Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Rina Maskayanti
"ABSTRAK
Ekonomi kreatif merupakan fenomena baru dalam perekonomian yang menekankan pada ide, kreativitas, keterampilan, dan bakat yang dimiliki oleh sumber daya manusia. Ekonomi kreatif diimplementasikan dalam bentuk industri kreatif yang terdiri dari 14 subsektor. Salah satunya, yaitu fesyen. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menjelaskan hubungan variabel keluasan jaringan sosial, status sosial ekonomi, dan peran triple helix dalam perkembangan usaha industri kreatif fesyen di Kota Bandung. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif di antara variabel-variabel penelitian. Secara sosiologi, ide-ide dan kreativitas kelompok berkolaborasi untuk menghasilkan suatu produk kreatif yang mempunyai nilai tambah, sehingga mempunyai daya saing.

ABSTRACT
Creative economy is a new phenomenon in the economy which emphasizes on ideas, creativity, skills, and talents of human resources. Creative economy implemented in creative industry are composed of 14 sub-sectors, one of them is fashion. This study used a quantitative approach to describe relationship between social network, socioeconomic status, dan the role of triple helix in the development of creative industry fashion in Bandung. The result of this study indicate that there is a positive relationship between research variables. In Sociology, the ideas and creativity of group collaborate to produce creative products which have added value, thus having competitiveness"
[Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, ], 2014
S56229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Nur Isnaini Saleh Assiroj
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang dinamika perkembangan dan hubungan para aktor
di sentra industri kerajinan pahat batu dalam menghadapi tantangan-tantangan
usaha. Konsep yang digunakan adalah creative industry, province of creativity,
pasar status dan pasar standar, serta kelekatan kelembagaan. Penelitian ini
menggunakan metode kualititaf dengan wawancara mendalam dan observasi
langsung terhadap subyek penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
jaringan provinsi kreatifitas industri ini masih lemah. Jaringan yang dibangun
hanya sebatas antara pengrajin, buyers, dan pemasok bahan baku masing-masing.
Tidak ada upaya kolektif di dalam sentra industri kerajinan untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada. Kerja dari masing-masing sanggar masih sangat
individual karena orientasi ekonomi dan persaingan mendapatkan pasar. Adapun
kelekatan kelembagaan dengan pemerintah masih cenderung lemah. Programprogram
pelatihan yang ada tidak diterima baik oleh pengrajin. Namun saat ini
telah ada rencana pembagunan Desa Wisata Kerajinan Pahat Batu Desa
Tamanagung yang dapat menjadi upaya melekatkan kembali antara pemerintah
dengan pengrajin.

ABSTRACT
This thesis explains about the development process and the relations within the
actor in relief industry in facing the bussiness challenges. The concepts that being
used are creative industry, province of creativity, stastus market and standard
market, and institutional embeddedness. This study using qualitative research
method with in-depth interview and direct observation towards the subject of the
study. This study shows that the province of creativity has a weak networking in
Tamanagung Village. The network has been built between and still limited to the
artist, the buyer, and the material suplyer itself. No one encouraged to do a
collective action in solving this issue. The artistan tend to run their bussiness
individually because of the economic orientation and market competition. In
another hand, the institutional embeddedness with the government remain low.
The local government’s training hardly accepted by artisan. They prefer to get into
the new market rather than getting a lot of design trainings. The recent
development of relief industry tourism village (Desa Wisata) in Tamanagung
could be the way of re-embedding the government and the artisan."
