Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Hadi Wiyono
"Studi ini bertujuan untuk menganalisis efek jenis migrasi (migrasi keluarga dan migrasi individu) terhadap status sosial ekonomi perempuan di Indonesia. Studi ingin menjawab pertanyaan bagaimana status sosial ekonomi (yang diukur dengan indeks sosial ekonomi) pada perempuan yang bermigrasi keluarga dan bagaimana status sosial ekonomi pada perempuan yang bermigrasi individu dibandingkan dengan perempuan yang tidak bermigrasi/bermigrasi lainnya. Tujuan dari studi ini adalah menguji jenis migrasi (migrasi keluarga dan migrasi individu) terhadap status sosial ekonomi perempuan dengan menerapkan two-part model.
Two-part model digunakan dengan alasan bahwa indeks sosial ekonomi yang dikonversi dari jenis pekerja berdasarkan International Standard Classification of Occupation (ISCO) hanya dapat diterapkan pada perempuan yang statusnya bekerja; perempuan yang tidak bekerja tidak memiliki jenis pekerjaan. Karena itu bagian pertama dari two-part model digunakan model logistik untuk mengestimasi keputusan perempuan bekerja dan bagian kedua dari model mengestimasi status sosial ekonomi pada perempuan yang bekerja saja dengan model ordinary least square (OLS). Data yang digunakan dalam studi ini adalah Indonesia Family Life Survey (IFLS) 1993, karena hanya data itu yang tersedia dan sudah lengkap pengolahannya dan bisa diakses. Sementara data TFLS 1997 dan IFLS 2000 belum selesai pengolahannya, karena itu belum bisa diakses.
Dari hasil studi ditemukan bahwa perempuan kawin yang bermigrasi keluarga peluang untuk bekerja lebih rendah daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi keluarga. Sebaliknya perempuan yang bermigrasi individu (baik yang kawin maupun yang tidak kawin) peluang untuk bekerja lebih besar daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi individu.
Pada perempuan yang bekerja, perempuan yang bermigrasi keluarga status sosial ekonominya lebih rendah daripada perempuan yang tidak bermigrasilnon migrasi keluarga. Perempuan yang bermigrasi individu (terutama pada perempuan yang berpendidikan minimal 4 tahun) status sosial ekonomi status sosial ekonominya lebih tinggi daripada yang tidak bermigrasi/non migrasi individu."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Nur
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui status kesehatan dalam masyarakat menurut tingkat perbedaan distribusi pendapatan rumah tangga Kawasan Timur Indonesia. Data yang digunakan dalam analisis ini bersumber pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2000, dan diselenggarakan dari Lembaga Pemerintah untuk setiap tahun, oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis deskriptif dan analisis inferensial dengan bantuan persamaan regresi logistik model penjumlahan. Berdasarkan analisis deskriptif data Susenas 2000 dapat diketahui bahwa 27.349.586 jiwa penduduk di Kawasan Timur Indonesia, sekitar 52,08 % hidup di daerah Pedesaan dan 47,92 % tinggal di wilayah Perkotaan. Memperhatikan sumber pendapatan masyarakat dari 9.189.895 orang pekerja di sektor formal, perbedaan persentase menurut jenis kelamin tidak jauh berbeda yaitu 50,63% (laki-laki) dan 49,37% (perempuan). Demikian pula rumah tangga dengan kepala rumah tangga jenis kelamin laki-laki (90,51%) lebih besar dibanding jumlah perempuan (9,49%) yang mengatur pengeluaran rumah tangga dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan di KTI. Berdasarkan perbedaan/ tingkat distribusi pendapatan dalam 20% per kapita pada tahun 2000 terhitung bahwa; (1) sebanyak 16,78 % anggota rumah tangga yang sakit dengan tingkat pendapatan terendah di bawah Rp.200.000,- per bulan (P1); (2) sebanyak 25,91% anggota rumah tangga yang sakit dengan tingkat pendapatan antara Rp.200.000,- hingga Rp.400.000,- perbulan (P2); (3) sebanyak 18,31% anggota rumah tangga yang sakit dengan pendapatan antara Rp.400.000, hingga Rp.564.000,- perbulan (P3), 4) sebanyak 20,00% anggota rumah tangga yang sakit dengan tingkat pendapatan antara Rp.564.000,- hingga Rp.824.000,- perbulan (P4), dan akhirnya 5) sebanyak 19,99 % anggota rumah tangga yang sakit dengan tingkat pendapatan diatas Rp.824.000, perbulan (P5).
