Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ria Devita Djajasinga
"Sekolah merupakan tempat pengembangan pengalaman bagi kehidupan remaja termasuk di dalamnya pemilihan vokasional. Keberadaan Sekolah Menengah Kejuruan memiliki peranan yang panting dalam mengarahkan pilihan vokasional remaja. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan salah satu alternatif bagi remaja untuk meneruskan pendidikan lanjutan. Salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan kejuruan adalah short education yaitu penyelenggaran pendidikan kejuruan harus dapat dilaksanakan secepat mungkin Hal ini dimaksudkan agar pendidikan kejuruan menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu pemilihan jurusan pada Sekolah Menengah Kejuruan hams disesuaikan dengan minat pekerjaan dari siswa yang akan masuk ke Sekolah Menengah Kejuruan tersebut. Minat merupakan salah sate faktor yang menjadi pertimbangan dalam menjuruskan siswa dalam satu program studi tertentu. Namun saat ini belum ada alat ukur yang mengukur minat kejuruan secara spesifik dalam sate kelompok Sekolah Menengah Kejuruan.
Sekolah Menengah Kejuruan kelompok manajemen dan bisnis menghasilkan lulusan yang memiliki lapangan pekerjaan yang luas dan dibutuhkan oleh pasar. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk membuat suatu alat ukur dengan item-item yang valid dan reliable untuk mengukur minat kejuruan Sekolah Menengah Kejuruan khususnya kelompok Manajemen dan Bisnis. Alat ukur minat kejuruan ini disusun mengacu pada teori minat yang dikembangkan oleh Holland (1973) yang membagi minat ke dalam enam golongan yaitu: Realistic, Investigative, Artistic, Social, Enterprising, dan Conventional. Penggolongan minat ini dilandaskan pada enam tipe kepribadian atau kombinasi dari enam tipe tersebut, lingkungan pekerjaan yang disesuaikan dengan tipe kepribadian, serta interaksi antara kepribadian seseorang dan karakteristik dari lingkungan kerjanya.
Salah satu cara untuk mengetahui minat seseorang menurut Super dan Crites (1958) adalah dengan melakukan inventarisasi minat yang diperoleh melalui kuisioner berisi pilihan atau preferensi daftar pekerjaan atau kegiatan wilayah yang berbeda yaitu Jakarta (SMK Tarakanita), Jawa Barat (SMK Putra Bangsa), dan Lampung (SMKN Bandarlampung). Perhitungan validitas dilakukan dengan menggunakan rumus chi-square yang dihitung secara manual, sedangkan untuk perhitungan reliabilitas dihitung dengan menggunakan rumus Kendall yang dilakukan melalui SPSS IO.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa alat ukur minat ini terdapat 9 item yang tidak valid dan 1 item yang valid. Sedangkan untuk uji reliabilitas terdapat 9 item yang tidak reliabel dan I item yang reliabel. Sehingga jika ditarik kesimpulan secara keseluruhan hanya terdapat 1 item yang valid dan reliabel dalam mengukur minat kejuruan dengan kriteria penjurusan. Item-item yang tidak valid mungkin disebabkan oleh pilihan yang dibuat bukan berdasarkan minat tapi lebih pada kemampuan melaksanakan tugas, kurang meratanya bobot tugas dalam satu situasi, serta belum stabilnya minat dari responden. Oleh sebab itu disarankan untuk meminta masukan dari pihak sekolah untuk menilai isi (content) dari alat ukur yang dibuat sebagai analisa kualitatif Selain itu jika diadakan pengukuran Janjutan disarankan untuk menambah jumlah item, memperbaiki item yang buruk, serta memberikan instruksi baik secara lisan maupun tulisan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftahul Jannah
"Peningkatan kualitas Sekolah Islam di Indonesia bisa dilihat dari semakin meningkatnya jumlah pondok pesantren yang berdiri setiap tahunnya. Pesantren masa kini bukanlah pesantren yang hanya mengajarkan kitab kuning ataupun pengajian belaka, karena selain pelajaran agama diimbangi dengan kurikulum yang mengacu kepada kurikulum pendidikan nasional. Sehingga saat ini kualitas pesantren bisa disejajarkan dengan sekolah umum lainnya. Hasil belajar yang tinggi merupakan dambaan setiap anak; terlebih lagi bagi para orangtua. Ada beberapa faktor internal yang bisa mempengaruhi prestasi belajar, seperti, inteligensi, sikap siswa, bakat, minat dan motivasi. Serta beberapa faktor eksternal seperti, para guru, dan teman-teman sekelas yang dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Hubungan antara murid dan guru, sikap-sikap yang dirasakan oleh murid bisa berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Pesantren menggunakan metode belajar mengajarnya selama duapuluh empat jam dengan sistem asrama, interaksi antara guru dan murid mempunyai frekuensi yang tinggi dengan segala pengaruhnya bagi santri. Terlihat dari jadwal kegiatan harian dan peraturan-peraturan yang diterapkan di pesantren, disiplin yang mengikat santri selama duapuluh empat jam merupakan pengganti pola asuh yang diterapkan pesantren pada para santrinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan motivasi masuk pesantren dan poia asuh di pesantren dengan prestasi belajar santri pesantren Darunnajah Ulujami Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan alas ukur berupa kuesioner yang diberikan kepada 65 responden, disamping itu dilakukan pula metode kualitatif berupa wawancara dengan metode focus group discussion (diskusi kelompok terfokus) pada sebagian kecil dari sampel untuk melengkapi basil penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif yang akan dipakai untuk mengolah data dalam penelitian ini adalah multiple correlation untuk melihat hubungan antar variabel dengan menggunakan SPSS 12.0 for windows. Sedangkan untuk metode kualitatif menggunakan analisis isi.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi masuk pesantren dengan prestasi belajar santri di pesantren.
2. Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh di pesantren dengan prestasi belajar santri di pesantren.
3. Tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi masuk pesantren dan pola asuh di pesantren secara bersamaan dengan prestasi belajar santri di pesantren.
Selain hipotesis diatas, dalam penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang signifikan pada dimensi pola asuh otoriter dan memberikan pengaruh terhadap rendahnya prestasi belajar santri. Berdasarkan hasil kesimpulan dan hasil analisis yang ada, peneliti memberikan saran kepada berbagai pihak terkait akan pentingnya motivasi masuk pesantren bagi santri dan pola asuh yang diterapkan di pesantren bagi para santri. Dengan pola asuh yang baikakan Iebih meningkatkan prestasi belajar santri.

The increasing of Islamic School quality in Indonesia can be seen from the growing of the pesantren amount every year. Nowadays, Pesantren is not only teaching ancient book or how to pray. Because. beside religion lessons there is curriculum which relate to national curriculum. So the quality of Pesantren can be with other public school. Hight achievement is every child dreams more over to parents. There are internal factors which influence student achievement, such as: intelligences, student attitude, talent, motivation and enthusiasm. And also some external factors such as: teacher and classmates who able to influence the spirit of student. The relation between teacher and pupil, attitudes felt by pupil can influence to their achievement. Pesantren use method of learning and teaching for twenty four hour by hostel system. which have high frequency with its influence to the student. It can be seen from daily activity schedule and applied regulations in pesantren, obligatory discipline of student during twenty four hour represent substitution of parenting style which is applied by pesantren to their student.
This research aim is to know pesantren entrance motivation and pesantren parenting style with student achievement of pesantren Darunnajah Ulujami, South Jakarta. This Research use quantitative approach by using measuring instrument in the form of passed to Questioner 65 sample, is despite fully done also method qualitative in the form of interview with method of focus discussion group in part a small than sample to equip result of quantitative research. The Quantitative method to wear to process data in this research is multiple correlation to see the relation between each variable by using SPSS 12.0 for windows. While for method qualitative use content analysis.
Result of research shall be as follows:
1.There is no relation which are positive and significant between pesantren entrance motivation with student achievement in pesantren
2.There is no relation which are positive and significant between pesantren parenting style with student achievement in pesantren
3.There no relation which are positive and significant between pesantren entrance motivation and pesantren parenting style concurrently with student achievement in pesantren.