2015
S58050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latisha Widayati Saphira
"Keputusan pengambilan pinjaman daring di Indonesia terus mengalami peningkatan, meski pinjaman daring memiliki bunga yang lebih tinggi dibandingkan bunga bank. Beberapa studi sebelumnya menjelaskan bahwa pengambilan keputusan pinjaman dipengaruhi oleh faktor religiositas dan sosio-ekonomi. Berbeda dengan studi-studi terdahulu, penelitian ini melihat bahwa literasi hutang dan jaringan sosial dapat memengaruhi pengambilan keputusan pinjaman daring. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada 112 penduduk Kelurahan “X”, Kota Depok berusia 19-34 tahun yang dipilih secara multi-stage random sampling. Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa hanya literasi hutang yang berpengaruh negatif signifikan terhadap pengambilan keputusan pinjaman daring. Penelitian ini mengungkapkan bahwa jaringan sosial tidak terlalu berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pinjaman daring karena individu cenderung mencari dan memperoleh informasi pinjaman daring melalui perangkat ponsel pintar (smartphone) masing-masing, sehingga individu tidak terlalu membutuhkan interaksi dan diskusi dengan orang lain. Lebih lanjut, hasil penelitian ini menunjukkan juga bahwa literasi hutang menjadi faktor determinan terkuat dalam pengambilan keputusan pinjaman daring.

The decision making on online loans in Indonesia keeps increasing, even though the online loan interest is higher than the bank interest. Some of the previous studies explain that decision making in taking loans is influenced by religiosity and socio-economy factors. Unlike the studies that have been done before, this research sees that debt literacy and social networks can affect decision-making on online loans. This research uses a quantitative approach by spreading questionnaire to 112 residents of Kelurahan "X", Depok. The respondents were selected by multi-stage random sampling and aged between 19-34 years old. The test result of multiple linear regression shows that only debt literacy has a negatively significant effect on the online loans decision making. This research reveals that social networks don’t necessarily affect the online loans decision making because an individual tends to search and gain information about an online loan through their smartphone, thus, the individual doesn’t necessarily need to interact or discuss with other people. Furthermore, the results of this research show that debt literacy can be the strongest determinant factor for decision making on online loans."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfia Nursya’bani
"Praktik ekonomi gig terus berkembang di Indonesia tanpa adanya regulasi yang mampu mengontrolnya. Salah satu bentuk implementasinya adalah hubungan kemitraan yang mulai merambah ke berbagai bidang pekerjaan, termasuk jasa pengantaran barang. Ketiadaan regulasi mengakibatkan pekerja mitra kurir berada pada kondisi kerja yang tidak layak dan tereksploitasi oleh perusahaan ekspedisi. Padahal, negara memiliki tanggung jawab di bidang hak asasi manusia untuk memastikan terwujudnya kesejahteraan pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana kejahatan terhadap pekerja kurir terjadi dalam ekonomi gig serta apa yang melatarbelakangi keterlibatan negara dan korporasi dalam kejahatan ini. Menggunakan pendekatan kritis dengan pengumpulan data primer berupa wawancara terhadap pekerja mitra kurir, ahli ketenagakerjaan, serta Kementerian Ketenagakerjaan RI, didukung oleh data sekunder berupa regulasi ketenagakerjaan di Indonesia, dokumen lembaga, serta penelitian terdahulu, kejahatan negara dalam ekonomi gig terungkap. Penelitian ini menemukan bahwa pekerja kurir dalam hubungan kemitraan mengalami pelanggaran sejumlah hak pekerja sehingga tereksploitasi. Melalui ketiadaan regulasi, korporasi dapat dengan bebas melakukannya. Kejahatan negara terjadi melalui pembiaran terhadap eksploitasi pekerja mitra dalam ekonomi gig serta pemfasilitasan korporasi untuk dapat terus melakukan eksploitasi. Ini semua dimungkinkan oleh hegemoni neoliberal. Sebagai produk dari paham neoliberal, ekonomi gig dipandang sebagai suatu keniscayaan. Hegemoni neoliberal kemudian mengakibatkan negara terperangkap sehingga menaruh keberpihakan kepada korporasi, alih-alih pada perlindungan pekerja. Kondisi ketiadaan regulasi terus dipertahankan negara karena pembentukan regulasi yang menjamin hak pekerja gig akan merugikan korporasi. Kejahatan negara yang terjadi lahir dari pilihan negara untuk tidak melakukan apa-apa. Oleh karena itu, negara harus keluar dari perangkap neoliberalisme dengan mengontrol praktik ekonomi gig secara tegas dan ketat melalui regulasi dan penguatan pengawasan ketenagakerjaan.

