Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 340 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anakotta-Hallatu, Margie
"Masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin hari semakin mendapat tantangan yang berat, baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif, sementara biaya kesehatannya sendiri relatif kecil. Dengan adanya krisis ekonomi memberi dampak juga dalam pembiayaan sektor kesehatan termasuk Rumah Sakit. Dilema yang dihadapi Rumah Sakit disatu pihak dengan segala keterbatasan dana, Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu dengan biaya yang terjangkau. Untuk meningkatkan upaya pelayanan kesehatan tersebut maka Rumah Sakit harus dikelola dengan baik terutama manajemen keuangannya.
Masalah manajemen keuangan khususnya piutang pasien merupakan salah satu masalah yang sering dijumpai di Rumah Sakit. Dari data laporan keuangan yang diperoleh dari tahun 1996 sampai dengan tahun 1999 menunjukkan bahwa ada kecenderungan piutang pasien meningkat dalam nilai nominal dimana terlihat jumlahnya 4 kali Iebih besar dari tahun-tahun sebelumnya dan secara persentase telah mencapai 28 % dari total pendapatan Rumah Sakit di tahun 1999. Bila persentase terus meningkat, Rumah Sakit akan kekurangan modal kerja yang menyebabkan terhambatnya operasional Rumah Sakit
Penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran penyebab besarnya saldo piutang pasien rawat inap dengan jaminan pribadi di Rumah Sakit Tebet dengan pendekatan pada sistem yaitu : Input, Proses dan Output. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan melakukan pengamatan langsung dan wawancara secara mendalam.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyebab besarnya saldo piutang jaminan pribadi yang berhubungan dengan penatalaksanaan manejemen piutang yaitu manajemen piutang khususnya piutang bayar sendiri belum merupakan prioritas untuk mendapat perhatian dari pihak manajemen, sistem komputerisasi yang belum terpadu, lemahnya sistem penagihan, serta informasi kharakteristik pasien yang belum digali secara mendalam.
Saran-saran yang dapat diberikan adalah penetapan prosedur/kebijakan secara tertulis untuk meningkatkan penagihan dan pengawasan, sistem komputerisasi secara terpadu dengan unit-unit yang terkait serta bagi pihak manajemen untuk memprioritaskan juga manajemen piutang khusus piutang bayar sendiri.

Analysis of account receivable management administration of hospitalize patient with the private guarantee, at the Tebet Hospital by the year of 2000.The medical expense problem of health in Indonesia has been faced the challenges today. The problems increased from the quantity or quality sides, while the health expences itself so little. The economic crisis which happened in Indonesia has been given the big effect on health expences including the hospital services. The dilema between hospital and the fund put them into a problem on how to give a better services with a low cost. To overcome hat target, the hospital must be work out in a better ways, especially in its financial management.
The financial management problem, especially the patient's account receivable is one of the all problems which could found in Hospital everyday. The financial report which been taken from the 1996 to 1999 data, shows that there is an inclination of the patient's claims which become increased in a nominal value, where the total ammount are 4 times bigger than the years before and in a percentace value it became 28 % of the total income of hospital in 1999. If the percentace become more and more bigger , the hospital will losing its investment and would have an effect on a hospital operation.
This analysis purporting to have a picture of the source problem which have been increased the patient account receivable balance of the hospitalize patient with the private guarantee at Tebet Hospital through the approaching system, which are : Input, process and output. This thesis has analitic description way through the observation and an interview source on the spot.
From the analyses of the all documents and files , we can say that the source problem of the wide ballances of private guarantee account receivable which deal with account receivable management administration is that account receivable management, especially self-payable account receivable , never be a priority focused of management unit, and disholistic computerised system,weakly creditor system, and undeeper analyze system of patient's caracteristic.
The sugestions could be given here are, Human Resource build up, the resulation of the procedure writtenly to increase the creditor system and control, also the holistic computerised system through all units in charge and the management unit itself to put in a priority that account receivable management.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea S. Susanto
"Industri jasa kesehatan saat ini berkembang pesat termasuk laboratorium klinik. Dengan jumlah kompetitior yang terus meningkat, laboratorium klinik menghadapi persaingan yang ketat. Laboratorium klinik membutuhkan suatu rencana strategis untuk mengetahui posisinya serta menyusun langkah-langkah yang tepat untuk mencapai tujuannya.
Laboratorium Klinik XYZ sebagai bagian dari industri jasa kesehatan juga mengalami persaingan yang ketat. Dengan didapatkannya strategi yang tepat, Laboratorium Klinik XYZ dapat terus eksis.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan formulasi rencana strategi yang tepat dan dapat dilaksanakan dalam mengantisipasi terjadinya perubahan lingkungan eksternal Laboratorium Klinik XYZ.
Penelitian ini menggunakan penelitian operasional (operational research) memakai analisis deskriptif dengan pendekatan kualitalif dan kuantitatitif.
