Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dita Suci Febrianti
"Perkembangan teknologi yang semakin canggih membuat masyarakat dapat memperluas interaksinya baik secara online maupun offline. Salah satunya berinteraksi melalui media sosial. Hal tersebut menjadikan praktik bermedia melalui media sosial terus digemari oleh berbagai kalangan. Instagram sebagai salah satu media sosial yang banyak digandrungi oleh masyarakat. Kebutuhan akan interaksi dan komunikasi dengan intensitas setiap waktu dapat menjadikan Instagram memiliki fungsi yang berbeda-beda sesuai kebutuhan sang pengguna. Hal tersebut menjadi salah satu alasan masyarakat memiliki atau membuat akun Instagram lebih dari satu. Main account, sebagai akun Instagram yang digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang lebih luas. Second account, sebagai akun di luar akun utama dan hanya orang-orang dengan jangkauan tertentu saja (orang-orang pilihan) yang berada di dalam lingkaran akun ini namun memiliki intensitas waktu lebih banyak dalam penggunaannya. Pembuatan lebih dari satu akun Instagram tentunya memiliki alasan dan makna-makna tertentu dari sang pengguna Instagram sendiri. Identitas yang ditampilkan dalam akun-akun yang dibuatnya menjadi pertimbangan sang pengguna Instagram. Pengalaman-pengalaman pribadi yang terjadi oleh seseorang dapat dibagikan melalui Instagram sebagai bentuk ekspresi dari sang pengguna yang nantinya dapat memunculkan suatu interaksi di akun Instagram tersebut.

The development of increasingly modern technology makes people able to expand their interactions both online and offline. One of them interacts through social media, which makes the practice of media through social media regularly favored by various groups. Instagram as one of the social media that is loved by many people. The need for interaction and communication with intensity at any time can make Instagram have different functions according to each users needs. The various function is one of the reasons people have more than one Instagram account. The main account used to interact with a broader range of people. The second account used as an account outside the main account and targeted to only people with a certain range (selected people) who are in this account circle but with more time intensity. Signing up for more than one Instagram account certainly has certain reasons and meanings from the Instagram user. The identity displayed in the accounts he or she made was taken into consideration by the Instagram user. Personal experiences that occur by someone can be shared through Instagram as a form of expression from the user who later can bring up an interaction on the Instagram account.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Aldewistya
"Penelitian ini mengeksplor motivasi, konsep diri dan pengalaman indrawi pengamen dalam praktik bermusiknya. Saya menggunakan pendekatan fenomenologi, karena pendekatan itu mampu menggambarkan pengalaman pengamen terkait penampilan musiknya, sebagaimana yang mereka hayati. Secara khusus, saya menggunakan kerangka pemikiran fenomenologi persepsi Merleau-Ponty yang mengetengahkan interaksi subjek-tubuh dan dunianya. Oleh karena itu, motivasi, konsep diri dan pengalaman indrawi yang dimaksud dalam kajian ini berdasar pada pengalaman khas masing-masing pengamen atau penampil musik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi dan konsep diri pengamen sangat beragam dan dinamis. Melalui penelitian ini saya juga menemukan bahwa indrawi pengamen memiliki peran yang besar dalam penampian-penampilan musik mereka.

This research explores the motivation, self-concept, and sensory experience of buskers in their musical practice. I use a phenomenological approach because that approach can describe the experience of buskers related to their musical performances, as they live. Specifically, I use the Merleau-Ponty's phenomenological framework of perception which explores the subject-body and its world interactions. Therefore, motivation, self-concept, and sensory experience referred to in this study are based on the unique experience of each musician or music performer. The results of this study indicate that the motivation and self-concept of buskers are very diverse and dynamic. Through this research, I also found that sensory musicians have a big role in their musical performances."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Herdyanti Mardhiyah
"laki-laki mulai berkembang sekitar abad ke 20-an pada masyarakat Barat sebagai budaya troseksualitas, dan menjadi suatu hal yang lebih umum setelah kemajuan dari sub-budaya perfilman dan busana. Padahal, makeup lebih dikenal dengan tampilan feminin dan MUA identik sebagai pekerja perempuan yang secara tidak langsung memunculkan diskriminasi kepada MUA laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana laki-laki m enampilkan maskulinitasnya ketika bekerja dan di kehidupan sehari-hari sebagai MUA dan bagaimana mereka membentuk maskulinitasnya. Penelitian ini menggunakan metode etnografi yang dilakukan di dua daerah yaitu Depok dan Garut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laki-laki yang berprofesi sebagai MUA menampilkan performance yang diekspresikan melalui gender yang dimunculkan oleh individu dalam suatu situasi tertentu, mereka memperlihatkan genderin dan de-gendering yang kemudian membentuk maskulinitas baru versi mereka.