Gig economic practices continue to flourish in Indonesia without any regulation capable of controlling them. One form of implementation is a partnership model that has begun to spread into various fields of employment, including delivery services. The absence of regulations results in courier workers in partnership models being in inadequate working conditions and being exploited by expedition companies. In fact, the state has a responsibility in the area of human rights to ensure the welfare of workers. The study aims to examine how crimes against courier workers occur in the gig economy and what is behind the involvement of the state and corporations in these crimes. Using a critical approach to collecting primary data in the form of interviews with courier partners, employment experts, as well as the Indonesian Ministry of Manpower, supported by secondary data in the form of Indonesian employment regulation, institutional documents, and previous research, state crimes in the gig economy were revealed. This research found that courier workers in partnership relationships experienced violations of a number of workers' rights and were therefore exploited. Through the absence of regulation, corporations can freely do so. State crimes then occur through allowing the exploitation of partner workers in the gig economy as well as facilitating corporations to continue to carry out the exploitation. This is all made possible by neoliberal hegemony. As a product of neoliberal understanding, the gig economy is seen as an inevitability. Neoliberal hegemony then results in the state being captured into taking sides with corporations, rather than protecting the workers. The condition of non-regulation continues to be maintained by the state because the creation of regulations that guarantee the rights of gig workers will be detrimental to corporations. The state crimes that occur arise from the state's choice not to do anything. Therefore, the state must get out of the neoliberalism capture by firmly and strictly controlling gig economy practices through regulations and strengthening labor inspections."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Meiyani Zakir
"Sisi lain industrialisasi adalah meningkatnya ekonomisasi masyarakat dan tidak terhindarnya proses komoditisasi (apapun jadi komoditi); yang contohnya tampak pada dunia budaya, dengan banyaknya paket bisnis 'wisata budaya''. Secara sosiologis pun terjadi transformasi makna serupa; dari benda yang tadinya sekedar bermakna "kultural," jadi lain setelah diberi pemaknaan ekonomis. Semula dimaknai "mistik" estetis, menjadi nyata karena bernilai atau 'ada harganya.' Bunga juga mengalami proses transformasi serupa. Dalam studi ini, pertautan dan transformasi komoditi bunga didekati dengan cara memahami dinamika kelompok para pelaku atau yang paling berkepentingan di bisnis bunga potong : konsumen, petani, dan pedagang.
Studi ini sebenarnya berasal dari penelitian terhadap berbagai dinamika dan pertautan kepentingan antar kelompok pedagang bunga potong; yang berkembang seiring dengan berkembangnya pariwisata dan -pada gilirannya- membawa bunga masuk ke dalam wilayah ekonomi yang makin sarat kepentingan dan persaingan. Karenanya, konflik maupun akomodasi di tingkat pedagang, bukan hanya tak terhindarkan; bahkan melekat di dalam dinamika kepentingan para pelaku terkait tersebut.
Studi dilakukan secara berseri (tidak teratur) 3 kali antara 1993 - 1998, di daerah Cipanas, Jawa Barat. Data yang didapat dan diolah, berasal dari wawancara mendalam para pedagang, petani, floris, hotel, perusahaan swasta, dan tokoh masyarakat sekitar daerah produksi. Mulanya, ada empat profit pedagang bunga; semua berasal dari daerah Cipanas. Model dan intensitas interaksi keempat kelompok pedagang tadi mengalami masyarakat sekitar daerah produksi. Mulanya, ada empat profit pedagang bunga; semua berasal dari daerah Cipanas. Model dan intensitas interaksi keempat kelompok pedagang tadi mengalami perubahan yang berarti setelah intervensi YBN ke desa. Yakni, interaksi berbagai pelaku usaha bunga potong, melahirkan tiga kelompok utama pedagang (Kelompok Tua, Bebas-Jual, dan YBN). Masalah yang dirasa pedagang serta -dan terutama- petani makin sama, bahwa ketidaksukaan mereka, lebih karena perilaku YBN (dilihat sebagai kepanjangan kekuasaan) yang tak menganggap masyarakat setempat sebagai unsur penting dalam membuat rencana program, padahal semua langkah YBN berpengaruh langsung ke masyarakat setempat. Dalam kasus ini, masuknya YBN merupakan kasus signifikan tentang sulitnya organisasi modem beradaptasi pada sistem sosial desa yang spesifik.