Dengan memperhatikan status kesehatan yang buruk dihubungkan dengan tingkat pendapatan dan lingkungan tidak sehat; (1) sebanyak 18,18% (P 1) dalam quantil 20%-I; (2) sebanyak 26,79% (P2) dalam quantil-II; (3) sebanyak 18,11% (P3) dalam quantil 20%?III; (4) sebanyak 18,30% (P4) dalam quantil 20%-IV, dan; (5) sebanyak 18,62% (P5) dalam quantil 20%-V.
Jika dihubungkan antara status kesehatan buruk dengan daerah tempat tinggal, ternyata di daerah Perkotaan 52,08 % lebih banyak terjadi dari pada di daerah Pedesaan 47,92% pada semua tingkat distribusi pendapatan rumah tangga dalam quantil 20% perkapita.
Berdasarkan uji statistik regresi logistik penjumlahan maka, faktor-faktor sosio ekonomi demografi yang dominan mempengaruhi status kesehatan individu, seperti; pendapatan rumah tangga, daerah tempat tinggal, kesehatan lingkungan rumah, jenis kelamin, lapangan pekerjaan, jenis kelamin kepala rumah tangga, lama pendidikan terakhir, besarnya jumlah anggota rumah tangga dan usia penduduk di Kawasan Timur Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Hartaty M.
"Pengaruh besar krisis ekonomi terhadap pasar tenaga kerja terjadi melalui kehilangan pekerjaan (job-loss) dan menurunnya upah pekerja (real wage). Sedangkan untuk yang masih memiliki pekerjaan, kekhawatiran utama mereka adalah keterjaminan akan pekerjaan (job insecurity). Manski dan Straub (2000) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tingkat kecemasan akan job insecurity biasanya tinggi pada masa pemulihan ekonomi, suatu kondisi yang juga dialami oleh bangsa Indonesia.
Berdasarkan latar belakang dan pemikiran di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat disusun sebagai berikut: bagaimana ekspektasi pekerja mengenai kesempatan jenis pekerjaan mereka untuk berkembang dalam dua tahun mendatang dan faktor apa raja yang berpengaruh pada ekspektasi pekerja terhadap kesempatan jenis pekerjaan mereka untuk berkembang dalam dua tahun mendatang?
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ekspektasi responden terhadap kesempatan perkembangan pekerjaan cenderung tidak akan berubah, bila dilihat dari frekuensi dan proporsinya. Proporsi yang hampir sama juga diperlihatkan untuk responden yang menyatakan ekspektasi akan berkembang. Sedangkan proporsi ekspektasi yang menyatakan akan memburuk/menurun cenderung kecil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspektasi perkembangan pekerjaan yang diajukan dalam studi ini adalah umur, jenis kelamin, lama tahun sekolah, pendapatan, status pekerja mandiri dan pengusaha, penggunaan kualifikasi/keterampilan serta kenyataan peningkatan pendapatan, tanggung jawab dan status/jabatan.