Sebagai hasil penelitian didapat posisi Laboratorium Kiinik XYZ yaitu di Kuadran 2 (Internal Fix-it Quadranz) dengan memakai TOWS Matrix, Kuadran Konsrrvatif dengan memakai SPACE Matrix, Sei V (Hold and Maintain) dengan memakai IE Matrix dan Kuadranl dengan memakai GRAND Matrix. Setelah melakukan matching strategi, didapatkan strategi pengembangan produk.
Alternatif-alternatif strategi yanng diusulkan kemudian dibuat skala prioritas memakai Qsm dengan hasil sebagai berikut:
  1. Penambahan alal penunjang canggih PCR
  2. Meningkatkan pelayanan paket medical check-up dengan menambah ketenagaan dokter ahli THT full time dan dokter gigi part time.
  3. Pengembangan Sistem Informasi Laboratorium klinik supaya program online dengan alat dan hasil menjadi lebih cepat
  4. Meningkatkan pelayanan defagan memberikan hasil laboratorium melalui email
Dengan mengimplementasikan strategi penambahan alat penunjang canggih PCR dan memperbaiki kelemahan-kelemahan internal yang ada diharapkan Laboratorium Klinik XYZ dapat mencapai tujuannya.

Nowadays health services industry is rapidly growing including clinical rsbomwry. with me number ofeompeuwrs that me increasing, ermieu raboraory new tight competition. Clinical laboratory needs a strategic planning to recognize its position as well as develop accurate steps in oder to fulllill its goals.
XYZ Clinical Laboratory as part of the health services industry also faces tight competition. By acquiring an accurate strategy, XYZ Clinical Laboratory may continue to exist.
This research has an objective to acquire the accurately formulated strategic planning and can implement it in order to anticipate exstcmal environment changes of XYZ Clinical Laboratory.
This research uses an operational reseach based on descriptive analysis with qualitative and quantitative approach.
As for the research result, XYZ Clinical Laboratory’s position was discovered as follows: Second Quadrant (internal Fix-it Quadrant) using TGWS lviatix, Conservative Quadrant using SPACE Matrix, Fitlh Cell (Hold and Maintain) with IE Matrix and First Quadrant using GRAND Matrix.
Alter performing strategy matching, product development strategy is acquired. Strategic alternatives that were proposed then were made into priority scale using QSPM with the following results:
  1. Addition of PCR equipment
  2. Improve the medical check-up package service by adding full time ENT doctors and part time dentists
  3. Development ofclinical laboratory lnformation System a to the program can connect with the equipment thus results can be expedited
  4. Improve services by giving laboratory results through email
By implementing the strategy of adding PCR equipment and fixing the existing intenal weaknesses, it is hoped that XYZ Clinical Laboratory can achieve its objectives.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T33883
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia
"Tahun 2013, Program Jamkesda menambah jumlah peserta dari 183.791 menjadi 280.974 dan memberlakuan kerjasama dengan 16 rumah sakit di luar Kota Depok. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor penentu pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh peserta Jamkesda di Kota Depok. Desan penelitian adalah cross sectional dengan sampel 107 orang yang dipilih viiipurposive dari populasi 183.791 orang. Variabel dianalisis dengan analisis bivariat. Berdasarkan analisis diketahui bahwa utilisasi secara langsung dipengaruhi aksesibilitas (biaya, jarak, waktu ke fasilitas kesehatan) dan nilai pengetahuan. Agar utilisasi lebih baik, promosi kesehatan, mempermudah aksesibilitas penting untuk dilakukan.

Since 2013, Jamkesda added extra participant from 183.791 to 28.974 and started contract sixteen hospitals outside the City of Depok. Purpose of this study is to determine most significant factor of the health care facility?s utilization by participants of Jamkesda Depok in 2014. With cross sectional design study, this study selected 107 respondent purposively from the population. To analyze variables, this study used logistic regression prediction model. Results showed utilization determined by accessibilities (cost, distance, and time to nearest health care facility) and knowledge score. Better utilization can be achieved with promotion and facilitation for accessibilities."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S56135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sentari Shela Hapsari
"ABSTRACT
Proses pengembalian rekam medis pasien rawat jalan di RSUP Fatmawati masih belum optimal, ditunjukan dengan penyelenggaraan yang belum sesuai dengan peraturan, masih ada rekam medis yang terlambat, bahkan tidak kembali dari Instalasi Rawat Jalan IRJ ke Instalasi Rekam Medis dan Pusat Data Informasi IRMPDI pada hari dimana rekam medis digunakan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis proses pengembalian rekam medis pasien rawat jalan dari IRJ ke IRMPDI dengan pendekatan lean six sigma. Jenis penelitian ini adalah operational research, dengan desain penelitian kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian digambarkan dengan value stream mapping yang memperlihatkan lead time proses pengembalian rekam medis pasien rawat jalan selama 183,09 menit dengan value added 41,55 menit 22,7 dan non value added 141,54 menit 77,3, proses paling lama terjadi pada langkah pengembalian rekam medis dari IRJ ke IRMPDI karena menunggu petugas IRMPDI mengambil rekam medis. Waste paling besar yaitu waste waiting sebesar 124,16 menit atau 87,72 dari total seluruh waste yang ditemukan. Berdasarkan analisis fishbone diagram diketahui bahwa akar penyebab masalah paling banyak berasal dari kategori man. Berdasarkan analisis tersebut diberikan usulan berupa pembuatan standarisasi kerja, penghitungan beban kerja, melakukan rapat koordinasi, membagi pekerjaan ke dalam periode waktu tertentu heijunka, dan meningkatkan pengawasan.

