Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 281 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachuela
"ABSTRAK
Penjualan apartemen dapat dilakukan dengan cara "pre project selling", dimana penjualan dilakukan pada saat bangunan apartemen belum jadi dan jual beli dilakukan dengan penandatanganan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang berbentuk perjanjian standar antara Penjual dan Pembeli. Dalam PPJB Apartemen "XYZ" ini terdapat ketidakseimbangan kewajiban, antara lain prestasi yang tidak seimbang dimana Pembeli dituntut melakukan cicilan secara rutin namun tidak diimbangi oleh prestasi Penjual yang seharusnya juga melakukan pembangunan secara bertahap; Denda keterlambatan dimana sanksi keterlambatan apabila Pembeli terlambat membayar adalah PPJB dibatalkan secara sepihak oleh Penjual dan uang yang telah dibayarkan hangus namun disisi lain apabila Penjual terlambat menyerahkan apartemen selama apapun denda dibatasi maksimal 9 persen, memang Pembeli dapat membatalkan Perjanjian karena kelalaian Penjual tersebut dan uang akan dikembalikan ditambah denda 9 persen dari Penjual namun dipotong PPN 10 persen yang berarti Pembeli akan rugi 1 persen. Disini seharusnya Pembeli yang dapat minta ganti rugi karena kelalaian Penjual namun dengan klausula seperti itu malah Pembeli lah yang dirugikan. Upaya hukum bagi Pembeli dalam PPJB salah satunya adalah penyelesaian sengketa dengan musyawarah mufakat dan apabila tidak tercapai mufakat melalui Pengadilan Vegeri Jakarta Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi kepustakaan seperti buku dan undang-undang serta Penelitian lapangan dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa wawancara dengan Penjual dan Pembeli. PPJB tersebut tidak mencerminkan keseimbangan kewajiban antara Penjual dan Pembeli, lebih berat sebelah dan merugikan Pembeli padahal dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen harusnya kepentingan Pembeli dapat terlindungi apalagi dengan keluarnya Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat nomor 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Pengikatan Jual Bell Satuan Rumah Susun seharusnya perlindungan terhadap Pembeli lebih terlindungi lagi. Saran Penulis adalah pemerintah lebih tegas mengatur dan mengawasi mengenai penggunaan klausula-klausul.a baku dan mewajibkan PPJB dibuat dengan akta otentik serta lebih mensosialisasikan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Lembaga-Lembaga Perlindungan Konsumen dimana lembaga-lembaga tersebut lebih tegas untuk menindak lanjuti segala keluhan Konsumen.

ABSTRAK
Apartments can be sold by way of "project selling", whereby the sale is made when the building is not yet ready and sale-and-purchase is done by signing a Binding Sale and Purchase Agreement (Perjanjian Pengikatan Jual Beli or PPJB) in form of a standard agreement between the Seller and the Buyer. In PPJB of "XYZ" apartment, the obligations are not in balance, among others, the Buyers' obligations to pay in arrears are not balanced up with the Seller's obligations to finish construction gradually. Consequence for late payment by the Buyers is a one-sided cancellation by the Seller and the money that has been paid by the Buyers are not refundable. On the other hand, if the Seller fails to deliver the apartment on time, the fine to be paid by the Seller is limited to maximum of 9%. The Buyers can indeed cancel the agreement due to such failure and receive the money back with an extra of 9% fine from the Seller, but that amount will be deducted with value added tax of 10%, which leads to loss of the Buyers of 1%. In this case the Buyers should be able to ask for compensation for the Seller's failure, however such clause causes loss on the Buyers' side. One of legal efforts that the Buyers can do is by reaching a settlement. If the settlement can not be reached, the Buyers can bring the case to the District Court of South Jakarta. The research methodology used is library method by collecting data in forms of literatures such as books, laws and field research by collecting data in forms of interviews with the Seller and a Buyer. Such PPJB does not reflect balanced obligations between the Seller and the Buyers, it causes loss on the Buyer's side. By the issuance of Law No. 8 of 1999 on Consumers Protection, the interests of the Buyers should be protected, let alone with the issuance of Decree of State Minister of People's Residence No. 11/KPTS/1994 on Guidance of Sale and Purchase Agreement of Strata Titles that gives more protection to the Buyers. The writer suggests that the government more firmly stipulates and supervises uses of standard clauses, requires an authentication of the PPJB and socializes Law No. 8 of 1999 on Consumers Protection and to enable Consumers Protection Institutions to firmly follow-up the complaints from the consumers.
