Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 78 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfi Amalia
"Eleocharis dulcis (Burm.f.) Trin. ex. Hensch. telah banyak digunakan pada pengobatan tradisional di China untuk mengobati batuk, laringitis, hepatitis, enteritis, hipertensi dan faringitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ekstrak, fraksi dan isolat E. dulcis yang aktif terhadap aktivitas antioksidan dan antibakteri. Ekstraksi dilakukan secara bertingkat (heksana, etil asetat dan metanol) dengan menggunakan metode Ultrasonic Assissted Extraction (UAE). Aktivitas antibakteri diuji terhadap bakteri penyebab penyakin ikan diantaranya Aeromonas hydrophila, Aeromonas Salmonicida dan Streptococcus agalactiae. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Ekstrak dan fraksi yang aktif di fraksinasi dengan kromatografi kolom dan selanjutnya diuji aktivitas antioksidan dan antibakteri. Isolat yang aktif diidentifikasi dengan LCMS, 1H-NMR, 13C-NMR dan HMBC. Hasil uji aktivitas ekstrak menunjukkan ekstrak etil asetat memiliki aktivitas paling bagus untuk antioksidan dan antibakteri dilanjutkan dengan ekstrak heksana dan metanol. Fraksinasi ekstrak heksana menghasilkan 6 fraksi dan etil asetat 8 fraksi. Fraksi EA1 menghasilkan isolat yang diidentifikasi sebagai stigmasterol. Uji antioksidan isolat tidak menunjukkan aktivitas. Uji aktivitas antibakteri, isolat memiliki aktivitas bakterisida pada konsentrasi 62,5 ppm terhadap bakteri Aeromonas hydrophila, bakteri Aeromonas salmonicida pada konsentrasi 125 ppm dan bakteri Streptococcus agalactiae pada konsentrasi 31,25 ppm. Kontrol positif kloramfenikol pada konsentrasi 30 ppm juga menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri. Hasil pengujian antibakteri dan antioksidan tanaman E. dulcis terdapat senyawa aktif yang dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai antiobiotik untuk bakteri penyebab penyakit ikan. Ekstrak dan fraksi dari tanaman E. dulcis lebih baik dikembangkan sebagai agen antioksidan.

Eleocharis dulcis (Burm. f.) Trin. Ex. Hensch has been widely used in traditional Chinese medicine to treat coughs, laryngitis, hepatitis, enteritis, hypertension, and pharyngitis. This study aims to identify extracts, fractions, and isolates of E.dulcis, which are active in antioxidant and antibacterial activities. Extraction was carried out gradually with hexane, ethyl acetate, and methanol solvent using the Ultrasonic Assisted Extraction (UAE) method. Antibacterial activity was tested against bacteria that cause fish disease, including Aeromonas hydrophila, Aeromonas Salmonicida, and Streptococcus agalactiae. An antioxidant activity test was carried out using the DPPH method. The active extracts and fractions were fractionated by column chromatography and then tested for their antioxidant and antibacterial activities. LCMS, 1H-NMR, 13C-NMR, and HMBC identified active isolates. The results of the extract activity test showed that the ethyl acetate extract had the best antioxidant and antibacterial activity, followed by the hexane and methanol extracts. Fractionation of hexane extract yielded six fractions and eight fractions for ethyl acetate. The EA1 fraction produced an isolate that was identified as stigmasterol. The isolate tested using the DPPH method shows that it does not have activity as an antioxidant. Antibacterial activity test, isolates had bactericidal activity at a concentration of 62.5 ppm against Aeromonas hydrophila bacteria, Aeromonas salmonicida bacteria at a concentration of 125 ppm, and Streptococcus agalactiae bacteria at a concentration of 31.25 ppm. The positive control, chloramphenicol, showed no bacterial growth at 30 ppm. The results of the antibacterial and antioxidant testing of the E.dulcis plant can be concluded that an active isolate can be further developed as an antibiotic for bacteria that cause fish disease. Extracts and fractions from E. dulcis plants are better developed as antioxidant agents."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valenshya Alfa Susanto