Besides the hypothesis above in this research is found by the existence of relation which is significant at dimension of authoritarian style and give influence to lowering of student achievement. Pursuant to result of existing analysis result and conclusion, researcher give suggestion to various related parties for the importance of pesantren entrance motivation to parenting. style of which is applied in pesantren to all student with good pesantren parenting style will improve student achievement.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15079
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Indah Qomarijah
"Perselingkuhan melibatkan kedekatan emosional dan atau kegiatan seksual yang dilakukan oleh salah satu pasangan yang telah maupun belum menikah dengan orang lain yang bukan pasangan resmi. Menurut beberapa penelitian perselingkuhan dapat terjadi akibat hubungan yang intens di tempat kerja. Penelitian ini mempermasalahkan "Peranan Cinta dan Doa terhadap Sikap Mengenai Perselingkuhan". Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus, yang mengambil subyek wanita karir di suatu Bank. Cinta yang dimaksudkan di sini adalah "kondisi emosi yang mendekatkan individu pada individu yang lain karena didorong oleh suatu rangsangan seksual atau rasa romantis, sehingga keduanya bersepakat untuk tetap bersatu." Cinta mengandung tiga komponen utama, yaitu keintiman (intimacy), gairah (passion) dan komitmen (commitment). Sedangkan doa adalah "permohonan suci sang hamba kepada Sang Khaliq, agar dijauhkan-Nya dari segala penyebab yang memisahkan atau memalingkan cinta suami-istri pada orang lain. Doa juga memberi harapan seseorang untuk memelihara dan merawat keluarganya, agar tercapai keluarga yang damai, aman dan sejahtera di dunia dan akhirat.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa satu dari tiga kasus yang diteliti bersikap negatif terhadap perselingkuhan dalam arti tidak setuju, menjauhi perselingkuhan, sedangkan dua kasus yang lainnya menunjukkan sikap positif terhadap perselingkuhan, artinya setuju, mendekati atau menganggap biasa perselingkuhan. Hal ini berkaitan dengan makna doa. Pada kasus yang besikap negatif terhadap perselingkuhan beranggapan adanya dapat menjauhkan dirinya terhadap perselingkuhan, sebaliknya pada dua kasus lainnya tidak mengetahui dan meragukan terkabulkan doanya sehingga sikapnya menunjukkan positif terhadap perselingkuhan. Studi ini membuktikan bahwa cinta dengan segala komponennya secara bersama-sama merniliki peranan positif terhadap sikap mengenai perselingkuhan, dalam arti selama ketiga subyek mencintai pasangan (diukur dengan mematuhi semua komponen-komponennya) dan benar-benar berdoa dengan menjalankan semua prosedur yang ditetapkan oleh syariah maka sikapnya akan menjauhi perselingkuhan.
Hasil penelitian yang lain ditemukan bahwa pada subyek yang pada masa berpacaran telah berselingkuh, maka setelah menikahpun juga akan melakukan perilaku yang sama untuk berselingkuh. Hal itu membuktikan teori bahwa perilaku yang dianut seseorang pada masa berpacaran maka bisa dilakukan kembali Iagi hingga pada masa perkawinan.

An affair involves an emotional closeness and sexual activities conducted by one of a married couple with other person who is not a lawful couple. According to several researches an affair may happen due to an intensive relationship in the workplace. For this purpose, this research is highlighting "The Role of Love and Prayer with respect to Altitudes towards Affair." This research is using a qualitative approach with a case study which takes a subject of a career female in a Bank. The love specified herein is "an emotional condition which makes an individual closer to another individual due to being .stimulated by sexual desire or romantic feeling, so that both individuals agree to remain united." Love contains three (3) main components, namely intimacy, passion and commitment. While prayer is "a holy request of a servant of God to the Creator, so that He will keep those individuals away from all the causes which separate or divert the love of a married couple to other individuals. Prayer also gives hope to someone to look after and take care of its family in order to result in a peaceful, safe and prosperous family both in the world and in the beyond.
The research results show that one of three cases which was observed show negative attitude towards the affairs that's mean disagree, avoid the affairs, while the two other cases show positive attitude towards the affairs, that's mean agree, to be close or to recognize as an usual thing. This is correlated with the meaning of prayer. In the negative attitude of the case toward the affairs recognize that it is able to avoid from the affairs, but for the two other cases do not understand and hesitate for prayer response, and then their attitude show positive to the affairs. This study approved that love with all of it's component has positive role on hands towards the affairs attitude, in the meaning that the more the three of subject love the couple (measured by the obey able of the component) and pray concentrate and follow all the procedure that allowed by syari'ah the more of them avoid the affair.
Other results of the research find that during the period of engagement between boy and girl has ever made an affair. And then after getting married, also does the same thing of affair as ever before. This proves the theory that a behavior possessed by someone during the period of engagement between opposite sex may be performed again later in a marriage life.