The male makeup artist began to develop around the 20th century in Western societies as a culture of metrosexuality, and became more common after the advancement of the film and fashion sub-culture. In fact, makeup is better known for its feminine appearance and makeup artist is identical as a female worker who indirectly raises discrimination to male makeup artists. This study aims to describe how men display their masculinity when working and in their daily lives as makeup artists and how they shape their masculinity. This research uses ethnographic methods conducted in two regions namely Depok and Garut. The results of this study indicate that men who work as makeup artists display performance expressed through gender that is raised by individuals in a particular situation, they show re-gendering and de-gendering which then forms their new version of masculinity."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kasandra Nadia Alfiani
"Pelaku seni berarti kita membiarkan diri kita untuk ikut masuk ke dalam seni itu sendiri. Makalah ilmiah akhir ini ditulis berdasarkan pengalaman penulis saat terlibat dalam pembuatan film. Sebuah proses pembuatan film membiarkan tiap elemennya bergabung, dengan adanya kontak dan konflik yang terjadi dalam sebuah proses pembuatan film, akan menghasilkan karya seni yang lebih inklusif dan kontekstual. Selain hasil karyanya, sebagai filmmaker yang telah mendapatkan pengalaman dan pengetahuan yang baru selama prosesnya, mereka juga akan ikut bertransformasi membersamai film tersebut. Selain itu, dalam membuat film kita juga membiarkan film tersebut untuk menampilkan makna dan berbicara melalui visualnya yang dibangun melalui elemen artistiknya. Representasi inikah yang nantinya akan menjadi instrumen komunikatif antara filmmaker dan audiens, sebuah bahasa visual. Secara prosesnya, penulis menulis makalah ini dengan metode auto-etnografi dan refleksi dari pengalaman pribadi penulis.

Making art means we allow ourselves to immerse ourselves in the art itself. This final scientific paper was written based on the author's experience while involved in the filmmaking process. A film making process allows every element to become one, the contacts and conflicts that occur in a filmmaking process will produce a more inclusive and contextual work of art. Apart from their works, a filmmaker who has gained new experience and knowledge during the process, they will be also transformed along with the film. Apart from that, in making a film we also allow the film to give meaning and speak through its visuals which are built through its artistic elements. This representation will later become a communicative instrument between the filmmaker and the audience, a visual language. In the process, the author wrote this paper using auto-ethnographic methods and reflections from the author's personal experiences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anindira Hanifa
"Salah satu hal penting dalam proses Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) adalah mengasistensi dan mendokumentasi data-data identitas komunitas masyarakat adat. Data-data tersebut dibutuhkan pemerintah untuk membuat produk hukum dan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan komunitas masyarakat adat. Komunitas Masyarakat adat juga memiliki hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi hak-hak mereka. Strategi yang digunakan untuk mendapatkan hak-haknya adalah melalui penerapan esensialisme strategis, yaitu dengan melakukan penyederhanaan narasi agar lebih mudah dipahami oleh kalangan umum dan menonjolkan keunikan dari identitas komunitasnya. Strategi ini digunakan karena masih banyak pihak yang terjebak memahami masyarakat adat secara kriterial, bukan relasional, di mana terdapat seperangkat ciri yang konstan pada masyarakat adat dari berbagai wilayah. Pengumpulan data identitas budaya adalah proses yang kompleks, sehingga Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) hadir untuk membantu dan mendampingi komunitas masyarakat adat. Pemerintah mensyaratkan agar formulir identitas komunitas masyarakat adat harus terisi lengkap untuk menciptakan produk hukum dan kebijakan yang efektif. BRWA melakukan fetisisasi tradisi agar formulir tersebut dapat terisi penuh, sehingga proses pengusulan masyarakat adat dan pendaftaran wilayah adat dapat berhasil. Penulisan makalah ilmiah ini adalah hasil refleksi dari kegiatan magang di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada masyarakat luas tentang proses di lapangan saat menjalankan kegiatan PPMHA.

