Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 345 dokumen yang sesuai dengan query
cover
New York: Oxford University Press, 2004
R 410.285 OXF
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Henry Wardhana
"Pelaksanaan otonomi daerah yang hingga saat ini telah memasuki tahun kelima memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya. Pemerintah daerah dituntut untuk memiliki kemandirian dalam membiayai sebagian besar anggaran pembangunannya. Pemerintah daerah harus mampu melakukan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerahnya sebagai sumber dana potensial guna mendukung biaya operasional pemerintah daerah. Oleh karena itu, penerimaan asli daerah mempunyai peran yang strategis dalam penyelenggaraan otonomi daerah untuk mengurangi ketergantungan subsidi dari pemerintah pusat.
Sumber penerimaan asli daerah Provinsi DKI Jakarta sampai dengan tahun 2002 masih didominasi oleh pajak daerah (82%), retribusi daerah (7%) dan penerimaan lain-lain (10%), sedangkan untuk penerimaan laba dari instansi yang membidangi masalah pengelolaan aset (yaitu perusahaan daerah/BUMD, Sekretaris Daerah, dan Lembaga Teknis) masih sangat kecil (1%). Fakta ini menunjukkan lemahnya kinerja dan sistem organisasi tata kerja instansi/unit kerja pemerintah yang membidangi pengelolaan aset kota daiam melakukan pemberdayaan aset kota melalui program restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi.
Besarnya nilai dan jumlah aset kota Jakarta, yaitu sebesar hampir 75 trilyun rupiah banyak diperoleh dari bidang tanah dan bangunan. Kondisi aset tanah dan bangunan yang pada umumnya memiliki potensi dan produktifilas tinggi ini belum dioplimalkan oleh Pemerintah. Akibatnya, beban biaya (anggaran) pemeliharaan terhadap aset tersebut terus bertambah, karena sifat biaya pemeliharaan aset untuk tanah dan bangunan adalah fixed cost, artinya biaya tersebut akan tetap ada meskipun tidak digunakan atau dimanfaatkan.
Aset kota Jakarta berupa tanah dan bangunan yang belum dimanfaatkan dapat dikembangkan dengan melibatkan partisipasi dari pihak ketiga (masyarakat, yayasan sosial maupun sektor swasta). Keterlibatan unsur pihak ketiga ini selain mengurangi beban biaya anggaran juga membantu Pemerintah dalam meningkatkan sumber penerimaan daerah sebagai dasar pelaksanaan pembangunan kota Jakarta dan mensejahterakan warga kota Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan strategi yang tepat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengelola aset Kota, terutama di bidang tanah dan bangunan. Penelitian ini juga bertujuan untuk memperkenalkan konsep Balanced Scorecard (BSC) unluk diterapkan pada Unit/Satuan Kerja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang membidangi pengelolaan aset kota. Teori yang dipakai sebagai dasar penelitian adalah kombinasi ilmu manajemen, yaitu manajemen perkotaan, manajemen aset, manajemen strategis dan berbagai teori yang mendukung pemilihan strategi. Penentuan alternatif strategi yang digunakan adalah analisis SWOT, sedangkan penentuan strateginya dilakukan dengan menggunakan analisis tata olah hirarki (analisis AHP) dengan menggunakan perangkat lunak expert choice.
Berdasarkan penetapan alternatif strategi pengelolaan aset kota dengan menggunakan metode matriks SWOT, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berada pada posisi kuadran III, artinya bahwa Pemerintah memiliki potensi dan peluang pasar yang sangat besar, namun di lain pihak, instansi ini dihadapkan pada beberapa kendala/kelemahan di sektor internal organisasi. Maka berdasarkan tahapan strategi, akan lebih tepat bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pembenahan masalah internal organisasi.
Dan berbagai pilihan stategis untuk melakukan pembenahan, strategi yang paling tepat dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah dengan strategi pembenahan progresif, dan pelaku yang diprioritaskan untuk menerapkan Balanced Scorecard adalah Biro Perlengkapan Provinsi DKI Jakarta."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parbowo
"Dengan meningkatkan pembangunan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat di perkotaan menjadikan terjadinya gerakan pemusatan, persaingan pemanfaatan ruang, ketidakseimbangan ruang dan kerusakan kualitas lingkungan. Perkotaan Pesisir Teluk Banten mengalami keadaan seperti ini, sehingga diperlukan jalan keluar yang merupakan tujuan penelitian ini yaitu melalui perencanaan pengembangan ruang untuk membuat ruang kegiatan dan perlindungan melalui pengelolaan keterpaduan antara stakeholders, sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan di wilayah pesisir.
