Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Septia Angger Tifani
"ABSTRAK
Arena olahraga indoor menjadi salah satu pilihan sebagai venue penyelenggaraan konser. Hal ini bisa terjadi karena bentuk hall olahraga dapat menampung banyak penonton selayaknya hall konser. Namun ditinjau dari teori akustik, kriteria akustik untuk ruang konser dan ruang olahraga cukup berbeda. Konser membutuhkan ruang yang memiliki reverberation time (RT) yang pendek agar penyampaian musik jelas, akurat, serta tidak mengganggu kenyamanan penonton, sedangkan untuk hall olahraga, tidak ada kebutuhan khusus dari segi akustik. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas akustik arena olahraga serta penyesuaian yang dilakukan ketika arena olahraga digunakan sebagai venue konser. Tulisan ini menganalisa objek studi kasus Tennis Indoor Senayan berdasarkan teori-teori akustik yang relevan, perhitungan waktu dengung (RT), serta simulasi akustik dengan software EASE Evac untuk mengetahui nilai tingkat tekanan/ sound pressure level (SPL) dan inteligibilitas suara/ speech transmission index (STI) saat konser berlangsung. Penyesuaian tata letak ruang saat hall digunakan untuk konser menekan nilai RT menjadi lebih pendek jika dibandingkan dengan RT saat hall digunakan untuk kegiatan olahraga. Hal ini terjadi karena bidang absorpsi bunyi menjadi lebih luas serta volume ruang akustik menjadi lebih kecil akibat adanya kebutuhan ruang untuk panggung dan belakang panggung. Hasil studi kasus menunjukkan bahwa Tennis Indoor Senayan memiliki nilai RT, SPL, dan STI yang sesuai dengan standar ideal untuk ruang pertunjukan musik setelah dilakukan penyesuaian tata letak ruang.

ABSTRACT
Sport hallis one of the options that can be choosen as a concert venue. Sport hall can held agreat number of audience as a concert hall. But in terms of acoustic, the acoustic criteria for a concert hall and sport hall are quite different. Concert hall need a short reverberation time (RT) to get a good quality of music performance and create an acoustic comfort for the audience. This thesis aims to find the acoustic quality of sport hall as well as what adjustments that must be made when the sport hall is used as a concert venue. This study analyzeda case study object, Tennis indoor Senayan based on relevant acoustic theories, calculation of reverberation time, and acoustic simulation with EASE Evac software to determine the value of sound pressure level and speech transmission index during the concert. When used as a concert venue, spatiallay out adjustment were made thus resulting adecreased value of reverberation time as the absorption area became wider and the volume of the acoustic chamber became smaller. The results showed that Tennis Indoor Senayan had RT, SPL, and STI values that fit the ideal standards for the music roomafter the layout adjustment was done."
2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvira Novitasari
"ABSTRAK
Indonesia dengan 17.504 pulaunya merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Berbagai pulau tentunya menyimpan potensi sumber daya yang besar dan kaya. Pada periode modern saat ini, konsep tersebut sudah jauh ditinggalkan, industrialisasi material bangunan dan penyeragaman teknik konstruksi telah merubah cara masyarakat pulau dalam membangun. Material modern langsung diimpor dari pulau utama terdekat sehingga potensi lokal tidak dimanfaatkan secara maksimal. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola siklus kehidupan (life-cycle) bangunan kontemporer masyarakat Pulau Koja Doi apakah pola yang ada saat ini terkategori keberlanjutan atau tidak. Terdapat dua metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu observasi dan wawancara. Observasi dilakukan untuk mengetahui material apa saja yang digunakan pada rumah panggung di Pulau Koja Doi. Sedangkan wawancara dilakukan pada tokoh masyarakat Pulau Koja Doi untuk mencaritau sumber material bangunan, metode konstruksi bangunan, pola demolisi bangunan serta penanganan limbah sesudah demolisi. Tahap penelitian ini akan menentukan apakah pembangunan di Pulau Koja Doi jauh atau dekat dengan konsep konstruksi yang berkelanjutan. Pulau Koja Doi merupakan pulau kecil yang berada disebelah utara Pulau Flores dan berdekatan dengan Pulan Koja Gete dengan mayoritas warga berprofesi nelayan. Pada situasi dahulu masyarakat Pulau Koja Doi memanfaatkan hasil alam dari pulau terdekat yaitu Pulau Koja Gete untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk kebutuhan material bangunan rumah panggung. Sedangkan situasi saat ini beberapa rumah panggung telah diganti dengan material modern yang didatangkan dari Pulau Flores. Siklus material yang terjadi tidak hanya semata-mata berasal dari gugusan Pulau Koja Doi saja, melainkan berasal dari pulau sebrang yaitu Pulau Flores. Dalam hal penggunaan material bangunan pada rumah panggung di Koja Doi, situasi dahulu lebih mendekati karakteristik penggunaan material yang berkelanjutan pada pulau kecil. Penggunaan material bangunan pada situasi saat ini masih belum bisa dikatakan serupa karena penggunaan material modern pada rumah panggung belum memiliki scenario lebih lanjut jika material telah usai digunakan.

