Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Auliya Akbar
"Pendahuluan: Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif yang ditandai oleh kerusakan tulang rawan. Kemampuan regenerasi tulang rawan artikular yang terbatas menimbulkan tantangan dalam pengobatan. Eksosom sel punca mesenkimal (SPM) telah menunjukkan potensi regenerasi struktur tulang rawan pada studi-studi in vivo pada hewan kecil sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas injeksi intra-artikular eksosom SPM dari jaringan adiposa dan hyaluronic acid (HA) terhadap regenerasi tulang rawan model osteoartritis domba
Metode: Studi in vivo melibatkan 18 domba jantan yang diinduksi OA melalui menisektomi. Domba kemudian dirandomisasi dan dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan: Kelompok 1 (eksosom SPM adiposa + HA); Kelompok 2 (eksosom SPM adiposa); Kelompok 3 (HA). Pemeriksaan struktur dan mikrostruktur dilakukan 6 minggu pasca perlakuan. Penilaian mikroskopik menggunakan gambaran histologi dengan skor pineda, regenerasi tulang rawan dinilai dari pemeriksaan histokimia and immunohistokimia, dan pemeriksaan mikrotopografi dinilai dengan scanning electron microscope (SEM)
Hasil dan Diskusi: Regenerasi tulang rawan pada kelompok kombinasi eksosom SPM adiposa + HA memiliki area kartilago hialin yang lebih luas dibandingkan dengan eksosom SPM adiposa atau HA saja (40,38 ± 9,35 % vs 34,93 ± 2,32 vs 31,08 ± 3,47; p = 0,034) dan area fibrokartilago yang lebih sempit dibandingkan dengan eksosom SPM adiposa atau HA saja (13,06 ± 2,21 vs 18,67 ± 3,13 vs 28,14 ± 3,67; p = 0,037). Gambaran mikrotopografi didapatkan permukaan jaringan jauh lebih homogen dan memiliki permukaan yang lebih halus pada kelompok kombinasi eksosom SPM adiposa + HA dibandingkan kelompok eksosom SPM adiposa HA saja
Kesimpulan: Pada OA sendi lutut model domba yang mendapatkan injeksi kombinasi eksosom SPM jaringan adiposa + HA memiliki regenerasi tulang rawan yang lebih baik dibandingkan dengan injeksi eksosom SPM jaringan adiposa atau HA saja

Introduction: Osteoarthritis (OA) is a degenerative joint disease characterized by cartilage damage. The limited regenerative capability of articular cartilage poses a therapeutic challenge. Mesenchymal stem cell (MSC) exosomes have shown potential in regenerating cartilage structure in previous in vivo studies on small animals. This study aims to compare the effectiveness of intra-articular injections of adipose-derived MSC exosomes and hyaluronic acid (HA) on cartilage regeneration in a sheep osteoarthritis model.
Methods: This in vivo study involved 18 male sheep induced with OA through meniscectomy. The sheep were randomized and divided into three intervention groups: Group 1 (adipose MSC exosomes + HA), Group 2 (adipose MSC exosomes), and Group 3 (HA). Structural and microstructural assessments were conducted 6 weeks post-intervention. Microscopic evaluation using histological scoring with the Pineda score, cartilage regeneration assessment through histochemical and immunohistochemical examinations, and microtopographic examination using a scanning electron microscope (SEM) were performed.
Results and Discussion: Cartilage regeneration in the combination group of adipose MSC exosomes + HA exhibited a larger area of hyaline cartilage compared to adipose MSC exosomes or HA alone (40.38 ± 9.35% vs. 34.93 ± 2.32% vs. 31.08 ± 3.47%; p = 0.034) and a smaller area of fibrocartilage compared to adipose MSC exosomes or HA alone (13.06 ± 2.21% vs. 18.67 ± 3.13% vs. 28.14 ± 3.67%; p = 0.037). Microtopographic examination showed a much more homogeneous and smoother cartilage surface in the combination group of adipose MSC exosomes + HA compared to the adipose MSC exosomes or HA groups alone.