ABSTRACT
The process of returning outpatient medical records at RSUP Fatmawati is not optimal enough, indicated by the process is not in accordance with existing regulations, medical records are late, and not returned from Outpatient Installation IRJ to Installation of Medical Record and Information Data Center IRMPDI at the same day when it used. The aim of this research is to get analysis result of outpatient medical records return process from IRJ to IRMPDI using lean six sigma approach. This research is operational research type that use quantity and quality design. The results of this research were described with the value stream mapping that showed lead time of outpatient medical records return process for 183,09 minutes, with value added 41,55 minutes 22,7 and non value added 141,54 minutes 77,3, the longest process occurs on returning of medical record form IRJ to IRMPDI due to the waiting of IRMPDI officers to take medical records. The biggest waste is waiting for amount of 124,16 minutes 87,72 of the total waste. Based on fishbone diagram analysis it is known that the root cause of medical record problem mostly comes from man category. Based on that analysis, an improvement proposal will be given as the following development of work standarization, workload calculation, coordination meeting, devide the work into a certain period of time implementation of heijunka, and improvement of supervision. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Masfupah
"Instalasi Gawat Darurat IGD memberikan pelayanan yang cepat dan tepat untuk mencegah kondisi kesehatan pasien memburuk dan mencegah kematian dan kecacatan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisa patient flow dengan menggunakan pendekatan Lean Six Sigma. Desain penelitian ini adalah analisa kualitatif dan kuantitatif dengan kerangka acuan DMAI Define, Measure, Analyze, dan Improve. Observasi dilakukan dengan teknik Time Motion Studies mulai dari pasien datang sampai perawat melakukan serah terima pasien diruang rawat inap yang dibagi menjadi4 cycle respon time dokter, waktu observasi, boarding dan transfer pasien, wawancara mendalam, telaah dokumen.
Hasil penelitian dari 30 pasien rata-rata respon time dokter pada pasien level II adalah 35 menit 5 detik, dan pada pasien level III selama 43 menit 4detik. Total Lead time 6 Jam 56 menit 08 detik. Hasil identifikasi value stream mappingdari 4 cycle didapatkan respon time dokter membutuhkan waktu 00:46:38, Waktu Observasi 01:29:47, Waktu Boarding 04:17:02 dan transfer pasien 00:22:42. ProporsiNon value Added secara keseluruhan adalah 84.95 dan Value added sebesar 15,05, dengan total waste selama 05:53:29 detik.
Hasil analisis Five Whys menunjukan adanya bottleneck di boarding pada proses kegiatan pencarian dan penempatan kamar 2:45:04 dengan penyebab yaitu ketersediaan kamar, sistem waiting list karena menunggu pasien pulang, pasien asuransi atau rencana pulang, kebijakan beset kamar, sistem pencarian kamar di Front Office dan kebijakan titip kamar. Upaya penerapan Lean Six Sigma diharapkan dapat memperbaiki kinerja di IGD, selain menghilangkan waste dan memaksimalkan nilai valu-added, mengetahui akar masalah, perbaikan kualitas dan peningkatan efisiensi kinerja secara terus menerus.

Emergency Departement provides fast and precise services to prevent the patient 39s deteriorating health condition and prevent death and disability. This study aimed to analyze patient flow by using Lean Six Sigma approach. The design of this research are qualitative and quantitative analysis with reference framework DMAI Define, Measure, Analyze, and Improve. Observation was conducted with Time Motion Studies technique from patient arriving until nurse performed patient handover in in patient room which was divided into 4 cycles doctor respontime, observation time, boarding and patient transfer, in depth interview, study document.
Research result from 30 patients on average the physician 39s response time at patient level II was 35 minutes 5seconds, and in the patient 39s level III for 43 minutes 4 seconds. Total Lead time 6 Hours56 mins 08 sec. Identification result of value stream mapping from 4 cycle got doctor time response time 00 46 38, Observation Time 01 29 47, Boarding Time 04 17 02 and patient transfer 00 22 42. Proportion of Non value added as a whole is 84.95 and Value added of 15.05, with total waste for 05 53 29 sec.
