Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutapea, Meriati Elisabet Magdalena
"Diabetes Melitus Tipe 1 merupakan penyakit kronis yang melibatkan perubahan perilaku baik pola hidup maupun aktivitas dalam  sehari-hari. Tidaklah mudah untuk mencapai perubahan perilaku yang dapat secara langsung mempengaruhi pengendalian glukosa darah dan komplikasi. Serangkaian tindakan pengobatan yang rutin dipatuhi pada dasarnya bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan. Ketidakpatuhan pada umumnya dapat meningkatkan masalah kesehatan bahkan dapat memperburuk penyakit yang dideritanya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan tingkat kepatuhan perawatan diri anak dengan DMT1 tentang pemeriksaan glukosa darah harian dan pemberian terapi insulin. Penelitian ini dilakukan secara cross sectional dengan teknik consecutive sampling terhadap 49 anak diabetes melitus tipe 1 usia 1 – 18 tahun di wilayah Jabodetabek. Data diperoleh dari pengisian logbook selama 14 hari. Analisis menggunakan spearman sesuai jenis data. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan kepatuhan pemeriksaan glukosa terhadap kadar glukosa prepandrial dan postpandrial (p>0.05). Demikian pula didapatkan tidak ada hubungan tingkat kepatuhan  terapi insulin dengan kadar glukosa prepandrial dan postpandrial (p>0,05). Namun secara univariat  didapatkan dara bahwa tingkat kepatuhan insulin sudah sesuai, tetapi tidak demikian dengan tingkat kepatuhan glukosa darah yaitu kurang baik. Hasil penelitian ini memberikan dasar ilmiah dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak diabetes melitus tipe 1, bahwa perawatan diri pada anak diabetes melitus tipe 1 harus dipantau dan ditingkatkan agar mendapatkan kualitas hidup yang baik.
Kata kunci : Diabetes melitus tipe 1, kepatuhan pemeriksaan glukosa, kepatuhan insulin

Type 1 Diabetes is a chronic disease involving changing behaviour in both lifestyle and daily activities. Series of treatment that routinely obeyed in fact not easy to follow. Nonadherence in general can increase health problem even worsen his ilness. The Research aimed to find out correlation between level of adherence self-treatment with type 1 diabetes mellitus about checking daily blood glucose and giving therapy of insulin. The research used cross sectional design with consecutive technique sampling to 49 children suffering type 1 diabetes mellitus aged 1 – 18 years old in Jabotabek areas. Data was collected from filling out logbook for 14 days. Analysis used Spearman method according to the type of databased on type of data. The result of the study showed that there was no compliance relationship of blood glucose examination with prepandrial blood glucose level (p>0,05). It was found that there was no association with the level of insulin compliance with prepandrial blood glucose levels (p>0,05). Nevertheless, univariate data showed that the level of insulin compliance was appropriate, but not so with the level of blood glucose adherence that is not good. This research gives scientific basis in giving nursing care to children with type 1 diabetes that self care in children with type 1 diabetes mellitus must be monitored and increased to get good quality of life.
Key words : Type 1 diabetes mellitus, adherence of glucose checkup, insulin adherence
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melius Mau Loko
"Siswa berkebutuhan khusus merupakan kategori murid di kelas yang menjadi perhatian para guru karena keistimewaan mereka yang jauh dari kondisi normal anak seusianya. Karakteristik anak berkebutuhan khusus yang tidak dipahami oleh guru dengan metode terbaik dalam proses belajar mengajar di kelas akan berdampak stres pada guru dan menimbulkan masalah psikologis pada guru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat stres guru sekolah dasar inklusif dengan guru sekolah dasar non-inklusif yang tidak mengajar siswa berkebutuhan khusus. Penelitian ini menggunakan desain analitik komparatif pada 60 responden guru sekolah dasar inklusif dan sekolah dasar non-inklusif di kota Depok yang diambil dengan metode purposive sampling. Tingkat stres diukur menggunakan instrument Wilson Stress Profile for Teacher WSPT , dan dianalisis menggunakan uji statistik chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan tingkat stres antara guru sekolah dasar inklusif dengan guru sekolah dasar non-inklusif p > 0,05 . Perawat kesehatan sekolah perlu melakukan pengkajian terkait kondisi psikososial guru yang belum mengikuti pelatihan tentang siswa berkebutuhan khusus dan guru mengajar siswa berkebutuhan khusus lebih dari 1 siswa di kelas.