Conclusion: In a sheep knee OA model, intra-articular injection of a combination of adipose-derived MSC exosomes + HA can enhance cartilage regeneration compared to injections of adipose-derived MSC exosomes or HA alone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Verawaty Sibuea
"kegagalan hati. Organoid hati dapat digunakan sebagai bahan untuk BAL. Organoid hati merupakan rekonstruksi hati kultur 3D dari sel punca dan sel-sel lainnya yang menyerupai mikrostruktur hati in vivo dan memiliki fungsi hati. Organoid hati juga dapat digunakan untuk uji obat dan sebagai model unutk mempelajari penyakit hati.
Metode : Organoid hati pada penelitian ini direkonstruksi dari hepatosit, sel stelata hepatika (LX2), sel punca mesenkimal asal tali pusat (UC-MSCs), dan sel punca hematopoiesis asal darah tali pusat (UCB-CD34+). Hepatosit primer tikus, LX2, UC-MSCs dan UCB-CD34+ diko-kultur dalam 11 formulasi rasio selama 2 hari. Formulasi rasio yang membentuk sferoid dikultur dalam 4 medium kultur selama 5 hari, dipanen dan dilakukan analisa viabilitas. Rasio dengan viabilitas tertinggi merupakan rasio optimal dalam medium kultur optimal untuk rekonstruksi organoid hati. Rasio hepatosit : LX2 : UC-MSCs : UCB-CD34+ optimal 5 : 1 : 2 : 2 diko-kultur dalam medium kultur optimal Williams E yang disuplementasi dengan PRP, ITS dan dexamethasone selama 14 hari dan dilakukan analisa morfologi, fungsi hati dan potensi angiogenesis.
Hasil : Viabilitas organoid bertahan hingga hari ke-14 dan ekspresi protein albumin, ekspresi protein GOT dan ekspresi protein CD31 cukup stabil hingga hari ke-14. Ekspresi gen Albumin meningkat hingga hari ke-14 sedangkan ekspresi gen GOT menurun hingga hari ke-14. Sekresi urea menurun hingga hari ke-5 dan sekresi albumin menurun hingga hari ke-7.
Kesimpulan : Organoid hati ini direkonstruksi dari hepatosit primer, LX2, UC-MSCs, UCB-CD34+ dengan rasio optimal 5 : 1 : 2 : 2 dalam medium kultur optimal sederhana dan ekonomis Williams E yang disuplementasi PRP, ITS dan dexamethasone. Organoid hati ini dapat mempertahankan viabilitas dan fungsi hingga hari ke-14. Organoid hati penelitian ini dapat digunakan sebagai model untuk uji obat dan dapat dikembangkan untuk menjadi bahan BAL.

Introduction : Bioartificial Liver (BAL) is being developed to be an alternative therapy for liver failure. Liver organoids can be used as prototype material for BAL. Liver organoids are 3D cultured liver reconstructions of stem cells and other cells that resemble the liver microstructure in vivo and perform liver function. Liver organoids also can be used for drug testing and as a model for liver disease pathogenesis.
Methods : Liver organoids in this study were reconstructed from hepatocytes, hepatic stellate cells (LX2), human umbilical cord-mesenchymal stem cells (UC-MSCs), and human umbilical cord blood (UCB) hematopoiesis stem cells CD34+. Rat primary hepatocytes, LX2, UC-MSCs and UCB-CD34+ were co-cultured in 11 ratio formulations for two days. The ratio formed spheroid were cultured in four culture medium for five days, harvested and analyzed for viability. The ratio with the highest viability was the optimal ratio in the optimal culture medium for hepatic organoid reconstruction. The optimal ratio 5 : 1: 2 : 2 of Hepatocytes : LX2 : UC-MSCs : UCB-CD34+ was co-cultured in optimal culture medium Williams E supplemented with PRP, ITS and dexamethasone for 14 days and analyzed for morphology, liver function and angiogenesis potential.