One of the crucial aspects in the process of Recognition and Protection of Indigenous Legal Communities (PPMHA) is assisting and documenting the identity data of indigenous communities. These data are essential for the government to formulate legal products and policies that align with the interests and needs of indigenous communities. Indigenous communities also have the right to participate in decision-making processes that affect their rights. A strategic approach employed to secure their rights is through the application of strategic essentialism, simplifying narratives for broader comprehension, and highlighting the uniqueness of their community identity. This strategy is adopted because there are still many parties who perceive indigenous communities through criteria rather than relational lenses, neglecting the varied and constant characteristics present across various regions. Collecting cultural identity data is a complex process; thus, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) exists to aid and accompany indigenous communities. The government requires that the identity forms of indigenous communities be fully completed to create effective legal products and policies. BRWA engages in the fetishization of traditions to ensure these forms are accurately filled, thereby facilitating successful indigenous community proposals and territory registrations. This scientific paper is a reflection of an internship in Gunung Mas Regency, Central Kalimantan, aimed at providing a deeper understanding to the general public about the on-ground processes involved in implementing PPMHA activities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nastiti Setia Utami
"ABSTRAK
Migrasi pekerja di Indonesia sudah difomalisasikan. Para calon pekerja migran harus melalui proses perekrutan, pelatihan, dan penempatan yang dilakukan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia, salah satu aktor dalam industri migrasi yang mengambil keuntungan dari migrasi pekerja. Pada sisi lain, ruang informalitas di Indonesia tetap ada, sehingga brokers informal hadir untuk menjadi mediator antara PPTKIS dan calon pekerja migran. Melalui penelitian etnografi, tulisan ini mengeksplorasi hubungan keduanya yang berlandaskan trust dan reliance. Trust merupakan rasa percaya yang berlandaskan emosional, sementara reliance muncul dari rasionalitas. Hubungan antara brokers dan CTKI memperlihatkan non-representational knowledge, yaitu ketika brokers memberikan informasi mengenai birokrasi, peraturan, dan gambaran kehidupan TKI di luar negeri kepada CTKI yang kemudian dari sini trust muncul. Trust hanya dapat terjalin antarindividu dan tidak mungkin terjalin antarinstitusi maupun antara individu dan institusi yang juga menjadi alasan mengapa ruang infomalitas masih terus terbuka di Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan bagaimana brokers informal menjadi pihak yang turut melanggengkan fenomena transplantasi pekerja migran di Indonesia

ABSTRAK
Labor migration in Indonesia is formalized, potential migrants have to go through the recruitment, training, and placement process whose task has been delegated by the government to the private labor recruitment agencies, one of the actors in migration industry that profits from worker migrations. On the other hand, there remains room for informality, the informal brokers present as the mediators between PPTKIS and prospective migrant workers. Through ethnographic research, it explores the relationship of both parties based on trust and reliance. Trust is based on the emotional; meanwhile reliance is based on rationality and risk calculation. The relationship between brokers and the prospective migrants shows the non-representational knowledge; when brokers provide information about bureaucracy, regulations, and an overview of the life abroad to prospective migrant works, then trust emerges. Trust can only be established between individuals and may not be established between institutions as well as between individuals and institutions. Thus, informality still remains in Indonesia. The study also showed how informal brokers become parties who perpetuate the phenomenon of transplantation of migrant workers in Indonesi"
2016
S64230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Hezty Ramadhana Retta
"Kopi adalah minuman hasil seduhan biji kopi yang telah disangrai dan dihaluskan menjadi bubuk. Kegiatan mengopi yang sedang gencar dilakukan oleh kalangan muda modern dapat dijadikan gambaran dari kelas sosial yang ada di dalam masyarakat. Kegiatan mengopi tersebut tidak lepas dari terbentuknya selera masyarakat terhadap kopi yang didasari dari rasa ingin tahu terhadap kopi. Rasa ingin tahu ini muncul dari media-media yang memberikan informasi sehingga menyebabkan berkembangnya informasi yang ada di masyarakat akan selera pada kopi tertentu. Keingintahuan ini juga memberikan peran baru bagi kedai-kedai kopi, yaitu menjadi tempat belajar dan mengetahui lebih banyak tentang kopi di masyarakat. Keingintahuan yang berkembang menjadi selera masyarakat memiliki dampak pada keberadaan kedai-kedai kopi independen dalam industri kopi. Tentu saja, ini akan membawa perubahan dalam dunia industri kopi. Keragaman preferensi individu terhadap kopi menciptakan klasifikasi sosial yang digambarkan oleh rasa kopi tertentu. Hal yang sama telah mengklasifikasikan masing-masing individu yang datang-dan-pergi di Saturday Coffee. Ekspresi diri dari perilaku masing-masing pelanggan ini yang menunjukkan preferensi dapat menggambarkan sebuah identitas. Tidak hanya pada mereka sebagai pelanggan individu, tetapi juga pada aspek yang lebih besar, yaitu adanya kelas-kelas sosial. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam serta pengamatan terlibat kepada peminum kopi dan kedai kopi.