ABSTRACT
Indonesia with 17,504 islands is one of the largest archipelagic countries in the world. Various islands certainly save a large and rich potential of resources. In the current modern period, the concept is far from being abandoned, industrialization of building materials and uniformity of construction techniques have changed the way that island communities develop. Modern materials are directly imported from the nearest main island so that local potential is not maximally utilized. For this reason, this study aims to identify the pattern of the lifecycle contemporary buildings of the Koja Doi Island community, whether the current pattern is categorized as sustainability or not. There are two research methods used in this study, namely observation and interviews. Observations were made to find out what materials were used on stilt houses on Koja Doi Island. While interviews were conducted with community leaders in Koja Doi Island to look for building material sources, building construction methods, building demolition patterns and post-demolition waste treatment. This research phase will determine whether the development on Koja Doi Island is far or close to the concept of sustainable construction. Koja Doi Island is a small island located in the north of Flores Island and adjacent to Pulan Koja Gete with the majority of residents living as fishermen. In the past situation the people of Koja Doi Island made use of the natural products from the nearby island of Koja Gete Island to meet their daily needs including the material needs for building houses on stilts. Whereas the current situation of several stilt houses has been replaced with modern materials imported from Flores Island. The material cycle that occurs does not merely originate from the Koja Doi Island cluster, but originates from the other island, Flores Island. In terms of the use of building materials on stilts in Koja Doi, the situation was closer to the characteristics of sustainable use of materials on small islands. The use of building materials in the current situation still cannot be said to be similar because the use of modern materials in a house on stilts does not yet have a further scenario if the material has been used. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Budiantono Irfan
"Dalam dunia arsitektur, teknologi bangunan saat ini berkembang pesat. Demikian juga banyak ditemukan metode perancangan arsitektur yang membantu, bahkan mempermudah pekerjaan seorang arsitek. Di sisi lain, keragaman budaya dan sumber daya alam Indonesia menambah wawasan arsitek dalam kemampuan merancang. Sementara itu, seorang arsitek juga dituntut untuk dapat memiliki kemampuan dalam menghasilkan karya arsitektur yang berkelanjutan. Self-healing material hadir sebagai salah satu konsep teknologi material yang dapat dimanfaatkan dalam perancangan arsitektur sehingga diharapkan dapat memperpanjang usia material pada konstruksi sebuah bangunan. Studi ini akan mempelajari konsep tersebut dan pengaruhnya dalam dunia arsitektur.

In the world of architecture, building technology is currently developing rapidly. Likewise, many architectural design methods are found that help and even facilitate the work of an architect. On the other hand, the diversity of Indonesia's culture and natural resources adds to the architect's insight in the ability to design. Meanwhile, an architect is also required to have the ability to produce sustainable architectural works. Self-healing material is present as one of the material technology concepts that can be utilized in architectural design so that it is expected to extend the life of the material in the construction of a building. This study will study the concept and its impact in the world of architecture."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Jayanti
"Kenyamanan pendengaran seringkali dilupakan oleh sebagian besar orang padahal, paparan suara bising yang berlebihan dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan beberapa permasalahan seperti stres, menurunnya produktifitas kerja, dan gangguan pendengaran. Salah satu material yang memiliki kualitas absorbsi yang baik seperti rockwool nyatanya, terbuat dari material nonrenewable serta membutuhkan energi besar dalam proses pembuatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi material absorben alternatif yang terbuat dari limbah fast fashion kain perca. Limbah ini dipilih karena ketersediaanya yang melimpah dan memiliki karakteristik yang sama dengan material absorben pada umumnya. Eksperimen dilakukan dengan menghitung nilai Noise Reduction Coefficient NRC dari material sampel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah limbah fast fashion memiliki potensi yang baik sebagai material absorben. Sampel limbah yang diujikan adalah polyester, hyget, scuba, fleece, dan rayon. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa nilai NRC rockwool adalah 69% sedangkan material sampel lainya yang tertinggi adalah rayon yang dipotong memanjang sebesar 65%. Meskipun nilai sampel masih berada di bawah rockwool pengunaan kembali limbah fast fashion dapat memberikan added value terhadap limbah fast fashion.