Tiga kelompok utama pedagang tadi punya posisi unik mengingat 'modal' dan kekuatan mereka masing-masing dalam berhubungan dengan pihak lain. Dari dinamika interaksi para pelaku usaha bunga, penelitian ini menghasilkan temuan, bahwa masing-masing kelompok -terutama dalam upaya membangun dan mempertahankan interest dan kekuatan dominasi yang mereka miliki- punya mekanisme khas saat berinteraksi. Dalam upaya memperkokoh dasar interest masing-masing, tiga kelompok pedagang tadi secara variatif, menekankan pentingnya menguasai kaum tani. Malah penguasaan dan dominasi terhadap petani mereka lakukan sistematis, karena kesadaran demi kelangsungan supply maupun kontinuitas produksi.
Kelompok pedagang Tua misalnya, lebih melakukan penguasaan pada upaya menyerang kognitif petani, dengan mereproduksi model hubungan tradisional-feodalistik; dimana petani menjadi tetap melihat dirinya sebagai sub ordinasi mereka. Pedagang baru menguasai petani justru secara langsung dan mendasar, dengan mendominasi tanah dan waktu kerja petani. YBN juga melakukan hal serupa dengan kekuatan uang, dengan cara memberi kredit bagi aneka kepentingan produksi masyarakat.
Dalam hubungan dinamika dan konflik yang terjadi antar pedagang, konsumen jelas menjadi pihak paling diuntungkan; karena supremasi mereka tak pernah disoal atau digugat. Di lain pihak, petani adalah yang paling dirugikan; karena selalu jadi kelompok yang didominasi dan dikuasai demi kelangsungan berbagai kepentingan pedagang.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulat Wigati Abdullah
"ABSTRAK
Penelitian ini melihat bagaimana peran kapital sosial dalam mengembangkan ekonomi masyarakat desa. Ide dasarnya adalah kondisi masyarakat Pakansari, meski memiliki keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM), namun dengan kapital sosial yang dimilikinya, mampu mendorong terjadinya peningkatan ekonomi masyarakat. Studi kasusnya adalah Koperasi Kredit Bina Mandiri (KKBM) desa Pakansari, kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kerangka teori kapital sosial yang dipakai, menggunakan pemikitan Francis Fukuyama, Robert Putnam, James Coleman dan Robert Lawang. Dalam perspektif Putnam, kapital sosial menunjuk pada ciri-ciri organisasi sosial yang berbentuk jaringan horisontal yang didalamnya berisi norma-norma yang memfasilitasi koordinasi, kerjasama dan saling mengendalikan yang manfaatnya bisa dirasakan bersama anggota organisasi. Dalam konteks ekonomi, jaringan horisontal yang terkoordinasi dan cooperative itu akan menyumbang pada kemakmuran dan pada gilirannya diperkuat oleh kemakmuran tersebut. Berbeda dengan Putnam, Coleman lebih melihat kapital sosial dari sisi fungsi. Menurut Coleman, fungsi kapital sosial dilihat dari aspek struktur sosial, dan bentuk jaringan yang sifatnya lebih ketat dan relatif tertutup, ternyata lebih efektih daripada jaringan yang terbuka.Sedangkan Fukuyama, lebih melihat bahwa kapital sosial memiliki kontribusi cukup besar atas terbentuk dan berkembangnya ketertiban dan dinamika ekonomi. Dalam konsepsi Fukuyama, kapital sosial adalah serangkaian nilai dan norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Penelitian ini dilakukan terhitung sejak bulan Februari 2006 sampai dengan April 2007. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam menggali informasi terhadap sumber data dilakukan melalui wawancara terhadap informan kunci dan pengumpulan data. Peneliti secara periodik melihat aktivitas kegiatan KKBM, dengan mengamati dan melakukan wawancara mendalam terhadap informan kunci, yang terdiri dari beberapa orang anggota, pengurus, pengawas dan manajerial KKBM, masyarakat bukan anggota KKBM, ketua dan pengurus Kelompok Warga Bahagia (KWB), staf dan pimpinan proyek CCF. Wawancara juga dilakukan terhadap Lurah Pakansari beserta staf. Temuan penelitian menjelaskan, bahwa kapital sosial yang tumbuh dalam masyarakat desa Pakansari terjadi akibat adanya sinergisitas antara kapital fisik dan kapital manusia. Kapital fisik berupa aset dan modal. Sedangkan kapital manusia adalah jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada. Keduanya saling mendukung. Selain itu, terjadinya intervensi dari luar, berupa program pendampingan dan pembinaan oleh Christian Children Fund (CCF), mendorong munculnya kapital sosial. Intervensi luar tersebut berhasil mendorong terbentuknya Kelompok Warga Bahagia (KWB). KWB terdiri dari anggota masyarakat desa dan aparat pemerintah. Mereka bekerjasama dalam memecahkan masalah yang ada di dalam masyarakat, dengan tujuan dan kepentingan bersama. Bentuknya dengan memberikan bantuan sosial kemasyarakatan dan kredit modal bagi warga dampingan. Pada perkembangan berikutnya, KWB berkembang dan memiliki Koperasi Sejahtera, yang dikemudian hari berkembang menjadi Koperasi Kredit Bina Mandiri (KKBM). Kapital Sosial berupa jaringan telah terwujud dan terbina di internal KKBM, maupun dengan institusi / lembaga di luar desa Pakansar yang berkompeten. Faktornya karena ada kepercayaan (trust) dari berbagai pihak. Kepercayaan ini terlihat dari aktivitas yang dilakukan oleh anggota KKBM, berupa tradisi lokal yang kental dan sikap saling menghormati serta saling menghargai akan hak dan kewajiban anggota kelompok secara proporsional. Tradisi gotong royomg, sikap musyawarah daam mencari solusi permasalahan masyarakat, sikap saling menyapa, sikap peduli pada lingkungan sekitar, merupakan modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat Pakansari. Networking dan trust yang telah terbangun dan terbina di dalam dan di luar KKBM, tak dapat mengabaikan peran norma, adat dan tradisi lokal masyarakat desa Pakansari. Peran kapital sosial di dalam KKBM terjadi melalui kepercayaan, jaringan dan norma yang terjalin di antara anggota KKBM, baik interaksi internal maupun eksternal kelompok. Sinergi kapital sosial, kapital fisik dan kapital manusia di dalam KKBM, terbukti mampu meningkatkan kinerja KKBM. Sehingga peran kapital sosial sangat terkait dengan keberadaan dan pengembangan kelompok sosial (KKBM) yang ada di desa Pakansari.

