitative method with semiotic approach as it has been formulated by Geertz. The results of the analysis of this research provide information about the symbolic meanings in the Mazu Festival rituals and describe the differences of the Mazu Festival in Mainland China and Taiwan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rifka Putrinda Hanim
"Sejak kebijakan Reformasi dan Keterbukaan Cina pada tahun 1978, Cina mulai membuka diri dengan dunia internasional. Hal tersebut membawa pengaruh yang besar terhadap ekonomi Cina dan menjadikan Cina sebagai negara dengan perekonomian yang maju. Peningkatan ekonomi Cina yang terus meningkat setiap tahunnya, ditandai dengan kenaikan dari angka GDP (Gross Domestic Product). Sebagai negara yang terpandang di dunia, Cina berupaya untuk menyebarkan pengaruhnya ke dunia internasional dengan cara mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mempromosikan bahasa dan budaya Cina yaitu Institut Konfusius. Sejak pertama kali Institut Konfusius didirikan pada tahun 2004, hingga kini jumlahnya mencapai angka 500. Program kegiatan Institut Konfusius sangat lah beragam, hal ini tentu memerlukan dana yang sangat besar. Dari latar belakang tersebut, hasil analisis dalam tugas akhir ini menyimpulkan bahwa seiring dengan perekonomian Cina yang terus berkembang, intensitas penyebaran budaya Cina melalui Institut Konfusius pun juga terus meningkat, hal tersebut ditandai dengan jumlah Institut Konfusius di dunia setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan dan program dari Institut Konfusius pun semakin beragam.

Since the China's Reform and Opening-Up policy in 1978, China began to open up to the international world. This has made a big influence on the China economy and made China a country with advanced economic growth. China's economic growth  continues to increase every year, marked by an increase in the GDP (Gross Domestic Product) number. As the most respected country in the world, China is trying to spread it’s influence to the international world by establishing educational institution that aims to promote Chinese language and culture, it’s called Confucius Institute. Since the first Confucius Institute was established in 2004, until now it has reached 500. The Confucius Institute has various programs and activities, so this certainly requires a huge amount of funds. From this background, the results of the analysis in this thesis concluded that along with the China’s economy continues to grow, the intensity of the spread of Chinese culture through the Confucius Institute also continued to increase, this was marked by the increasing number of Confucius Institutes in the world every year and the programs of the Confucius Institute are more varied."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Ingrida Sriwahyuningsih
"Pembentukan Pusat Pelatihan dan Pengajaran Kejuruan (P3K) merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah RRT untuk meredam gerakan separatis di Xinjiang. Populasi suku Uighur merupakan populasi suku non-Han terbanyak yang menempati wilayah Xinjiang. Pemerintah Tiongkok sejak zaman kedinastian hingga RRT berdiri melakukan kebijakan yang hampir serupa kepada suku Uighur, yaitu berupaya mengasimilasi suku Uighur dengan suku Han. Asimilasi yang dilakukan antara lain dengan mengadakan migrasi besar-besaran suku Han ke wilayah Xinjiang. Akan tetapi, kebijakan migrasi ini tidak membuahkan hasil maksimal. Sebaliknya, suku Uighur dan suku Han cenderung tidak dapat hidup berdampingan, bahkan menyebabkan sebagian dari suku Uighur membentuk kelompok separatis. P3K yang dijalankan oleh Pemerintah RRT sekarang ini dapat dikatakan merupakan cara untuk menjalankan sixiang zhengfeng atau pembetulan pemikiran dan sinifikasi kepada suku Uighur. Sebelumnya sixiang zhengfeng pernah dilaksanakan oleh Mao Zedong pada era Yanan untuk mereedukasi kader PKT pasca Long March, dan juga untuk menghancurkan lawan politiknya pada masa Gerakan Seratus Bunga, Gerakan Anti Kanan, dan Revolusi Kebudayaan. Tugas akhir ini menggunakan pendekatan historis untuk menjelaskan dan menganalisis konflik antara suku Uighur dan pemerintah Tiongkok, serta melihat bagaimana pemerintah Tiongkok menjalankan ssixiang zhengfeng melalui pelaksanaan P3K.