"
2007
T18979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Maryuwanto
"Gagasan mengenai pembentukan OJK adalah merupakan salah satu isue yang paling banyak mengundang polemik terkait dengan upaya restrukturisasi industri keuangan pasca krisis multi dimensi yang melanda Indonesia pada tahun 1997. Restrukturisasi telah mendorong upaya untuk mencari bentuk baru bagi pengaturan dan pengawasan perbankan mengingat lebih dari 90 % industri keuangan di Indonesia dikuasai oleh perbankan dan perbankan merupakan industri yang paling terpukul oleh krisis tahun 1997. Proses pencarian bentuk baru bagi pengaturan dan pengawasan perbankan menghasilkan 2 pemikiran yang bertolak belakang. Pada satu sisi berkembang pemikiran untuk melakukan revitalisasi wewenang Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas-tugasnya, termasuk tugas pengaturan dan pengawasan bank. Pada sisi yang lain berkembang pemikiran untuk mengalihkan tugas Bank Indonesia di bidang pengaturan dan pengawasan bank kepada OJK sebagai suatu otoritas baru yang sekaligus akan menjadi otoritas bagi seluruh industri keuangan. Untuk memahami apakah OJK telah mempunyai dasar hukum serta untuk memahami urgensi pembentukan OJK bagi pengaturan dan pengawasan industri keuangan di Indonesia, maka Tesis ini berupaya meneliti akar permasalahan krisis tahun 1997, ketentuan mengenai pengaturan dan pengawasan industri keuangan, proses timbulnya gagasan pembentukan OJK, keberadaan lembaga sejenis OJK pada beberapa negara serta perkembangan terakhir terkait dengan pengaturan dan pengawasan terhadap industri keuangan. Penelitian dilakukan secara kualitatif normatif dan pendekatan dilakukan dengan menggunakan Teori Hukum Progresif Satjipto Rahardjo dan Teori Kepentingan Roscoe Pound.

The idea to establish Financial Service Authority (OJK) is one of most debatable issues related with effort to restructurize financial industry of post multi dimension crisis attacking Indonesia in year 1997. It had boosted to seek out new model for regulation and banking supervision in view of more than 90 % of financial Industries in Indonesia had been dominated by banks, and they are most damaging from such crisis. The proses of seeking out new model for regulation and banking supervision had resulted in two contradicted thoughts, in one side to revitalize Bank Indonesia (BI) in order to realize the duties including in terms of regulation and banking supervision. In other side, to transfer Bank Indonesia's duties for regulation and banking supervision specially lo OJK as new authority and simultaneously, to be authority for all financial Industries. Then to understand both do OJK has law basic and has urgency to establish OJK for regulation and banking supervision, this Tesis had striven for researching problem roots of year crisis 1997, regulation and supervision of financial industry, process of emerging ideas OJK, existence development related with regulation and supervision of financial industry. This tesis is conducted both quanfitatively and normatively, and its approach using Teori Hukum Progresif by Satjipto Rahardjo and Teori Kepentingan by Roscoe Pound."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25881
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yenita
"Dengan berlangsungnya perkawinan menimbulkan salah satu akibat hukum terhadap harta benda perkawinan. Pengaturan untuk Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa tunduk pada hukum perdata barat yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian terjadinya pembagian harta suami istri atas harta benda perkawinan tersebut. Pada kasus ini terjadi permasalahan dalam pembagian mengenai harta bersama yang menimbulkan perselisihan dalammenentukan harta yang diperoleh selama perkawinan tersebut. Bagaimanakah pandangan dari Hakim untuk memutuskan pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian? Dalam Penelitian ini dari sudut jenisnya merupakan studi kepustakaan (Library Research) yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis. Metode pengolahan data dilakukan secara kualitatif, sehingga menghasilkan data yang bersifat evaluatifanalisis. Dalam hal terjadi perceraian menurut ketentuan pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 harta bersama diatur menurut hukum masing-masing. Pada putusan Mahkamah Agung pada tesis ini memutuskan pembagian harta bersama merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Harta bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan yang dibagi dua bagian sama besar untuk suami dan istri. Agar tidak terjadi perselisihan dalam menentukan harta bersama menurut Penulis sebaiknya membuat perjanjian perkawinan untuk memisahkan harta bawaan dan harta bersama serta membuat daftar perolehan harta masing-masing sebelum dilangsungkannya perkawinan dan sepanjang perkawinan agar diketahui asalusul dari harta bawaan tersebut sehingga memudahkan dalam menentukan harta bersama dalam perkawinan serta aturan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah mengatur mengenai pembagian harta bersama bila terjadi perceraian.