Coffee is a result of brewed coffee beans that have been roasted and mashed into a powder. Drinking Coffee as a trend in social life, especially in young and modern people, represents a social class in society. The activity is related to the public taste on the coffee based on their curiosity of the coffee itself. This curiosity arises from vast information in social media which build tendencies in the Society to a certain coffee flavor. This curiosity also provides new role for the coffee shops, that is became a place of learning and getting to know more about coffee in the Society. Curiosity which has developed into public taste has its impact on the existence of independent coffee shops in coffee industry. Certainly, this will bring changes in the world of coffee industries. The diversity of individual preferences for coffee creates social classification which is illustrated by a certain coffee flavor. The same thing has classified each individuals who come and go in Saturday Coffee Caf. Self expression of each costumer's behavior which indicates a preference seemed to describe an identity. Not only on for them as individual costumers, but also to the larger aspects, namely the existence of social classes. This study used qualitative research methods, with indepth interview and participant observation technique.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S66632
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherlin Adelia Gunawijaya
"ABSTRAK
Abstrak Diaspora Arab di Indonesia membuat suatu peradaban dengan menyebarkan agama Islam melalui kesenian musik gambus yang telah menjadi tradisi orang Arab. Tujuan peradaban ini adalah agar orang-orang Arab di Indonesia bisa dihargai dan memiliki tempat tinggal di Indonesia. Agar bisa diterima oleh orang Indonesia, mereka mempelajari kesenian tradisi Indonesia, sehingga mereka mengolaborasi musik gambus Arab dengan tradisi kesenian Indonesia sehingga beradaptasi dengan tradisi Indonesia dan menghasilkan ciri khas gambus melayu. Tulisan ini membahas bagaimana sejarah orkes musik gambus yang dulu seperti apa. Orkes musik gambus mengalami perkembangan sampai saat ini mereka terus mengikuti perkembangan genre-genre baru agar tetap mempertahankan eksistensinya. Pemain musik gambus memiliki strategi tersendiri untuk bersaing dengan musik modern dan mampu berkolaborasi dengan musik-musik modern. Musik gambus memiliki manfaat yang luar biasa bagi penikmat musik gambus dan pemusiknya. Saat ini orang-orang yang hobi dengan musik gambus terus bertambah. Tulisan ini juga membahas bagaimana perbedaan orkes gambus di Cirebon dan orkes gambus di Jakarta.