ABSTRACT
This research is considering how social capital developing the economy of rural society. The main idea is the condition of Pakansari’s society, ; even though having limited natural resources and human resources, but with the social capital which they have, can be able to stimulate the increasing of society’s economy. The case study is KOPERASI KREDIT BINA MANDIRI (KKBM) Pakansari village, Bogor Regency. The sketch of social capital theory is application the thoughts of Francis Fukuyama, Robert Putnam, James Coleman and Robert Lawang. In Putnam’s perspective, social capital indicates the characteristics of social organization which is farmed in horizontal networking and filled with common rules which facilitate coordination, cooperation and managing each other which it’s benefits can be felt together by the member of organization. In economical context, the coordinative and cooperative horizontal networking will contribute prosperity it self. Different from Putnam, Coleman see social capital from the function side. According to Coleman’s opinion, the function of social capital is considered from the social structural aspect, and the form of network which is stricter and relatively closed approvingly more effective than the open network. Meanwhile, Fukuyama considers social capital has a big enough contribution to the forming and development of regularity and the dynamic economy. In Fukuyama’s conception, social capital is series of values and informal common rules which are belong together by the member of group which enable to make cooperation among them. Discovery of research in the field explains that social capital which grows in the Pakansari’s rural society happen because of sinergity between the physical and human capital. Physical capital is in the form of asset and capital. On the other hand, human capital is a quantity and quality of human resources. Both of them are supporting each other. Beside that, Intervention happen from the outside as a comradeship and pedagogy by Cristian Children Fund (CCF), push the existence of social capital. The intervention it self succeed to push the forming of Kelompok Warga Bahagia (KWB). KWB consist of member of rhe rural society and government staff. They cooperate in solving problems with the same purpose and interest. The cooperation is formed into assistance by giving capital credit to the society. And after the next development, KWB develop and posses Koperasi Kredit Bina Mandiri (KKBM). The research is done for one year, since February 2006 until April 2007. Searches come periodictly for the location of the field research. The research use the qualitative approximation and doing in depth interview to the key information, such as the head, member, organizator and also the founder of KKBM. Social capital as a network has been realized and created in the internal side of KKBM and also with the Institution outside Pakansari village. It happen because of trust from many sides. This trust is visible from the activities which have been done by the member of KKBM, as a local tradition which is full honor and respect of rights and obligation of the member proportionally. Trust and network which have been created inside and outside of KKBM definitely can’ avoid the role of common rules, custom and local tradition of the Pakansari’s rural society. According to the writer, the roles of the social capital inside KKBM happen by trust, network and also common rule which are well linked, not only internal interaction but also external group. The synergy of social capital, physical capital and human capital inside KKBM, are enable to improve the work of KKBM, so that the rule of social capital can be very connected with the existence and the development of social group in Pakansari village. vi Peran kapital "
2007
T19300
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Bagus Sasongko
"Korupsi terjadi tidak hanya pada tingkat level pemerintahan tertinggi, namun juga pada tingkat terendah, yaitu di desa. Dalam penelitian ini, tujuan utama adalah untuk memahami dan mendiskusikan melemahnya pengendalian sosial di tingkat desa di wilayah Karesidenan Kediri yang mengakibatkan korupsi dana desa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah tentang kehidupan di desa yang menggambarkan solidaritas mekanik yang kuat dengan kepatuhan nilai dan norma dalam kehidupan sosial, akan tetapi masih terjadi tindakan korupsi di tingkat desa. Metode yang diterapkan adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus korupsi dana desa di wilayah Karesidenan Kediri. Peneliti mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, dan analisis fenomena pengendalian di masing-masing desa. Teori-teori yang digunakan untuk membantu analisis adalah occupational crime, containment theory, social exchange theory, dan hubungan patron klien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korupsi dana desa rentan terjadi karena kurangnya pengawasan terhadap perilaku korupsi oleh lingkungan kerja, pihak yang berwajib, dan kehidupan sosial masyarakat. Hal ini menyebabkan ketidakpatuhan terhadap sistem peraturan dan pengendalian terhadap tindakan korupsi di desa. Penelitian ini juga memberikan saran terkait kebijakan pengendalian sosial bagi masyarakat dan pemerintah desa, pengendalian terhadap perilaku korupsi, serta evaluasi terkait kompetensi dan integritas pemerintah desa dalam mencegah korupsi di tingkat desa. Tujuannya adalah agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

