Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kusyati Agustin
"ABSTRAK
A study on microbiological quality of Nasi Rames was carried out ifrom December 1996 to January 1997. One hundred and two samples of Nasi Rames were collected and 102 food handler were interviewed.
The microbiological contamination was assessed by using the method of enumeration of Indicator organisms (Aerobic Plate Count, Coliforms, and Escherichia coli) in PetrifilmTM at SEAMEO TROPMED Laboratory, Jakarta.
High microbial counts were found in food samples. More than 21 % of food samples contained APC higher than 106 CFUIg food. Coliform counts higher than 102 CFUIg was found in 75.5% of Nasi Rames and 42.2% of the samples were contaminated with E. coll.
The study did not find geographical pattern of microbiological contamination in studied area or any significant differences between districts as well as environment. Statistical analysis showed there was significant difference in microbial counts between vendor 1 and vendor 2.
Further statistical analysis on risk factors contribute to microbial contamination showed that water source was associated with high counts of APC (p=0.016) and that the manner of waste disposal was associated with E. coli contamination (p=0.025).
The study has suggested that the basic facilities were essential in the street vending operation. Considering that street food cater for numerous people, there are urgent needs to improve the microbiological quality of street foods. Actions should be taken to provide basic facilities and introduce the knowledge on food hygiene to street food vendors as well as the consumer."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soekiandi Ali
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian untuk mempelajari pengaruh konsentrasi dan waktu penambahan penghambat enzim a, a'-dipiridil dan 1,10-fenantrolin pada biokonversi kolesterol menjadi 4-Androsten-3,17-dion (AD) dan 1,4-Androstadien -3,17-dion (ADD) dengan menggunakan Mycobacterium phlei ATCC 11758. Parameter yang diperiksa adalah kadar kolesterol, kolestenon, 4-Androsten-3,17-dion dan 1,4-Androstadien- 3,17-dion. Parameter yang terkontrol adalah komposisi media, kecepatan shaker, kemurnian bakteri, waktu dan cara penambahan substrat, lamanya inkubasi, serta konsentrasi dan waktu penambahan penghainbatenzim. Sedangkan parameter yang tidak terkontrol adalah temperatur inkubasi, pH dan aerasi. Sebagai hasil biokonversi diperoleh AD dan ADD serta kolestenon dalam jumlah kecil. Jenis penghambat, variasi konsentrasi dan waktu penambahan penghambat enzim mempengaruhi kadar AD dan ADD yang dihasilkan. Penghambat a, a'-dipiridil memberikan hasil AD dan ADD yang lebih tinggi daripada 1,10-fenantrolin. Untuk a .a.'-dipirid.il kadar AD dan ADD tertinggi diperoleh pada waktu penambahan 4 jam setelah penambahan kolesterol dan konsentrasi 0,3mM, dengan hasil AD 7,4% dan ADD 24,9%. Untuk 1,10-fenantrolin diperoleh kadar AD tertinggi pada konsentrasi 0,4mM, waktu penambahan 6 jam sebesar 0,7%; kadar ADD tertinggi pada konsentrasi 0,4 mM, waktu penambahan 2 jam sebesar 8,2% analisa dilakukan dengan KCKT."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Lia Kusumawati
"Salah satu penyebab kegagalan pengendalian tuberkulosis di Indonesia, adalah karena lemahnya deteksi dini kasus infeksi disamping kegagalan terapi kasus yang resisten terhadap obat anti tuberkulosis dan hambatan dalam melakukan kontrol tuberkulosis. Dengan ditemukannya teknik molekuler spoligotyping (spacer obgofrzicleolide tying) yang dilakukan berdasarkan polimorfisme/keragaman spacer diantara daerah direcz repeat (DR) pada genom M tuberculosis complex, dapat dilakukan pembedaan gaiur-galur diantara M tuberculosis complex.
Peneiitian ini bertujuan untuk melakukan deteksi cepat sekaligus dapat membedakan galur M tubercosis langsung dari spesimen klinik tanpa melakukan pembiakan kuman. Sebanyak 29 sampei klinik bakteri M tuberculosis, terdiri dari 5 sampel sputum penderita tuberkulosis dan 24 sampel isolat M tuberculosis dilakukan pemeriksaan mikroskopik BTA, pembiakan pada medium Lowenstein-Jensen, uji biokimia, uji resistensi. Serta ekstraksi DNA. Sebagai standard digunakan l galur ,M bovis BCG dari vaksin BCG. DNA dari sampel isolat diekstraksi dengan fenol-kloroform, DNA dri sampel sputum dan M bovis BC G diekstraksi dengan metode Boom.