The fast fashion industry produces overabundant fabric-based waste, yet the same fabrics also possess a basic characteristic of a noise absorbent material. Generally speaking, noise absorbent material usually used to achieve a state of acoustical comfort. Unfortunately, most commercial absorbents were made from a non biodegradable material with high embodied energy, values that stranded far from the concept of sustainability. This paper tries to explore the potential of converting the fabric-based waste produced from the fast fashion industry into noise absorbent materials. Experimental research methods applied in this research by exploring five types of synthetic-based fabric commonly used in the fast fashion industry, namely: Polyester, Fleece, Hyget, Rayon, and Scuba. Two models of cut, stripes cutting, and small square cutting also applied to the fabrics/samples used in this research. The Noise Reduction Coefficient NRC value was examined to the samples using a custom made acrylic box attached to two Sound Level Meters (SLM) on their opposite sides/chambers. The result shows that samples from rayon with stripes cutting achieved the highest yet still slightly under stone woods NRC value, which is 65% compared to 69%. This research highlights the possible relation of fabrics mechanical properties such as fabric structure, stiffness and material that may lead to the creation of more porous spaces that support better noise entrapment capability. Although further studies are still needed, the slight difference in noise reduction value between these research samples with conventional noise absorbent material such as stone wool demonstrates that fast fashion fabric waste may have the potential to be an alternative noise absorbent material."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Yaumil Atika
"ABSTRAK
Isu reklamasi dan relokasi terhadap nelayan tradisional yang bermukim di pesisir pantai sedang ramai dibicarakan. Dibangunnya rusun untuk nelayan oleh pemerintah, namun yang terjadi adalah nelayan kembali ke permukiman asal mereka. Penulisan ini membahas mengenai pola permukiman paling mendasar dari permukiman nelayan yang berada di pesisir pantai dengan menggunakan teori pemahaman tentang permukiman dan pola. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang membahas pola dari dua permukiman nelayan yang berbasis darat dan laut, kedua studi kasus tersebut akan dibahas dengan menggunakan teori tipologi sehingga menemukan pola dasar dari permukiman nelayan tradisional.

ABSTRAK
Issues of reclamation and relocation of traditional fisherman?s settlement were talked about. Flats for fishermen were being built by government, but the thing that happens is the fishermen came back to their original settlement. The main focus of this thesis is about the most fundamental pattern of traditional fishermen?s settlement that using the understanding of settlement and pattern . This thesis used descriptive method that describe two different kind of fishermen?s settlement which have land- based settlement and water-based settlement, both of this case study will be compared using typology theory as to find the archetype of the traditional fishermen?s settlement.
"
2016
S63676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Anindita
"Komunitas merupakan sekelompok orang yang berada di wilayah yang sama , memiliki karakteristik serupa dan memiliki suatu norma atau budaya yang membuat mereka terikat secara sosial. Dilihat dari pengertian tersebut, setiap wilayah tentunya akan mempunyai kekuatan komunitas yang berbeda, menciptakan identitas wilayahnya. Perkembangan perancangan perkotaan dewasa ini cenderung menyamaratakan semua wilayah, komunitas yang ada didalamnya seolah diberlakukan sebagai objek. Akibatnya, keterikatan sosial yang ada pun menurun, komunitas cenderung bersikap individualis dan melunturnya identitas suatu wilayah. Salah satu cara untuk mumunculkan kembali keterikatan sosial adalah dengan memperbanyak aktivitas sosial suatu wilayah, mempertemukan masyarakatnya agar timbul kepedulian terhadap lingkungan. Ruang pubblik, sebagai tempat berkumpul merupakan sarana yang tepat untuk mengikat kembali suatu komunitas. Penulisan ini mencoba melihat partisipasi komunitas dalam membentuk ruang publik. Bagaimana efektifitas ruang publik yang dibangun dengan partisipasi masyarakat dapat memumbuhkan kebanggaan atas wilayah sehingga menciptakan komunitas mandiri yang dapat meningkatkan kualitas suatu wilayah.