"Permintaan pasar terhadap vanilin alami sebagai senyawa perisa dan pengaroma sangat tinggi padahal produksi vanilin alami sangatlah rendah sehingga dibutuhkan metode alternatif produksi vanilin secara alami. Salah satunya adalah dengan metode biokonversi dengan bantuan mikroorganisme. Pseudomonas merupakan salah satu bakteri yang dapat melakukan biokonversi vanilin dari bahan dasar eugenol. Untuk mendeteksi jenis bakteri Pseudomonas yang dapat melakukan biokonversi vanilin, diperlukan sebuah metode skrining. Metode PCR memadai untuk digunakan sebagai metode pendeteksi secara molekuler bakteri Pseudomonas yang memiliki gen-gen yang berperan dalam biokonversi vanilin dari eugenol, yaitu gen ech (enoyl coA-hydratase) dan fcs (feruloyl coA-synthetase). Gen-gen tersebut mengkode enzim yang berperan dalam tahap terminal biokonversi vanilin dari eugenol pada Pseudomonas. Gen tersebut dikembangkan untuk menjadi penanda molekuler potensi suatu bakteri Pseudomonas yang dapat melakukan biokonversi vanilin dari eugenol. Namun, proses skrining dengan PCR membutuhkan kondisi yang optimum untuk mendapatkan hasil PCR yang spesifik. Ulasan artikel ini membahas mengenai skrining molekuler bakteri tanah Pseudomonas dengan penanda gen ech dan fcs dengan metode PCR konvensional.

The market demand for natural vanilin, as flavour and fragrance compound, is very high even though the production of natural vanilin is very low so that alternative methods of natural vanilin production are needed, one of which is the bioconversion method with the help of microorganisms. Pseudomonas is one of the bacteria that can perform bioconversion of vanilin from the basic ingredient of eugenol. A screening method to detect Pseudomonas bacteria that is able to carry out vanilin bioconversion is needed. The PCR method is adequate to be used as a molecular detection method for Pseudomonas bacteria which carries genes that play a role in the bioconversion of vanilin from eugenol, namely the ech (enoyl coA-hydratase) and fcs (feruloyl coA-synthetase) genes, genes that encode enzymes in the terminal stage of vanilin bioconversion of eugenol in Pseudomonas. These genes were developed to be a potential molecular marker of a Pseudomonas bacteria which can perform bioconversion of vanilin from eugenol. However, the screening process with PCR requires optimum conditions to get specific PCR results. This article review discusses the molecular screening of Pseudomonas soil bacteria using the ech and fcs gene as screening parameter by conventional PCR methods.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Jihan Miranda
"ABSTRAK
Cedera ginjal akut (acute kidney injury/AKI) merupakan salah satu penyakit ginjal dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada manusia. Salah satu kondisi yang tergolong dalam AKI adalah ischaemia-reperfusion injury (IRI), ditandai dengan terjadinya iskemia dan diikuti dengan reperfusi. Penetapan hewan model IRI diperlukan sebagai suatu metodologi untuk mensimulasikan perubahan patofisiologi yang terjadi dan mengamati tercapainya kondisi klinis IRI yang paling representatif. Penelitian ini membahas metode bedah bilateral renal-pedicle clamping untuk menginduksi terjadinya iskemia pada hewan model IRI dengan galur tikus Sprague-Dawley. Sebanyak 24 ekor hewan uji dikelompokkan menjadi dua berdasarkan waktu reperfusinya terlebih dahulu, yaitu 24 jam dan 14 hari. Kedua kelompok tersebut masing-masing dibagi kembali menjadi empat kelompok (n=3). Kelompok normal tidak diberi perlakuan bilateral renal-pedicle clamping, namun kelompok I, II, dan III diberi perlakuan tersebut dengan durasi clamping 15, 30, dan 45 menit secara berurutan. Selanjutnya, dilakukan analisis terhadap perubahan parameter struktural ginjal dengan pengamatan histopatologi menggunakan pewarnaan PAS (periodic acid-Schiff). Parameter yang dinilai adalah tingkat keparahan cedera tubular yang terjadi. Hewan uji dari kelompok I, II, dan III menunjukkan membaiknya kondisi cedera pada waktu reperfusi 14 hari dari kondisinya pada waktu reperfusi 24 jam, dengan kelompok II yang menunjukkan perbedaan paling signifikan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa durasi clamping selama 30 menit menyebabkan tercapainya kondisi klinis IRI yang paling representatif dan menunjukkan pemulihan kondisi cedera yang paling signifikan dalam jangka waktu reperfusi 14 hari pada hewan model IRI.