Sampai saat ini belum ada definisi yang baku mengenai batas wilayah pesisir (coastal zone), tetapi terdapat kesepakatan umum bahwa wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara daratan dan lautan, dan menurut pendapat lain wilayah pesisir adalah bukan hanya wilayah pertemuan antara daratan dan lautan, tetapi lebih menjadi tempat terkonsentrasinya antara kepentingan kegiatan manusia dan lingkungan pesisir serta lautnya. Wilayah pesisir adalah daerah yang kaya akan sumber daya daratan dan laut, dan Indonesia adalah negara kepulauan dengan 63 % luasnya berupa perairan, serta Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dan 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2 (0,3 juta km 2 perairan territorial, dan 2,8 juta km 2 perairan nusantara) atau 62 % dari luas teritorialnya, serta Indonesia diberi hak pengelolaan laut oleh UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea, 1982) berupa Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2,7 juta km 2 atau 200 mil laut dari garis pantai pada surut terendah (base line). Selain itu wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki kekayaan dan keanekaragaman spesies, sumber daya alam dapat pulih (renewable), seperti perikanan, hutan bakau dan terumbu karang, dan juga sumber daya tidak dapat pulih (unrenewable), seperti minyak bumi, gas, mineral dan bahan tambang lainnya, sehingga wilayah perkotaan pesisir untuk masa akan datang dapat menjanjikan penyediaan sumber daya untuk memberi kehidupan matapencaharian masyarakatnya.
Perkotaan Pesisir Teluk Banten adalah tempat yang terletak 62 Km sebelah barat Jakarta, saat ini telah mengalami persaingan pemanfaatan ruang, ketidakseimbangan ruang, tumpang tindih ruang dan kerusakan lingkungan. Hal ini ditandai dengan banyaknya lahan basah berubah menjadi lahan terbangun, kerusakan terumbu karang, erosi dan akresi di garis pantai. Untuk itu diperlukan pengelolaan yang memadukan antara kegiatan sosial-ekonomi dan ambang batas daya dukung lingkungan. Banyak sudah cara pengelolaan untuk perkotaan pesisir, seperti Watershed Management (WM) dan Ocean Management (OM), tetapi karena hanya menganalisis satu atau dua sektor sehingga sampai saat ini tidak menyelesaikan masalah, karena wilayah pesisir adalah ruang yang kompleks. Integrated Coastal Management (ICM) adalah metode pendekatan yang terpadu (antar pemerintah, antar media, antar sektor, antar disiplin ilmu dan antar kehidupan) serta dinamis untuk pengelolaan wilayah di atasnya, wilayah pesisir dan lautannya untuk terciptanya pembangunan yang sustainable (optimum, berdayadukung dan berkelanjutan).
Untuk analisis ICM diperlukan analisis ruang, seperti anaslisis kecenderungan, analisis aliran barang untuk ruang ekonomi, analisis distribusi untuk ruang sosial, dan sistim informasi geografi (SIG) dan pertampalan peta untuk ruang fisik, sehingga dapat tercipta ruang yang mendukung lingkungan. Hasil analisis ini diharapkan dapat mewujudkan pembangunan sustainable, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Urban development by government, investor and community made treager of polarization effects, conflict of space use, space unbalancing and damaging of environment quality. That is the fact of Coastal Urban on Banten Gulf recently, so that needed the way out the purpose of this research through development space planning that makes space for activity and protection through integrated management among stakeholders, resources, environmental services on the coastal region.