The establishment of Vocational Skills and Education Training Center is a policy that was taken by the Chinese Government to oppress separatist movement in Xinjiang Region. The Uyghurs are the largest population of non-Hans ethnic group in Xinjiang. Since the dynasty era until the founding of PRC by CPC, the government had always taken similar policy toward the Uyghurs, to assimilate them and the Hans in Xinjiang Region. This goal accomplishes by Hans massive migration to the Xinjiang Region. However, this policy couldnt bring the expected result. On the contrary, coexistence between the Uyghurs and Hans couldnt be manifested, even causing some part of the Uyghurs to form a separatist movement. The establishment of Vocational Skills and Education Training Center policy that was taken by the Chinese Government could be said as an implementation of thought rectification or sixiang zhengfeng and sinicization towards the Uyghurs. In the past, Mao Zedong in Yanan Period once implements this campaign to reeducate CPC cadre, also in Hundred Flowers Movement, Anti-Rightist Campaign, and the Cultural Revolution to crush his political rival. The research of this final project carried out through the historical approach to elucidate and analyze the tension between the Chinese Government and the Uyghurs, also to study how thought rectification implemented by the Chinese Government through the Vocational Skills and Education Training Center establishment.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Dian Ardiati
"Pada akhir periode pemerintahan Dinasti Qing, terdapat dua buah peristiwa besar yang memiliki peran penting terhadap runtuhnya sistem kekaisaran Cina selama berabad-abad lamanya. Kedua peristiwa tersebut antara lain Pemberontakan Taiping (1850-1864) dan Revolusi Xinhai (1911) yang merupakan respon terhadap perubahan sosial dan ekonomi dan ideologi di Cina saat itu. Penelitian ini akan menganalisis keterkaitan antar kedua peristiwa ini terhadap revolusi modern Cina 1911 dengan melihat dari kondisi politik dan ideologi Cina di akhir periode kekaisaran Manchu. Melalui pengamatan dari aspek-aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua peristiwa ini memiliki keterkaitan berupa pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap terjadinya revolusi modern Cina. Pengaruh langsung dapat dilihat dari ideologi “Tiga Prinsip Rakyat” yang dicetuskan oleh Sun Yat-sen sebagai dasar awal berdirinya Cina sebagai negara republik. Sedangkan pengaruh tidak langsung dapat dilihat dari menurunnya pengaruh pemerintah pusat (sentralisasi) Dinasti Qing dan menguatnya kekuatan lokal (desentralisasi). Penulis menggunakan metode kualitatif dan teknik deskriptif serta pendekatan sejarah.

At the end reign of the Qing dynasty, there were two major events which played an important role in the collapse of the Chinese imperial system over the centuries. The two events included Taiping Rebellion (1850-1864) and Xinhai Revolution (1911) which were a response to social economic changes and ideology in China at that time. This study will analyze the relationship between these two events to the Chinese modern revolution in 1911 by looking at the political and ideological conditions of China at the end of Manchu Empire. Through observations of these aspects, it can be concluded that these two events were related in the form of a direct and indirect influence on the occurrence of the modern Chinese revolution. The direct influence can be seen from the ideology of the "Three Principles of the People" which was initiated by Sun Yat-sen as the initial basis for the establishment of China as a republic. Meanwhile, the indirect effect can be seen from the decline in the influence of central government of Qing Dynasty (centralization) and the strengthening of local power (decentralization). The author uses qualitative methods with descriptive techniques and historical approaches."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan Mauliardi
"Tugas Akhir ini memaparkan tentang budaya Tionghoa yang hingga saat ini masih dijalankan di perkumpulan Himpunan Bersatu Teguh (恒明堂 Heng Beng Tong), sebuah perhimpunan orang Tionghoa di kota Padang. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan informasi dan memperkaya wawasan pembaca mengenai budaya Tionghoa apa saja yang tetap eksis di tengah komunitas orang Tionghoa Himpunan Bersatu Teguh (HBT), serta memaparkan dampak dan pengaruh terhadap masyarakat setempat. Proses penelitian yang dilakukan meliputi studi kepustakaan dan studi lapangan berupa wawancara terhadap narasumber. Anggota HBT terdiri dari Orang Tiongkok yang sudah menetap di Padang. Namun, meski hidup berdampingan dengan masyarakat dan budaya Minang, HBT tetap melestarikan budaya leluhurnya.

This research describes the Chinese culture which is still being carried out in the association "Himpunan Bersatu Teguh" (恒 明堂 Heng Beng Tong), an association of Chinese people in the city of Padang. The purpose of this study is to provide information and enrich readers' insights about what Chinese culture still exists in the Chinese community of "Himpunan Bersatu Teguh (HBT)", as well as to describe the impact and influence on the local community. The research process was carried out using the method of literature study and field study in the form of interviewing informants. The HBT members consist of Chinese immigrants who have settled in Padang. However, despite living side by side with the Minang community and their culture, HBT still preserves the culture of its ancestors.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library