ABSTRACT
Acute kidney injury (AKI) is a kidney disease with high levels of morbidity and mortality in humans. One condition that is classified as AKI is ischaemia-reperfusion injury (IRI), characterized by the occurrence of ischaemia and followed by reperfusion. Establishment of IRI animal models is needed as a methodology to simulate pathophysiological changes that occur and observe the achievement of IRI's most representative clinical conditions. This study discusses bilateral renal-pedicle clamping surgical method to induce ischaemia in IRI model animals with the Sprague-Dawley mouse strain. A total of 24 animals were grouped into two based on their reperfusion time, 24 hours and 14 days. The two groups are each subdivided into four groups (n=3). Normal groups were not treated with bilateral renal-pedicle clamping but group I, II, and III were given the treatment with clamping duration of 15, 30, and 45 minutes respectively. Then, analysis of renal structural parameters changes was performed with histopathological observation using PAS (periodic acid-Schiff) staining. Parameter to be assessed is the severity of tubular injury. Animals from group I, II, and III showed an improvement in injury condition at the reperfusion time of 14 days from their condition at reperfusion time of 24 hours, with group II showing the most significant difference. It can be concluded that the clamping duration of 30 minutes leads to the achievement of the most representative clinical IRI conditions and shows the most significant recovery of injury conditions within the 14-day reperfusion period in IRI animal models."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabiela Haz Ekaputri
"ABSTRAK
Kulit merupakan organ tubuh yang mampu menjaga kelembabannya sendiri dengan memproduksi natural moisturizing factorsdan sebum.Apabila homestasis kulit terganggu, dibutuhkanpengaplikasianproduk pelembabuntuk membantu mengembalikan kelembabannya. Saat ini, produk pelembabdengan kandungan herbal telah banyak beredar di pasaran dan minatmasyarakat terhadapkosmetikbahan alampun tinggi. Berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan oleh L'Oréal di tahun 2018,sekitar 75% wanita Indonesia lebih memilihkosmetik yang mengandung bahan alami. Salah satutanaman yang berpotensi sebagai bahan alami kosmetik adalah okra(Abelmoschus esculentus (L.) Moench).Namun, pemanfaatan okradi Indonesia hanya dijadikan sebagaimakanan karena kandungan vitamin dan mineralnya yang bermanfaat untuktubuh. Selain kandungan tersebut, okrajuga mengandung polisakaridarhamnogalakturonan sebanyak90,93 ±0,76% dan asam lemakdengan kandungan asam linoleatterbesar sebanyak 42,3 ± 0,3%. Kedua kandugan tersebut berpotensisebagai bahan pelembab. Menurut literatur, mekanisme kerja dari polisakarida okra, yaitu menjaga hidrasi epidermis dengan menarik air dari lingkungan maupun dermis. Sedangkan, asam lemak membantu menjaga kandungan air pada kulit dengan memblokir penguapan air dan membentuk penghalang hidrofobik. Selanjutnya, kedua senyawa ini harus diformulasikan dengan baik agar bekerja efektif. Formula sediaanyang sesuai dengan sifat fisikokimia asam lemak okra dan polisakarida okra adalah krim berbasis gel. Di samping itu, produk ini diharapkan dapatmemberikan efek melembabkan.