Recently, there's no absolute definition about coastal zone limit, but it's common agreement that coastal zone is similar with transitional zone among continent and ocean, according to other opinion that the coastal only transitional zone among continent and ocean, moreover that be zone for human activity and coastal-sea environmental. Coastal zone is the area that full of resources. Indonesia is large archipelagic country in the world with content of 63 % sea square and 17,508 islands with coastline length 81,000 km, Indonesia entitled rights of management sea by UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea, 1982) that is Exclusive Economic Zone on width of 2.7 millions km2 or 200 miles from coastal base line. Besides, Indonesia's coastal and sea have variety species (biodiversity), renewable resources (fishery, mangroves, coral reef) and un-renewable resources (petroleum, gas, mineral), with the kind of this resources urban region could be supplier resources on the future.
The Coastal Urban of Banten Gulf took place about 62 km western from Jakarta, that this time conflicting of space use, space unbalancing, space overlapping use and damaging of environmental quality. It's marked by removed use wet lands become built area, coral reef damage, erosion and sedimentation on coastline. That effects needed integrated management on social, economy and environmental. A lot of method management for coastal urban, example: Watershed Management (WM) and Ocean Management (OM), but it's only analyze partial sector so that recent yet problem solving. Integrated Coastal Zone Management (ICM) is integrated method approach (among governmental, media, sector, and inter-disciplinary) and also dynamic process for sustainable development of upland, coastal zone and ocean.
ICM analyses used spatial analyses, that is tendency analyses, shift share analyses, goods flow analyses for economic space, distribution analyses for social space, Geography Information System (GIS) and overlay for physical space), so that could create space supporting environmental. Outcomes from this analyses expected to sustainable development that reflecting economic growing that can improving human quality.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendang Tanusdjaja
"Studi ini menguji hubungan antara harga saham, profitabilitas masa depan, dan aktivitas manajemen laba perusahaan dengan infomasi pajak tangguhan, beserta komponen-komponennya. Informasi pajak tangguhan menjadi perhatian khusus dalam studi ini, karena kompleksitas dan biaya penyelenggaraannya, serta masih terjadi perdebatan atas relevansinya.
Berdasarkan standar akuntansi pajak penghasilan (PSAK No. 46, yang juga sejalan dengan SFAS No. 109 dan LAS No. 12), akun penyisihan penilaian aktiva pajak tangguhan (valuation allowance, VA) harus diakui jika manajer berpendapat penghasilan kena pajak masa depan akan tidak memadai untuk merealisasikan aktiva pajak tangguhan tersebut. Dengan merujuk pada standar ini dalam penyusunan model VA, peneliti mengestimasi komponen perubahan VA non-diskresioner dan komponen perubahan VA diskresioner. Studi ini menguji apakah komponen pajak tangguhan relevan bagi investor dalam menetapkan harga saham. Kemudian, studi ini menginvestigasi apakah perubahan VA berguna untuk memprediksi laba dan arus kas masa depan. Akhirnya studi ini juga meneliti apakah manajer memanfaatkan fleksibilitas penentuan VA sebagai sarana untuk aktivitas manajemen laba dengan tujuan untuk memperkecil pelaporan penurunan laba atau memperkecil pelaporan kerugian.
Dengan menggunakan 163 sampel perusahaan publik terpilih selama periode tahun 2000 hingga 2003 dan model analisis regresi berganda berdasarkan data panel, secara umum studi ini menemukan bahwa aktiva pajak tangguhan memiliki hubungan positif dengan harga saham. Temuan berikutnya membuktikan perubahan VA memiliki hubungan dengan laba operasi dan arus kas satu tahun ke depan yang dapat diartikan sebagai memiliki kemampuan prediktif atau value-relevance. Akhirnya, studi ini mengkonfirmasi temuan penelitian sebelumnya yaitu kelompok perusahaan yang memiliki insentif untuk melakukan manajemen laba menggunakan VA, untuk memperkecil pelaporan kerugian; namun belum cukup bukti bahwa VA juga digunakan untuk memperkecil pelaporan penurunan laba.

This study examines the association among share price, future profitability, and earnings management activity of the company with the deferred tax information, including its components. This information is of particular interest because of the complexity and costliness of accounting for deferred taxes, combined with the continuing debate about their relevance.