Corruption occurs not only at the highest level of government but also at the lowest level, namely in rural villages. In this study, the main objective is to understand and discuss the weakening of social control at the village level in the Kediri Residency area, resulting in corruption of village funds. The problem in this research lies in the rural community's way of life, which is characterized by strong mechanical solidarity and adherence to values and norms in social life, yet corruption still occurs at the village level. The method employed in this research is qualitative, using a case study approach to examine the corruption of village funds in the Kediri Residency area. The researcher collected data through observation, interviews, and analysis of control phenomena in each village. The theories utilized to aid the analysis include occupational crime, containment theory, social exchange theory, patron-client relationships, and stake in conformity. The research findings indicate that corruption of village funds is prone to occur due to a lack of supervision over corrupt behavior by the work environment, authorities, and social life of the community. This leads to non-compliance with regulatory systems and controls against acts of corruption in the village. The study also provides recommendations regarding social control policies for the community and village governments, control measures against corrupt behavior, and evaluations regarding the competence and integrity of village governments in preventing corruption at the village level. The aim is to prevent similar incidents from recurring in the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Arif Sumawiharja
"Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang memiliki ciri khusus dalam sistem pendidikan. Yang menjadi ciri khusus dalam pendidikan pesantren adalah pendidikan berbasis karakter dan berasrama. Kehidupan asrama di Pesantren menciptakan kondisi hirarki yang muncul dari Kyai atau pemimpin Pesantren yang mendapatkan pengkultusan dari para santri dan tenaga pendidik di Pesantren, struktur hirarki itu disalurkan dari atas ke bawah kepada Pengasuh dan Ustad di Pesantren, dan kemudian didelegasikan dalam pendisiplinan kepada Santri senior. Struktur hirarki tersebut memunculkan extreme authority. Kondisi tersebut mendorong adanya pelaku yang termotivasi dan menciptakan suatu kondisi yang memposisikan santri junior sebagai korban yang tepat atau rentan dari kasus kekerasan fisik. Hal ini diperparah dengan kurangnya pengawasan dan ditambah dengan adanya pengawasan yang bersifat extreme guidance. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan penelitian di tiga Pondok Pesantren yang pernah terjadi kasus kekerasan fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Untuk menganalisa faktor penyebab terjadinya kekerasan fisik di Pesantren teori yang digunakan adalah teori aktivitas rutin, teori relasi kuasa. Sementara untuk meneliti bagaimana pencegahan kasus kekerasan fisik menggunakan teori control sosial. Untuk mendukung analisa teori beberapa konsep digunakan. Diantaranya, konsep kekerasan terhadap anak, konsep pendidikan di Pesantren dan konsep pencegahan kejahatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kasus kekerasan fisik terjadi disebabkan oleh adanya kepemimpinan kharismatik dan paternalistik yang menyebabkan adanya pengkultusan, adanya penyalahgunaan otoritas dalam penerapan disiplin, minimnya pengawasan dan tidak adanya standar baku dalam sistem pengasuhan di Pesantren. Kesimpulan dari penelitian menunjukan bahwa semua teori dan konsep dapat menjelaskan bagaimana kasus kekerasan fisik terjadi dan pencegahannya. Selain itu, peran Kementerian Agama menjadi krusial dalam pengawasan terhadap sistem pengasuhan di Pesantren. 

Islamic boarding schools are Islamic educational institutions that have special characteristics in the education system. What characterises pesantren education is character-based and boarding school education. Dormitory life in the pesantren creates a hierarchical condition that arises from the Kyai or leader of the pesantren who gets the cult of the students and educators in the pesantren, The hierarchical structure is channelled from top to bottom to the carers and Ustad in the pesantren, and then delegated in discipline to the senior santri. The hierarchical structure gives rise to extreme authority. These conditions encourage motivated perpetrators and create a condition that positions junior Santri as appropriate or vulnerable victims of physical violence cases. This is exacerbated by the lack of supervision, coupled with the existence of supervision, which is extreme guidance. This study uses a qualitative method by conducting research in three Islamic boarding schools where cases of physical violence have occurred, causing the victim to die. To analyse the factors that cause physical violence in Pesantren, the theory used is routine activity theory and power relations theory. Meanwhile, to examine how to prevent cases of physical violence using social control theory, To support the theoretical analysis, several concepts were used. Among them are the concepts of violence against children, the concept of education for pesantren, and the concept of crime prevention. The results showed that cases of physical violence occurred due to the existence of charismatic and paternalistic leadership which led to a cult, the abuse of authority in applying discipline, the lack of supervision and the absence of standardized standards in the care system in Pesantren. The conclusion of the research shows that all theories and concepts can explain how cases of physical violence occur and their prevention. In addition, the role of the Ministry of Religious Affairs is crucial in supervising the care system in Pesantren."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahidah R. Bulan
"Disertasi ini membahas tindakan kepala daerah di Kota Solo dalam menghadapi tantangan struktural (rules dan resources) guna mewujudkan kebijakan inklusif populis, pada. kasus penataan PKL dan pemindahan penduduk bantaran Sungai Bengawan Solo. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif strategi studi kasus, dengan unit analisis individu meski keberadaannya sekaligus merepresentasikan institusi. Konsep utama yang digunakan: agen, struktur, tindakan, relasi; dengan teori strukturasi Giddens (1984) dan the polity model (tilly, 1978). Hasil penelitian menunjukkan empat bentuk tindakan reform aktor kepala daerah, adanya relasi khusus kepala daerah dengan aktifis masyarakat sipil, (CSA) dan kuatnya pengaruh faktor eksternal dalam upaya agen mempengaruhi struktur.