"
2006
T18138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glory Gracia Christabelle
"Pada tahun 2020 dunia akan memasuki pasar bebas, di mana semua
sumber daya manusia dari berbagai negara akan bersaing secara terbuka. Bangsa
Indonesia perlu mempersiapkan generasi mudanya yang kelak berusia produktif
pada era pasar bebas, agar memiliki SDM yang berdaya saing, salah satunya
adalah dengan meningkatkan motivasi berprestasi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, McClelland (1961) menemukan korelasi positif yang signiftkan
antara bacaan anak yang mengandung muatan motivasi berprestasi di beberapa
negara dengan laju pertumbuhan ekonomi yang pesat dalam 25 tahun
mendatang. Berdasarkan temuan ini, peneliti kemudian tertarik untuk
mengetahui gambaran muatan motivasi berprestasi pada bacaan anak Indonesia.
Majalah Bobo sebagai majalah anak mingguan yang tiras penjualannya
tertinggi di Indonesia, sesuai data unit riset gramedia majalah (2003), dianggap
representatifuntuk mewakili media anak Indonesia. Sampel penelitian ini adalah
68 cerita dongeng dari majalah Bobo yang dianalisis isinya berdasarkan kategori
dan subkategori achievement imagery yang diajukan McClelland. Dari basil
yang diperoleh, ternyata hanya 11 (16,17%) cerita dongeng lokal dan 1 (1,47%)
cerita dongeng terjemahan dari 68 cerita yang merupakan achievement imagery.
Hasil penelitian ini menunjukkan masih rendalmya gambaran muatan motivasi
berprestasi pada bacaan anak Indonesia saat ini. Penelitian ini memberikan
rekomendasi kepada beberapa pihak mengenai cara peningkatan motivasi
berprestasi, khususnya dengan memperbanyak cerita anak yang sarat motivasi
berprestasi.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Saripuspita
"Berbagai krisis yang terjadi di masyarakat kita yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari menimbulkan pertanyaan akan efelctivitas pendidikan agama di sekolah. Pendidikan ini seharusnya menjadi dasar bagi tumbuhnya perilaku yang baik pada anak bangsa. Namun sayangnya, pendidikan agama nampaknya kurang dirasakan manfaatnya oleh sebagian alumni SMU. Mereka merasa cukup mendapat bekal pengetahuan, namun tidak menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh l-:arena itu, menarik untuk mengevaluasi efektivitas pendidikan agama, khususnya pendidikan Agama Islam, dari segi afektif Walaupun pendidikan agama pentlng untuk mulai diberikan sejak dini, namun bam pada masa remaja inclividu mendapatkan makna yang berbeda mengenai pendidikan agama. Dengan perkembangan kognitifnya yang berada pada tahap formal operasional dari Piaget, remaja sudah mampu berpikir secara abstrak (Turner & Helms, 1995), sehingga memungkinkan remaja untuk memahami konsep-konsep agama dengan baik. Pada masa ini pula remaja berusaha menemukan identitas diri mereka (Erikson, 1970 dalam Santrock, 2001). Dalam menyelesaikan krisis ini, remaja membutuhkan suatu ideologi yang dapat mereka anut, dimana salah satu ideologi ini adalah agama. Paloutzian dan Santrock (2001) menyatakan bahwa isu agama adalah isu yang panting bagi remaja. Berdasarkan teori tentang perkembangan remaja dan pentingnya peranan agama pada masa ini, maka kegiatan evaluasi akan membatasi diri pada siswa kelas III SMU, yang diasumsikan berada pada tahap perkembangan remaja dan telah mengenyam hampir tiga tahun masa pendidikan Agama Islam di SMU, selain juga ketika duduk di jenjang pendidikan sebelumnya Tujuannya adalah untuk melihat hasil belajar dari pelajaran tersebut dari segi afektif. Hasil helajar pelajaran Agama Islam berorientasi pada aspek afektif dan psilcomotor. Sementara Ruang lingkup pendidikan Agama Islam sendiri terdiri dari lima aspek, yakni: A] Qur'an, keimanan, ibadah, akhlak, dan tarik. Kegiatan evaluasi ini membatasi pada aspek materi keimanan akidah, karena keimanan adalah hal yang sangat penting bagi seorang muslim. Mengacu pada Surat Al-Furqan ayat 23, Shihab (1996) menyatakan bahwa amal baik yang dikerjakan tanpa dilandasi oleh iman adalah amal yang sia-sia. Keimanan yang merupakan karakteristik afelctif ini alcan dilihat perkembangan intemalisasinya pada siswa kelas Ill SMU dengan taksonomi hasil belajar domain afektif dari Krathwoh (1964, dalam Anderson & Bourke, 2000)l. Urutan