Faktor umur pada pekerja yang menggunakan keterampilan serta mengalami peningkatan pendapatan, tanggung jawab dan jabatan cenderung memperlihatkan hubungan yang negatif terhadap probabilitas ekspektasi akan berkembang, dan berpengaruh positif terhadap ekspektasi akan memburuk/menurun. Sebaliknya faktor lama tahun pada pekerja yang menggunakan keterampilan serta mengalami peningkatan pendapatan, tanggung jawab dan jabatan sekolah cenderung memperlihatkan hubungan yang positif terhadap probabilitas ekspektasi akan berkembang dan berpengaruh negatif terhadap ekspektasi akan memburuk/menurun. Demikian juga halnya dengan faktor pendapatan pada pekerja yang menggunakan keterampilan serta mengalami peningkatan pendapatan, tanggung jawab dan jabatan cenderung memperlihatkan hubungan yang positif terhadap ekspektasi akan berkembang, dan memiliki pengaruh yang negatif terhadap ekspektasi akan memburuk/menurun."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia
"Menggunakan model Flexprice Mundell-Fleming, penelitian ini bertujuan untuk melihat perilaku variabel-variabel makroekonomi Indonesia selama periode tahun 1984.1-1993.4 yang digambarkan oleh arah dan besaran parameter-parameter duga dari fungsi makroekonomi Indonesia yang mencakup fungsi konsumsi, fungsi investasi swasta, fungsi permintaan uang, fungsi produksi agregat serta fungsi permintaan ekspor dan permintaan impor.
Model Flexprice Mundell-Fleming yang digunakan mengasumsikan hanya ada satu barang yang dihasilkan di dalam negeri dan satu barang impor. Konsumsi swasta riil ditetapkan sebagai satu fungsi dari tingkat bunga nominal, tingkat inflasi dengan arah koefisien yang negatif, dan pendapatan disposibel dengan arah koefisien yang positif. Investasi swasta riil ditetapkan sebagai suatu fungsi dari PDB riil dengan arah koefisien yang positif, fungsi dari tingkat bunga nominal,tingkat inflasi dan stok modal awal dengan arah koefisien yang negatif. Permintaan uang riil merupakan fungsi dari tingkat bunga nominal dengan arah koefisien yang negatif dan pendapatan riil dengan arah koefisien yang positif. Spesifikasi tingkat bunga domestik sebagai fungsi dari tingkat bunga luar negeri dan perubahan nilai tukar yang diharapkan serta tingkat bunga bayangan memungkinkan untuk menguji tingkat mobilitas modal efektif dalam perekonomian. Fungsi produksi agregat diasumsikan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang berhubungan dengan tenaga kerja dan modal, penambahan unsur waktu ke dalam fungsi produksi dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh kemajuan teknologi dengan arah koefisien yang positif. Permintaan ekspor riil ditetapkan sebagai satu fungsi dari nilai tukar nil dan tingkat pendapatan riil negara partner dagang dengan arah koefisien yang positif. Permintaan impor riil merupakan fungsi dari nilai tukar hil dengan arah koefisien yang negatif, pendapatan rill dan rasio cadangan devisa per impor satu periode sebelumnya dengan arah koefisien yang positif. Penambahan lagged variabel ke dalam fungsi-fungsi yang akan diestimasi dimaksudkan untuk menangkap perilaku penyesuaian parsial dari masing-masing variabel tersebut.
Persamaan konsumsi swasta dari hasil persamaan duga konsumsi swasta riil,diperoleh hubungan yang positif antara pendapatan disposibel sekarang (LYDT),konsumsi empat triwulan sebelumnya (LCT-4) dengan konsumsi sekarang (LCT).Ada satu pola hubungan tertentu antara tingkat suku bunga nominal dan tingkat konsumsi swasta nil, yangmana dibutuhkan satu lag waktu untuk menyesuaikan pengeluaran konsumsi terhadap perubahan tingkat suku bunga. Perubahan tingkat suku bunga sekarang akan mempunyai pengaruh substitusi (substitution effect) terhadap tingkat konsumsi swasta riil pada satu triwulan berikutnya dan mempunyai pengaruh pendapatan (income effect) pada dua triwulan berikutnya serta mempunyai pengaruh substitusi pada tiga triwulan berikutnya. Pengaruh pendapatan yang terjadi lebih besar dari pengaruh substitusi. Arah hubungan yang positif antara tingkat infiasi sekarang dan dua triwulan sebelumnya dengan tingkat konsumsi riil sekarang menunjukan bahwa masyarakat tidak mempunyai pilihan untuk mengurangi pengeluaran konsumsi mereka meskipun teijadi kenaikan tingkat inflasi,hal ini disebabkkan sebahagian besar pengeluaran masih untuk barang-barang keperluan pokok (pangan,perumahan dan pakaian). Dari besaran parameter duga yang diperoleh terlihat bahwa pengeluaran konsumsi sekarang lebih ditentukan oleh pengeluaran konsumsi empat triwulan sebelumnya.