DNA hasil ekstraksi dibulctikan dengan teknik PCR menggunakan pimer Pt8 & Pt9 untuk melihat fragmen spesifik DNA tuberculosis complex berukuran 54l bp. Pada teknik spoligogfping, uji PCR dilakukan dengan primer DRa dan DRb berlabel biotin untuk ampliiikasi sekwens direct repeat (DR) DNA M tuberculosis complex. DNA hasil amplifikasi dihibridisasi dengan 1 set pelacak yang terdiri dan 43 jenis oiigonukleotida space; menggunakan membran Hybond N'. Deteksi DNA hasil hibridisasi dilakukan dengan Streptavidin Horseradish Peroksidase dan alat deteksi substrat khemiluminesen ECL (Amersham) kemudian dipaparkan pada film sinar-X( Kodak). Hasil dan Kesimpulan: Sebanyak 8 sampel klinik dari penderita tuberkulosis dan 1 sampe1M bovis BCG, telah dianalisis dengan teknik spoligozjvping.
Hasil identifikasi dari 9 sampel yang dihibridisasi menunjukkan 8 pola hibridisasi yang berbeda, satu diantara isolat MDR yang dianalisis, mempunyai pola hibtfidisasi yang identik dengan galur Beijing yang ditemukan luas di Asia Timur dan juga telah ditemukan di Inggris. Dua Sampel sputum dari seorang pendentatuberkulosis yang dikumpulkan dalam 2 kali pengambilan yang berbeda memberikan pola hibridisasi yang sama. Teknik spoligozyping dapat diterapkan Iangsung pada sampei kiinik untuk deteksi cepat infeksi M tuberculosis sekaligus dapat membedakan galur kuman pada penderita tuberkulosis, sehingga dapat digunakan untuk diagnosis dan pemantauan penyebaran kurnau penyakit tuberkulosis. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T3741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliati
"Methisillin Resistant Staplylococcus aureus (MRSA) adalah strain Staphylococcus aureus yang telah mengalami resisten terhadap antibiotika metisilin dan lainnya dalam 1 golongan. Mekanisme resistensi MRSA terjadi karena Sraphylococcus aureus menghasilkan Penicillin Binding Protein (PBP2a atau PBP2?) yang dikode oleh gen mecA yang memiliki afinitas rendah terhadap metisilin. Saat ini MRSA diuji dengan cara uji resistensi dengan cara Cakram Oxacillin 1 ug. Cara ini memerlukan isolat murni dan kultur bakteri, sehingga hasilnya baru bisa diketahui paling cepat 5 hari. Dalam upaya untuk mencari teknik diagnostik yang cepat dan tepat untuk mendeteksi MRSA, deteksi gen mecA dengan teknik PCR merupakan salah satu diagnostik alternatif.
Tujuan penelitian ini adalah mencari alternatif teknik diagnostik yang cepat dan tepat untuk pemeriksaan MRSA, dalam hal ini PCR. Pengujian dibagi dalam 2 tahap, yaitu : (1). Isolasi dan Identifikasi MRSA secara fenotipik, (2). Deteksi gen mecA pada isolat MRSA dengan teknik PCR yang terdiri dari: optimasi uji PCR untuk deteksi gen mecA, spesifisitas uji PCR, sensitifitas dan spesifisitas deteksi gen mecA sebagai uji diagnostik alternatif MRSA.
Hasil isolasi dan identifikasi secara fenotipik dari 114 isolat diperoleh MRSA sebanyak 76 isolat, dan MSSA sehesar 38 isolat. Berdasarkan hasil penelitian deteksi gen mecA pada isolat MRSA dengan teknik PCR diperoleh 75 isolat menunjukkan hasil positif terhadap gen mecA, sedangkan 1 isolat menunjukkan hasil negatif terhadap gen mecA, isolat tersebut adalah 1295/MUT yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) FKUI.
Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil uji PCR gen mecA terhadap beberapa bakteri lain yaitu Staphylococcus epidermidis, Scitreus, B. subrilis, Streptococcus bera haemolyricus, E. coli, K. pneumoniae dan P. aeruginosa, ternyata S. epidermidis dan S.citreus menunjukkan hasil PCR positif terhadap gen mecA, sedangkan bakteri lain menunjukkan hasil negatif terhadap gen mecA. Hasil uji PCR gen mecA dibandingkan dengan baku emas pemeriksaan sensitivitas dan spesifisitas secara fenotipik terhadap isolat MRSA dan MSSA adalah 98,7% dan 100%, dan nilai Posistive Predictive Value (PPV)& Negative Predictive Value (NPV) adalah 100% & 97,4%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliati
"Ruang lingkup dan Cara Penelitian :
Methisillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah strain Staphylococcus aureus yang telah mengalami resisten terhadap antibiotika metisilin dan lainnya dalam 1 golongan. Mekanisme resistensi MRSA terjadi karena Staphylococcus aureus menghasilkan Penicillin Binding Protein (PBP2a atau PBP2') yang dikode oleh gen mecA yang memiliki afinitas rendah terhadap metisilin. Saat ini MRSA diuji dengan cara uji resistensi dengan cara Cakram Cxacillin 1 ug. Cara ini memerlukan isolat murni dan kultur bakteri sehingga hasilnya baru bisa diketahui paling cepat 5 hari. Dalam upaya untuk mencari teknik diagnostik yang cepat dan tepat untuk mendeteksi MRSA, deteksi gen mecA dengan teknik PCR merupakan salah satu diagnostik alternatif Tujuan penelitian ini adalah mencari alternatif teknik diagnostik yang cepat dan tepat untuk pemeriksaan MRSA, dalam hal ini PCR. Pengujian dibagi dalam 2 tahap, yaitu : (1). Isolasi dan Identifikasi MRSA secara fenotipik, (2). Deteksi gen mecA pada isolat MRSA dengan teknik PCR yang terdiri dari: optimasi uji PCR untuk deteksi gen mecA, spesifisitas uji PCR, sensitifitas dan spesifisitas deteksi gen mecA sebagai uji diagnostik alternatifMRSA.
Basil dan Kesimpulan :
Hasil isolasi dan identifikasi secara fenotipik dari 114 isolat diperoleh MRSA sebanyak 76 isolat, dan MSSA sebesar 38 isolat. Berdasarkan hasil penelitian deteksi gen mecA pada isolat MRSA dengan teknik PCR diperoleh 75 isolat menunjukkan hasil positif terhadap gen mecA, sedangkan 1 isolat menunjukkan hasil negatif terhadap gen mecA, isolat tersebut adalah 12951MUI yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik (LMK) FKUI. Dan hasil penelitian ini diperoleh hasil uji PCR gen mecA terhadap beberapa bakteri lain yaitu Staphylococcus epidermidis, S citreus, B. subtilis, Streptococcus beta haemolysicus, E. coli, K. pneumoniae dan P. aeruginosa, ternyata S. epidermidis dan S ciireus menunjukkan hasil PCR positif terhadap gen mecA, sedangkan bakteri lain menunjuldcan hasil negatif terhadap gen mecA. Basil uji PCR gen mecA dibandingkan dengan baku emas pemeriksaan sensitivitas dan spesifisitas secara fenotipik terhadap isolat MRSA dan MSSA adalah 98,7% dan 100%, dan nilai Posistive Predictive Value (PPV)& Negative Predictive Value (NPV) adalah 100% & 97,4%."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica Wiwing
"Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia dan mempengaruhi baik negara maju, negara berkembang, maupun negara miskin. Usaha pengendalian infeksi nosokomial telah banyak dilakukan.
Dan hasil laporan data yang diterbitkan secara berkala oleh Tim Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) RSCM, sampai saat ini belum mencakup peran mikroorganisme lingkungan dalam mata rantai penyebaran infeksi nosokomial.