Under accounting for income tax (PSAK No. 46 which is line with SFAS No. 109 and IAS No. 12), a valuation allowance for deferred tax asset (VA) must be recognized if managers expect that future taxable income will be insufficient for the realization of deferred tax assets. Using this standard to model the VA, we estimate non-discretionary and discretionary changes in the VA. This study tests whether investors, in pricing shares, filter out the value-relevant component of deferred tax allowances. Then, it investigates whether deferred tax allowance changes are useful in predicting future earnings and cash flows. Finally, this study also examines whether managers use VA to report smaller losses or smaller declines in earnings.
Using 163 selected sample of firms taken from the listed companies in Jakarta Stock Exchange for the period of year 2000 - 2003 and multiple regression model with panel data, this empirical study finds, in general, that the deferred tax assets is associated with share price, and valued by investors. Another finding is that deferred tax allowance changes are associated with future income and future cash flows, which indicates that it contains useful predictive information. Then, the final finding from this study confirms prior evidence of earnings management through the VA that is to report smaller losses; but find little evidence that firms manage earnings via the VA to report smaller earnings decline.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Harnowo
"ABSTRAK
Likuidasi bank di Indonesia yang terjadi pada tahun 1997 dan 1999 telah
mengguncang dunia perbankan di Indonesia. yang juga berdampak kepada Iesunya
sektor rill di tanah air. Kebijakan pemerintah terhadap likuidasi bank sangat tidak
jelas, karena tidak adanya konsistensi oleh pemerintah mengenai penjeIasan tentang
faktor-faktor yang yang mengakibatkan pemerintah melikuidasi bank. Oleh karena itu
penulis berusaha dan manganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi likuidasi batik di
Indonesia.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya hanyak dilakukan
dengan menggunakan variabel-variabel rasio keuangan seperti CAMEL, LDR, ROE
dan sebagainya. Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk menambah variabel non
keuangan yaltu campur tangan pemegang saham dalam kepengurusan (CTPS)
disamping rasio-rasio keuangan seperti ;(i) Rasio likuiditas (Loan to Deposit Ratio
:LDR), (ii) Rasio Permodalan (Modal terhadap aktiva produktif :MA), (iii) Rasio
Profitabiliias (Return On Equity :ROE), (iv) Rasio Pertumbuhan ( Pertumbuhan
Aktiva :Pr_Ak), (y) Rasio Etsiensi Manajemen (Rasio jumlah kantor terhadap
Pendapatan Operasional :KPO), (vi) Size (Ln Asset).
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda linear logistic terhadap 80
bank di Indonesia secara cross section dan datapooled, berdasarkan laporan keuangan
dalam Direktori Perbankan Indonesia untuk kurun waktu tahun 1992-1997. Penelitian
dilakukan dengan dua model, yaitu tanpa memasukan variabel Size (Model I), dan
dengan memasukkan variabel Size sebagai controlling variabel (Model 2), Peneliti
berasumsi bahwa Size suatu bank sangat berpengaruh terhadap kebijakan Pernerintah
untuk melikuidasi bank.
Hasil penelitian yang didapat ternyata, pada model 1 variabel yang signifikan
secara berurut-urut adalah CTPS, LDR, dan ROE. Sedangkan pada model 11, ketika
unsur size dimasukkan sebagai variabel, maka variabel yang signifikan secara berurut
uruut adalah Size, MA. ROE dan LDR. Size merupakan ukuran penting yang
membuktikan bahwa bank-bank besar cenderung untuk tidak dilikuidasi oleh
pemerintah dengan alasan nilai strategis bank tersebut yaitu sebagai bank pemerintah
ataupun memiliki personnel yang besar, sehingga apabila dilikuidasi akan tímbul
social cost yang tidak diinginkan. Campur tangan pemegang saham terhadap
manajemen ternyata belum mempengaruhi performa bank, yang dapat mempengaruhi
bank dilikuidasi. Hal ini berarti bahwa Principal Agency relationship problem tidak
terjadi di Indonesia. Untuk penelitian secara cross section belum dapat memprediksi
Ilkuidasi bank di Indonesia karena dari tahun-ke tahun tidak ada vaniabel yang secara
konsisten dan dominan yang mempengaruhi likuidasi bank.