Five Whys analysis results showed that there are a bottleneck in the process of searching and placing the room 2 45 04 with the cause of room availability, waiting list system waiting for the patientto go home, insurance patient or return plan, room beset policy, in the Front Office androom care policies. We suggest to apply Lean Six Sigma to improve performance in theER, in addition to eliminating waste and maximizing the value valu added, knowingthe root of the problem, quality improvement and continuous improvement inperformance efficiency.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rendra Fariadi
"Persediaan farmasi harus dikelola dengan baik untuk kelancaran pelayanan dan keuangan rumah sakit. Pengelolaan sedian farmasi rumah sakit dimulai dari alur perencanaan dan pengadaan obat-obatan di rumah sakit. Sistem perencaanaan yang tepat dibutuhkan untuk pengelolaan perencaan dan persediaan di rumah sakit agar efisiensi dalam proses pengadaan obat dapat tercapai. RS Hermina Medan melakukan perubahan dalam sistem perencaan obat-obatan dari awalnya menggunakan sistem min-max menjadi sistem pareto. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat efisiensi terhadap kedua sistem tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan riset operasional terhadap sampel obat hasil analisis ABC dan menggabungkan metode kualitatif. Hasil analisis ABC berdasarkan nilai pemakaian selama Agustus dan September 2023 diperoleh obat kategori A mewakili 80% dari total nilai persedian obat JKN di Instalasi Farmasi. Hasil penelitian menunjukan dengan membandingkan perhitungan untuk perencanaan pengadaan obat kategori A dengan sistem pareto dan min-max didapatkan total inventory cost lebih rendah dengan menggunakan sistem min-max. Namun, rencana pengadaan dengan sistem min-max dapat lebih baik apabila perhitungan pemakaian obat di kontrol secara rutin dan proses perencanaan pengadaan dibantu oleh sistem informasi yang lebih baik. Penelitian diharapkan dapat dilanjutkan dengan waktu yang lebih panjang agar penilaian inventory cost dapat lebih akurat.

Pharmaceutical supplies must be managed well for the smooth running of hospital services and finances. Management of hospital pharmaceutical supplies starts from the flow of planning and procurement of medicines in the hospital. An appropriate planning system is needed for managing planning and supplies in hospitals so that efficiency in the drug procurement process can be achieved. Hermina Medan Hospital made changes to its medicine planning system from initially using a min-max system to a Pareto system. This research aims to compare the level of efficiency of the two systems. This research was conducted using operational research on drug samples resulting from ABC analysis and combining qualitative methods. The results of ABC analysis based on usage values ​​during August and September 2023 showed that category A drugs represent 80% of the total value of UHC drug supplies in pharmacy installations. The research results show that by comparing calculations for planning the procurement of category A drugs using the Pareto and min-max systems, the total inventory cost is lower using the min-max system. Procurement planning using a min-max system can be better if the calculation of drug use is routinely controlled and the procurement planning process is assisted by a better information system. It is hoped that the research can be continued for a longer period so that inventory cost assessments can be more accurate."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Agustijani
"Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah sarana kesehatan terdepan yang memberi pelayanan kesehatan termasuk gizi kepada masyarakat. Upaya perbaikan gizi melalui puskesmas bertujuan untuk menangulangi masalah gizi dan meningkatkan status gizi masyarakat. Di Puskesmas Kecamatan upaya perbaikan gizi dilaksanakan oleh Ahli Gizi, namun di Puskesmas Kelurahan upaya perbaikan gizi dilaksanakan oleh beberapa macam tenaga gizi puskesmas seperti Ahli Gizi, Pembantu Ahli Gizi, bidan, perawat, atau tenaga kesehatan lainnya. Upaya perbaikan gizi melalui Puskesmas Kelurahan, belum dapat dilaksanakan secara efektif karena belum semua Puskesmas Kelurahan memiliki tenaga gizi yang professional dalam bidang gizi, kemampuan terbatas, dan masalah gizi yang dihadapi sangat luas.
Mengingat bahwa di Propinsi DKI Jakarta belum pernah dilakukan penelitian terhadap kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan dalam kegiatan gizi posyandu, serta mengacu kepada penelitian sebelumnya di tempat lain, maka perlu dilakukan penelitian agar diperoleh informasi bagaimana gambaran kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan dalam kegiatan gizi posyandu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross sectional dengan pendekatan pengukuran kuantitatif dan kualitatif. Sampel penelitian adalah seluruh petugas gizi puskesmas kelurahan di Propinsi DK.1 Jakarta yang berjumlah 274 orang petugas gizi puskesmas kelurahan. Hasil penelitian menunjukkan 48,9 % kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan balk dan 51,1 % kinerja buruk. Sebanyak 46,4 % petugas gizi puskesmas kelurahan melakukan kegiatan gizi posyandu dengan balk dan 53,6 % melakukan kegiatan gizi posyandu tidak balk.
