Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elisabeth Juliana Monica
"Balita merupakan kelompok yang rentan untuk mengalami gizi lebih karena penambahan dan pembesaran sel lemak terjadi secara cepat. Gizi lebih terjadi karena asupan yang masuk ke dalam tubuh lebih besar daripada pengeluaran energi. Angka kejadian gizi lebih pada balita di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu 10,8% melebihi angka kejadian gizi lebih balita di Indonesia, yaitu 8%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan proporsi faktor-faktor yang menyebabkan kejadian gizi lebih pada balita. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan menggunakan data sekunder Riset Kesehatan Dasar 2018. Analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square dan regresi linier. Hasil penelitian ini menunjukkan kejadian gizi lebih pada balita (Z-score (> +2 SD)) di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu 23,9%. Hasil analisis pada faktor orang tua (IMT Ibu) menunjukkan perbedaan proporsi yang signifikan. Sementara faktor orang tua yang lainnya, faktor anak, dan faktor sosial ekonomi tidak menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang signifikan. Diperlukan kesadaran keluarga terutama ibu sebagai pengasuh utama balita untuk lebih memerhatikan pola konsumsi balita demi mencegah berlanjutnya kejadian gizi lebih hingga fase kehidupan selanjutnya.

Toddlers are a group that is vulnerable on getting excess nutrition because of the addition and enlargement of fat cells occurs quickly. Overnutrition occurs because of the intake that enters the body is greater than energy expenditure. The incidence of overnutrition in toddlers at South Sumatera Province, which is 10,8%, exceeds the incidence of overnutrition in Indonesia, which is 8%. This study aims to analyze the difference in the proportion of factors that cause the occurrence of overnutrition in toddlers. This research is a cross-sectional study using secondary data from Basic Health Research 2018. Bivariate analysis was carried out using chi square and linear regression test. The results of this study indicate the incidence of overnutrition in toddlers (Z-score (> +2 SD)) in South Sumatera Province, which is 23,9%. The result of  the analysis on parental factors (Mother’s BMI) showed that there was a significant difference in proportion. Meanwhile, other parental factors, child factors, and socioeconomic factors did not show any significant differences in proportion. Family awareness, especially mothers as the main caregivers of toddlers, are needed to pay more attention on toddlers consumption patterns in order to prevent the continuation of overnutrition in the next phase of life."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul`Aidha Marlyana Dekatia
"Literasi gizi adalah kapasitas individu untuk memperoleh, memproses, dan memahami informasi gizi dasar yang diperlukan untuk membuat keputusan gizi yang tepat. Literasi gizi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu literasi gizi fungsional, interaktif, dan kritikal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tingkat literasi gizi dan perbedaan proporsi tingkat literasi gizi berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, paritas, dukungan petugas kesehatan dan keterpaparan informasi pada ibu hamil di Kecamatan Racaekek Kabupaten Bandung Jawa Barat Tahun 2022. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis desain studi cross-sectional. Data diambil menggunakan kuesioner mandiri pada 100 ibu hamil yang sehat dan bisa membaca serta menulis di Desa Jelegong dan Desa Bojongloa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat literasi gizi fungsional, interaktif, maupun kritikal pada responden secara umum tergolong masih kurang. Terdapat perbedaan proporsi antara pendidikan dan pendapatan dengan tingkat literasi gizi total dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara variabel independen dengan tingkat literasi gizi fungsional, interaktif, dan kritikal.