ABSTRACT
The skin is an organ that can preserve its moisture by producing natural moisturizing factors and sebum. If the skin homeostasis is disturbed, it is necessary to apply a moisturizing product to help restore moisture. Currently, moisturizers that contain herbal contents have been widely circulating in the market, along with the high interest of the community towards natural ingredients. Based on the latest research that was conducted by L'Oréal in 2018, around 75% of Indonesian women preferredcosmetics with natural compounds.One of the plants that have the potential as a moisturizing ingredient is okra (Abelmoschus esculentus (L.)Moench). In Indonesia, okra is only processed into food because it is rich in vitamins and minerals which are beneficial for the healthiness of the body. Moreover, okra also contains other beneficial contents. 90.93 ± 0.76% are rhamnogalacturonan polysaccharides. Besides that, italso contains fatty acids with the largest linoleic acid content of 42.3 ± 0.3%. According tothe literature, these polysaccharides help maintain the water content by drawing water from the environment and the dermis to epidermis. Meanwhile, the mechanism of action of fatty acids is by blocking water evaporation with the hydrophobic barrieron theskin.Hence, the two compounds have potential as moisturizer ingredients. Furthermore, these two compounds must be well-formulated to work effectively. Thus, a product that is suitable for the substances is a hydrogel-based cream. Also, this product can be beneficial to provide a moisturizing effect"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saila Maudy
"ABSTRAK
Secara empiris buah pare (Momordica charantia Linn) telah lama digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk menurunkan kadar gula darah. Efek antihiperglikemik diperantarai oleh senyawa karantin yang terkandung dalam ekstrak buah pare. Karantin merupakan senyawa golongan steroid glikosida yang terdiri dari campuran glikosida stigmasterol dan glikosida β-sitosterol. Namun, ikatan glikosida pada struktur karantin mudah terhidrolisis oleh asam dan enzim dalam saluran pencernaan apabila diberikan secara oral. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem penghantaran obat, seperti solid lipid nanoparticles yang dapat melindungi senyawa karantin agar tidak terhidrolisis dalam saluran pencernaan. Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengkaji potensi penerapan solid lipid nanoparticles yang mengandung ekstrak buah pare. Hasil dari kajian menunjukkan bahwa solid lipid nanoparticles memiliki kemungkinan untuk melindungi senyawa karantin dalam ekstrak buah pare dari hidrolisis di saluran cerna. Produk solid lipid nanoparticles ekstrak buah pare kaya karantin diharapkan memiliki efektivitas dalam menurunkan kadar glukosa darah dan bioavailabilitas senyawa karantin dalam darah dapat meningkat.