"
2001
S-Pdf (sedang dalam proses digitalisasi)
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rida Rahim
"Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi faktor-t`ak1or yang
mempengaruhi likuidasi bank dengan menggunakan alal analisa keuangan rasio
CAMEL dan SIZE (besaran) bank. Data yang diambil bcrdasarkan direktori
perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan dan beberapa media masa
yang memuat laporan keuangan akhir tahun. Sampel yang digunakan adalah
laporau keuangan bank tahun 1991-|996 d gan 9 bank likuidasi dan 93 bank
yang tidak dilikuidasi untuk likuidasi bank 1997-_ Dan untuk likuidasi bank 1999
terdiri dari 24 bank likuidasi dan 78 bank Iidak dilikuidasi. Alat statisiik yang
digunakan adalah model regrcsi Iogistik.
Hasil studi ini menjelaskan, bahwa faktor yang dominan
mempengaruhi likuidasi bank untuk tahun 1997 dan lahun 1999 adalah SIZE
(besaran bank) dan Kecukupan Moda! Bank. Untuk likuidasi bank tahun 1999
faktor yang dominan adalah Besaran Bank diikuti dengan faktor Kecukupan
Modal Bank, Legal Linding Limit Profitabilitas dan Elisiensi. Dan untuk satu
tahun sebelum terjadinya likujdasi bank Iaklor yang signiiikan adalah Kecukupan
Modal Bank, Likuiditm dan Besamn Bank. Sedangkan untuk likuidasi 1999 falnor
yang mempengaruhi likuidasi bank adalah Legal Lindlng Limit dan Besaran Bank.
Untuk dua tahun sebelum likuidasi 1997 faktor yang signiiikan adalah Legal
Li/:ding Limit, Elisiensi dan Besaran Bank sedangkan untuk likuidasi 1999 faktor
yang signifikan adalah Legal Linding Limit, Besaran Bank dan Efsiensi. Untuk
tiga tahun sebelum likuidasi 1997 faktor yang signiiikan adalah Besaran Bank dan untuk Iikuidasi 1999 faktor yang signilikan adalah Elisiensi dan Besaran Bank.
Untuk empat tahun sebelum likuidasi 1997 faktor yang signitikan adalah Besaran
Bank, Kecukupan Modal Bank dan Efisiensi, sedungkan untuk likuidasi 1999
faktor yang signiflkan mempengaruhi likuidasi bank adalah Kecukupan Modal
Bank, Efisiensi, Protitabilitas dan Besaran Bank. Untuk lima tahun sebelum
likuidasi 1997 faldor yang signilikan adalah Besaran Bank dan untuk likuidasi
1999 faktor yang signifikan adalah Ensiensi dan Besaran Bank. Dan uutuk cnam
tahun sebelum likuidasi |997 faktor yang signilikan mempengaruhi likuidasi
bank adalah Besaran Bank dan Kecukupan Modal Bank sedangkan tmtuk likuidasi
1999 faktor yang signifikan mempengaruhi Iilcuidasi adalah Besaran Bank. Dari
hasd analisis dengan menggunakan data cross section terlihat bahwa variabel yang
dominan mempengaruhi likuidasi bank 1997 dan 1999 adalah pelanggaran
terhadap ketentuan batas Modal minimum, Besaran (size) bank, Eiisiensi, Legal
Linding Limit. -
Berdasarkan hasil uji sampel untuk data cross section dan prediksi
likuidasi bank baik untuk likuidasi bank I1-?FT maupun 1999, temyata sebagian
besar keputusan likuidasi bank diatas nilai cur of valuenyu, ha] ini berarti
keteplatan prediksi Iikuidzuzi bank cukup baik dengan menggunakan data cross
section. Sedangkan untuk data pooled hasil uji sampelnya terjadi pada bank-bank
yang seharusnya tidak dilikuidasi.
Hasil uji regresi logistik baik dengan menggunakan data cross section
maupun dengan menggunakan data pooled memmjukkan bahwa faktor analisa keuangan CAMEL dan Size (besaran) bank dapat diguakan untuk memprediski likuidasi bank."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T6141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S. Wojowasito
Bandung: Shinta Dharma, 1979
R 443 Woj k
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Jamilah
"Tesis ini adalah mengenai bagaimana bid-ask spread ditetapkan. Bid merupakan harga di mana para pelaku pasar siap untuk membeli dan ask merupakan harga pada saat pelaku pasar siap untuk menjual. Jumlah dan kelebihan ask terhadap bid menunjukkan bid-ask spread.