Berdasarkan analisis multivariat dengan uji Regresi Logistik Ganda, didapat adanya hubungan yang bermakna dengan kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan adalah kegiatan gizi posyandu, pendidikan petugas, lama kerja petugas, supervisi petugas gizi puskesmas kecamatan, dan pembinaan Kepala Puskesmas Kelurahan. Sedangkan yang berhubungan secara statistik dengan kegiatan gizi posyandu adalah usia petugas, sarana transportasi, sarana kegiatan, beban tugas dan pembinaan Kepala Puskesmas Kelurahan.
Penelitian ini menyarankan bahwa untuk meningkatkan kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan dalam kegiatan gizi posyandu perlu dilakukan pengaturan pegawai di puskesmas kelurahan dimana petugas yang berusia < 44 tahun ditugaskan sebagai petugas gizi dan untuk meningkatkan kinerjanya dapat ditingkatkan pendidikannya sampai jenjang D3 atau S1 gizi. Disamping itu untuk menunjang dalam pelaksanaan kegiatan gizi di posyandu perlu didukung dengan sarana transportasi berupa sepeda motor atau dana transportasi. Peranan pembinaan Kepala Puskesmas Kelurahan sangat mendukung terhadap peningkatan kinerja petugas gizi puskesmas kelurahan. Untuk menyampaikan informasi dari tingkat Sudinkes atau Dinas Kesehatan maka supervisi Petugas Gizi Puskesmas Kecamatan sangat membantu dalam rangka pembinaan untuk meningkatkan kinerja petugas gizi Puskesmas Kelurahan.

Primary Health Centres (Puskesmas) is the frontier of health care services including nutrition services. The nutrition program through Puskesmas is aimed to overcome nutrition problem and improve nutritional status of the population. In sub-district Puskemas, the nutrition program is conducted by a nutritionist. However, in Puskesmas kelurahan, the program is conducted by various staff qualifications, such as nutritionist, assistant nutritionist, midwives, nurses, or other health care professionals. Nutrition program in Puskesmas has not been properly conducted as not all Puskesmas Kelurahan have the appropriate nutritionist, or have limited skill, while the nutrition problem is very wide.
As there has been no known studies in the performance of the nutrition staff in the Posyandu activities in DKI Jakarta, it is thought that such studies is important to be conducted. The design used in this study is a Cross Sectional study with quantitative and qualitative approach. Samples were drawn from a population of 274 nutrition staff in Puskesmas kelurahan. The result was that 48.9% of respondents showed good performance and 46.4% conducted good nutrition activities in the Posyandu.
Multivariate analysis with double logistic regression showed significant relationship between performance of nutrition staff with (I) nutrition activities in Posyandu, (2) education level, (3) length of services, (4) supervision from Puskesmas Kecamatan, and (5) guidance from head of the Puskesmas. Statistically significant relationships were found between Posyandu nutrition activities and (1) age of staff, (2) availability of transportation means, (3) equipments availability, (4) workload, and (5) guidance from head of the Puskesmas.
The study suggested that to improve nutrition staff performance in Posyandu nutrition activities it is necessary to manage the staff so that appointed nutrition staff would be less than 44 years in age. To improve the performance it is suggested to increase education level of the staff to at least diploma level or a degree in nutrition. Availability of transportation vehicles or sufficient find for transportation is also recommended to improve the Posyandu activities. Guidance from head of the Puskesmas is also necessary to improve the performance of the staff. Supervision from the Puskesmas Kecamatan nutritionist is also important to communicate information from district health office in order to improve performance of the star.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alex Iskandar Hajar
"Indikator dalam menilai derajat kesehatan suatu negara dapat dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) dimana Indonesia dalam hal ini menempati urutan ke 3 dibawah Kamboja diantara 10 Negara-negara ASEAN dan urutan ke 5 dibawah RRC diantara 10 negara-negara di Asia. Dalam permasalahan tersebut Departemen Kesehatan dihadapkan pada fenomena yang kontradiktif di satu pihak AKI dan AKB harus diturunkan dan dipihak lain formasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk pengangkatan bidan sebagai salah satu personil yang memiliki kompetensi dalam menurunkan angka tersebut sangat terbatas, sehingga dibuatlah suatu upaya terobosan, berupa pengangkatan tenaga bidan dengan status Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang ditempatkan di desa-desa. Dengan demikian maka terdapat dua jenis tenaga bidan di lingkungan Depatemen Kesehatan dengan status yang berbeda. Sebagai suatu kebijakan pemerintah maka penulis menganggap perlu diteliti untuk dijadikan sebagai bahan kajian.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2001 dengan responden meliputi seluruh bidan yang ada di Daerah Kabupaten Lampung Utara (sebanyak 168 orang, terdiri dari 71 bidan PNS dan 97 bidan PTT). Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah Derskriptif dengan rancangan Cross Sectional sedangkan teknik pengumpulan data, untuk data primer adalah dengan menggunakan kuesioner terbuka (open ended question) sedangkan untuk data sekunder berupa laporan kegiatan program KIA dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Utara.