Nutritional literacy is an individual's capacity to acquire, process, and understand the basic nutritional information needed to make informed nutritional decisions. Nutritional literacy is divided into three groups, namely functional, interactive, and critical nutritional literacy. This study aims to describe the level of nutritional literacy and the difference in the proportion of nutritional literacy based on age, education, occupation, income, parity, support from health workers and information exposure to pregnant women in Racaekek District, Bandung Regency, West Java in 2022. This study uses a quantitative approach with type of cross-sectional study design. Data were taken using an independent questionnaire on 100 healthy pregnant women who could read and write in Jelegong Village and Bojongloa Village. The results showed that the level of functional, interactive, and critical nutritional literacy of the respondents in general was still low. There is a difference in the proportion between education and income with the level of total nutritional literacy and there is no significant difference between the independent variables and the level of functional, interactive, and critical nutrition literacy."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yovabel Veyola
"Pemenuhan kebutuhan gizi yang tidak memadai selama masa remaja dapat menyebabkan masalah kesehatan dan dapat berdampak pada generasi mendatang. Penelitian bertujuan untuk melihat hubungan antara faktor-faktor, seperi body image, jenis kelamin, keragaman pangan, tingkat stress, pengetahuan gizi, konsumsi sarapan, frekuensi konsumsi makanan utama, pengaruh media sosial, dan pengaruh teman sebaya terhadap asupan energi siswa SMA X Tangerang Selatan. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner dan wawancara (2x 24 hours recall) kepada siswa SMA X Tangerang Selatan yang dilakukan pada Bulan Oktober – November 2023. Penelitian dilakukan pada 104 siswa yang dipilih dengan metode simple random sampling. Sebagian besar siswa SMA X Tangerang Selatan memiliki asupan energi kurang (< 80% AKE) yaitu sebesar 57,7%. Berdasarkan hasil uji bivariat didapatkan hubungan yang signifikan antara variabel body image (p-value= 0,001), keragaman pangan (p-value= 0,024), pengetahuan gizi (p-value= 0,035), konsumsi sarapan (p-value= 0,001), frekuensi konsumsi makanan utama (p-value= 0,001), dan pengaruh media sosial (p-value= 0,007) terhadap asupan energi serta tidak terdapat hubungan signifikan antara variabel jenis kelamin (p-value= 1,000), tingkat stress (p-value= 0,377), dan pengaruh teman sebaya (p-value= 0,793) terhadap asupan energi. Diperlukan edukasi gizi pada remaja yang dapat dilakukan dengan dukungan dari orang tua, pihak sekolah, dan puskesmas setempat dengan membentuk program yang dapat memaksimalkan pemenuhan kebutuhan gizi pada remaja.

Inadequate energy intake during adolescence can cause health problems and will have an impact on future generations. This research aims to see the relationship between factors, such as body image, gender, food diversity, stress, nutritional knowledge, breakfast consumption, frequency of consumption of main foods, the influence of social media, and the influence of peers with energy intake of SMA X Tangerang Selatan students. The method used for this research is quantitative approach with cross-sectional study design. Data collection was carried out through filling out questionnaires and interviews (2x 24 hour recall) with SMA X South Tangerang students in October – November 2023. The research was conducted on 104 students that was selected by using the simple random sampling method. Majority (59,6%) of the students at SMA X Tangerang Selatan, was found to have an inadequate energy intake (<80% AKG). According to bivariate analysis, a significant relationship was found between body image (p-value= 0.001), food diversity (p-value= 0.024), nutritional knowledge (p-value= 0.035), breakfast consumption (p-value= 0.001), frequency of main food consumption (p-value= 0.001), and the influence of social media (p-value= 0.007) with energy intake and there is no significant relationship between the variables gender (p-value= 1.000), stress (p-value= 0.377), and the influence of peers (p-value= 0.793) with energy intake. Nutrition education is needed for teenagers which can be carried out with support from parents, schools and local health centers by forming programs that can maximize the fulfillment of nutritional needs for teenagers."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Asupan nutrisi dan energi, status nutrisi, serta aktivitas harian berpengaruh
pada kejadian mengantuk yang berpengaruh negatif pada konsentrasi dan
produktivitas belajar pada mahasiswa. Kejadian mengantuk berhubungan
dengan penurunan kemampuan kognitif yang disebabkan oleh defisiensi
zat besi. Seseorang yang mengantuk akan mengalami penurunan aktivitas
fisik yang menyebabkan kelebihan berat badan sehingga berisiko lebih ting-
gi untuk terkena penyakit degeneratif seperti penyakit kardiovaskular dan
diabetes melitus. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor dominan
yang berpengaruh pada kejadian mengantuk di kalangan mahasiswa.