Results : Liver organoids viability maintained until day 14 and albumin protein expression, GOT protein expression and CD31 protein expression were quite stable until day 14. Albumin gene expression increased until day 14, while GOT gene expression decreased until day 14. Urea secretion decreased until day 5 and albumin secretion decreased until day 7. Conclusion : These liver organoids were reconstructed from optimal ratio 5 : 1 : 2 : 2 of primary hepatocytes, LX2, UC-MSCs, UCB-CD34+ in simple and economical optimal culture medium Williams E supplemented by PRP, ITS and dexamethasone. These liver organoids maintained viability and liver function until day 14. These liver organoids can be used as a model for drug testing and can be developed to become a BAL material for future application.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyunia Likhayati S
"Latar belakang: Hati kelinci yang dideselularisasi sebagai perancah untuk kultur organoid hati telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam meningkatkan viabilitas dan fungsinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan organoid dari kokultur sel yang dapat mendukung fungsi hati. Pemanfaaatan perancah hati yang dideselularisasi untuk mempertahankan viabilitas dan fungsionalitas hepatosit dan mengevaluasi organoid hati manusia yang ditransplantasikan ke model hewan coba dan mengetahui respons yang dimediasi sel imun.
Metode: Sel hepatosit yang berasal dari iPSC manusia dikokultur dengan tiga sel lain untuk membentuk organoid hati. Delapan belas belas kelinci putih berusia 3 bulan digunakan dalam percobaan ini dan dibagi menjadi empat kelompok: Kelompok sham-operated (n = 3), kelompok ligasi duktus biliaris (n = 6), kelompok eksperimen dengan ligasi saluran empedu diikuti oleh transplantasi organoid hati (kelompok jangka pendek, (n=5); kelompok jangka panjang, (n=4).
Hasil: Pada penelitian ini dilakukan analisis survival menggunakan metode Kaplan-Meier (KM) untuk menentukan probabilitas kumulatif kelangsungan hidup dari kejadian kematian pada kedua kelompok dengan dan tanpa transplantasi organoid hati. Hasil tes log-rank menunjukkan bahwa kemungkinan bertahan hidup secara keseluruhan antara kedua kelompok yang menerima perlakuan berbeda. (p=0,003). Kelompok jangka pendek menunjukkan peningkatan fungsi hati seperti albumin, CYP3A, dan tingkat AST yang lebih rendah daripada kelompok jangka panjang. Hati kelompok jangka pendek menunjukkan tingkat deposisi kolagen yang lebih rendah.
Kesimpulan: Transplantasi organoid hati kokultur manusia dalam perancah hati yang dideselularisasi ke hewan yang diligasi duktus biliaris dapat mendukung kelangsungan hidup hewan dan fungsi hati untuk jangka pendek. Studi ini menyoroti potensi transplantasi organoid hati untuk mendukung fungsi hati jangka pendek. Namun, fungsi dan penolakan organoid hati dapat membatasi penggunaan pada jangka panjang.

Background: Decellularized native liver scaffolds as a platform for liver organoid culture have shown promising results in improving their viability and function. This research aims to develop cocultured liver organoids that can recapitulate liver functions, utilize a decellularized native liver scaffold to maintain the viability and functionality of hepatocytes and evaluate human liver organoids transplanted into animal models to support liver function in two periods categories and immune-mediated response.
Methods: The hepatocyte-like cells derived from the human iPSCs were cocultured with three other cells to form liver organoids. Eighteen 3-month-old New Zealand White Rabbits were used in the experiment, divided into four groups: A sham-operated group (n=3), a bile duct ligation group (n=6), an experimental group with biliary duct ligation followed by liver organoid transplantation (short-term group, n=5; long-term group, n=4).