Dari penelitian yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil-hasil sebagai berikut : Bila dilihat secara perkelompok yaitu kelompok bidan PNS dan bidan PTTdari semua variabel yang ada (umur, masa kerja, status perkawinan, penghasilan, pelatihan dan supervisi) tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan. Akan tetapi bila dilihat secara gabungan atau dengan tidak melihat status kepegawaiannya apakah bidan PNS atau bidan PTT maka variabel yang berhubungan adalah variabel umur, masa kerja, penghasilan dan supervisi). dengan p value < 0,05 Sedangkan variabel yang tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna.adalah status perkawinan.
Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, maka disarankan : Kepada institusi berwewenang, perlu adanya penambahan insentif hingga mencapai jumlah rata-rata (Rp. 884.000.-) sehingga diharapkan dapat memberikan daya ungkit terhadap para bidan dalam penampilan kinerjanya sesuai dengan standar demikian juga untuk pelatihan dan supervisi hendaknya perlu lebih ditingkatkan.
Kepada penyelenggra Program Pendidikan bidan, hendaknya para calon bidan dibekali dengan kompetensi yang lebih berorientasi pada kualitas sehingga bidan yang dihasilkan memang telah cukup mampu dalam menangani masalah kebidanan.
Kepada bidan-bidan senior, diharapkan bersedia untuk mebagi pengalaman dan pengetahuan (transfer of knowledge) baik bentuk formal melalui diskusi ilmiah (seminar). Sedangkan untuk bidan yunior, agar senantiasa mau mengembangkan diri sehingga dapat menambah wawasan, khususnya dalam masalah KIA karena bidan merupakan tenaga terdepan dalam upaya penurunan AKI dan AKB.
Kepada peneliti lain, selain dengan pendekatan kuatitatif juga digunakan pendekatan kualitatif sehingga hasil penelitian yang diperoleh tidak hanya dapat menjelaskan/ membuktikan secara statistik tetapi juga dapat mengungkapkan secara kualitas (lebih mendalam) mengenai temuan-temuan dari penelitian yang dilakukan. Selain itu, dalam melakukan penelitian serupa hendaknya menggunakan metoda khususnya alat pengumpul data (instrument) dan variabel yang lebih tajam sehingga mampu menggali fenomena yang ada secara lebih akurat.

Comparative analysis of Civil Servant (PNS) and Non Permanent Employee (PTT) Midwife's performance and determinant factors in North Lampung Regency, 2001Maternal and Neonatal Mortality is important indicator for assessing health degree of the third rank next to Cambodian in maternal and neonatal mortality among Mean countries and fifth among 10 Asia countries. Determinant of health has difficult situation to cope with problem because quota for civil servant (PNS) midwife, with have importance role and competence in reducing maternal and neonatal mortality, is limited so government make an alternative which is the recruitment of non permanent midwife and placed every village. This different status of midwife has been analyzed in this research comparatively.
This research carried out from February to April 2001 with respondents is all midwives in North Lampung Regency (168, 71 is PNS 97 is PTT) This descriptive research using cross sectional design, primary data using open ended question and secondary data is reported activity of mother and child division (ILIA) program of public health center in North Lampung regency.
The results of this research are: there is no significant difference between permanent employed midwives and non permanent employed midwives in every variable (age, experience, marital status, salary, training and supervision), but if not separated by status or included to a group, age, experience, salary, training and supervision have significant relationship (p < 0,05), while marital status has no significant relationship.
Based on this finding there are two suggestions, first which strategically proved by statistic, second, operationally based on individual or public survey which are: First the authority, should raise the incentive for midwife and to midwife education program more quality oriented than quantity which mean more stalled midwife, second to senior and good skilled midwife have to transfer their knowledge to other midwife by formal or non formal.
To another researcher is better using qualitative approach, so the results not only explained statistically but reveal quality of these findings and using another method and variables."
2001
T2568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Tut Wuri Handayani
"Perencanaan kesehatan merupakan hal penting yang merupakan awal dari berbagai fungsi manajemen. Keluaran mutu perencanaan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pontianak masih belum baik. Kemampuan para perencana juga masih belum cukup mendukung. Studi ini meneliti proses perencanaan dalam kerangka pendekatan sistem untuk mengantisipasi pelaksanaan desentralisasi.
Metode penelitian adalah kualitatif, dilakukan dengan wawancara mendalam dan didukung dengan telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan proses perencanaan membutuhkan perbaikan, karena tahapannya belum sesuai dengan teori. Belum ada petugas yang mendapat pelatihan perencanaan dan penganggaran secara khusus. Struktur Urusan Perencanaan tidak sesuai dengan beban kerjanya. Koordinasi lintas program dan lintas sektoral belum berjalan seperti yang diharapkan. Telaah dokumen menunjukkan terdapat inefisiensi antara program. Ditambah dengan kekakuan administrasi memperberat inefisiensi. Pemerataan (equity) telah tampak dalam telaah dokumen seperti pelayanan bagi keluarga miskin dan barang barang-barang publik. Kelangsungan JPKM sulit bertahan.