With the ongoing marriage caused one of the legal consequences of marital property. As a result of marriage breakdown due to divorce the division of marital property upon such property. In the case of a dispute in determining post-divorce division of community property. How is the regulation and distribution of joint property under legislation in force and the views Judge in deciding the division of joint property after divorce? In this research is a study of its kind in terms of decision (Library Research) normative nature of research which emphasizes the use of secondary data or the form of written legal norms. Methods of data processing done qualitatively so as to produce the data that is evaluativeanalytical. In the event of divorce under the provisions of article 37 of Law No. 1 of 1974 community property governed by the laws of each. These provisions give up on religious law, customary law or other laws to regulate post-divorce division of community property. At the Supreme Court ruling on this thesis refer to the provisions of article 35 and article 36 of Law No. 1 Tahun1974 and community property division based on the jurisprudence of the two equally between husbands and wives. To avoid a dispute in determining the community property by author should make an inventory of each husband and wife before marriage dilangsungkannya known for the origin of the property is inherent to facilitate in determining the community property in marriage as well as further stipulated in the Implementation Regulations of the division of community property for creation of uniform national laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28048
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tri Puji Lestari
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna internet banking, karena pada prakteknya produk layanan internet banking yang merupakan salah satu delivery channel layanan perbankan terkait erat dengan teknologi yang di satu sisi memang telah memberikan banyak manfaat, namun di sisi lain mengandung risiko yang dapat menyebabkan kerugian bagi nasabah. Sehubungan dengan hal tersebut, perlindungan terhadap nasabah pengguna internet banking diperlukan dalam rangka melindungi hak-hak nasabah selaku konsumen jasa perbankan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi nasabah pengguna internet banking serta bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna internet banking. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, dengan metode penelitian berupa penelitian kepustakaan dan melakukan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus mengenai internet banking, namun dalam tatanan hukum positif di Indonesia terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang telah memberikan perlindungan hukum bagi nasabah pengguna internet banking. Pelaksanaan perlindungan nasabah pengguna internet banking yang dilakukan terkait aspek transparansi informasi produk belum sepenuhnya dilakukan, terkait aspek keamanan teknologi informasi internet banking telah dilakukan dengan memenuhi aspek-aspek keamanan teknologi namun tetap perlu dilakukan peningkatan terhadap kehandalan teknologi informasi, terkait aspek perlindungan data pribadi nasabah telah dilakukan dengan pendekatan self regulation dan government regulation, terkait aspek pembuktian dilakukan dengan dengan adanya pengakuan digital signature sebagai alat bukti yang sah, terkait aspek upaya penyelesaian sengketa dilakukan dengan adanya berbagai pilihan media penyelesaian yaitu melalui luar pengadilan atau melalui pengadilan, serta terkait aspek pertanggungjawaban bank dilakukan dengan adanya tanggung jawab bank dalam hal terjadi kerugian pada nasabah pengguna internet banking. Terciptanya perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna internet banking membutuhkan keterlibatan banyak pihak antara lain nasabah sendiri, bank, Pemerintah, Bank Indonesia, dan pihak-pihak terkait lainnya.

This thesis discusses the legal protection for internet banking customers, because the internet banking service product as one of the delivery channel of banking services closely related to technology has provided many benefits but contain many risks on the other side that could cause losses for the customer. Therefore, the protection for internet banking customers is required in order to protect the rights of customers banking services. This study was conducted to determine how laws and regulations that protect internet banking customers and how the implementation of legal protection for internet banking customers. The study was a descriptive qualitative research, and the research methods are library research and interviews.