Penelitian dengan desain studi cross sectional ini dilakukan terhadap sam-
pel 139 mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Proporsi mahasiswa yang hampir mengantuk sekitar 28,80%. Terdapat
hubungan yang signifikan antara durasi tidur dan masalah kantuk (nilai p =
0,048). Mahasiswa dengan durasi tidur < 8 jam per hari mengalami kejadi-
an mengantuk 0,50 kali lebih besar daripada mahasiswa dengan durasi
tidur ≥ 8 jam per hari. Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian
mengantuk adalah durasi tidur setelah dikontrol dengan asupan protein dan
lemak, aktivitas fisik, dan paparan media. Mahasiswa yang sering
mengantuk memperlihatkan asupan zat besi rendah sehingga disarankan
untuk meningkatkan asupan zat besi yang berasal dari sumber makanan
yang mengandung heme.
pact for sleepiness problem. Sleepiness related to the decreasing of cogni-
tive ability that caused by iron deficiency. A person who feels sleepy will
have a lack of physical activities that lead to overweight and therefore has
a higher risk to suffer degenerative diseases such as cardiovascular and di-
abetes mellitus. This study aimed to analyze dominant factor that can give
influence to sleepiness problem among students. The cross sectional re-
search used 139 students of Faculty of Public Health University of
Indonesia. The percentage of students who is almost sleepy was 28,80%.
This research showed the association between sleep duration and somno-
lence problem is significant (p value = 0,048). Students with sleep duration
< 8 hours a day could be 0,50 times more sleepy than students with sleep
duration ≥ 8 hours a day. The dominant factor is sleep duration after con-
trolled by protein and fat intake, physical activity, and media exposure.
Students that frequently feels sleepy indicated low iron intake so that sug-
gested to increase the iron intake through consuming heme contained food."
Jakarta: Program Studi Ilmu Gizi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aulia
"Sugar Sweetened Beverages (SSBs) merupakan cairan yang dimaniskan dengan berbagai bentuk gula tambahan seperti corn syrup, dekstrosa, fruktosa, glukosa, sukrosa, madu dan gula yang secara alami terdapat di dalam bahan pangan namun telah dipekatkan, jika dikonsumsi secara berlebihan maka akan menyebabkan kejadian obesitas dan mengakibatkan faktor risiko lain seperti penyakit tidak menular yaitu diabetes dan penyakit kardiovaskular. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan proporsi konsumsi Sugar Sweetened Beverages (SSBs) berdasarkan konsumsi fast food, screen time, karakteristik individu, karakteristik lingkungan pada mahasiswa Universitas Indonesia tahun 2023. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan jumlah sampel 185 orang. Data diambil melalui pengisian kuesioner online secara mandiri oleh responden. Data akan dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 61,6% mahasiswa Universitas Indonesia mengonsumsi SSB dalam tingkat tingi (≥ 200 kkal). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proporsi yang signifikan antara ketersediaan SSBs p-value 0,045 dan odds ratio OR 2,057 (1,068-3,963), pengaruh media sosial p-value 0,025 dan odds ratio OR 2,273 (1,159-4,457), konsumsi fast food p-value 0,049 dan odds ratio OR 0,514 (0,277-0,954), dan screen time p-value 0,044 dan odds ratio OR 1,986 (1,066-3,699) terhadap konsumsi SSBs. Peneliti menyarankan konsumen untuk memperhatikan konsumsi SSBs dan memilih alternatif lain agar tidak mengonsumsi SSBs berlebihan saat melakukan kegiatan luar bersama dengan teman maupun keluarga. Produsen SSBs disarankan untuk mencantumkan label gizi pangan terkait jumlah gula yang ada di produk SSBs terutama SSBs yang berbentuk warlaba. Peneliti juga menyarankan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dapat mencantumkan infromasi nilai gizi dalam bentuk traffic light atau penggunaan warna yang berbeda untuk membedakan kandungan zat gizi yang rendah, sedang dan juga tinggi seperti warna hijau untuk kandungan zat gizi yang rendah, warna kuning untuk kandungan zat gizi yang sedang dan warna hijau untuk kandungan zat gizi yang tinggi.