Persamaan investasi swasta dari hasil persamaan duga investasi swasta riil,diperoleh arah hubungan yang positif antara PDB riil dan investasi swasta Arah hubungan yang positif antara tingkat suku bunga nominal dan investasi swasta nil secara tidak langsung menggambarkan bahwa: Pertama, Indonesia masih dihadapkan pada kondisi celah tabungan-investasi yang negatif, karenanya dibutuhkan tingkat suku bunga nominal yang tinggi guna mendorong terciptanya tabungan untuk membiayai pengeluaran investasi. Kedua, pengeluaran investasi di Indonesia sangat menguntungkan sehingga tingkat suku bunga yang tinggi tidak mencerminkan ongkos oportunitas dalam melakukan investasi. Ketiga, para investor dapat memanfaatkan dana murah dari luar negeri dalam membiayai investasi mereka. Arah hubungan yang postif antara stok modal awal dan investasi swasta riil menggambarkan bahwa ada kecendrungan sektor swasta di Indonesia masih bekerja pada skala usaha yang tidak penuh. Arah hubungan yang negatif antara tingkat inflasi dan investasi swasta mencerminkan bahwa tingginya tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia, sehingga inflasi lebih bersifat disinsentif terhadap investasi swasta.
Permintaan uang PDB riil dan perrnintaan uang riil satu triwulan sebelumnya berhubungan positif dengan permintaan uang riil sekarang,yangmana besarnya parameter duga yang diperoleh menunjukan bahwa permintaan uang riil satu triwulan sebelumnya lebih menentukan permintaan uang riil sekarang.
Indeks mobilitas modal tingginya angka indeks mobilitas modal (99,95%) berkaitan erat dengan ; Pertama, jumlah modal jangka pendek yang sangat besar di seluruh dunia dengan mobilitas yang sangat tinggi. Kedua, reformasi sektor keuangan (Pakto 87) telah semakin membuka dan membebaskan lalu lintas moneter Indonesia terhadap arus modal asing. Ketiga, semakin marak dan masih mudanya pasar modal Indonesia serta tingkat suku bunga yang tinggi pada pasar uang merupakan daya tarik bagi bagi arus modal asing jangka pendek.
Persamaan produksi agregat.
Ada hubungan yang positif antara produktivitas rata-rata modal per tenaga kerja dan kemajuan tekhnologi (yang diwakili oleh trend waktu) dengan produktivitas rata-rata tenaga kerja. Sedangkan produktivitas rata-rata tenaga kerja pada satu dan tiga triwulan sebelumnya berhubungan negatif dengan produktivitas rata-rata tenaga kerja sekarang,ini berarti ada kecendrungan tenaga kerja untuk menurunkan produktivitas mereka manakala terjadi peningkatan produktivitas rata-rata pada triwulan sebelumnya.
Persamaan permintaan ekspor non-migas riil.