ABSTRACT
Abstract Arabic diaspora in Indonesia made a civilization by spreading the religion of Islam through the art of gambus music that has become a tradition of Arabic. The purpose of this civilization is that the Arabs in Indonesia can be appreciated and have a place to live in Indonesia. In order to be accepted by Indonesians, they learn Indonesian traditional arts, so that they collaborated the music of Arabian gambus with Indonesian art traditions so that they adapt to Indonesian tradition and produce Malay gambus characteristic. This paper discusses how the history of the orchestra of a gambus music was what it once was. The orchestra of gambus music has grown to date they continue to follow the development of new genres in order to maintain its existence. The gambus music player has its own strategy to compete with modern music and able to collaborate with modern music. Gambus music has tremendous benefits for music lovers of gambus and musicians. Nowadays people who like the hobby of gambus music continue to grow. This paper also discusses how the difference between the gambus orchestra in Cirebon and the gambus orchestra in Jakarta."
2017
S67857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kintan Az Zahra
"Penelitian ini membahas tentang kemunculan film independen, khususnya film Prenjak. Film Prenjak adalah salah satu dari sekian banyak film independen yang tidak berada dalam lingkaran industri perfilman arus utama . Penelitian ini melihat tentang apa yang melatarbelakangi kemunculan film Prenjak, bagaimana cara film Prenjak bertahan di luar arus utama, dan apa saja pencapaian yang sudah diperoleh film Prenjak sejauh ini. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa film Prenjak muncul sebagai respon dari agen dalam Teori Strukturasi Giddens terhadap kondisi Cultural Industries di perfilman Indonesia. Kemudian film Prenjak dapat bertahan karena adanya dukungan dari beberapa pihak dank arena film Prenjak memang sudah memiliki pasar, baik di dalam maupun di luar negeri. Penelitian ini juga menjabarkan bahwa film Prenjak berhasil mendapatkan banyak penghargaan di festival film internasional dan nasional.

This study discusses about the emersion of independent films, especially Prenjak movie. Prenjak is one of so many independent films which is not inside the circle of film industry mainstream. This study sees what is the background of the emersion of Prenjak, how Prenjak survive outside the industry, and what are the achievements of Prenjak so far. This study uses constructionism paradigm and qualitative approach with case study as its strategy.
This study shows that Prenjak emerses as a response from agent on Giddens Structuration Theory to Cultural Industries in Indonesian film industry. Also, Prenjak can survive outside the industry because of the support from some parties and also, Prenjak already has markets, both at home and abroad. Lastly, Prenjak has received many awards until now from both international and national film festivals.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Maghroby Rahman
"Penelitian ini hendak memahami bagaimana aktor-aktor pada konflik agraria di Kampung Merak, Situbondo, Jawa Timur, memproduksi dan mengkontestasi makna realitas konflik yang terjadi. Penelitian ini menggunakan metode etnografi, dengan pengamatan terlibat (participant observation), wawancara mendalam (in-depth interview), open ended interview, dan pengumpulan data sekunder. Dengan menggunakan konsep framing dan counter-framing dari Snow dan Bendord (2000), skripsi ini hendak menjelaskan bagaimana proses produksi dan kontestasi makna tersebut terjadi. Skripsi ini menemukan bahwa aktor-aktor melakukan konstruksi dan kontestasi makna melalui framing dan counter-framing terhadap realitas terkait konflik yang terjadi, dari mulai sejarah, dasar legalitas, gerakan, situasi dan kondisi Kampung Merak, peristiwa yang relevan dengan konflik, pengalaman pribadi, cerita-cerita, letak geografis, hingga individu-individu dari aktor-aktor. Upaya framing dan counter-framing tersebut tidak terlepas dari upaya aktor-aktor menghimpun dukungan dan mendemobilisasi lawan. Penelitian ini juga menjadi gambaran baru bagi studi framing dan counter-framing di mana aktor-aktor tidak hanya melakukan framing dan counter-framing terhadap klaim, tuntutan, dan gerakan, tetapi juga terhadap individu aktor.

Situbondo, East Java, produce and contest the meaning of the reality of the conflict that occurs. This study used ethnographic methods, with participant observation, in-depth interviews, open ended interviews, and secondary data collection. By using the concepts of framing and counter-framing from Snow and Benford (2000), this thesis aims to explain the production and contestation of meaning by actors. This research found that actors carried out the construction and contestation of meaning through framing and counter-framing towards realities related to the conflict, from history, legal basis, movements, situations and conditions of Kampung Merak, events relevant to the conflict, personal experiences, stories, geographic location, to the figures of the actors. The framing and counter-framing efforts are inseparable from the efforts of the actors to garner support and demobilize opponents. This research is also a new illustration for the study of framing and counter-framing where actors do not only frame and counter-frame claims, demands and movements, but also the figure of actors."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>