ABSTRACT
Bitter melon (Momordica charantia Linn) has been long used as a traditional remedy for lowering blood sugar levels. The antihyperglycemic effect is mediated by charantin compounds contained in the fruits extract of bitter melon. Charantin is a steroidal glycoside consists of a mixture of stigmasterol glycosides and β-sitosterol glycosides. However, the glycoside bonds in the charantin structure are easily hydrolyzed by acids and enzymes in the gastrointestinal tract when administered orally. Therefore, a nanoparticulate drug delivery system is required, such as solid lipid nanoparticles, which can protect the charantin from being hydrolyzed in the gastrointestinal tract. The purpose of this paper is to review about an application of the solid lipid nanoparticles containing fruits extract of bitter melon. The review reveals the solid lipid nanoparticles may protect the charantin of bitter melon fruits extract from hydrolysis in the gastrointestinal tract. The solid lipid nanoparticles of fruits extract of bitter melon are expected to have an effectiveness in reducing blood glucose levels and enhance the bioavailability of charantin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geavani Widya Feronica
"ABSTRAK
Permasalahan-permasalahan seperti penuaan kulit, kulit kering, hiperpigmentasi, kulit berjerawat membutuhkan produk perawatan yang sesuai. Produk-produk seperti krim siang, krim malam, tabir surya, serum, essence, masker dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Masker merupakan salah satu produk perawatan kulit yang dapat meningkatkan hidrasi, memiliki kadar zat aktif lebih banyak dan memberi efek lebih cepat dibanding produk lainnya serta lebih praktis digunakan. Centella asiatica merupakan salah tanaman yang memiliki banyak khasiat. Manfaat utama dari ekstrak Centella asiatica adalah sebagai agen antiaging, antiinflamasi, antioksidan, meningkatkan produksi kolagen dan dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Dalam pemanfaatannya, terdapat masalah dari zat aktif terkandung terkait penetrasi ke kulit. Penghantaran seperti nanopartikulat lipid dapat diterapkan untuk meningkatkan penetrasi dari asiatikosida dan madekasosida. Review artikel ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam terkait penerapan nanopartikulat lipid dalam masker mengandung ekstrak Centella asiatica. Nanopartikulat lipid yang dapat diterapkan dalam masker antaralain adalah liposom, nanoemulsi, Solid Lipid Nanoparticles (SLN) dan Nanostructured Lipid Carriers (NLC). Penerapan nanopartikulat lipid tersebut dapat dipadukan dengan produk masker guna meningkatkan hidrasi, efektivitas dan penetrasi melalui kulit dari asiatikosida dan madekasosida.

ABSTRACT
Skin problems such as skin aging, dry skin, hyperpigmentation, acne prone skin require skin treatment products. Skincare products that could be applied are day or night cream, sunscreen, serum, essence, and facemask. Facemask or mask is one of many treatment choices, that could hydrating the skin, has more active substances levels, and give faster effect than the other products, also easier to use. Centella asiatica is one beneficial plant. Centella asiaticas extract has anti-aging, antioxidant and anti-inflammation activity, also increase collagen production, and accelerate wound healing. But there are problems in contained active substances penetration through the skin. Lipid nanoparticulates delivery system can be applied to increase penetration of asiaticoside and madecassoside. This review article aims to study about the application of lipid nanoparticulates in Centella asiatica masks. Lipid nanoparticulates that could be applied in the mask are nanoemulsion, liposoms, solid lipid nanoparticles, and nanostructured lipid carriers. This combination of lipid nanoparticulates in masks can maximize skin hydration and improve penetration of asiaticoside and madecassoside through the skin."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhea Pramesti Ningrum
"ABSTRAK