Ada hubungan yang positif antara nilai tukar riil rupiah per US $,Yen dan rata-rata tertimbang mata uang ASEAN sekarang dengan nilai ekspor non-migas sekarang, sedangkan arah hubungan nilai tukar nil rupiah per US $, Yen, rata-rata tertimbang mata uang ASEAN dan ROW pada satu triwulan sebelum nya dengan nilai ekspor non-migas sekarang adalah negatif. Namun dari besarannya diketahui bahwa nilai tukar riil adalah inelastis dengan kata lain depresiasi nilai tukar rupiah tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai ekspor non-migas. Ada kesamaan arah hubungan antara PNB rill jepang, PDB rill Amerika Serikat dan PDB rill ASEAN dengan ekspor non-migas riilyaitu negatif. Sedangkan arah hubungan antara PDB rill ROW dan ekspor non-migas riil adalah positif. Perbedaan arah tersebut disebabkan adanya perbedaan jenis komoditi utama ekspor non-migas Indonesia ke Amerika Serikat,Jepang dan ASEAN dengan ke ROW, yangmana ke tiga negara pertama komoditi utama ekspor non-migas lebih dominan komoditi primer dengan nilai tambah yang rendah sebaliknya ke ROW adalah barang-barang hasil industri manufaktur (terutama hasil industri elektronika). Sedangkan arah hubungan yang negatif antara PDB rill ROW satu triwulan sebelumnya dan ekspor non-migas rill ke ROW sekarang mencermikan adanya ketidakmampuan industri manufaktur Indonesia dalam memenuhi berlanjutnya kenaikan permintaan (ekspor non-migas) dalam waktu relatif pendek.
Persamaan permintaan impor non-migas.
Nilai tukar riil rupiah per US $, per yen triwulan t dan per rata-rata tertimbang mata uang ASEAN triwulan t-1 menunjukan pengaruh yang positif terhadap impor non-migas rill pada triwulan t dari negara-negara tersebut.Pengaruh positif tersebut disebabkan oleh, pertama,impor non-migas dari negara-negara tersebut adalah merupakan barang-barang yang berperan penting dalam aktivitas perekonomian atau tingkat keterpenaruhannya dalam proses produksi sektoral cukup tinggi,kedua,ada kecendrungan prilaku importir untuk mengimpor lebih atau menimbun stok bahan baku dan barang modal manakala terjadi depresiasi nilai rupiah.
Depresiasi nilai tukar rill rupiah per US $ dan per yen yang terjadi pada triwulan t-1 berpengaruh negatif terhadap impor non-migas riil pada triwulan t dari kedua negara tersebut,sedangkan depresiasi nilai tukar rill rupiah per rata-rata tertimbang mata uang ROW yang terjadi pada triwulan t-2 berpengaruh negatif terhadap impor non-migas dil pada triwulan t dari ROW.
Selain terhadap impor non-migas dari Amerika Serikat, Jepang dan ASEAN, PDB rill berpengaruh negatif terhadap impor non-migas dari ROW. Hal ini menunjukan bahwa impor non-migas dari ROW bukanlah merupakan barangbarang yang memegang peranan penting dalam aktivitas perekonomian.
Rasio cadangan devisa per impor non-migas riil triwulan t-1 menunjukan pengaruh yang positif terhadap impor non-migas dari ASEAN. Sedangkan terhadap impor non-migas dari Amerika Serikat,Jepang dan ROW menunjukan pengaruh yang negatif, hal ini diduga berkaitan dengan kedudukan negara-negara tersebut sebagai negara kreditor hutang luar negeri Indonesia yang cendrung mengaitkan hutang dengan impor. Kecilnya nilai parameter duga yang diperoleh sebagai gambaran bahwa rasio cadangan devisa per impor non-migas triwulan t-1 tidak terlalu mencerminkan kemampuan mengimpor.
Persamaan perrnintaan ekspor migas.