The results showed that although there is no specific regulation for internet banking, but legal protection for internet banking customers can finded by the laws that already exist. The implementation of legal protection for internet banking customers from the aspects of transparency information product has not been fully carried out, from the aspects of information technology has been done by the security aspects of technology but still necessary to improve the reliability of the information technology, from the aspects of customer personal data protection carried out by self regulation and government regulation approach, aspects of verification done by the recognition of digital signatures as valid or strength evidence, the settlement of disputes through litigation and non litigation, related aspects of bank account performed with the responsibility of the bank in the event of a loss in internet banking customers. The legal protection for internet banking customers require the involvement of many parties including customers, banks, government, Bank Indonesia, and other relevant parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30624
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amrul Khair Rusin
"Tesis ini mengkaji hubungan hukum dalam perusahaan grup, terutama antara induk perusahaan dan anak perusahaan, dan pertanggungjawaban induk perusahaan atas perbuatan hukum anak perusahaan menurut hukum perseroan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode preskriptif yuridis, dengan mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, maupun putusan pengadilan ataupun pendapat para ahli, sehingga didapatkan satu temuan yang akan bermanfaat dalam praktek. Berdasarkan pengakuan yuridis atas kemandirian badan hukum perusahaan maka tiap-tiap perusahaan dalam perusahaan grup merupakan badan hukum mandiri (separate legal entity) yang menimbulkan konsekuensi hukum dalam hal terjadi perbuatan hukum maka pertanggungjawaban hanya melekat pada perusahaan yang melakukan perbuatan hukum tersebut (limited liability). Namun keterkaitan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dalam grup perusahaan mengakibatkan induk perusahaan dapat dimintakan pertanggungjawabannya sebagai akibat adanya kesatuan entitas perusahaan (corporate entity). Sebagai suatu badan hukum yang mandiri, maka sifat pertanggungjawaban terbatas merupakan prinsip fundamental keberadaan artificial person perseroan. Sifat pertanggungjawaban ini tidak bersifat mutlak. Pengadilan bisa mengesampingkan sifat pertanggungjawaban terbatas ini, dan memberlakukan pertanggungjawaban pribadi induk perusahaan. Prinsip limited liability dari induk perusahaan dapat ditembus dengan doktrin piercing the corporate veil, sehingga induk perusahaan dapat dimintakan pertanggungjawabannya atas pengurusan anak perusahaan. Pengaturan eksistensi perusahaan grup terutama dalam hubungan antara induk perusahaan dan anak perusahaan, tidak sekedar realitas bisnis melainkan juga realitas hukum, karenanya merupakan suatu keniscayaan diadakan pembaharuan hukum; adalah tidak logis, pengaturan perseroan dalam bentuk tunggal diterapkan pada perseroan dalam bentuk jamak namun senyatanya satu kesatuan.

This thesis examine the legal relationship in group companies, especially between parent companies and subsidiaries, and examines the parent company liability for the legal actions undertaken by the subsidiary. This study uses a prescriptive jurisdiction, by reference to legal norms contained in laws and regulations, and court decisions or opinions of the experts, and the findings hopefully will be useful in practice. Based on the judicial recognition of the independence of the legal entity of the company, each company within the group companies are separate legal entity. This raises the legal consequences in the event of legal action then the liability attached only to companies that perform the legal actions (limited liability). However, the relationship between the parent company with subsidiaries in the group resulted in the parent company can be held accountable for the company as a result of a corporate entity. As an independent legal entity, limited liability is a fundamental principle of the existence of an artificial person company. The nature of this liability is not absolute. The court could rule out this limited liability, and impose personal liability to holding company. The principle of limited liability of a parent company can be penetrated by the doctrine of piercing the corporate veil, so the parent company can be held accountable for the management of subsidiaries. The existence of the group companies, especially in legal relationship between parent company and subsidiary, not just a business reality but also the reality of the law, therefore it was necessary to reform the law. It is not logical, setting the singular company applied to the company in the plural but in fact one entity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Hapsari
"Penelitian ini membahas tentang dampak pengalihan saham pada perusahaan tambang terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dilakukannya penelitian ini berkaitan dengan adanya pasal dalam Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang melarang adanya pengalihan IUP. Larangan pengalihan IUP ini terkait dengan maraknya jual beli izin pertambangan pada masa peraturan pertambangan masih diatur dalam UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Larangan tersebut membuat pengusaha tambang mencari cara bagaimana agar dapat mengalihkan IUP, salah satu cara yang dianggap tidak melanggar Undang-Undang adalah melakukan pengambilalihan saham terhadap perusahaan pemilik IUP. Kemudian muncul pertanyaan apakah jika saham mayoritas perusahaan tambang pemilik IUP beralih, maka kepemilikan atas IUP ikut beralih ke tangan perusahaan pengambilalih? Bagaimana sebenarnya dampak dari pengambilalihan saham tersebut terhadap kedudukan IUP perusahaan yang sahamnya terambilalih. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dimana menggunakan UU No. 4 tahun 2009 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai data primernya.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa walaupun 99% saham perusahaan pemilik IUP diambilalih, namum kepemilikan IUP tidak akan ikut beralih, jika kedua belah pihak tidak melakukan proses pengalihan IUP. Proses administrasi dan persyaratan pengalihan IUP dan pengambilalihan saham memiliki caranya masing-masing. Adanya ketidakharmonisan antara peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertambangan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perseroan, terutama dalam hal pengambilalihan saham yang membuat penerapan peraturan pengalihan saham pada perusahaan tambang sulit untuk dapat ditaati oleh masyarakat.