Bid-ask spread bergantung pada harga bid dan harga ask, yang dapat dijelaskan melalui mekanisme perdagangan, yang awalnya dijelaskan dengan mosel berdasarkan inventory (inventory based model). Perkembangan selanjutnya mekanisme perdagangan difokuskan pada asimetri informasi pedagang atas nilai aktiva-aktiva yang sesungguhnya, disebut dengan model berdasarkan infomasi (information based model).
Model berdasarkan inventory mencakup ketidakpastian aliran order yang dapat mengakibatkan masalah-masalah inventori bagi pelaku pasar karena ketidakmampuan memprediksi order, di mana permintaan dan penawaran tidak selalu seimbang. Model ini menunjukkan bahwa bid-ask spread dipengaruhi oelh kekayaan awal dan preferensi resiko-resiko dari para pelaku pasar (dealer) dan varians saham.
Model berdasarkan informasi mencakup tiga tipe. transaktor (investor), yailu investor yang bermotivasi informasi dengan informasi yang istimewa, investor bermotivasi likuiditas tanpa informasi yang istimewa, dan terakhir investor yang berpikir bahwa ia memiliki informasi padahal tidak.
Variabel terikat yang digunakan dalam tesis ini adalah bid-ask spread sedangkan variable bebasnya adalah price (harga penutupan saham), vol (jumlah perdagangan saham), var (varians retum saham), dan kedalaman pasar (bidvol dana askvol yang dikuota).
Hasil dari pengolahan terhadap 32 sample perusahaan yang aktif diperdagangkan sejak tanggal 3 Januari 1996 sampai dengan 13 Agustus 1997 (periode sebelum krisis moneter) menunjukkan bahwa semua variabel bebas (independent variable) signifikan dan sesuai dengan hipotesa penelitian. Pada periode sebelum krisis moneter melanda Indonesia, bid-ask spread menyempit positif karena dealer masih dapat menetapkan harga bid dan harga ask yang dapat menutupi beban biaya yang telah mereka terima, dan juga mendapatkan keuntungan (penghasilan) dari banyaknya perdagangan yang terjadi pada saat itu di Bursa Efek Jakarta.
Pada masa krisis moneter semua vanable signifikan. Saat itu harga-harga saham semakin merosot mencapai level terendah. Pada masa ini dealer kesulitan dalam menetapkan harga bid dan harga ask yang wajar tetapi volume perdagangan besar, sehingga bid-ask menyempit dengan hanya sedikit sekali keuntungan yang diperoleh dealer.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dengan menggunakan semua emiten yang ada di Bursa Efek Jakarta dalam pemprosesan data, membaginya juga menurut jenis industrinya, dan yang terakhir menambahkan variable value untuk lebih menguatkan hasil yang diperoleh.

This Thesis discusses how the bid-ask spread is determined. The bid is the price at which the market maker is prepared to buy and the ask is the price at which the market maker is prepared to sell. The amount by which the ask exceeds the bid is referred to as the bid-ask spread.
The bid-ask spread depends on the bid and ask price. How they are quoted can be explained by their trading mechanism. Early work explains the trading mechanism from the inventory based model, later work focuses on the trader?s asymmetric information of the assets true value; the information based model.
The inventory based model all apply to the same foundation that the uncertainties in order flow can result in inventory problems for the market maker. Due to the unpredictability of the order the demand and supply is not always balanced. The inventory based model show that the spread is influenced by the initial wealth and risk preferences of the market maker and the variance of the stocks.
In the information based model three types of transactors are distinguished : the information-motivated transactor with special information, the liquidity-motivated transactor without special information, and the transactors who thinks he has special information but has not.
The dependent variabeles used in this thesis is bid-ask spread, the independent variables are price (closing price), vol (the amount of transaction traded), var (varians of the stocks), and depth (volume of bid and ask quoted).
The result from running data about 32 samples of most active stock of companies traded since January 3rd, 1996 until August 13th , 1997 (the period of before monetary crisis) indicate that all independent variables are significant and suitable with research hypothesis. At this period, bid-ask spread become narrow and positive spread because dealer still can get profit from many transactions traded in Jakarta Stock Exchange.