Results: We performed a survival analysis using the Kaplan-Meier (KM) method to determine the cumulative probability of survival from death events in both groups with and without liver organoid transplantation. The log-rank test results indicated a notable variation in the overall likelihood of survival between the two groups receiving different treatments. (p=0.003). The short-term group exhibited improved liver functions such as albumin, CYP3A, and lower levels of AST than the long-term group. The livers of the short-term group showed lower levels of collagen deposition.
Conclusions: Transplanting human coculture liver organoids in decellularized native liver scaffold into bile duct ligated animals could support the animal's survival and hepatic function for the short term. This study highlights the potential of liver organoid transplantation for short-term liver support. However, the functionality and rejection of liver organoids may limit their long-term use.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Fiolin
"Perkapuran lutut (Osteoartritis Lutut / OA Lutut) merupakan penyakit peradangan pada sendi lutut progresif yang paling sering ditemui. Hingga saat ini, terapi OA lutut yang ada bersifat simtomatik dan belum ada terapi yang terbukti dapat meningkatkan regenerasi tulang rawan. Injeksi intra-artikular (IA) sel punca mesenkimal (SPM) disinyalir dapat meningkatkan regenerasi tulang rawan melalui efek parakrin dengan perantara mikro RNA (miRNA). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek terapi eksosom SPM adiposa pada OA serta peran miRNA. Penelitian ini merupakan studi in-vitro dan in-vivo yang pertama bertujuan untuk mengisolasi, karakterisasi serta evaluasi kandungan miRNA kondrogenesis pada eksosom SPM adiposa, sedangkan yang kedua bertujuan untuk mengevaluasi efek injeksi eksosom serta kombinasi asam hyaluronat (HA) pada model domba OA. Pada tahap in-vitro, studi ini telah berhasil mengisolasi eksosom SPM adiposa dengan karakter yang sesuai dengan ketentuan Minimal Information for Studies of Extra-Cellular Vesicles (MISEV) 2018, serta menemukan 3 miRNA (miR-140-3p, miR-27b-3p, miR-23a-3p) yang mengalami peningkatan ekspresi, serta 3 miRNA (miR485-5p, miR-218-5p, miR-31-5p) yang mengalami penurunan ekspresi pada injeksi eksosom SPM adiposa di jaringan. Secara in-vivo, ditemukan perbaikan klinis dengan penurunan skor Clinical Lameness Score (CLS), makroskopis dan mikroskopis dengan skor OARSI yang bermakna pada model domba OA setelah 3x pemberian eksosom SPM. Pada evaluasi lebih lanjut, ditemukan pemberian kombinasi eksosom dan HA memberikan efek regenerasi tulang rawan paling optimal, terlihat dari perbaikan skor klinis pada bulan kedua, mikroskopis dan makroskopis pada sisi tibia dibandingkan kelompok injeksi HA. Peningkatan regenerasi tulang rawan ini diperantarai oleh peningkatan ekspresi miR-140-3p, miR-27b-3p, miR-23a-3p dan penurunan ekspresi miR-485-5p, miR-218-5p, miR-31-5p melalui jalur proliferasi sel dan anti-apoptosis.