Untuk melengkapi data tersebut, maka dilakukan penelitian observasional dengan metode cross-sectional di Unit Luka Bakar (ULB) RSCM bulan Januari - Juli 2004, untuk melihat kesamaan mikroorganisme dari jaringan eskar luka bakar dengan mikroorganisme lingkungan seperti udara, air mandi, instrumen, linen, sarung tangan dan telapak tangan petugas kesehatan, melalui pola resistensi antimikroba. Sekaligus juga dilakukan screening pada petugas kesehatan dan penderita untuk menemukan MRSA, yang sering menyebabkan infeksi nosokomial.
Berdasarkan kesamaan pola resistensi, disimpulkan bahwa Klebsiella pneunioniae dari jaringan eskar luka bakar sama dengan asal udara dan Pseurdomonas aeruginosa jaringan eskar luka bakar adalah sama dengan asal air mandi penderita. Berdasarkan perubahan pola mikroorganisme pada hari ke 5 (H5), dikatakan bahwa kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial di ULB RSCM cukup besar, dan ditemukan pula MRSA.

Nosocomial infection is a major problem in the world today, since it can be found in all countries, not only in the poor countries but also in the developed countries. A lot of efforts have been implemented to control this nosocomial infection.
Up to now, the report data published periodically by the Hospital Infection Control Committee of RSCM, has not included the role of environmental microorganism in the chain of nosocomial infection spreading.
In order to make the data more accountable, this observational research was conducted with cross-sectional methodology in the Bum Wound Unit of RSCM from January till July 2004. The similarity of the microorganism found in the burn wound escar tissue with the microorganism from environment origin, such as air, bathing-water, linen, hand-gloves and the palms of the medical staffs, was concluded by comparing their anti-microbial resistance pattern. In the same time, a screening of the medical staffs and patients was also conducted to see the existence of MRSA, known as frequently involved in the nosocomial infection.
The result suggested that the Klebsiella pneunioniae and Pseudonronas aeruginosa found in the burn wound escar tissue was the same as the one from the air and patient bathing-water, respectively. And based on the change of microbial-pattern in the day-5 (D5), it was indicated that the probability of nosocomial infection in the Burn Wound Isolation Unit of RSCM was very high, and MRSA could be found in from the screening."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Lilian
"Ruang lingkup dan Cara penelitian:
EPA adalah fenomena bertahannya efek hambatan pertumbuhan kuman oleh pemberian antibiotik tertentu dan setelah kadarnya turun hingga di bawah KHM nya. EPA memberikan implikasi terhadap rejimen dosis, di mana antibiotik yang mempunyai EPA yang panjang, frekuensi pemberian dosis dapat diturunkan tanpa mengurangi efektivitasnya.
Salah satu antibiotik yang diketahui menginduksi EPA adalah Siprofloksasin. Penelitian EPA siprofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa secara in vivo khususnya di Indonesia belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan menentukan lamanya EPA siprofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa secara in vivo dengan metode infeksi paha mencit netropenik. Penelitian dilakukan pada 2 kelompok mencit. Tiap kelompok terdiri dari 20 ekor. Kelompok pertama kelompok uji, yaitu kelompok yang diinfeksi dengan suatu isolat kuman Pseudomonas aeruginosa kemudian diberi siprofloksasin. Kelompok kedua kelompok kontrol yaitu kelompok yang diinfeksi tetapi tidak diberi mg/kg BB SK, dan kelompok kontrol diberikan suntikan 0,1 ml NaCl 0,9% SK. Untuk mengukur kinetika pertumbuhan kuman selanjutnya, maka dilakukan penghitungan jumlah koloni kuman pada sampel otot paha. Sampel otot diambil sbb: Pada kelompok uji pada jam ke 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 18 setelah suntikan antibiotik, dan kelompok kontrol pada jam ke 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 setelah suntikan NaCl 0,9%. KHM siprofloksasin untuk kuman Pseudornonas aeruginosa ditentukan berdasarkan metode NCCLS dan penentuan farmakokinetik siprofloksasin dilakukan dengan pengukuran kadarnya di dalam darah pada merit ke 15, 30, 60, 120, 240, dan 300 setelah suntikan siprofloksasin.