Students with special needs in the classroom require a significant amount of teacher attention and effort due to the nature of their illness or condition. Teachers, particularly at the elementary level, recognise they need to find the best method to cater to the students rsquo needs while also managing their time efficiently and effectively, so as to not create a heavier workload and psychological problems. This study aims to determine the difference in stress levels experienced by inclusive elementary school teachers who teach students with special needs and non inclusive elementary school teachers who do not teach students with special needs. There were 60 teachers who participated in the comparative study who were selected from inclusive and non inclusive elementary schools in Depok. These participants were selected based on certain criteria established in the research purposive sampling method . The stress level is known using the Wilson Stress Profile for Teacher WSPT instrument, and bivariate analysis using chi square statistical tests. The results of this study shows that there is no significant difference in stress level between inclusive elementary school teachers and non inclusive elementary school teachers p 0,05 . School health nurses need to undertake an assessment of the psychosocial condition of teachers who have not attended prior training on students with special needs. Teachers are also recommended to undergo the assessment should they have more than one student with special needs in their class."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S68069
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restika Hapsari
"Prevalensi obesitas pada remaja di Karawang lebih tinggi dibandingkan di antara kabupaten di Jawa Barat. Gaya hidup remaja yang tidak sehat di Karawang mengarah pada obesitas. Salah satu contoh gaya hidup yang tidak sehat adalah kurangnya latihan fisik. Remaja yang gemuk cenderung memiliki aktivitas fisik yang rendah dan berisiko mengalami tingkat obesitas yang lebih tinggi seiring bertambahnya usia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi deskripsi aktivitas fisik pada remaja gemuk di Kabupaten Karawang. Penelitian deskriptif ini menggunakan desain cross sectional dengan 97 responden remaja dengan status gizi dianggap obesitas. Data diambil di sekolah menengah pertama dan menengah atas di Kabupaten Karawang. Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah pengukuran tinggi menggunakan microtoise dan pengukuran berat menggunakan skala berat badan digital untuk menunjukkan Indeks Massa Tubuh (BMI). Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat dan dilanjutkan dengan menerapkan tabulasi data (crosstabb). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas remaja yang menderita obesitas adalah remaja pria dengan obesitas kelas 1. Sementara itu, remaja perempuan juga pasif dalam melakukan aktivitas fisik. Studi ini merekomendasikan bahwa sekolah perlu melakukan program manajemen obesitas yaitu promosi aktivitas fisik untuk menjadi intervensi berbasis sekolah.

The prevalence of obesity in adolescents in Karawang is higher than among districts in West Java. Unhealthy adolescent lifestyles in Karawang lead to obesity. One example of an unhealthy lifestyle is lack of physical exercise. Obese adolescents tend to have low physical activity and are at risk of experiencing higher levels of obesity with age. This study aims to identify the description of physical activity in obese adolescents in Karawang Regency. This descriptive study uses a cross sectional design with 97 teenage respondents with nutritional status considered obese. Data were collected at junior high and senior high schools in Karawang Regency. The method used in collecting data is height measurement using microtoise and weight measurement using a digital weight scale to show the Body Mass Index (BMI). The analysis carried out was univariate analysis and continued by applying data tabulation (crosstabb). The results showed that the majority of adolescents suffering from obesity were male adolescents with grade 1 obesity. Meanwhile, female adolescents were also passive in physical activity. This study recommends that schools need to conduct obesity management programs, namely the promotion of physical activity to become school-based interventions."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fannya Ayu Permatasari
"Salah satu dari komplikasi kemoterapi adalah kejadian Febrile Neutropenia (FN), yang mana ditandai dengan demam lebih dari 38o C dalam jangka waktu lebih dari 1 jam dengan hitung jenis neutrophil kurang dari 500/mm3.  Berdasarkan hasil pengkajian pada kasus anak dengan LLA, didapatkan kejadian FN post kemoterapi dengan gejala umum demam, serta ditambah dengan Pneumonia sehingga timbul sesak dan batuk berdahak. Masalah keperawatan yang ditegakkan terdiri dari ketidakefektifan bersihan jalan napas, hipertermia, dan risiko infeksi. Intervensi yang menjadi fokus dalam karya ilmiah ini yaitu kompres hangat Tepid Water Sponge (TWS). Selain itu, dilakukan intervensi untuk mengatasi masalah lainnya, seperti penerapan manajemen jalan napas dan pencegahan infeksi. Hasil evaluasi dari intervensi yang telah dilakukan adalah sesak dan batuk berkurang, demam tidak ada, dan penyebaran infeksi tidak terjadi. TWS yang dilakukan menunjukkan efektifitas pada pasien dengan LLA yang mangalami demam ketika dilakukan segera minimal 30 menit setelah pemberian antipiretik. TWS dapat menurunkan suhu dengan rata-rata penurunan 0.43o C. Hasil karya ilmiah ini menyarankan institusi kesehatan atau rumah sakit untuk menerapkan teknik kompres hangat TWS sebagai tindakan non-farmakologi yang efektif menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam. 