Knee osteoarthritis (Knee OA) is the most common inflammatory disease of the knee joint and is progressive in nature. Currently, existing knee OA therapies are symptomatic, and there is no proven therapy that can enhance cartilage regeneration. Mesenchymal stem cell (MSC) exosome injections are believed to enhance cartilage regeneration through paracrine effects mediated by microRNAs (miRNAs). This study aims to evaluate the effects of adipose mesenchymal stem cell (MSC) exosome therapy on OA and the role of miRNAs. This research consists of two parts: an in vitro and in vivo study. The first part aims to isolate, characterize, and evaluate the chondrogenic miRNA content of adipose MSC exosomes, while the second part aims to evaluate the effects of exosome injections and hyaluronic acid (HA) combination therapy in an OA sheep model. In the in vitro phase, adipose MSC exosomes were successfully isolated with characteristics conforming to the MISEV 2018 guidelines. Three miRNAs (miR 140-3p, 27b-3p, 23a3p) showed increased expression, while three miRNAs (miR 485-5p, 218-5p, 31-5p) showed decreased expression after adipose MSC exosome injections into the tissue. In the second phase, clinical improvement was observed with a decrease in Clinical Lameness Score (CLS) and significant macroscopic and microscopic improvements with OARSI scores in the OA sheep model after three administrations of adipose MSC exosomes. In the third phase, the combination of exosomes and HA therapy provided the most optimal cartilage regeneration effect, as evidenced by clinical, microscopic, and macroscopic improvements compared to the HA injection group. The combination of adipose MSC exosome injections 3 times and HA injections 2 times intra-articularly in the OA sheep model significantly demonstrated the best clinical, macroscopic, and microscopic outcomes within 6 weeks, mediated by chondrogenic miRNAs through cell proliferation and anti-apoptosis pathways."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihsan Oesman
"Pendahuluan: Efek hiperglikemik dan produk Advanced Glycation Endproduct (AGE) dari diabetes mellitus (DM) sering dikaitkan dengan komplikasi muskuloskeletal seperti neuropati perifer dan tendinopati Achilles pada regio pergelangan kaki. Hal ini beresiko menimbulkan efek lanjutan berupa perubahan struktur berjalan, kekakuan sendi hingga luka tukak telapak kaki. Tatalaksana tendinopati DM hingga saat ini terbatas pada pengurangan gejala lanjutan tanpa meningkatkan proses regenerasi tendon, sehingga dibutuhkan penelitian untuk menilai efek terapi dari sekretom dan eksosom SPM dalam hal perbaikan struktur tendon. Hal ini diwakili oleh penggunaan hewan coba tikus SD yang telah terinduksi menjadi tendinopati DM. Metode: Studi ini melibatkan fase studi pilot pertama, kedua, dan penelitian utama. Tikus SD diperoleh dan diberikan diet tinggi lemak (HFD) dan pemberian larutan fruktosa 55% selama delapan minggu. Diabetes diinduksi menggunakan injeksi streptozotocin (STZ) intraperitoneal berbagai dosis. Studi pilot pertama bertujuan untuk menentukan volume cairan yang dapat diinjeksikan ke area peritendon. Sementara itu, studi pilot kedua bertujuan untuk mengidentifikasi dosis STZ yang efektif. Dalam fase penelitian utama, tikus diabetes menerima injeksi lokal eksosom, sekretom, atau kombinasinya. Setelah perawatan, tikus dieutanasia, dan tendon Achilles dianalisis secara histopatologi dan imunohistokimia. Hasil dan Diskusi: Studi pilot pertama menyimpulkan bahwa 0,8 ml merupakan volume cairan optimal yang dapat diinjeksikan ke area peritendon. Sementara itu, studi pilot kedua menunjukkan bahwa setelah 8 minggu HFD, pemberian fruktosa, dan injeksi STZ, kelompok STZ 26 mg/kg memiliki kadar glukosa 220,54 ± 9,11 mg/dL, dan kelompok STZ 30mg/kg memiliki 213,88 ± 8,99 mg/dL dengan perbedaan paling signifikan dalam skor Bonar diamati di kelompok STZ 30mg/kg, hal ini menunjukkan keberhasilan induksi hewan coba. Pada penelitian utama setelah pemberian sekretom, eksosom, atau kombinasi, kadar TGF-β dan IL-6 dan skor Bonar tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar kelompok. Analisis pasca intervensi mengungkapkan perbedaan signifikan dalam kadar IL-6 dan Col-1, dimana pada kelompok perlakuan terdapat penurunan IL-6 yang signifikan pada hari ke-14 dan peningkatan Col-1 yang signifikan pada hari ke-21 dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi diet HFD, pemberian fruktosa, dan dosis injeksi STZ 30 mg/kg efektif menciptakan hewan model tendinopati DM. Skor Bonar yang tinggi pada kelompok STZ mengindikasikan kerusakan tendon signifikan. TGF-β dan IL-6 tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar kelompok, namun IL-6 meningkat pada hari ke-14 dan Col-1 pada hari ke-21 pada kelompok intervensi secara signifikan, menunjukkan potensi terapi eksosom dan sekretom pada penyembuhan tendon.