Pembiayaan kesehatan di Kabupaten Pontianak didominasi oleh Pusat. Pada tahun 1999/2000 pembiayaan Pusat berkisar 88%, sedangkan Daerah hanya 11,89% terdiri dari 2,21% APBD tingkat II dan 9,68% dari APBD tingkat I. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar 2,76 milyar rupiah. Dana jaring pengaman sosial (JPS) membiayai sektor kesehatan sebesar 1,547 milyar rupiah. Bila diberlakukan konsensus Bupati mengenai pembiayaan kesehatan adalah 15% dari PAD, berarti pembiayaan kesehatan saat desentralisasi akan sangat menurun. Bandingkanlah dengan nilai pembiayaan saat ini. Bagaimana dapat mencapai dana seperti saat ini bila hanya megharapkan dari PAD saja. Mekanisme pembiayaan pra upaya dan rasionalisasi tarif pelayanan kesehatan selayaknya dijadikan sebagai sumber pendanaan. Pembiayaan pra upaya merupakan pilihan terbaik untuk mendanai sektor kesehatan.
Dalam rangka rnenghadapi desentralisasi, Kepala Dinas telah melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah. Bupati pun telah menunjukkan perhatiannya kepada sektor kesehatan. Untuk merebut Dana Alokasi Umum (DAU) petugas Dinas Kesehatan harus memiliki kemampuan advokasi kepada Pemerintah Daerah dan instansi terkait serta DPRD, antara lain dengan memaparkan pentingnya pembiayaan bagi sektor kesehatan. Analisis situasi kesehatan berdasar data, haruslah disertai dalam advokasi tersebut. Perencanaan kesehatan berbasis data (evidence based health planning) akan dapat menggambarkan berapa besar dana yang diperlukan. Dengan anggaran yang terbatas, Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah haruslah memprioritaskan pada pelayanan bagi keluarga miskin dan hal yang berdimensi keadilan sosial (social justice) seperti barang-barang publik. Untuk itu sebaiknya dibikin suatu piagam saling pengertian untuk rnemilih kegiatan yang diprioritaskan serta jaminan atas pembiayaannya. Pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan bagi keluarga miskin merupakan prioritas tinggi agar tercapai pemerataan (equity) pelayanan kesehatan.
Untuk memperbaiki perencanaan, peneliti menyarankan sebagai berikut : pelatihan perencanaan dan penganggaran kesehatan terpadu (P2KT) bagi para perencana, meningkatkan eselon Urusan Perencanaan, meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektor, melibatkan pemerintah daerah dan Bappeda dalam proses P2KT agar mempunyai persepsi yang sama dalam perencanaan kesehatan, serta melibatkan peneliti, ahli survei, ahli ekonomi kesehatan terutama dalam analisis situasi, penentuan prioritas, penilaian pilihan dan penyusunan program dan anggaran.
Daftar bacaan : 54 (1984-2001)

Analysis of The Annual Health Planning in The District Health Office of Pontianak, Kalimantan Barat Province, During The Fiscal Year 1999/2000.Health planning is one of the most important functions, which have to be done first before doing the other management functions. The quality health planning output in the District Health Office (DHO) of Pontianak is still low. The capability's health planner in DHO of Pontianak is not good enough. This study was conducted to research process of health planning in a view of systemic approach frame for anticipating decentralization era.
The qualitative method by using in-depth interview is used in this study. It is complemented by document observation.
The result is that the process of the health planning in DHO of Pontianak needs more improving. Their steps are not in accordance with the theory of health planning. The causes are no officials have trained health planning and budgeting specifically. The structure of planning subdivision not in accordance with the workload. The mechanism of cooperation between cross program and cross sectoral do not function. The document observation result is inefficiency between programs. Budget absorption failure caused by restraint or inflexibility finance mechanism more weight inefficiency. Equity has been contained in document, just like poor family health services and public goods. Sustainability of managed care is difficult to be implemented.
The composition of public finance is dominated by the central government. District figure for fiscal year 1999/2000 that approximately 88% of total government expenditure for health at district level, cone from the central government, and just about 2,21 % from the district income and expenditure budget and 9,68% from the province income and expenditure budget. District government revenue is 2,76 billion Rupiahs. Social Safety Net contributes 1,547 billon Rupiahs. According to District Head's consensus, local government health spending will be approximately 15% district government revenue. If this consensus is realized, public health spending will be reduced drastically. Compare with health expenditure this time; come from central and province budget 20,399 billion Rupiahs plus SSN 1,547 billion. How to afford the budget for health spending, if we just rely on district government revenue. It means we must strive for the public financing through pre payment mechanism, and rationalization user charge.