Hasil dan kesimpulan:
siprofloksasin 2,53 µg/ml dicapai pada 28,67 menit (Tm) setelah suntikan SK. Lamanya kadar diatas KHM (M) adalah 190,85 menit. KHM siprofloksasin untuk kuman Pseudornonas aeruginosa adalah 0,4 µg/ml. Waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah unit koloni kuman sebesar 1 log 10 di atas jumlah pada saat kadar obat di bawah KHM pada kelompok uji (T) adalah 385,15 menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah unit koloni kuman sebesar 1 log 10 di atas jumlah pada saat suntikan NaCl 0,9% pada kelompok kontrol (C) adalah 72 menit. Dengan demikian berdasarkan persamaan EPA = T - C - M, maka EPA siprofloksasin pada isolat klinik kuman Pseudomonas aeruginosa dari RS. Cipto Mangunkusumo tersebut adalah 122,30 menit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T1060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Lina Rosilawati, supervisor
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Salah satu alasan utama gagalnya pengendalian tuberkulosis di negara berkembang termasuk Indonesia, adalah karena kelemahan dalam diagnostik untuk mendeteksi kasus infeksi pada saat dini, di samping kegagalan terapi kasus tuberkulosis yang resisten terhadap beberapa obat anti tuberkulosis. Teknik PCR yang didasarkan pada amplifikasi DNA, merupakan salah satu cara diagnosis yang telah banyak diteliti dan dikembangkan untuk mendeteksi bakteri M. tuberculosis, penyebab penyakit TBC. Pada penelitian ini telah dilakukan uji PCR untuk mendeteksi M tuberculosis H 7Rv, isolat klinis M. tuberculosis dan mikobakteria atipik. Bakteri dibiakkan dalam medium Lowenstein-Jensen kemudian dilakukan ekstraksi DNA menggunakan metode fenol-kloroform. Untuk mengetahui senstivitas uji PCR, DNA basil ekstraksi diencerkan dalam beberapa pengenceran. Pada percobaan awal DNA M. tuberculosis H37Rv diamplifikasi menggunakan primer YNP5 & YNP6 yang disintesis dari sekwens DNA yang menyandi antigen b protein 38kDa. Amplifikasi DNA M. tuberculosis H37Rv, isolat klinis M. tuberculosis, dan mikobakteria atipik dilakukan dengan menggunakan primer Pt8 & Pt9 yang dirancang darn sekwens sisipan IS6110. Hasil amplifikasi dianalisis dengan elektroforesis gel agarosa. Gel kemudian diwarnai dengan larutan etidium bromida dan divisualisasi dengan `ultraviolet transilluminator". Pengambilan gambar gel agarosa dilakukan dengan menggunakan kamera Polaroid.
Hasil dan KesimpuIan : Batas deteksi DNA M. tuberculosis H37Rv hasil amplifikasi dengan primer YNP5 & YNP6 adalah 5 pg setara dengan 1000 sel bakteri, sedangkan dengan primer Pt8 & Pt9 kemampuan uji PCR lebih tinggi dengan batas deteksi 10 fg setara dengan 2 sel bakteri. Uji PCR pada isolat klinis M tuberculosis yang mempunyai batas deteksi tertinggi adalah amplifikasi DNA basil ekstraksi isolat 9727. Batas deteksi uji tersebut adalah 100 fg setara dengan 20 sel bakteri. Primer Pt 8 & Pt9 spesifik untuk M. tuberculosis karena tidak terjadi amplifikasi DNA basil ekstraksi dari mikobakteria atipik."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurleny Sutanto
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Demam tifoid merupakan penyakit endemic di Indonesia. Salah satu masalah utama dalam penanggulangan penyakit ini adalah belum adanya cara diagnosis pemasti yang dapat diandalkan, terutama untuk pengelolaan penderita. Saat ini laboratorium Mikrobiologi FKUI sedang mengembangkan suatu cara diagnosis dengan menggunakan protein membran luar (PML) S.typhi. Untuk itu diperlukan PML dalam jumlah banyak, sehingga perlu dicari cara isolasi yang cepat,mudah dan efisien. Dicoba 2 cara isolasi yaitu menggunakan dapar Hepes dan dinatrium hidrofosfat (Na2HPO4). Kuman dikultur selama 18-24 jam dalam medium kaldu nutrien yang ditambahkan ekstrak ragi 0,2% dan glukosa 1,257 Dengan sentrifugasi 1400xg sus.pensi 1/1000 volume kuman dipanen pada -lase "late logarithmic" dan disonikasi. Pemisahan protein membran Iuar dan protein membran dalam dilakukan dengan sentrifugasi 100.000>:g, selanjutnya dilakukan elektroforesis pada SDS-PAGE untuk membandingkan profil proteinnya. Karakterisasi protein tersebut dilakukan dengan "Western blot".