Acute Kidney Injury (AKI) merupakan sindrom penurunan fungsi ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, serta eksresi zat sisa metabolisme secara tiba-tiba, yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal dalam beberapa hari. Dalam patofisiologinya,terdapat 3 jenis AKI yaitu AKI pra-renal, intrinsik, dan post-renal. Salah satu penyebab AKI adalah kondisi Ischemia Reperfusion Injury (IRI). IRI merupakan kondisi kerusakan jaringan yang disebabkan aliran darah balik ke jaringan setelah terjadi iskemia (anoksia, hipoksia). Iskemia yang terjadi pada jaringan ginjal menyebabkan berbagai kondisi yang berakibat pada stres oksidatif dan inflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil BUN dan kreatinin pada tikus model Renal Ischemia-Reperfusion Injury. Sebanyak 24 ekor tikus jantan galur Sparague Dawley yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok normal (sham), iskemia 15 menit, 30, dan 45 menit. Setiap kelompok terdiri atas 6 tikus dengan berat badan antara 150-200gram. Induksi Renal Ischemia-Reperfusion Injury dilakukan dengan metode bilateral renal pedicle clamping. Pengamatan dilakukan sebelum dilaksanakan perlakuan atau jam ke 0 serta di jam ke 24, 48, dan minggu kedua setelah induksi melalui kadar kreatinin serum dan kadar BUN serum. Data diolah secara statistik secara SPSS dengan one way ANOVA method. Induksi Ischemia Reperfusion Injury selama 15 menit menyebabkan peningkatan kadar serum kreatinin dan BUN pada jam ke 24 (p<0,05), 48 (p<0,05) serta penurunan pada minggu ke 2 (p>0,05). Sedangkan pada Induksi Ischemia Reperfusion Injury selama 30 menit, peningkatan kadar serum kreatinin kadar BUN baru terjadi di jam ke 48 (p<0,05) serta penurunan di minggu ke dua (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut, induksi Ischemia Reperfusion Injury menyebabkan peningkatan kadar kreatinin dan BUN pada 24 jam setelah reperfusi serta penurunan pada 14 hari setelah reperfusi

ABSTRACT
Acute Kidney Injury (AKI) is a syndrome of decreased kidney function in regulating the body's fluid and electrolyte balance, as well as sudden excretion of metabolic waste, which is characterized by a decrease in kidney function within a few days. In its pathophysiology, there are 3 types of AKI namely pre-renal, intrinsic, and post-renal AKI. One of the causes of AKI is the condition of Ischemia Reperfusion Injury (IRI). IRI is a condition of tissue damage caused by blood flow back to the tissue after ischemia (anoxia, hypoxia). Ischemia that occurs in kidney tissue causes various conditions that result in oxidative stress and inflammation. This study aims to determine the profile of BUN and creatinine level as a biochemical marker for kidney disease in Renal Ischemia-Reperfusion Injury rat model. A total of 24 Sparague Dawley male rats were divided into 4 groups: normal (sham), ischemic 15 minutes, 30, and 45 minutes. Each group consists of 6 rats weighing between 150-200 gram. Induction of Renal Ischemia-Reperfusion Injury is performed using bilateral renal pedicle clamping method. Observations were made before the treatment or the 0th hour and at 24, 48, and the second week after induction through creatinine serum levels and BUN serum levels. The data is processed statistically by SPSS with the one way ANOVA method. Induction of Ischemia Injury Reperfusion for 15 minutes caused an increase in serum creatinine and BUN levels at 24 hours (p <0.05), 48 (p <0.05) and replacement at week 2 (p> 0.05). Whereas in the induction of Ischemic Reperfusion Injury for 30 minutes, the increase in serum BUN creatinine levels occurred at 48 hours (p <0.05) and decreased in the second week (p> 0.05). Based on these results, the induction of Reperfusion Ischemia Injury caused an increase in creatinine and BUN levels 24 hours after reperfusion and decreased 14 days after reperfusion."
2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuhana Kinanah
"ABSTRAK
Alfa glukosidase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis ikatan glikosidik pada oligosakarida menjadi monosakarida. Penghambatan pada enzim ini merupakan salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar glukosa darah setelah makan (postprandial) dengan cara memperlambat penyerapan glukosa. Pada penelitian sebelumnya, ekstrak etanol 80% kulit batang karandan (Carissa carandas L.) menunjukkan adanya penghambatan terhadap aktivitas alfa glukosidase. Penelitian ini bertujuan untuk menguji penghambatan aktivitas alfa glukosidase pada ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol serta fraksi teraktif dari ekstrak kulit batang karandan dengan penghambatan tertinggi. Ekstraksi dilakukan secara bertingkat dengan metode refluks menggunakan pelarut n heksan, etil asetat, metanol berturut-turut dan dilanjutkan fraksinasi terhadap ekstrak dengan penghambatan tertinggi menggunakan kromatografi kolom dengan pelarut kepolaran bertingkat. Hasil uji menunjukkan ekstrak n-heksan merupakan ekstrak teraktif yang dapat menghambat enzim alfa glukosidase dengan nilai persen inhibisi 30.12% pada konsentrasi 150 μg/mL dan fraksi F merupakan fraksi teraktif yang memiliki nilai persen inhibisi 86.73% pada konsentrasi 150 μg/mL dengan nilai IC50 82.47μg/mL. Pada penapisan fitokimia diketahui adanya golongan senyawa terpenoid, steroid, alkaloid, dan fenol pada fraksi F yang kemungkinan berperan sebagai senyawa yang aktif dalam menghambat alfa glukosidase.