One of the complications of chemotherapy is the occurrence of Febrile Neutropenia (FN), which is characterized by fever of more than 38o C in a period of more than 1 hour with a count of neutrophils of less than 500/mm3. Based on the results of studies in cases of children with LLA, post-chemotherapy FN was found with common symptoms of fever and added to Pneumonia resulting in tightness and coughing up sputum. The established nursing problems consist of ineffectiveness of airway clearance, hyperthermia, and risk of infection. The intervention that is the focus of this scientific work is warm compresses of Tepid Water Sponge (TWS). In addition, interventions are done to address other problems, such as the application of airway management and prevention of infection. The results of the evaluation of the interventions that have been done are reduced dipsnoe and coughing, no fever, and the spread of infection doesnt occur. TWS performed shows effectiveness in patients with ALL who experience fever when done immediately at least 30 minutes after antipyretic administration. TWS can reduce the temperature by an average temperature drop of 0.43o C. This scientific work suggests health institutions or hospitals to apply the warm TWS compress technique as a non-pharmacological action that effectively lowers the body temperature of children who have fever.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Mulia Sari
"Kanker merupakan salah satu penyebab terbesar kematian pada anak setelah insiden kecelakaan. Pada tahun 2015 terdapat 659 kasus kanker pada anak di Jakarta dan sebanyak 45,85% anak dengan Acute Myeloid Leukemia (AML) menjalani prosedur kemoterapi di RSCM selama 3 bulan terakhir. Kemoterapi merupakan salah satu terapi modalitas yang digunakan untuk menangani kasus AML pada anak. Chemotheraphy-induced nausea and vomiting (CINV) merupakan salah satu efek samping kemoterapi yang paling dikeluhkan oleh anak karena dapat menurunkan kualitas hidup anak. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui efek intervensi pemberian permen jahe pada anak selama prosedur kemoterapi dalam mengurangi keluhan mual dan muntah. Intervensi ini dilakukan pada anak yang menjalani prosedur kemoterapi dengan pengobatan emetogenik sedang. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan skala mual pada anak dari sedang menjadi ringan tanpa disertai kejadian muntah. Pemberian permen jahe dinilai dapat mengurangi mual dan muntah pada anak akibat kemoterapi.

Cancer is one of the biggest causes of death in children after an accident. In 2015 there were 659 cases of cancer in children in Jakarta and as many as 45.85% of children with Acute Myeloid Leukemia (AML) underwent chemotherapy procedures at RSCM for the past 3 months. Chemotherapy is one of the therapeutic modalities used to treat AML cases in children. Chemotheraphy-induced nausea and vomiting (CINV) is one of the most side effects of chemotherapy that children complain about, because it can reduce the quality of life. The purpose of this paper is to determine the effect of the ginger candy administration intervention in children during chemotherapy procedures to reduce complaints of nausea and vomiting. This intervention was carried out in children undergoing a chemotherapy procedure with moderate emetogenic treatment. The results of this paper indicate that there is a decrease in the scale of nausea in children from being mild without accompanying vomiting. Ginger candy is considered can reduce CINV in children while undergoing chemotherapy procedures.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Pratiwi
"Nyeri akut merupakan gejala yang umum terjadi pada anak dengan kanker. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini adalah melaporkan asuhan keperawatan pada anak dengan Acute Myeloid Leukemia yang mengalami nyeri akut menggunakan intervensi unggulan terapi panas. Terapi panas merupakan proses aplikasi panas ke tubuh yang mengalami nyeri. Intervensi ini dilakukan sekali setiap shift dengan durasi 15-20 menit dan dilakukan setelah mendapatkan analgesik ataupun tidak mendapatkan analgesik. Setelah dilakukan intervensi terapi panas, menunjukkan skala nyeri berkurang dari skala nyeri sedang menjadi ringan. Intervensi ini dapat dilakukan dengan mudah, hemat biaya, tidak menimbulkan efek samping, dan tersedia alatnya di ruangan, sehingga dapat menjadi alternatif kegiatan yang dilakukan di rumah sakit untuk mengurangi masalah nyeri akut pada anak kanker.