Hasil dan kesimpulan: Jumlah protein yang dihasilkan dengan menggunakan dapar Na2HPO4 rata-rata 0,084x10-7 ug per sel kuman,sedangkan ekstraksi dengan menggunakan dapar Hepes menghasi l kan protein rata--rata 0, 051X10-7 ug per sel kuman. Profil protein pada SDS-PAGE dapat dilihat dengan jelas pada konsentrasi protein 50 ug/ml untuk ekstraksi PML menggunakan dapar Hepes dan 30 ug/ml dengan Na2HPO4. Fraksinasi pada SDS-PAGE dengan kedua cara diatas memperlihatkan pita-pita protein dengan berat molekul antara 26-116 kDA dengan pita protein mayor terletak antara 36-38 kDa . Hasil "Western blot" menggunakan serum pasien tifoid dan serum kelinci yang telah diimunisasi kuman S.typhi menunjukkan adanya reaktivitas yang kuat dengan protein 38 kDa. Tidak ditemukan reaksi silang dengan serum kelinci yang diimmunisasi dengan kuman S.paratyphi A atau B. Dari hasil yang diperoleh dapat dikatakan bahwa isolasi PML dengan menggunakan dapar Na.2HP04 lebih cepat,mudah dan praktis karena prosedurnya lebih singkat. Selain itu ektraksi cara ini lebih efisien dare pada cara Hepes karena jumlah protein yang diperoleh lebih banyak, dan dibLLtuhkan jumlah yang lebih sedikit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T8256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maksum Radji
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian : Salah satu masalah utama dalam penanggulangan penyakit demam berdarah dengue adalah belum adanya cara diagnosis pemasti yang dapat diandalkan, terutama untuk pengelolaan penderita, walaupun berbagai cara diagnosis telah dikembangkan. Salah satu cara diagnosis pemasti yang saat ini sedang dikembangkan adalah penggunaan pelacak asam nukleat untuk mendeteksi RNA atau fragmen RNA virus dengue. Dalam penelitian ini akan dicoba teknik hibridisasi in situ menggunakan pelacak DNA yang komplementer terhadap fragmen RNA dari gen E, yaitu gen yang menyandi sintesis glikoprotein selubung virus dengue. Rekonstruksi pelacak cDNA dilakukan dengan mengklon plasmid pKS-DEN2 yaitu plasmid rekombinan yang mengandung cDNA yang spesifik terhadap virus dengue tipe 2, dan pKS-DEN3 yang mengandung cDNA yang spesifik terhadap virus dengue tipe 3, ke dalam E. coil DH5. Isolasi plasmid rekombinan dilakukan dengan cara "alkaline lysis method", setelah diamplifikasi dengan teknik "preparasi skala besar" dalam medium Luria Bertani cair yang mengandung ampisilin 50 ug/ml. Pelacak cDNA yang merupakan hasil pemotongan pKS-DEN2 dan pKS-DEN3 dengan enzim Hinc II dan BamHI, masing-masing sekitar 290 pasang basa, setelah dilabel dengan digoksigenin-11-dUTP, dipakai untuk mendeteksi virus dengue tipe 2 dan tipe 3, yang dibiakkan dalam sel Aedes albopictus klon C6/36.
Hasil dan kesimpulan : Hasil percobaan menunjukkan bahwa pelacak cDNA yang berasal dari pKS-DEN2 dapat mendeteksi virus dengue tipe 2, sedangkan pelacak cDNA yang berasal dari plasmid pKS-DEN3 dapat mendeteksi virus dengue tipe 3, dalam sel C6/36 yang terinfeksi. Tidak terdapat reaksi silang diantara kedua pelacak tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelacak cDNA yang merupakan fragmen restriksi Hinc II dan BamHI, yang masing-masing berasal dari pKS-DEN2 dan pKS-DEN3 secara spesifik dapat mendeteksi virus dengue yang sesuai dalam sel C6/36 yang terinfeksi, melalui hibridisasi DNA-RNA in situ.
"
1994.
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>