Ada kesamaan perilaku ekspor migas riil ke Amerika Serikat dan ASEAN, serta perilaku ekspor migas riil ke Jepang dan ROW. PNB riil Jepang,PDB riil ROW, nilai tukar riil rupiah per yen dan per rata-rata tertimbang mata uang ROW menunjukan pengaruh yang positif terhadap ekspor migas ke negara-negara tersebut. PDB riil Amerika Serikat dan ASEAN nilai tukar nil rupiah per US $ triwulan t-1 menunjukan pengaruh yang negatif, hal ini diduga karena bagi Amerika Serikat dan ASEAN migas dari Indonesia hanyalah sebagai penyangga konsumsi dalam negeri (buffer stock).Namun dengan memperhitungkan variabel interaksi nilai tukar riil dengan PDB riil,diperoleh arah hubungan yang positif antara nilai tukar riil rupiah per US $ triwulan t dan nilai tukar rupiah per rata-rata tertimbang mata uang ASEAN triwulan t-4 dengan ekspor migas ke Amerika Serikat dan ke ASEAN.
Persamaan permintaan impor migas.
Nilai tukar riil rupiah hanya signifikan secara statistik pada persamaan permintaan impor migas dari Amerika Serikat dan ASEAN, yangmana depresiasi rupiah per US $ pada triwulan t-1 berpengaruh positif terhadap impor migas rill triwulan t, sedangkan depresiasi rill rupiah per US $ yang terjadi pada triwulan t-2 menunjukan pengaruh yang negatif.
PDB riil triwulan t-2, triwulan t-3 dan triwulan t-4 berpengaruh positif masing-masing terhadap impor migas riil dari Jepang, Amerika Serikat, dan ASEAN . Sedangkan PDB riil triwulan t-1 berpengaruh negatif terhadap impor migas dari ROW, ini menunjukkan bahwa impor migas dari ROW bagi Indonesia hanyalah sebagai penyangga konsumsi dalam negeri (buffer stock)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T1635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triyana Iskandarsyah
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mintargo
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengestimasi model pertumbuhan ekonomi antar propinsi di Pulau Sumatra dengan memperhatikan masalah perbedaan efisiensi dalam produksi, kualitas output ataupun input, sumber daya alam dan infrastruktnr, (ii) mengestimasi elastisitas output terhadap perubahan input dan angka kemajuan teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi antar propinsi di Pulau Sumatra.
Model fungsi produksi meta yang bersifat translog digunakan sebagai pendekatan karena dapat memperhitungkan perbedaan kondisi antar propinsi (propinsi berpendapatan tinggi dan propinsi - berpendapatan rendah) dan kemajuan teknologi. Sebagai variabel input digunakan stok barang modal dan tenaga kerja. Untuk menghasilkan dugaan yang tidak bias dan efisien digunakan teknik See mingly Unrelated Regression dalam proses pendugaan.
Studi ini menunjukkan terjadinya penurunan dan peningkatan kualitas input pada tahun-tahun tertentu, sedangkan produktivitas total faktor (PTT) mengalami kemajuan pada semua propinsi. Pada golongan propinsi berpendapatan tinggi produktivitas total faktornya lebih tinggi dari golongan propinsi berpendapatan rendah, hal ini berkaitan erat dengan migas yang dihasilkannya. Alokasi investasi mennnjukkan bahwa barang modal lebih menguntungkan secara relatif jika dialokasikan ke golongan propinsi berpendapatan tinggi dari pada ke golongan propinsi berpendapatan rendah.
Kondisi input dan parameter produksi menunjukkan membaiknya kinerja antar propinsi dalam pertumbuhan ekonomi Pulau Sumatra. Untuk itu kebijakan yang sebaiknya ditempuh adalah meningkatkan produktivitas di propinsi berpendapatan rendah dengan meningkatkan mutu modal manusia melalui pendidikan, ketrampilan dan latihan. Sehingga dalam jangka panjang diharapkan bahwa produktivitas total faktor yang ada di propinsi berpendapatan rendah bisa menyamai atau paling tidak dapat mendekati produktivitas total faktor propinsi berpendapatan tinggi, sehingga secara nasional dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Merry Marianti
"ABSTRAK
Setelah mencapai kemerdekaannya, bangsa Indonesia berusaha mewujudkan cita-citanya, antara lain yaitu memajukan kesejahteraan umum bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pada awal kemerdekaan, Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan, sehingga sulit untuk berkonsentrasi dalam pembangunan ekonomi. Pada periode 1945-1965, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah, bahkan pada tahun 1960-1968 pertumbuhan pendapatan per-kapita Indonesia adalah negatip.