Community is a group of people in the same area, have similar characteristics and norm or culture that makes them socially bound. Each region will certainly have the power to different communities, creating the region's identity. The development of urban design today tend to generalize all regions, community enacted as an objects. As a result, the social existing and identity of a region is decreasing, communities tend to be individualistic. Public space is a potential tools to bring a community back. This papers is trying to see the participation of the community in shaping the public space. How can the effectiveness of public spaces are built with community participation, increasing the pride of region by creating a self-sustaining community that can improve the quality of that region.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63219
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sega Sufia Purnama
"ABSTRAK
Bangunan mendapatkan pengaruh luar yang bersifat dinamis setiap harinya. Bangunan yang ada sekarang, terutama bangunan tinggi memiliki elemen bangunan yang statis sedangkan keadaan alam selalu berubah. Hal ini mengakibatkan kerugian berupa penggunaan energi yang berlebihan, terutama untuk penghawaan dan pencahayaan. Untuk merespon sinar matahari, bangunan sebaiknya harus bersifat dinamis. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan menggerakan fasad tersebut. Salah satunya dengan cara membuat fasad bergerak secara dinamis mengikuti arah edar matahari untuk meminimalisir sinar dan menahan panas yang masuk ke dalam bangunan. Dengan kata lain, merubah fasad statis menjadi fasad dinamis. Tulisan ini membahas tentang penelitian dan pengembangan purwarupa prototype modul fasad dinamis bangunan tinggi untuk kasus Jakarta. Penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahap, yaitu : 1 analisis terhadap peneduh fasad statis, 2 pengembangan desain, 3 pembuatan purwarupa dan 4 pengujian. Karakteristik fasad dinamis berbentuk kerai louver adalah yang paling efektif karena tidak hanya mampu menciptakan pembayangan tetapi tetap dapat menjaga visibilitas dengan baik dibandingkan jenis overhang dan sirip fins . Performa fasad dinamis lebih efektif dari fasad statis. Hal ini terlihat dari rata-rata pembacaan suhu dalam kotak uji fasad dinamis, yaitu sebesar 35.6 0 C dan kotak uji fasad statis sebesar 37.8 0 C. Terdapat selisih sebesar 2.2 0 C atau dengan kata lain terjadi penurunan suhu sebesar 5,4 .
ABSTRACT
Buildings experience dynamic environment every day. But, their elements in a static condition that can rsquo t handle dynamic change of environment. This condition increases the use of energy in the building, especially for cooling and lighting. One of the dynamic environment should handle is sunlight. To respond, building element should be dynamic. The way to respond is facade must be moved to follow the sun movement. The aim is to decrease the amount of heat from sunlight which get into the building. The other word is to change static fa ade to dynamic fa ade. This research is discus about development of dynamic fa ade module prototype for high rise building in Jakarta. This research will be done through some step 1 sun shading model simulation in high rise building in Jakarta. 2 dynamic facade concept design development. 3 making of dynamic facade module prototype. 4 filed test for the dynamic facade module prototype. The result is dynamic fa ade with louvre is the most effective shading device compare with overhang and fins. It not only creates good shadowing but also has good enough visibility. The performance of dynamic fa ade is better than static fa ade. It seen from average temperature reading of HOBO that put in the test box. The temperature reading of test box with the dynamic fa ade is 35.6 0 C, meanwhile in test box with static fa ade is 37.8 0 C. The temperature difference is 2.2 C or it decrease 5.4 . "
2018
T49233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faiza Dini Hanifah
"ABSTRACT