ABSTRACT
Alpha glucosidase is an enzyme that can hydrolized glycosidic bonds of oligosaccharides to monosaccharides. Inhibition of this enzyme is one of many mechanism that can be used to decreased after meal blood glucose level by slowing down the absorption of glucose. In previous study, 80% ethanol extract from karandan stem bark (Carissa carandas L.) showed inhibition of alpha glucosidase activity. This study aims to examine alpha glucosidase inhibitory activity of hexane, ethyl acetate, and methanol extracts as well as determine the most active fraction of the extracts with highest inhibition. Extraction was carried out through exhaustive reflux using n-hexane, ethyl acetate, methanol and continued with fractionation of the extract which have highest inhibition using column chromatography with gradient polarity solvents. The results showed that the most active alpha glucosidase inhibition is n-hexane extract with percent inhibition value of 30.12% at concentration of 150 μg/mL and fraction F is the most active fraction which have an inhibition value of 86.73% at concentration of 150 μg/mL and IC50 value of 82.47 μg/mL. The results of phytochemical screening is fraction F contained terpenoids, steroids, alkaloids, and phenolic compounds which were expected to have a role in inhibiting alpha mglucosidase."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jiihan Mardhi Ulhaq
"ABSTRAK
Produktivitas pertanian di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun dan menghasilkan limbah yang seringkali dibuang begitu saja. Selulosa merupakan polimer alam yang biokompatibel dan ramah lingkungan karena sifatnya yang mudah terdegradasi, tidak beracun, serta dapat diperbarui. Selulosa bisa didapatkan dari berbagai limbah pertanian. Untuk memperoleh selulosa dari limbah pertanian, dapat dilakukan proses biodelignifikasi menggunakan enzim lakase. Tujuan review artikel ini adalah untuk mengkaji penggunaan enzim lakase pada limbah pertanian serta aktivitas enzim lakase yang dihasilkan. Artikel review ini akan berfokus memaparkan informasi terkait penelitian enzim lakase, khususnya beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi perolehan aktivitas enzim lakase. Enzim lakase dapat diperoleh dari fungi pelapuk putih dan dapat diaplikasikan untuk biodelignifikasi yang lebih ramah lingkungan tanpa menggunakan banyak bahan kimia dan memakan waktu lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan mikroorganisme saja. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi perolehan aktivitas enzim untuk proses biodelignifikasi seperti pH, sumber karbon dan nitrogen, suhu dan induser. Variasi induser pada media produksi enzim lakase berpengaruh terhadap perolehan aktivitas enzim. Maka dari itu perlu dilakukan perbandingan dari berbagai penelitian sebelumnya untuk memperoleh kondisi optimum yang menghasilkan aktivitas enzim lakase yang tinggi. Keadaan yang menghasilkan aktivitas enzim tinggi direkomendasikan untuk diaplikasikan pada proses biodelignifikasi. Selulosa yang diperoleh selanjutnya dapat dimurnikan dan dapat diderivatisasi untuk pembuatan eksipien sediaan farmasi.