taksonomi ini dari jenjang internalisasi yang paling rendah adalah: Receiving Responding Valuing Organization, dan Characrerizarion by value or value complex. Standar kompetensi pelajaran Agama Islam akan digunakan sebagai pembanding atau kriteria tercapai atau tidaknya tujuan belajar pelajaran Agama Islam di sekolah. Lfntuk ilu, Fathia Saripuspita, standar kompetensi ini diterjemahkan dan diklasifikasikan sebagai tahap Valuing dari Taksonomi Domain Afektif Krathwohl Berdasarkan Taksonomi Domain Afektif Krathwohl (1964, dalam Anderson & Bourke, 2000) dan cakupan materi keimanan dalam Agama Islam, evaluator mengembangkan alat ukur instrumen berupa kuesioner. Analisa hasil akan mendapatkan data mengenai tahapan setiap siswa, dan rata-rata tahapan siswa di sekolah tersebut. Siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMUN 8 Jakarta. Nilai rata-rata ini akan dibandingkan dengan kriteria yang dijadikan pembanding untuk menentukan apakah tujuan pendidikan Agama Islam di SMUN 8 Jakarta sudall tercapai atau belum. Analisa dari data yang didapat dari 198 orang siswa kelas [II SMUN 8 Jakarta yang mengambil jurusan IPA adalah bahwa tahapan yang mendapat persentase terbanyak adalah tahap Characterization by value or value complex, Responding dan Valuing dari domain afektif Krathwohl (1964, dalam Anderson & Bourke, 2000), Sementara itu, rata-rata siswa kelas III SMUN 8 Jakarta telah mengintemalisasi nilai keimanan Agarna Islam pada tahap Vahring, hal ini berarti bahwa tujuan pelajaran Agama Islam di SMUN 8 Jakarta telah dicapai oleh rata-rata siswa kelas III di sekolah Tersebut. Selain itu, penelitian ini juga memperlihatkan bahwa semua siswa mengakui penghayatan nilai keimanan Agama lslam mereka dipengaruhi oleh lebih dari satu agen. Oleh karena itu, tercapainya kompetensi dasar pelajaran Agama Islam dalam hal keimanan tidak hanya dipengaruhi oleh penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah tersebut. Banyaknya siswa yang mengintemalisasi nilai keimanan Agama Islam dengan baik, yakni pada tahap Characreriznrforr by valure dan Valuing, dapat dijelaskan oleh teori perkembangan remaja. Asumsi baiknya perkembangan kognitif siswa sekolah unggulan ini memungkinkan lebih memahami konsep ajaran Agama Islam dan memecahkan masalah yang mereka hadapi sehari-hari, termasuk masalah pencarian identitas diri. Kedekatan dengan teman yang penting pada masa ini membuat mereka memiliki teman berdiskusi yang bisa membantu mereka memeoahkan masalah krisis identitas mereka. Sementara itu, menurut teori perkembangan moral dari Kohlberg (1986, dalan Santrock, 2001) dan perkembangan perilaku religius dari Fowler (1996, dalan Santrock, 2001), remaja masih mengikuti aturan yang diberikan orang lain kepada mereka karena ingn memuaskan pihak lain atau menghindari pihak lain tidak menyulcai mereka. Penjelasan ini sejalan dengan tahapan sebagian besar siswa yang berada pada tahap Rexgporrdifrg. Sementara untuk mereka yang berada pada tahap Chraracretization dan Valuing, penjelasan mengenai karakteristik khusus siswa SMUN 8 Jakarta perlu ditambahkan. Sebagai sekolah unggulan siswa SMU ini juga dianggap lebih patuh kepada guru dan berdedikasi tinggi pada kegiatan akademis dibanding sekolah lain. Kecenderungan patuh dan dedikasi mereka ini bisa saja juga teljadi dalam hal mengikuti ajaran agama. Akibatnya diasumsikan siswa yang menginternalisasi nilai keimanan pada tahap Valuing dan Characterization, bisa saja mencapai tahap ini karena secara siap menerima nilai yang dikenakan pada mereka. Dengan kata lain mereka tidak melalui proses mempertanyakan ajaran ataupun ideologi. Kesimpulan yang dibuat dalam kegiatan evaluasi ini hanya didasarkan pada data kuesioner. Data tambahan masih dibutuhkan untuk mempertajam kesimpulan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Alwiyah Aljufri
"ABSTRAK
Globalisasi dunia membuat setiap individu berlomba untuk menjadi yang terbaik. Setiap orang berupaya mencapai keberhasilan dalam hidup. Para psikolog bersepakat bahwa 80% keberhasilan ditentukan oleh faktor kepribadian. Banyak faktor bisa diupayakan untuk membentuk kepribadian, di antaranya melalui pengembangan kecerdasan emosional dan pembentukan disiplin- termasuk disiplin shalat berjamaah.