This dissertation discusses regional head in Solo City to face structural challenges (rules and resources) to creat inclusive populist policies. This research used qualitative approach with case studies strategy. The unit of analysis is individual (actor), that simultaneously representing the institution. The main concept used is agent, structure, action, relation. Theory is used structuration theory by Giddens (1984) and the polity model of Tilly (1978). The result showed there are four actions undertaken by agent; the special relation between mayor of Solo with civil society acticist; and the influence of external factors of agen to influencing the structure.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangalila, Ferlansius
"Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan pemanfaatan AI oleh individu dan masyarakat telah membawa dampak ambivalensi dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya manfaat positif melainkan juga dampak viktimisasi terkait AI yang terus meningkat. Namun fenomena Viktimisasi AI (VAI) belum diteliti lebih dalam di luar cybercrime terkait AI. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki dinamika interaksi antara pengguna dan struktur AI dalam praktik kehidupan sehari-hari, terutama implikasi VAI dalam praktik sosial, bisnis dan politik. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara dengan korban dan pakar terkait, serta analisis berbagai artikel terkait. Hasil analisis mengungkapkan bahwa VAI merupakan produk dari pola hubungan pengguna dan struktur AI yang dinamis dalam praktik kehidupan sehari-hari. Adanya faktor endogen dan faktor eksogen yang mempengaruhi antara lain meliputi ketergantungan terhadap teknologi AI, kerentanan data dan karakter personal, keterpaksaan situasional akibat kebijakan terkait AI, dan kewajiban sistem dalam berbagai model AI. Implikasi dari penelitian ini adalah perlunya kebijakan hukum baru yang mendalam dalam hal pengembangan, implementasi dan penggunaan AI, serta kolaborasi lintas disiplin untuk mengatasi kompleksitas dan risiko yang terkait dengan pemanfaatan AI. Penelitian yang berkelanjutan di bidang viktimologi terkait VAI diharapkan dapat memberikan landasan etis dalam perlindungan dan pelayanan korban di era digital yang semakin maju.

The Industrial Revolution 4.0 which is marked using AI by individuals and society has brings ambivalence to everyday life, not only positive benefits but also the impact of victimization related to AI which continues to increase. However, the phenomenon of AI Victimization (VAI) has not been researched more deeply outside of AI- related cybercrime. This research aims to investigate the dynamics of interaction between users and AI structures in daily life practices, especially the implications of VAI in social, business, and political practices. Using a qualitative approach through interviews with victims and related experts, as well as analysis of various related articles. The analysis results reveal that VAI is a product of user relationship patterns and dynamic AI structures in daily life practices. The presence of endogenous and exogenous factors that influence include, among others, dependence on AI technology, vulnerability of data and personal characteristics, situational compulsions due to AI-related policies, and system obligations in various AI models. The implication of this research is the need for new, in-depth legal policies regarding the development, implementation, and use of AI, as well as cross-disciplinary collaboration to overcome the complexity and risks associated with the use of AI. It is hoped that ongoing research in the field of victimology related to VAI can provide an ethical basis for protecting and serving victims in the increasingly advanced digital era."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>