Mulai tahun 1969, Pemerintah Orde Baru bertekad untuk melaksanakan pembangunan nasional, dengan titik berat pembangunan di bidang ekonomi. Rencana Pembanguman jangka Panjang yang pertama, meliputi tahun 1969-1993.
Pada tahap awal pembangunan nasional, peranan pemerintah sangat besar. Sumber pembiayaan pembangunan sebagian besar berasal dari hasil ekspar minyak bumi dan bantuan luar negeri. Pada tahun 1983, harga minyak bumi di pasaran dunia turun, sehingga pendapatan pemerintah dari minyak bumi menurun. Sejak saat itu pemerintah mulai melakukan serangkaian deregulasi untuk mendorong sektor swasta agar dapat lebih berperan dalam pembangunan ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti besarnya peran Modal Pemerintah terhadap pertumbuhan PDB selama tahun 1973-1994, dibandingkan dengan input-input lainnya yaitu Modal Swasta dan Tenaga Kerja. Dengan menggunakan fungsi produksi Translog, dimana PDB sebagai output dan Modal Swasta, Tenaga Kerja serta Modal Pemerintah sebagai input, ingin dicari faktor input mana yang mempunyai, elastisitas terbesar terhadap pertumbuhan output, sehingga dapat digunakan sebagai pedoman pengambilan kebijakan Pemerintah.
Berda an hasil estimasi dan analisis yang telah dilakukan, Model Translog Lengkap yang diajukan sebagai dasar untuk melakukan analisis dalam tesis ini ternyata kurang sesuai dengan data yang tersedia, karena adanya masalah kolinieritas-ganda .
Akhirnya penulis menggunakan model dimana masing-masing input nya ada kuadratnya. Lengkapnya hasil estimasi model tersebut adalah sebagai berikut:
lnQ = 23.49 + 0.99171 T + 0.73247 (0.5)(InK)2 + 0.085059 (0.5)(lnL)2 + 0.81753 (0.5)(1nP)2 - 0.73247 (InK)(InP) - 0.085059 (InL)(lnP) + 0.069545 T(InL) - 0.069545 T(InP)
Hasil uji-F dan uji-t model ini adalah significant untuk semua variabel bebasnya.
Model ini menghasilkan elastisitas parsial output terbadap masmg-masing input yang bersifat variabel yaitu:
EK = ∂InQ/∂lnK = 0.73247 (InK) - 0.73247 (InP)
EL = ∂InQ/∂InL = 0.085059 (InL) - 0.085059 (InP) + 0,069545 T
EP = ∂lnQ/∂InP = 0.81753 (InP) - 0.73247 (InK) - 0.085059 (InL) - 0.069545 T
Hasil perhitungan elastisitas untuk masing-masing inputnya dapat diliat pada Lampiran 16. Secara umum kesimpulan hasil perhitungan elastisitas (1973-1994) tersebut adalah sebagai berikut:
EK Positip, mula-mula meuurun, kemudian sejak tahun 1984 meningkat
EL Mula-mula negatip namun mengecil, kemudian sejak tahun 1990 positip dan terus meningkat
EP Mula-mula positip namun menurun, kemudian sejak tahun 1983 menjadi negatip dan semakin membesar
Hal ini menunjukkan bahwa sejak tahun 1983, telah terjadi pergeseran peran dari Modal Pemerintah (yang mempunyai peran positip terbadap pertumbuhan Ekonomi pada tahun 1973-1982) kepada Modal Swasta yang sejak awal memang positip tetapi menurun, dan kemudian sejak 1984 positip dan terus meningkat.