Disiplin Shalat Berjama?ah adalah kedisiplinan melaksanakan suatu ibadah rutin yang dilakukan bersama-sama secara tetap dan tepat waktu dengan satu tujuan yaitu mendekatkan diri kepada Allah, yang dipimpin oleh satu imam. Kecerdasan Emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui suatu gejolak yang terjadi pada dirinya, serta orang-orang disekitarnya dan mampu mengatasi maupun mengelolanya sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut. Kepribadian adalah suatu kekhasan dalam setiap individu yang selalu berkembang dan berubah meliputi kerja tubuh dan fisik serta memainkan peranan aktif dalam tingkah laku individu itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar hubungan disiplin shalat berjama?ah dan kecerdasan emosional terhadap kepribadian di SMPIT YAPPA Kelurahan Bakti Jaya Kecamatan Sukma Jaya Depok
Penelitian ini lebih mengutamakan pendekatan kuantitatif dan manggunakan instrumen berupa kuesioner yang disebar luaskan pada 40 (empat puluh ) responden. Dengan menggunakan metode kuantitatif yaitu dengan tehnik analisis deskriptif yaitu analisis frekuensi, mean, realibilitas, korelasi product moment dan juga analisis regresi linier yang dianalisis melalui program SPSS 12.0 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian hipotesa diterima. Secara ringkasnya, hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hipotesa 1 ditolak, artinya tidak ada hubungan yang positif antara Disiplin Shalat Berjama?ah terhadap Kepribadian anak. Namun secara khusus, didapati hubungan positif aspek Disiplin Shalat terhadap pribadi tipe A.
2. Hipotesa 2 diterima, artinya ada hubungan yang positif antara Kecerdasan Emosional terhadap Kepribadian anak.
3. Hipotesa 3 diterima, artinya ada hubungan yang positif antara Disiplin Shalat Berjama?ah dan Kecerdasan Emosional terhadap Kepribadian anak.
Berdasarkan kesimpulan dan analisa yang telah ada penulis menyarankan kepada berbagai kalangan yang terkait untuk lebih menggalakkan program disiplin shalat berjama?ah dan peningkatan kecerdasan emosional bagi siswa sekolah menengah pertama. Karena dengan disiplin shalat berjama?ah, maka diharapkan siswa akan memiliki kepribadian yang lebih baik. Selain itu juga perlu ditingkatkan kecerdasan emosional, sehingga nantinya mereka akan menerapkan disiplin menjadi suatu kebiasaan.

ABSTRAK
In this world globalization, every person has to compete with other to be the best. Every person try to achieve successful in life. Psychologists agreed that personality contributes 80 percent of the factors that determine success. Many factor could conduct the personality, such improving emotional inteligence and also streghten the disciplines one of them is discipline doing grouping prayer.
Discipline doing gouping prayer is a discipline execute as a routine religious service which conducted and led by one Imam. Emotional Intelligence is an ability of someone to know a distortion that happened through himself and also people around him so he can overcome and also managing it; so that he earns to adapt to the environment. Personality is a specilication in each individual which always expand and change and also play role active in individual behavior.
This research use quantitative approach and spread questioners to 40 (forty) responder. This research also used descriptive analysis technique which includes frequency analysis, mean, reliabilities, correlation of product moment as well as analysis of regression linear. To analyze this research, the researcher used program SPSS 10.0 for Windows and content analysis technique.
Results of research indicate that part of hypothesizing can be accepted.