This research examines the impacts of shares takeover in mining company to the Mining Permits. The background of this research is Law of The Republic Indonesia Number 4 of 2009 concering Mineral and Coal Mining. This regulation prohibits transfer of Mining Permits. The prohibition is related to the raise of the sale and purchase of mining permits when the regulation of mining was still regulated in Law of The Republic Indonesia Number 11 of 1967 concering Basic Provisions of Mining. This prohibition has caused mine operators to look for the solution to transfer the Mining Permits. One of the solutions is buying shares from a company that has Mining Permits. This solution is regarded as the way out that does not infringe the regulation. This research background led to these following research questions: if the majority shares of a company that holds Mining Permits was taken over by another company, is the ownership of Mining Permits also transferred to the acquiring company? What are the impacts of this shares takeover to the Mining Permits that is hold by old company (that holds Mining Permits)? This research uses juridical and empirical methods. The Law Number 4 of year 2009 and Law Number 40 of year 2007 on limited company are used as primary sources.
The outcome of this research indicates that although 99% of shares is taken over, the ownership of Mining Permits would not be transferred if two parties do not conduct the Mining Permits transfer process. Moreover, the administration process and transfer requirement of Mining Permits and the takeover of the shares have their own ways. Finally, the disharmony between the mining regulation and limited company regulation is occurred, especially in regulating shares takeover that makes implementation of takeover regulation on mining company difficult to be obeyed by society."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandhi Mantan Alam
"Singkatnya, penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran mengenai konsekuensi hukum dan juga bentuk perlindungan pemegang saham minoritas terhadap penyelenggaraan RUPS tahunan yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ("UU PT") pada PT Tertutup. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah (i) bagaimana konsekuensi hukum penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan PT Tertutup yang melewati jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pasal 78 ayat (2) UU PT dan juga (ii) bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan kepada para pemegang saham minoritas PT Tertutup terhadap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan yang melewati jangka waktu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini khususnya membahas mengenai permasalahan bentuk-bentuk perlindungan yang diberikan UU PT.
Dalam penelitian ini peneliti membahas mengenai tinjauan umum tentang perseroan terbatas, saham, pemegang saham, dan rapat umum pemegang saham tahunan. Selain itu dibahas juga mengenai pengaturan dan pelaksanaan perlindungan hukum pemegang saham minoritas pada PT tertutup dan juga mengenai perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas PT tertutup dalam hal penyelenggaraan rups tahunan yang melewati jangka waktu.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan mengenai penyelenggaraan RUPS tahunan dalam UU PT merupakan "mandatory rule" dan juga terdapat beberapa perlindungan hukum dalam bentuk yang dinilai cukup melindungi, berupa cara/upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang saham minoritas untuk melindungi hak-hak dan kepentingan mereka terkait penyelenggaraan RUPS Tahunan yang melewati jangka waktu ini.

In brief, this research aim to capture a legal consequences and the protection to the minority shareholder(s), in connection with the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under the Law of the Republic of Indonesia No. 40 year 2007 concerning Limited Liability Company ("Company Law"). The main idea of this research are as following: (i) what is the legal consequences to the implementation of annual general meeting of shareholders of a limited liability company that exceeds the mandatory period as stipulated under Article 78 paragraph (2) of Company Law concerning Company Law?, and (ii) what is the protection given to the minority shareholder (s) against implementation of Annual General Meeting of Shareholders as abovementioned? The research method that used in this thesis is normative juridical research, based on secondary data that has been collected during the research. This research specifically addresses the issue on the protection to the minority shareholder(s) as given by Company Law.
In this thesis, the researcher addresses the review on the limited liability itself, shares, the shareholder(s), and the annual general meeting of shareholders. The review also focused on the stipulation and the implementation of the legal protection to the minority shareholders of a limited liability company, especially pertaining to the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under Company Law.