Acute pain is a common symptom in children with cancer. This final scientific paper aims to report the nursing care in children with Acute Myeloid Leukemia who experience acute pain using heat therapy as a prime intervention. Heat therapy is the process of applying heat on the body that experiences pain. This intervention is carried out once every shift with a duration of 15-20 minutes and after getting an analgesic or not. After the heat therapy has been intervened, the pain scale is reduced from intermediate to mild scale. This intervention can be done easily, has an effective cost, has no side effects, and the equipments are available in the room, so it can be an alternative activity in the hospital to reduce the problem of acute pain in children with cancer."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Maula Utrujah
"Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan penyakit kronis yang dapat dirasakan oleh pasien dengan SLE seumur hidup. Manifestasi klinis dari SLE berbeda-beda pada tiap individu, sehingga dibutuhkan perawatan yang tepat agar komplikasi yang parah dapat diminimalisasi. Discharge planning merupakan solusi untuk perawatan anak ketika sudah pulang ke rumah. Discharge planning bertujuan untuk memberikan  pembekalan perawatan di rumah sehingga orangtua atau keluarga dapat merawat pasien secara mandiri. Karya Ilmiah ini ditulis dengan tujuan memberikan informasi tentang hasil implementasi discharge planning pada anak dengan SLE. Metode yang digunakan untuk oenulisan karya ilmiah ini menggunakan studi kasus pada anak dengan SLE yang diberikan intervensi discharge planning sejak pasien pertama kali masuk dan dilakukan pemantauan selama lima hari  dengan pemberian asuhan keperawatan. Hasil discharge planning menunjukkan peningkatan keterampilan orangtua dan keluarga dalam merawat anak dengan SLE yang dibuktikan dengan hasil observasi selama masa perawatan. Sehingga, discharge planning tepat digunakan untuk pasien dengan SLE dalam perawatan lanjutan di rumah sehingga pasien dengan SLE dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan mencegah kejadian eksaserbasi berat dan komplikasi yang parah. Discharge planning yang dilakukan memberikan dampak yang positif bagi pasien dan keluarga.

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) is a chronic disease. Clinical manifestations of SLE vary in each, so proper care is needed so that severe complications can be minimized. Discharge planning is a solution for childcare when they have returned home. Discharge planning aims to provide debriefing at home so parents or families can take care of patients independently. This Scientific Work was written to provide information about the results of discharge planning implementation in children with SLE. The method used for writing scientific papers uses case studies on children with SLE who are given discharge planning intervention since the patient first entered and monitored for five days with the provision of nursing care. The discharge planning results show an increase in parental and family skills in caring for children with SLE as evidenced by the results of observation during the treatment period. Thus, discharge planning is appropriate for patients with SLE in continuing care at home so that patients with SLE can improve their quality of life and prevent severe exacerbations and complications. Discharge planning carried out had a positive impact on patients and families.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Rahmah
"Kanker atau keganasan menjadi salah satu penyebab kematian terbanyak pada anak. Osteosarkoma adalah salah satu jenis kanker yang banyak diderita oleh anak pada usia remaja. Masalah utama yang muncul pada anak yang menjalani kemoterapi adalah mual. Penulisan karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk menilai efektivitas terapi ice massage terhadap penurunan intensitas mual dan muntah pada anak yang menjalani kemoterapi. Ice massage merupakan salah satu penatalaksanaan non-farmakologi yang dapat bermanfaat dalam menurunkan intensitas mual dan muntah akibat pengaruh kemoterapi. Intervensi ice massage dilakukan kepada pasien anak dengan osteosarkoma yang menjalani kemoterapi selama 3 hari. Hasil  menunjukkan adanya penurunan intensitas mual dan frekuensi muntah selama 12 jam setelah dilakukan intervensi. Intervensi ini dinilai efektif jika dilakukan secara berkelanjutan selama kemoterapi.

Cancer or malignancy is one of the most common causes of death in children. Osteosarcoma is a type of cancers that affects many children in ages. One of main problem that occurs in children who undergo chemotherapy is nausea. The purpose of this paper is to determine the effectiveness of ice massage therapy in reducing the intensity of nausea and vomiting in children undergoing chemotherapy. Ice massage is one of the non-pharmacological management that can be useful in reducing the intensity of chemotherapy-induced nausea and vomiting. This intervention was performed in children with osteosarcoma undergoing chemotherapy for 3 days. The results show there are decrease intensity of nausea and frequenses of vomiting after 12 hours of therapy. This intervention is considered effective if countinously perform during chemotherapy.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library