Plastik merupakan sebuah benda sekaligus material yang dapat dengan mudah ditemukan dalam kehidupan seharihari. Pada umumnya plastik hanya digunakan untuk fungsi yang tidak lama, namun sejatinya plastik memiliki jangka waktu hidup yang cukup panjang. Plastik dapat menjadi permasalahan lingkungan jika setelah selesai masa pemakaian tidak ditangani dengan bijak karena karakteristik plastik yang cenderung sulit dicerna kembali oleh bumi. Maka recycle dihadirkan sebagai salah satu cara yang dapat memberi plastik bekas pakai kesempatan hidup kedua. Recycle dapat mengalami downcycle; yaitu terjadinya penurunan nilai suatu benda atau material setelah dilakukan recycle, atau upcycle; yaitu adanya kenaikan nilai suatu benda atau material setelah dilakukan recycle. Salah satu upaya untuk membuat recycle plastik menjadi upcycle plastik adalah dengan menjadikan plastik bekas pakai sebuah benda yang mempunyai fungsi lebih besar, krusial, dan dipakai dalam jangka waktu yang panjang seperti pengaplikasian dalam bangunan sebagai elemen struktur. Plastik bekas pakai dapat dipakai menjadi material elemen struktur selama dapat memenuhi sifat yang dibutuhkan oleh material struktur pada umumnya yaitu sifat brittle dan ductile. Material plastik bekas pakai yang mengalami upcycle menjadi material elemen struktur diterapkan pada rumah plastik Conceptos Pl sticos di Kolombia dan jembatan plastik Sungai Tweed, Skotlandia. Agar dapat memenuhi sifat brittle dan ductile yang dibutuhkan oleh struktur, jenis plastik yang dipakai harus merupakan campuran dari beberapa jenis plastik. Kedua struktur tersebut menggunakan sistem struktur non-form active karena saat ini eksplorasi terhadap plastik bekas pakai yang didaur ulang menjadi elemen struktur masih terbatas pada struktur yang sederhana.

ABSTRACT
Plastic is a material that we could easily find on daily basis. Plastic usually only being used for a short period time but plastic actually can last for a long time. Plastic could be a problem for environment if it is not being handled properly after its use, because plastic couldn rsquo t degrade easily in biosphere. To solve the problem, recycle is done as a way to give used plastic a second life chance. Used plastic that have been through recycle process could be considered as downcycle object rsquo s or material rsquo s decreasing value occurred after recycling, or upcycle object rsquo s or material rsquo s rising value occurred after recycling, depending of what it becomes. An effort to make recycled plastic becomes an upcycled plastic is to make the used plastic have a bigger, more crucial, and longer living function than it was before, such as application in buildings as a structural element. Used plastic could be applied as material for structural element in building as long as it fulfill structural material behavior that is brittle and ductile. Used plastic that has been upcycled as structural element could be seen in Conceptos Pl sticos rsquo s House in Colombia and Plastic Bridge above Tweed River, Scotland. To fulfill material behavior that a structure should have that is brittle and ductile, used plastic that is going to be used must be a mixture from several kinds of used plastics. Both structure in the precedent only used non form active structural system because for now the exploration that had been done are still limited to simple structural systems."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Lirenzsa
"Menurut BPS 2017, Tambora merupakan salah satu area terpadat di Jakarta dengan jumlah penduduk 260.100 orang di dalam area seluas 5,4 km2. Salah satu hal yang menonjol di Tambora adalah keberadaan industri konfeksi berbasis hunian sebagai salah satu aktifitas ekonomi informal yang lazim ditemukan. Di dalam satu gang, kita dapat menemukan beberapa hunian yang melakukan kegiatan industri konfeksi di dalamnya. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana para aktor dalam industri konfeksi berbasis hunian menegosiasi ruang untuk memenuhi kegiatan bekerja dan bertinggal dalam ruang yang terbatas. Mereka menegosiasi ruang dengan cara melakukan satu kegiatan di area yang sama terus-menerus, membagi-bagi fungsi ruang, dan meletakan objek-objek tertentu yang mendefinisikan kegiatan. Para pemilik usaha membangun rumah bertingkat dan secara ukuran lebih besar untuk menginjeksi aktifitas bekerja tanpa mengganggu privasi yang dibutuhkan oleh tiap keluarga. Proses negosiasi diekspansi hingga ke ruang publik sebagai respon dan adaptasi terhadap kesesakan di dalam hunian. Studi dilakukan untuk menonjolkan hubungan antara proses interupsi domestik dengan industri konfeksi berbasis hunian hingga ke area publik yang membentuk respon serupa sebagai karakteristik satu permukiman. Karakteristik yang terbentuk dapat digunakan untuk mengidentifikasi pola permukiman dan memperbaikinya dengan menonjolkan industri konfeksi berbasis hunian sebagai salah satu kekhasan Tambora.