This research concludes that the Company Law stipulates that implementation of an annual general meeting of shareholders s mandatory, and there are sufficient legal protection, in form of legal action that may be performed by the minority shareholders in order to protect their rights and interest pertaining , especially pertaining to the implementation of an annual general meeting of shareholders that exceeds the mandatory period as stipulated under Company Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42227
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Ajeng Yani Tri Handayani
"The monetary crisis followed by the economic disaster in Asia region was the main reason for the increasing awareness of Good Corporate Governance. Bank Mandiri is one of the largest state-owned banking company receiving more than IDR 200 trillion recapitalization fund from the government in order to maintain its operation after the economic crisis, therefore it has to perform the best banking practices and should implement excellent corporate governance so that it could increase the stakeholder's value. The government as a share holder and regulator (through the central bank) should create guidances and regulations to ensure the implementation of good corporate governance not only in Bank Mandiri but also in any other state-owned company. The role of the government in providing Good Corporate Governance regulations is very important; therefore the government's employees (civil servant) should implement good governance in any governmental activities. Two regulations, namely the State-Owned Enterprise Law No. 19/2003 and Central Bank Regulation No. 8/4/PB1/2006 regarding good corporate governance for commercial bank, had been issued by the government. Those regulations are relevant to the implementation of good corporate governance not only for government bodies and state-owned banks, but also for private banks. Hence the good corporate governance becomes a very important issue in Constitutional Law. While other theses of the similar topic come from economic's view, this thesis analyse the role of the government and the bureaucratic's apparatus in the implementattion and implication of GCG at Bank Mandiri as a state-owned banking company from constitutional law's view."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elmer Quinn Surjadinata
"ABSTRAK
Indonesia adalah bagian dari masyarakat internasional yang turut serta dalam WTO pada tanggal 15 April 1994, yang dengan sendirinya tunduk pada aturan perdagangan yang dimuat dalam kesepakatan tersebut. Indonesia sebagai negara berkembang sudah menjadi anggota dan secara sah ikut dalam TRIPS melalui ratifikasi WTO Agreement yang prosedur ratifikasinya selesai pada bulan Oktober 1994 dengan Undang-Undang No.7 tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 No. 57, Tambahan Lembaran Negara No. 3564). Oleh karena itu, Indonesia tanpa tawar menawar harus menyesuaikan peraturan perundang-undangannya dengan kerangka WTO, khususnya dalam kaitannya dengan bidang yang diatur dalam WTO tersebut yang mama HaKI masuk didalamnya. Pada saat ini, Indonesia memang sudah mempunyai perangkat hukum di bidang Desain Industri, yaitu Undang-Undang No. 31 Tahun 2000' tentang Desain Industri yang diundangkan pada tanggal 20 Desember 2000. Diberlakukan Uridang-Undang Desain Industri ini yang merupakan tindak lanjut dari diratifikasinya WTO Agreement dengan Undang-Undang No.7 Tahun 2000. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri ini, dibarapkan dapat memberikan perlindungan hukum terhadap kreasi atas suatu produk yang dibuat oleh seorang pendesain, tetapi kenyataannya dalam praktek perlindungan hukum di bidang Desain Industri masih belum efektif yang membuat para pendesain atas suatu produk merasa dirugikan. Undang-Undang Desain Industri Tahun 2000 ini tidak mampu melindungi Desain Industri dalam negeri maupun luar negeri terhadap para pendaftar yang beritikad tidak baik. Di samping itu, mengenai kriteria Public Domain Undang-Undang Desain Industri Tahun 2000 tidak mampu untuk memberikan kriteria yang benar. Mengenai syarat kebaruan dalam Undang-Undang Desain Industri Tahun 2000 tidak memiliki definisi yang tepat untuk sebuah Desain Industri dapat dikatakan Baru. Jadi, Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 sebaiknya dilakukan revisi, untuk dapat menutupi kekurangan-kekurangan yang menjadi hambatan bagi Undang-undang ini untuk menjalankan perlindungan terhadap Desain Industri di Indonesia. Agar Undang-Undang Desain Industri tahun 2000 dapat tetap hidup dan sesuai dengan hukum yang berlaku di masyarakat, dan dapat memenuhi tujuan hukum untuk memberikan kebahagiaan kepada sebagian besar masyarakat"
2007
T19610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>