For anticipating decentralization era, the head of DHO of Pontianak has advocated to Local Government. District Head has showed full attention in health sector.
In order to get General Allocation Fund (GAF) so District Health Officials (DHOs) must have avocation capability to local government, other institution and local legislative body for introducing the importance of financing health services.
Evidence based in analysis of the health situation must accompany avocation. Evidence based health planning is the way of finding out how much money will be needed.
With restrictive budget, DHO and local government must priority the activity of program that has paradigm social justice and distributive justice (include public goods). So the local government must take the memorandum of understanding to choose the priority activities programs and convince that its financing is secure. Providing basic package and services for the poor are occupied on the high list of priorities to ensure equity.
In order to produce a qualified health planning, the planning process requires considerable attention to the quality of human resources (planner) that need improving by training about integrated health planning and budgeting (IHPB). The other matters require considerable attention are the structure of planning organization in DHO of Pontianak needs straightening in accordance with the workload and output of health planning; the cooperation between cross program and cross sectoral needs supporting by using the authority of local government. The other important things are better for local government and its planning (Bappeda) to involve them in IHPB process (cross sectoral institute), in order to have a same perception in the health planning, DHOs collaborative with other institution must arrange the strategic planning for directing the future activities; recruitment patterns and developing decision making guidelines (the strategy) that based on situational analysis. Meanwhile it is better for DHO of Pontianak to involve surveyor, surveillance epidemiology expert and health economic expert especially in analysis of the health situation, the priority setting, option appraisal and programming-budgeting.
References : 54 (1980-2001)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Jenni Hetti
"Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar puskesmas oleh keluarga miskin sasaran Program JPS-BK, faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan puskesmas, dan proporsi keluarga miskin menurut kriteria BKKBN di Kecamatan Pulau Pinang.
Rancangan penelitian ini adalah cross sectional untuk melihat hubungan pendidikan, pengetahuan, sikap, persepsi sakit, kualitas pelayanan, sikap petugas, jarak, sarana transportasi, biaya transport, dan peran tim desa dengan pemanfaatan puskesmas. Sebagai responden adalah keluarga miskin sasaran Program JPS-BK di Kecamatan Pulau Pinang, berjumlah 150 orang yang dipilih secara acak sederhana.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pengetahuan, persepsi sakit, sikap petugas, jarak, biaya transport, dan peran tim desa berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas. Sementara faktor pendidikan, sikap, kualitas pelayanan, dan sarana transportasi tidak berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas.
Dari keenam faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan puskesmas, ternyata peran tim desa dan persepsi sakit yang paling erat hubungannya dengan pemanfaatan puskesmas dengan OR masing-masing adalah 37,7233 (CI: 6,6872-212,8022) dan 18,4792 (CI: 3,8929-87,7181) Proporsi keluarga miskin sesuai dengan kriteria BKKBN yang menjadi sasaran Program JPS-BK adalah 78,7%, sedangkan sisanya sebanyak 21,3% bukan sasaran Program JPS-BK.
Agar pemanfaatan puskesmas lebih baik lagi pada masa yang akan datang, maka perlu dilakukan sosialisasi kepada sasaran dengan melibatkan peran tim desa, meningkatkan pelayanan puskesmas melalui perbaikan perilaku petugas, dan pembinaan intensif dari Dinas Kesehatan Kabupaten dan sektor terkait.

Utilization of Health Care in Public Health Center by The Poor as the Target of Social Protection Sector Development Program (SPSDP) in Pulau Pinang Sub District, District of Lahat, the Year 2000This research aimed to describe the utilization of basic health service of public health center (PHC) by the poor as the target of Social Protection Sector Development Program (SPSDP) in Pulau Pinang Sub District as well as to look for the factors which related to utilization of PHC, and proportion of the poor family by BKKBN's criteria.
The design of this research was a cross sectional approach. Analysis was conducted to see the association between education, knowledge, attitude, perception about illness, quality of service, provider behavior, distance, means of transportation, transportation costs, role of village team, with utilization of PHC. The respondents were poor families as the target of SPSDP in Pulau Pinang Sub District, selected by using a simple random sampling technique. Total sample were 150 poor families.
The study revealed that knowledge, perception about illness, provider behavior, distance, transportation costs, and the role of village team were related to utilization of PHC. However education, attitude, quality of service and means of transportation factors were did not associate to utilization. The role of village team and perception about illness were the major factors that related with the utilization of PHC, with the odds ratio were 37,7233 (CI: 8,1395 - 936,2452) and 18,4792 (CI: 4,1593 - 157,4266).
This research recommends that in order to increase the utilization of PHC for the next time through socialization about SPSDP. The planners should socialize the program involving the village team, increase the quality of service with improve provider behavior and monitor intensively from District Health Department and cross-sector.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T7739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>