Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Felicia Dewi
"Madu memiliki berbagai efek positif bagi tubuh manusia dan telah digunakan sebagai obat selama berabad-abad. Madu Manuka dan MedihoneyTM di Indonesia masih sulit dilakukan karena harganya yang mahal dan ketersediaannya. Penelitian sebelumnya telah mengevaluasi aktivitas fisika kimia antara madu Nusantara (madu lokal) dan Madu Manuka. Namun dalam penelitian ini kami menambahkan lebih banyak variasi madu lokal dan komponen kimiawi yang bermanfaat untuk aktivitas antimikroba, antara madu lokal dibandingkan dengan madu Manuka. Namun dalam penelitian ini kami menambahkan lebih banyak variasi madu lokal dan komponen pemeriksaan kimia yang bermanfaat sebagai indikator untuk melihat aktivitas antimikroba terhadap bakteri K. pneumonia ATCC 13883, P. aeruginosa ATCC 27853 dan S. aureus ATCC 25923, E. cloacae ATCC 23355, E. coli ATCC 25922 pada setiap sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa madu manuka memiliki pH lebih rendah, keasaman lebih tinggi, viskositas lebih tinggi dan kadar gula lebih tinggi dibandingkan madu lokal Indonesia, madu manuka memiliki kandungan MGO dan NPA lebih tinggi dibandingkan madu lokal Indonesia, tetapi madu nusantara memiliki tingkat MGO yang lebih tinggi dibandingkan dengan madu Jawa. Madu Manuka memiliki aktivitas antibakteri yang sebanding pada bakteri P. aeruginosa ATCC 27853, S. aureus ATCC 25923, K. pneumonia ATCC 13883, E. coli ATCC 25922, and E. cloacae ATCC 23355 dibandingkan dengan madu lokal Indonesia.

Honey has various positive effect human body, and has been used as medicine for centuries Manuka honey and Medihoney™ has been accepted widely used by medical honey. Research has been conducted for these honeys and shown to have in vivo activity and are suitable for the treatment of ulcers, infected wounds and burns. But using Manuka honey and MediHoney™ in Indonesia is still difficult due to its high cost and availability. The previous study had evaluated in physiochemical activity between Nusantara honey (local honey) and Manuka Honey. However, in this study we added more variety of local honey and chemical components that was beneficial for antimicrobial activity, between the local honey compared Manuka Honey. More extensive research was needed especially the physicochemical and antibacterial effect of Indonesian local honey, The purpose of this study is as a baseline data to produce our own medical grade honey that was equal compared to the international medical grade honey. This is a descriptive analytical study using samples of Indonesian local honey and Manuka honey, and check each samples for physical chemical characteristic, Unique Manuka Factor, and antimicrobial effect for K. pneumonia ATCC 13883, P. aeruginosa ATCC 27853, S. aureus ATCC 25923, E. cloacae ATCC 23355, E. coli ATCC 25922 in every honey samples. The results of the study shows that New Zealand manuka honey has lower pH, higher acidity, higher viscosity, and higher sugar content compared to Indonesian local honey, New Zealand manuka honey has higher MGO content and NPA compared to Indonesian local honey, but Nusantara honey shows has higher MGO level, compared to Java honey. New Zealand manuka honey has lower pH, higher acidity, higher viscosity, and higher sugar content compared to Indonesian local honey. New Zealand manuka honey showed comparable antibacterial effect for P. aeruginosa ATCC 27853, S. aureus ATCC 25923, K. pneumoniaATCC 13883, E. coli ATCC 25922, and E. cloacae ATCC 23355 compared with Indonesian local honey."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gadia Ayundya Duhita
"Latar belakang: Pada negara maju, terapi pada luka bakar mayor saat ini telah bergeser dari eksisi segera dan standur kulit menjadi eksisi bertahap dan penutupan luka sementara dengan xenograft, yang tidak tersedia di Indonesia. Saat ini, perawatan luka pada luka bakar masih menggunakan kasa jenuh paraffin-vaselin. Studi ini merupakan studi preliminary untuk clinical trial mengenai kulit ikan tilapia sebagai xenograft. Dilakukan evaluasi terhadap waktu yang diperlukan untuk mencapai dasar luka yang baik, frekuensi redebridement, dan frekuensi penggantian balutan.
Metode: Studi preliminary ini merupakan clinical trial terrandomisasi dengan kasa jenuh paraffin-vaselin sebagai pembanding, dengan analisis intention to treat. Sampel pada studi ini adalah ekstremitas atas atau bawah pasien luka bakar akut dewasa, usia 18-60 tahun, dengan luas area luka bakar 20-40%; yang terdapat luka bakar full thickness. Kedua sisi harus dapat dibandingkan, evaluasi luka dilakukan tiap kali dilakukan penggantian balutan.
Hasil: Total 7 sampel didapatkan dari 4 pasien. Tidak didapatkan adanya reaksi alergi pada semua subjek, baik berdasarkan klinis dan hasil laboratorium. Dua subjek meninggal dunia sebelum dilakukan penggantian balutan pertama, sehingga tidak dapat dilakukan evaluasi luka. Tidak ada perbedaan waktu untuk mencapai bed luka yang baik dan frekuensi redebridement antar kedua kelompok. Ekstremitas dengan balutan kulit ikan tilapia xenograft membutuhkan frekuensi penggantian balutan yang lebih sedikit secara signifikan.
Kesimpulan: Xenograft kulit ikan tilapia dapat digunakan sebagai dressing alternative pada luka bakar. Studi lebih lanjut sangat dibutuhkan.

Background: In developed countries, major burn treatment have shifted from early excision and skin grafting to staged excision and temporary coverage with xenograft, which were not available in our country. Paraffin-impregnated gauze is still utilized in most of our burn injury cases. Xenografts have been proven to be superior than non –biological dessings. This study was a preliminary to clinical trial of tilapia fish skin xenograft that we put together locally. We evaluated the efficacy based on reduction of time to well granulated wound bed, redebridement frequency and wound dressing change frequency.
Method: This preliminary study is a randomized clinical trial, with paraffin-impregnated gauze as the comparison, with intention to treat analysis. Samples of the study were upper or lower limb pairs of adults, aged 18-60 year old, acute burn patients with total body surface area of burn ranged from 20-40%; which contains full thickness burn. The injury on both sides of the lim pairs have to be comparable. The wound was evaluated every time the dressing was changed.
Result: Total of 7 samples were obtained from 4 subjects. There was no evidence of allergic reaction on all subjects , either clinically or from laboratory examinations. Two subjects passed away before the first dressing change, thus the wound cannot be evaluated. There was no difference in time to well granulated wound bed and redebridement frequency between groups. Limbs treated with tilapia fish skin xenograft significantly require less frequent dressing change.
Conclussion: The tilapia fish skin xenograft appears to be a legible alternative to paraffin impregnated gauze. Further study is strongly advised.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library