Sugar Sweetened Beverages (SSBs) are liquids that are sweetened with various forms of added sugar such as corn syrup, dextrose, fructose, glucose, sucrose, honey, and sugar which are naturally found in foodstuffs but have been concentrated, if it consumes in excess, it will cause an obesity and lead to other risk factors such as infectious diseases diabetes and cardiovascular disease. The purpose of this study is to determine the differences in the proportion of consumption of Sugar Sweetened Beverages (SSBs) based on consumption of fast food, screen time, individual characteristics, environmental characteristics among the students at University of Indonesia in 2023. This study used a cross-sectional study design with a sample size of 185 respondents. Data was collected by filling online questionnaires independently by respondents. Data will be analyzed univariately and bivariate. The results showed that 61.6% of University of Indonesia students consumed high levels of SSB (≥ 200 kcal). The results of the bivariate analysis showed that there was a significant proportion difference between the availability of SSBs p-value 0.045 and odds ratio OR 2.057 (1.068-3.963), social media influence p-value 0.025 and odds ratio OR 2.273 (1.159-4.457), consumption of fast-food p -value 0.049 and odds ratio OR 0.514 (0.277-0.954), and screen time p-value 0.044 and odds ratio OR 1.986 (1.066-3.699) for consumption of SSBs. Researchers suggest consumers to pay attention to consumption of SSBs and choose other alternatives to avoid heavy consumption of SSBs when doing outdoor activities with friends or family. SSBs producers are advised to put food nutrition labels related to the amount of sugar in SSBs products, especially SSBs in the form of franchises. Researchers also suggest that the Food and Drug Monitoring Agency (BPOM) can put nutritional value information in the form of traffic lights or the use of different colors to distinguish low, medium, and high nutrient content such as green for low nutrient content, yellow for medium nutrient content and green for high nutrient content."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Nabila Adzhani
"Literasi gizi merupakan kapasitas individu untuk memperoleh, mengolah, dan memahami informasi gizi dasar yang diperlukan untuk membuat keputusan gizi yang tepat. Literasi gizi mencakup pengetahuan dan keterampilan penting terkait gizi yang digunakan dalam membuat pilihan makanan. Remaja merupakan usia terbentuknya perilaku makan yang dapat berlanjut hingga dewasa dan berdampak pada kesehatan di kemudian hari. Namun, remaja rentan untuk mengembangkan perilaku makan yang buruk, sehingga memerlukan literasi gizi yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tingkat literasi gizi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat literasi gizi pada remaja, dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Mei 2024 dengan melibatkan 108 siswa/i kelas X dan XI di SMA Negeri 21 Jakarta, yang dipilih menggunakan metode quota sampling. Pengambilan data penelitian dilakukan dengan pengisian kuesioner secara mandiri oleh responden (self-administered). Hasil penelitian menunjukkan sekitar separuh dari responden memiliki tingkat literasi gizi total yang baik, serta tingkat literasi gizi fungsional, interaktif, dan kritikal yang tergolong baik. Terdapat perbedaan proporsi yang bermakna pada tingkat literasi gizi total berdasarkan tingkat pendapatan rumah tangga dan peran teman sebaya. Terdapat perbedaan proporsi yang bermakna pada tingkat literasi gizi fungsional berdasarkan tingkat pendidikan ibu. Terdapat perbedaan proporsi yang bermakna pada tingkat literasi gizi interaktif berdasarkan tingkat pendidikan ayah, peran teman sebaya, peran guru, dan keterpaparan informasi gizi. Terdapat perbedaan proporsi yang bermakna pada tingkat literasi gizi kritikal berdasarkan peran teman sebaya. Tingkat pendapatan rumah tangga merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan tingkat literasi gizi total pada remaja di SMA Negeri 21 Jakarta (OR = 3,5).