Introduction: The hyperglycemic effects and Advanced Glycation Endproduct (AGE) of diabetes mellitus (DM) are often associated with musculoskeletal complications such as peripheral neuropathy and Achilles tendinopathy in the region of the legs and ankles. It is one of the risks of developing advanced negative effects such as changes in walking structure, stiffness of the joints to ulcer wounds on the the ankle. The management of DM tendinopathy to date is limited to reducing advanced symptoms without enhancing tendon regeneration process, therefore, further research is needed to assess the therapeutic effects of MSC secretomes and exosomes in terms of tendon structure improvement. It is represented by the use of SD rats induced into DM
tendinopathy.
Methods: This study involves two pilot study phases and the main research. SD mice were obtained and given a high-fat diet (HFD) and given 55% fructose solution foreight weeks. Diabetes is induced by injection of streptozotocin (STZ). The first phase of the pilot study aims to determine the volume of liquid injected into the peritendon area, and the second phase aims to identify an effective dose of STZ to induce DM. In the main study, diabetic mice received local injections of exosomes, secretomes, or a combination of them. After treatment, the rats were euthanazied, and the Achilles tendon was analysed histopathologically and immunohistochemically.
Results and Discussion: The first pilot study concluded that 0.8 ml was the optimal fluid volume that could be injected into the peritendon area. Meanwhile, the second pilot study showed that after 8 weeks of HFD, fructose administration, and injection of STZ, the STZ 26 mg/kg group had a glucose level of 220.54 ± 9.11 mg/dL, and the STZ 30 mg/kg group had 213.88 ± 8.99 mg/dL with the most significant difference in Bonar score was observed in the STZ 30mg/kg group, this indicates successful induction of experimental animals. In the main study after administering secretome, exosome, or a combination of the two, the levels of TGF-β and IL-6 and the Bonar score did not show significant differences between groups. Post-intervention analysis revealed significant differences in IL-6 and Col-1 levels, in which the treatment group there was a significant decrease in IL-6 on day 14 and a significant increase in Col-1 on day 21 compared to the control group.
Conclusion: This study shows that a combination of HFD, fructose administration, and STZ 30mg/kg are effective in creating animal model for diabetic Achilles tendinopathy. A high Bonar score in the STZ group indicates significant tendon damage. TGF-β and IL-6 did not show significant differences between the groups, but IL-6 increased on day 14 and Col-1 on day 21 in the intervention groups significantly, indicating the potential for exosome and secretome therapy on tendon healing.
Keyword: diabetic Achilles tendinopathy, Sprague Dawley rats, exosome and secretome combination, bone marrow mesenchymal stem cel
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Radithya Boedijono
"Diabetes melitus (DM) menyebabkan gangguan saraf autonom, sensorik, dan motorik, terutama di kaki dan pergelangan kaki yang menyebabkan perubahan postur kaki dan deformitas. Artritis pergelangan kaki penyandang DM mengakibatkan gangguan fungsional sehingga artrodesis merupakan suatu opsi tata laksana pembedahan. Sayangnya, gangguan metabolik DM mengakibatkan komplikasi yang tak jarang yakni non-union. Terapi sel dan derivatnya merupakan opsi terapi regeneratif untuk meningkatkan kesembuhan tulang.