ABSTRACT
Agricultural productivity in Indonesia continues to increase from year to year and produces waste that is often thrown away. Cellulose is a natural polymer that is biocompatible and environmentally friendly because it is easily degraded, non toxic, and renewable. Cellulose can be obtained from various agricultural wastes. To obtain cellulose from agricultural waste, biodelignification can be done using the . The purpose of this article review is to examine the use of laccase enzymes in agricultural waste and the activity of laccase enzymes produced. This review article will focus on describing information related to laccase enzyme research, specifically several conditions that can affect the acquisition of laccase enzyme activity. Laccase enzymes can be obtained from white rot molds and can be applied to biodelignification which is more environmentally friendly without using many chemicals and takes less time than using microorganisms alone. There are many factors that influence the acquisition of enzyme activity for biodelignification processes such as pH, carbon and nitrogen sources, temperature and inducer. Variation of inducer on laccase enzyme production media influences the acquisition of enzyme activity. Therefore it is necessary to make comparisons from various previous studies to obtain optimum conditions that produce high laccase enzyme activity. Circumstances that produce high enzyme activity are recommended to be applied to the biodelignification process. The cellulose obtained can then be purified and can be derivatized for the manufacture of excipients of pharmaceutical preparations."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khyla Maharani Putri
"Penuaan dini pada kulit sering terjadi akibat ketidakseimbangan radikal bebas dan agen antioksidan, menyebabkan hilangnya kelembapan kulit. Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) berpotensi sebagai agen antioksidan dan antipenuaan, namun belum diteliti sebagai inhibitor enzim hialuronidase. Penelitian ini bertujuan mengukur rendemen, mengidentifikasi metabolit sekunder, menentukan kadar total fenol, mengevaluasi aktivitas antioksidan, dan aktivitas inhibisi enzim hialuronidase dari ekstrak etanol 70% daun belimbing wuluh yang diekstraksi dengan metode maserasi. Skrining fitokimia dilakukan dengan metode uji warna, kadar total fenol dengan reagen Folin-Ciocalteu, aktivitas antioksidan dengan metode DPPH, dan inhibisi enzim hialuronidase dari testis sapi dengan metode turbidimetri. Rendemen ekstraksi maserasi daun belimbing wuluh dengan etanol 70% adalah 21,353%. Ekstrak positif mengandung fenol, flavonoid, alkaloid, tanin, steroid, glikosida, dan saponin. Kadar fenol total adalah 85,929 ± 0,232 mgEAG/g ekstrak. Nilai IC50 antioksidan metode DPPH adalah 46,391 ± 0,104 μg/mL, menunjukkan antioksidan sangat kuat. Nilai IC50 antihialuronidase adalah 170,008 ± 3,086 μg/mL, menunjukkan inhibitor lemah. Ekstrak etanol 70% daun belimbing wuluh memiliki potensi sebagai agen antioksidan kuat, namun kurang berpotensi sebagai inhibitor enzim hialuronidase.

Premature aging of the skin is a common problem today, caused by an imbalance of free radicals and antioxidants in the body, leading to moisture loss in the skin. Wuluh starfruit leaf (Averrhoa bilimbi L.) shows potential as an antioxidant and anti-aging agent for the skin, though it has not been specifically studied for hyaluronidase enzyme inhibition. This study aimed to assess yield, identify secondary metabolites, determine total phenol content, evaluate antioxidant activity, and assess hyaluronidase enzyme inhibition in a 70% ethanol extract of wuluh starfruit leaves using maceration. Phytochemical screening was conducted via color test, total phenol content with Folin-Ciocalteu reagent, antioxidant activity with the DPPH method, and hyaluronidase inhibition using a turbidimetric method on bovine testes. The extraction yield of wuluh starfruit leaves with 70% ethanol was 21.353%. The extract tested positive for phenols, flavonoids, alkaloids, tannins, steroids, glycosides, and saponins. Total phenol content was 85.929 ± 0.232 mgGAE/g extract. The IC50 value from the DPPH antioxidant test was 46.391 ± 0.104 μg/mL, indicating very strong antioxidant activity. The IC50 value from the antihyaluronidase test was 170.008 ± 3.086 μg/mL, indicating weak inhibition. Thus, the 70% ethanol extract of wuluh starfruit leaves is a strong antioxidant but a weak hyaluronidase inhibitor."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>