During monetary crisis all variables are signifecant which are supporting the research hypothesis. At that time stocks prices moved downward until the lowest level. The dealers had difficulties in determining normal bid and ask prices but much transaction volume, so bid-ask spread become narrow with giving the dealers some profit.
The suggestions for the next research are by using all companies in Jakarta Stock Exchange, analyzing bid-ask spread according to industrial type, and adding another variable i.e. value for independent variable.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Salamah
"Pemodal saat menanamkan modalnya pada perusahaan multinasional atau perusahaan domestik perlu pertimbangan, yaitu dari kinerja investasi (market based performance) dan kinerja keuangan (rasio keuangan). Qleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tiga tujuan. Pertama, mengetahui ada tidaknya perbedaan kinerja investasi antara perusahaan multinasional dengan domestik. Kedua, mengetahui ada tidaknya perbedaan kinerja keuangan antara perusahaan multinasional dengan perusahaan domestik. Ketiga, mengetahui pengaruh kinerja keuangan terhadap kinerja investasi pada perusahaan multinasional dan perusahaan domestik.
Kinerja investasi diukur dengan 4 pendekatan , yaitu kinerja Jensen, kinerja Treynor, dan kinerja Sharpe. Kinerja keuangan dicerminkan old price earning ratio, price book value, dividen payout ratio, leverage ratio, return on asset, inventory turnover, quick ratio dan long term capital investment.
Sampel yang diambil adalah 12 perusahaan multinasional dan 12 perusahaan domestik yang berada di Bursa Effek Jakarta pada periode tahun 1994 sampai tahun 1998. Data yang digunakan data pooled dengan kombinasi time series dan cross section.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kinerja investasi antara perusahaan multinasional dengan domestik untuk ketiga model, yaitu Jensen, Treynor dan Sharpe. Rasio keuangan yang berbeda antara perusahaan multinasional dengan domestik adalah price earning ratio dan return on asset, sedangkan price book value, dividen payout ratio, leverage ratio, inventory turn over dan long term capital investment tidak berbeda.
Pada perusahaan multinasional untuk kinerja Jensen, rasio yang berpengaruh ialah return on asset, inventory turnover, quick ratio dan longterm capital; untuk kinerja Treynor adalah price earning ratio, price book value, dividend payout ratio, leverage ratio, quick ratio dan long term capital investment; untuk kinerja Sharpe adalah price earning ratio, price book value, leverage ratio, quick ratio dan long term capital investment.
Pada perusahaan domestik untuk kinerja Jensen, rasio yang berpengaruh adalah leverage ratio, return on asset dan quick ratio; untuk kinerja Treynor adalah long term capital investment; untuk kinerja Sharpe adalah price book value, leverage ratio dan return on asset."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T19440
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Suciati
"Tujuan penulisan studi ini adalah untuk memprediksi kondisi financial distress kredit pemilikan motor dengan melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi status kredit (default atau not default) bagi para penerima kredit pemilikan motor. Yaitu dengan mengetahui variabel-variabel apa saja yang signifikan mempengaruhi status kredit bagi para penerima kredit (debitur) pemilikan motor. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan Regresi Binary Logit. Penelitian ini menggunakan metodelogi Regresi Binary Logit karena variabel dependen yang digunakan adalah berupa dua variabel kategorik yakni debitur yang default (debitur mengalami financial distress) dan debitur yang not default (debitur tidak mengalami financial distress). Variabel independen yang digunakan berupa database dari para debitur yang melakukan kredit pemilikan motor di PT X. Database tersebut dibagi menjadi dua kategori yakni variabel yang berasal dari karakteristik debitur yakni berupa gender, salary, marital, domicile and age. Sedangkan kategori lainnya adalah variabel yang berasal dari karakteristik pinjaman (kredit) yakni berupa principle amount, effective rate, tenor, dan net dp amount. Dan setelah dilakukan pengujian maka variabel yang secara statistik signifikan mempengaruhi status kredit debitur adalah variabel salary, domicile, effective rate, tenor dan net dp amount. Sedangkan untuk variabel gender, marital, age, principle amount terbukti secara statistik tidak signifikan mempengaruhi status kredit debitur."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
S6087
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>