With the population is 260.100 (BPS 2017) and covers the area of 5.4 km2, Kampung Tambora was one of the highest density urban areas in Jakarta. This settlement is well known for its confection home-based industry that supports the livelihood of the community. In one alley, we can find several houses run the business of confection industry. Inside the house, women and men work and live together by means of negotiation with the limited space. This study aims to understand how all actors in confection home-based industry negotiate the space, as they have to fulfill both the domestic and working needs in a limited space. The study shows how they negotiate using spatial practice, placement of space function, and arrangement of objects to define the activities. They also create multi-stories house to inject working activities without interrupting the privacy of domestic needs. The negotiation process expanded into the communal alley as their way to adapt and cope with crowding. Therefore, this study also reveals how the domestic activities inside the house spatially interrupted the alley, which is considered as the public domain. As similar response done by other houses, this process of negotiation characterized the way of living at Kampung Tambora. The finding of this study in Kampung Tambora can be used to identify the pattern of home-base industry settlement and improve the living condition of similar type of settlements in other high dense kampungs in Jakarta.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inka Anggraeni
"Persaingan lahan untuk permukiman dan perkantoran atau area usaha di kota-kota besar di Indonesia terutama kota metropolitan seperti Jakarta mengakibatkan tingginya harga tanah, merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat perkotaan. Persaingan ini juga mengakibatkan permukiman tergeser menjauh dari pusat kota dan masyarakat harus pulang-pergi ke pusat kota setiap hari untuk bekerja. Permasalahan ini juga terjadi tidak hanya di negara berkembang tetapi terutamanya banyak terjadi di negara maju. Istilah Tiny House Movement belakangan muncul dan dianggap dapat menjadi pilihan solusi untuk menghadapi permasalahan ini. Tinggal di tiny house tidak hanya berarti tinggal di rumah dengan ukuran yang kecil, melainkan juga beradaptasi dengan kehidupan yang lebih sederhana, tidak konsumtif, lebih terkoneksi dengan alam dan peduli lingkungan. Hidup di tiny house bukanlah sesuatu yang asing untuk masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat yang hidup di urban kampung, rumah-rumah tinggalnya dapat dikatakan sebagai tiny house, hanya penampilannya saja yang berbeda. Hal ini yang membedakan antara perbedaan pengertian tiny house antara negara maju dengan Indonesia. Di dalam tulisan ini akan dibahas mengenai apakah tiny house yang ada di urban kampung mencerminkan cara hidup yang sustainable dan apakah tiny house dapat menjadi salah satu solusi penyelesaian masalah kurangnya housing supply di kota padat penduduk. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif (melalui interview dengan masyarakat urban kampung) dan kuantitatif (pengukuran rumah kecil di urban kampung) dalam pengambilan informasi. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa penduduk urban kampung sudah mengaplikasikan tiny living dalam kehidupannya.

Competition on land for settlements and offices or business areas in big cities in Indonesia, especially metropolitan city such as Jakarta, had resulting in high land prices, this is something common to the public. This competition had also resulting shifting of settlements away from the city center and people having to commute to the city center every day to go to their workplaces. This problem also occurs not only in developing countries but especially in many developed countries. The term Tiny House Movement later emerged and considered to be a choice of solution to deal with this problem. Living in Tiny House does not only mean living in a small-sized house, but also adapting to a simpler life, less consumptive, more connected to nature and caring for the environment. Living in tiny house is not something new to Indonesian society. For people who live in urban villages, their homes can be said to be tiny houses, only their appearance is different. This is what distinguishes between the understanding of tiny house between developed countries and Indonesia. This paper will discuss whether tiny house in urban kampung reflects a sustainable way of life and whether tiny house can be one of the solution for lack of housing supply in densly populated cities. This research will use both qualitative methods (through interviews with urban kampung communities) and quantitative methods (measurements of tiny houses in urban villages) in information retrieval. Through this research it was found that urban kampung residents have applied tiny living in their lives."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>