1. Hypothesizing 1 refused, its mean that there?s no relation between discipline doing grouping prayer to Personality. But peculiarly, discovered a positive relation between disciplines doing grouping prayer to personality A.
2. Hypothesizing 2 accepted, its mean that there is positive relation between emotional Intelligence to Personality
3. Hypothesizing 3 accepted. Its mean there is positive relation between Discipline doing grouping prayer and of emotional intelligence to Personality.
Pursuant to the analysis and conclusion, writer suggest to various relevant circle to be more embolden program of discipline doing grouping prayer and also improve the intelligence emotional among students. With that, expected students will have better personality."
2007
T17965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganefi Evita Syaftari
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Desmaliza
"Pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam yang tidak hanya berkembang di daerah pedesaan namun juga telah berkembang cukup fenomenal di daerah perkotaan. Tak mengherankan bila pesantren menjadi alternatif lembaga pendidikan yang banyak dipilih orang tua untuk anaknya agar dapat mempelajari ilmu agama sekaligus ilmu umum. Pendidikan di pesantren tak terlepas dan prestasi belajar santri sebagai ukuran keberhasilan selama beberapa periode tertentu belajar di pesantren. Kenyataannya, prestasi belajar santri secara umum belum memadai. Padahal, bila dilihat dari kondisi pesantren, maka seharusnya lingkungan pesantren sangat menunjang dalam membantu santri untuk berprestasi lebih baik. Karena itu, faktor iklim sekolah penting diteliti guna melihat lebih jauh hubungannya dengan peningkatan dan penurunan prestasi belajar santri di pesantren. Adapun self efficacy sebagai faktor internal juga dianggap penting karena merupakan mediasi pada diri santri untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) membuktikan apakah iklim sekolah sebagai faktor eksternal santri berhubungan dengan prestasi belajar santri di pesantren, 2) membuktikan apakah self-efficacy sebagai faktor internal santri berhubungan dengan prestasi belajar santri di pesantren dan 3) membuktikan bahwa apakah iklim sekolah dan self efcacy santri secara bersama-sama berhubungan dengan prestasi belajar santri di pesantren, serta 4) membuktikan apakah ada perbedaan prestasi belajar santri, iklim sekolah dan self efficacy antara santri putra dan santri putri.
Penelitian ini dilakukan terhadap 141 orang santri putra dan santri putri kelas II Tsanawiyah di pesantren Darunnajah. Alat ukur yang digunakan adalah skala iklim sekolah yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi afektif iklim sekolah dari Pintrich dan Schunk (1996). Skala self-efficacy disusun berdasarkan sumber-sumber self-efficacy dari Bandura (1986). Sementara prestasi belajar santri dilihat berdasarkan nilai raport Tsanawiyah kelas II semester tiga. Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik korelasi parsial, multiple regression dengan metode backward dan uji-t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua dari tiga dimensi iklim sekolah yaitu dimensi a sense of community and belongingness dan warmth and civility in personal relations memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar santri, sementara dimensi feelings of safety and security temyata tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar santri di pesantren. Selain itu, dimensi warmth and civility in personal relations memiliki hubungan yang signifikan namun negatif dengan prestasi belajar santri. Pada dimensi self efficacy, dimensi kinerja yang dicapai (enactive attainment) dan dimensi keadaan fisiologis (physiological state) ditemukan memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi belajar santri, sedangkan dimensi pengalaman orang lain (vicarious experience) ternyata memiliki hubungan yang negatif namun signifikan dengan prestasi belajar santri. Pada dimensi persuasi verbal (verbal persuasion) ditemukan tidak ada hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar santri. Dengan demikian, tidak semua variabel iklim sekolah dan self-efficacy secara bersama-sama berhubungan secara signifikan dengan prestasi belajar santri. Antara santri putra dan santri putri juga ditemukan perbedaan prestasi belajar dan iklim sekolahnya sedangkan pada self efficacy tidak ditemukan perbedaan sama sekali antara santri putra dan santri putri.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan untuk melakukan penelitian yang melibatkan subyek dari beberapa pesantren agar hasilnya dapat digeneralisir untuk populasi yang lebih luas. Saran utama yang diajukan kepada pengelola pesantren adalah memberikan perhatian pada penciptaan iklim sekolah yang positif dan membantu santri meningkatkan self-efficacy-nya guna mendorong meningkatnya prestasi belajar santri di pesantren."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>