Pembuatan model artritis hewan DM dengan injeksi streptozotosin (STZ), diet tinggi lemak (HFD), dan injeksi complete freud adjuvant (CFA) dilanjutkan studi eksperimental in vivo dengan fokus hasil augmentasi fusi dengan granul hidroksiapatit (HA), sel punca mesenkimal asal tali pusat (SPM-TP), dan sekretom jaringan adiposa (JA). Sebanyak 16 sampel kaki dibagi menjadi 3 kelompok: kontrol negatif (kelompok 1), kontrol positif yang diberikan autologous bone graft (kelompok 2), dan perlakuan yang diberikan HA, SPM-TP, dan sekretom-JA (kelompok 3). Dilakukan evaluasi parameter klinis, radiologis, profil histomorfometris, dan ekspresi biomarker di subjek model artritis DM tikus Sprague Dawley (SD).
Status DM tercapai setelah induksi STZ dengan rerata kadar glukosa 421 ± 27,16 mg/dL. Kelompok artritis menunjukkan perubahan diameter ankle yang bermakna dibanding kontrol serta perubahan radiologis sendi pergelangan kaki. Artritis berat (skor 3) ditemukan di mayoritas (80%) sampel kelompok 1 yang merupakan kontrol negatif (hanya induksi DM). Kelompok perlakuan menunjukkan skor artritis terendah serta osifikasi di sisi anterior tibiotalar. Terdapat perbedaan bermakna osteokalsin (p = 0,017) dan gen chordin (p = 0,003) antara ketiga kelompok.
Simpulan: Model artritis DM pada tikus SD berhasil dibuat dengan injeksi STZ dan HFD serta induksi artritis kronik dengan injeksi CFA di sendi pergelangan kaki selama 4 minggu. Pemberian SPM-TP, sekretom JA, dan granul HA menunjukkan skor artritis yang lebih rendah. Namun, pemberian ketiga bahan tersebut tidak menghasilkan gambaran fusi yang lebih baik, serta tidak meningkatkan kadar osteokalsin, namun menghasilkan jumlah chordin (protein inhibisi BMP) yang lebih kecil dibandingkan baku standar.

Diabetes mellitus (DM) can cause disturbances in the autonomic, sensory, and motor nerves, particularly in the feet and ankles, eventually leading to changes in foot posture and specific deformities. The advancement of management using stem cells and their secretome has shown promising outcomes. A model of DM arthritis can be created by inducing experimental animals with streptozotocin (STZ). In the DM arthritis model, the evaluation of ankle arthrodesis augmented with umbilical cord mesenchymal stem cell (MSC-Uc) and adipose tissue secretome (Secretome-AD) can be carried out to observe the existing outcomes.
This study is divided into two stages wherein the first stage involves creating an arthritis model in DM animals. The study utilizes a pretest-posttest design to measure clinical and laboratory parameters before and after treatment. Subsequently, the second stage involves an in vivo experimental study focusing on the outcomes of fusion augmentation with MSC-Uc, secretom-AD, and HA granule. The second stage of the study includes assessments using single-blinding methods for clinical, radiological, histomorphometric profile, and biomarker expression in the SD rat model of DM arthritis.
DM status was achieved after STZ injection, with an average glucose level of 421 ± 27.16 mg/dL. The final diameter averages in groups 1 – 3, which were not induced with arthritis (9.64 ± 0.49 mm), significantly differed from group 4 (12.50 ± 0.87 mm, p = 0.003) and 5 (11.85 ± 0.74 mm, p = 0.037). The arthritis groups showed radiological changes in the ankle joint. After modeling, there was a significant increase in fasting blood glucose compared to pre-modeling measurements. Severe arthritis (score 3) was found in the majority (80%) of samples in group 1, which served as the negative control (DM induction only). Anova test results for the IHC parameter showed significant differences (p = 0.017) in osteocalcin and chordin gene (p = 0.003) among the three groups.
Conclusion: A model of DM arthritis in SD rats was successfully created by STZ and HFD induction, followed by the induction of chronic arthritis with CFA injection in the ankle joint for 4 weeks. The administration of MSC-Uc, secretome-AD, and HA granule indicated lower arthritis scores. However, the administration of these three substances did not produce a better fusion picture, nor did it increase osteocalcin levels, but it resulted in a smaller amount of chordin (BMP inhibition protein) compared to the standard.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library