Nutrition literacy is an individual's capacity to obtain, process, and understand basic nutrition information needed to make appropriate nutrition decisions. Nutrition literacy includes important nutrition-related knowledge and skills used in making food choices. Adolescence is the age when eating behavior is formed which can continue into adulthood and can impact health in the future. However, this age group is vulnerable to developing poor eating behavior, so they need good nutrition literacy. This research was conducted to determine the level of nutrition literacy and factors related to the level of nutrition literacy in adolescents, using a cross-sectional study design. The research was conducted from April to May 2024 involving 108 students in grades 10 and 11 at SMA Negeri 21 Jakarta, in which the samples were selected using the quota sampling method. A self-administered questionnaires were used to collect data for this study. The results showed that around half of the respondents had a good level of total nutrition literacy, as well as a good level of functional, interactive and critical nutrition literacy. There are significant differences in the proportion of total nutrition literacy levels based on household income level and the role of peers. There are significant differences in the proportion of functional nutrition literacy levels based on the mother's education level. There are significant differences in the proportion of interactive nutrition literacy levels based on the father's education level, the role of peers, the role of teachers, and exposure to nutrition information. There are also significant differences in the proportion of critical nutrition literacy levels based on the role of peers. Household income level is the dominant factor associated with the level of total nutrition literacy of adolescents at SMA Negeri 21 Jakarta (OR = 3.5)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welly Anggraeni
"Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat global yang memiliki dampak besar terhadap kesehatan, sosial dan ekonomi. Prevalensi anemia anak usia 5 – 14 tahun di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 yaitu sebesar 26,8% dan pada perempuan usia 15 – 24 tahun sebesar 32,0%. Proporsi anemia remaja putri di Provinsi Jawa Barat masih cukup tinggi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor determinan kejadian anemia pada remaja putri usia 12 – 18 tahun di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan 595 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan adalah Riskesdas 2018. Variabel independen meliputi karakteristik remaja, sosial ekonomi dan lingkungan, status gizi, status KEK dan asupan makanan dan minuman. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik ganda model determinan. Prevalensi anemia remaja putri usia 12 – 18 tahun di Provinsi Jawa Barat tahun 2018 sebesar 26,9%. Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa variabel yang berhubungan dengan anemia remaja putri adalah pendidikan remaja (p value 0,025). Analisis multivariat menunjukkan bahwa pendidikan remaja menjadi faktor dominan pada kejadian anemia remaja putri di Provinsi Jawa Barat tahun 2018. Remaja putri dengan pendidikan ≤SMP/ Sederajat memiliki peluang 1,63 kali lebih rendah untuk mengalami anemia dibandingkan remaja putri dengan pendidikan > SMP/ Sederajat.

Anemia is one of the global public health problems that has a major impact on health, social and economic. The prevalence of anemia among children aged 5–14 years in Indonesia based on Riskesdas data in 2018 was 26.8% and among women aged 15–24 years was 32.0%. The proportion of anemia among adolescent girls in West Java Province is still quite high. The study aims to determine the determinants of the incidence of anemia in adolescent girls aged 12–18 years in West Java Province. This study used a cross-sectional design with 595 samples that met the inclusion and exclusion criteria. The data used was Riskesdas 2018. Independent variables included adolescent characteristics, socioeconomic and environmental, nutritional status, SEZ status, and food and beverage intake. Bivariate analysis used the chi-square test, and multivariate analysis used the multiple logistic regression determinant model. The prevalence of anemia among adolescent girls aged 12-18 years in West Java Province in 2018 was 26.9%. The results of bivariate analysis showed that the variable associated with anemia in adolescent girls was adolescent education (p value 0.025). Multivariate analysis showed that adolescent education was the dominant factor in the incidence of anemia among adolescent girls in West Java Province in 2018. Adolescent girls with education ≤ junior high school / equivalent have a 1.63 times lower chance of experiencing anemia than adolescent girls with education > junior high school / equivalent.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library