Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Sherley Ika Christanti
"Kampung Pelangi adalah salah satu dari trend mendandani kampung di tengah kota untuk dipamerkan sekaligus meningkatkan taraf hidup dan membantu masyarakat mengembangkan potensi pada kampung tersebut. Bagian ruang publik dari Kampung di cat warna warni untuk mengundang wisatawan datang dan berfoto disana, menyebabkan kampung kota menjadi suatu objek tontonan (spectacle) bagi kalayak umum. Spectacle berarti situasi unik, menarik atau tidak biasa yang menarik perhatian banyak orang. Di dalam spectacle tercipta dua realitas dalam ruang/chora, yang dipertontonkan, dan realitas yang ingin disembunyikan dibaliknya. Aktor warga kampung dan pemerintah berlaga di dalam setting warna-warni kampung dan khalayak umum memberikan nilai terhadap spectacle melalui media. Riset ini mendiskusikan sejauh mana makna spectacle yang di ciptakan pada renovasi Kampung Pelangi di Semarang. Metode penelitian didapatkan dengan mengkonstruksikan pemahaman mengenai spectacle dan proses pembentukan ruang/chora, kemudian mencari makna dari ruang-ruang yang diciptakan melalui image yang tersebar di media maupun yang didapatkan ketika penelitian di tempat. Makna yang muncul dari image Kampung Pelangi, hanya sekedar kosmetik di luar saja sehingga chora yang tercipta tidak selaras dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini menyebabkan spectacle Kampung Pelangi hanya bertahan selama beberapa tahun saja setelah aktor pemerintah dan media menarik diri.
Kampung Pelangi is one of the trends of dressing up a village in the middle of the city to be exhibited while improving living standards and helping people develop the potential of the village. Part of the public space of the village is painted in colorful colors to invite tourists to come and take pictures there, causing the urban village to become a spectacle object for the general public. A spectacle means a unique, interesting, or unusual situation that attracts the attention of many people. In the spectacle, there are two realities in space/chora, which are displayed, and the reality that you want to hide behind them. Villagers and government actors competed in colorful village settings and the general public gave value to the spectacle through the media. This research discusses the extent to which the meaning of the spectacle was created in the renovation of Kampung Pelangi in Semarang. The research method is obtained by constructing an understanding of the spectacle and the process of forming space/chora, then looking for meaning from the spaces created through images spread in the media or those obtained during on-site research. The meaning that emerges from the image of Kampung Pelangi is only cosmetic on the outside so the chora that is created is not in harmony with the needs of the community. This caused the Kampung Pelangi spectacle to only last for a few years after the government and media actors withdrew."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rezqi Vebra Youza
"Penelitian ini mencoba untuk mengungkap fenomena alienasi di Kota Lama Padang, sebuah kawasan yang kaya dengan warisan kolonialisme namun kini terbengkalai. Menggunakan teori alienasi Karl Marx dan produksi ruang Henri Lefebvre, penelitian ini menganalisis bagaimana arsitektur kolonial yang megah kini menjadi simbol keterasingan (alienasi). Kota Padang, yang dulunya menjadi pusat kejayaan kolonial Belanda, kini dipenuhi bangunan bersejarah yang tidak terawat dan terlupakan. Studi ini menggali perjalanan Kota Padang dari masa awal pembentukannya hingga masa kolonial, menyoroti bagaimana ruang-ruang tersebut pernah menjadi simbol kekuasaan dan dominasi. Penelitian ini mengeksplorasi faktor-faktor yang menyebabkan bangunan-bangunan kolonial mengalami keterasingan, berubah menjadi objek yang terbengkalai.
This study reveals the phenomenon of alienation in Kota Lama Padang (the Old Town of Padang), an area rich in colonial heritage that has now become neglected. Utilizing Karl Marx's theory of alienation and Henri Lefebvre's theory of the production of space, this research analyses how the once grand colonial architecture has become a symbol of alienation. Padang, formerly a centre of colonial glory for the Dutch, is now filled with historic buildings that are poorly maintained and forgotten. This study traces Padang's journey from its early formation to the colonial period, highlighting how these spaces once symbolised power and domination. This research explores the factors that have caused colonial buildings to experience alienation, transforming them into neglected objects."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sarah Khansha Suhada
"Rumah gadang dan perkembangannya merupakan sebuah ekspresi material dari adat Minangkabau yang berlandaskan pada falsafah “Alam terkembang jadi guru” yang mereka anut di sepanjang kehidupannya. Falsafah ini menjadi pedoman dalam memahami perkembangan ruang domestik yang menekankan bagaimana keterhubungan antara ruang domestik dan kebiasaan sosiokultural yang dianut. Namun karena pergeseran zaman, terjadi perubahan yang sebenarnya dapat merujuk kepada sebuah representasi yang baru. Pergeseran ini karena adanya penyesuaian dengan berbagai kepentingan, nilai, dan cara kehidupan masyarakat lokal saat ini. Tentunya konfigurasi ruang domestik tersebut bertransformasi, menjadi berbeda dengan yang sebelumnya. Penelitian ini memilih salah satu wilayah yang terletak di “Alam Minangkabau” atau the heartland of the Minangkabau world, yang dinamai Luhak Nan Tigo (Tanah Latar, Agam, dan Lima Puluh Koto) yaitu Nagari Taram, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota.
Rumah Gadang and its evolution are a true embodiment of Minangkabau customs based on the philosophy of "Alam terkembang jadi guru," which they embrace throughout their lives. This concept serves as a framework for analyzing the evolution of domestic space, emphasizing how the relationship between domestic space and sociocultural practices is accepted. However, due to the changing times, there has been a change that can actually refer to a new representation. This transformation is the result of adaptations to local people's present interests, values, and ways of life. Of course, the domestic space configuration is transformed to be different from the previous one. This research focused on Nagari Taram, Harau District, Limapuluh Kota Regency, which is located in "Alam Minangkabau," or the heartland of the Minangkabau world."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Khusnul Hanifati
"Tesis ini berfokus pada representasi rumah kolonial sebagai sarana penciptaan identitas kolonial Belanda di bekas jajahan Belanda di Indonesia (Hindia Belanda) di awal abad ke-20. Tesis ini menganalisis tatanan atau struktur sosial masyarakat kolonial Belanda yang terkait dengan ruang domestik, gambaran ideal rumah, serta domestisitas kolonial dalam rumah tangga untuk menganalisis kinerja Eropa dalam praktik pemmbuatan ruang domestik. Dapur dipilih menjadi fokus utama pembahasan karena ruang ini merupakan titik temu anatara masyarakat kolonial dan pribumi, merepresentasikan pertemuan budaya sekaligus menggambarkan hirarki dalam pola tatanan ruang dalam rumah tangga. Sumber analisis subjek penelitian berasal dari manual rumah tangga, gambar arsitektur, memoir dan foto. Tesis ini berpendapat bahwa penataan spasial pada rumah tangga kolonial berhubungan dengan relasi dinamis praktek budaya antara kolonial dan pribumi. Menariknya pemisahan spasial yang dilakukan dalam ruang domestik, yakni dapur, menciptakan kontradiksi dimana percampuran budaya seperti penggunaan alat-alat dapur tradisional, kebutuhan masyarakat kolonial akan kehadiran pekerja domestik pribumi dan budaya rijstaffel justru hadir di dalamnya.
This thesis focuses on the representation of the colonial house as a means of creating a Dutch colonial identity in the former Dutch colony in Indonesia (the Dutch East Indies) in the early 20th century. This thesis analyzes the social order or structure of the Dutch colonial society concerning the domestic space, the ideal picture of the house, and the colonial domesticity in the household to analyze the European performance in the practice of making domestic space. The kitchen was chosen to be the main focus of the discussion because this space was the meeting point between colonial and pribumi societies, representing cultural encounters as well as depicting hierarchy in the spatial arrangement in the household. Sources of analysis for research subjects came from household manuals, architectural drawings, memoirs, and photographs. This thesis argues that the spatial arrangement of colonial households is related to the dynamic relations of cultural practices between colonials and natives. Interestingly, the spatial separation carried out in the domestic space, namely the kitchen, created a contradiction in which a mixture of cultures such as the use of traditional kitchen utensils, the colonial community's need for the presence of native domestic workers, and the rijstaffel culture were present in it."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library