Sejak tahun 1983 pula, pemerintah melalui serangkaian kebijakan Deregulasi yang terus menerus dilaksanakan, telah berkurang perannya dalam pertumbuhan ekonomi, dan digeser oleh sektor Swasta yang selanjutnya memegang peranan yang positip dan terus meningkat dalam pertumbuhan ekonomi.
Jika laju perturnbuhan input sesuai tahun 1990-1994 maka output tahun 1995-2004 akan meningkat namun peningkatannya semakin menurun. Laju perturnbuhan output periode tersebut yaitu sebesar 3.67 % per-tahun.
Jika laju pertumbuhan output ingin dipertahankan pada tingkat 6 % per-tahun dan laju pertumbuhan input Modal Pemerintah, Tenaga Kerja dan Teknologi sama seperti tahun 1990-1994, maka laju pertumbuhan Modal Swasta pada periode tersebut harus mencapai minimal 10.24485 % per-tahun.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mempunyai beberapa saran atau masukan yang mungkin dapat bermanfaat bagi kebijakan pembangunan, yaitu:
1. Produktivitas Tenaga kerja perlu dipertahankan dan ditingkatkan, agar peran yang positip terhadap pertumbuhan ekonomi dapat terus dipertahankan . Misalnya melalui pelatihan kerja, peningkatan kesehatan, ketrampilan, gizi makanan yang lebih baik dan lain-lain.
2. Agar sektor Swasta yang mempunyai peran positip dan semakin meningkat terhadap pertumbuhan ekonomi dapat semakin berkembang, pemerintah perlu menciptakan iklim yang kondusif agar para pengusaha semakin tertarik untuk menanamlcan modalnya di dalam negeri, dan bukan kebalikannya yaitu menanamkan modalnya diluar negeri.
3. Semakin berkembangnya peran sektor swasta dan semakin berkurangnya peran sektor pemerintah, perlu disertai kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak dan pemerataan pendapatan. Kebjjakan tersebut antara lain yaitu pajak yang bersifat progresif dan peraturan perburuhan yang dapat melindungi dan meningkatkan kesejahteraan buruh, dan pemerataan kesernpatan berusaha, terutama bagi pengusaha kecil. Pengusaha kecil perlu dilindungi dan didukung agar dapat lebih berkembang.
4. Sektor pemerintah perlu meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya agar dapat mempunyai peran yang positip dalam pertumbuhan ekonomi. Proyek-proyek yang akan dilaksanakan perlu dievaluasi secara cermat, mana yang betul-betul relevan dan produktif terhadap pertumbuhan output nasional.
5. Dengan adanya perkembangan teknologi baik dibidang hardware maupun software, maka manajemen input-input yang digunakan perlu diperbaiki dan ditingkatkan agar penggunaan input-input lebih efisien dan lebih produktif sehingga dapat lebih berperan dalam perturnbuhan output."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matsui, Kazuhisa
"Dalam pembangunan ekonomi Indonesia yang menjadi salah satu masalah pokok yang sering dibahas dewasa ini adalah masalah Sumber Daya Manusia (SDM). Semua orang mengetahui akan pentingnya SDM yang bermutu tinggi, mengingat SDM yang bermutu tinggi. dapat memacu akselerasi pertumbuhan ekonomi. Masih kurangnya SDM yang bermutu tinggi di Indonesia maka Sumber Daya Manusia yang bermutu tinggi sangat diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek).
Tenaga kerja terdidik tingkat tinggi merupakan faktor utama untuk mempercepat pembangunan ekonomi suatu negara. Yang perlu diperhatikan dengan -meningkataya jumlah tenaga kerja tersebut adalah Cara penggunaan atau pemanfaatan dalam pasar tenaga kerja. Secara umum dalam ilmu ekonomi dinyatakan bahwa permintaan dan penawaran tenaga kerja akan disesuaikan secara otomatis dengan mekanisme pasar.
Tenaga kerja itu sendiri tidak selalu homogen, faktor pendidikanlah yang banyak memberikan variasi sehingga tercipta tenaga kerja terdidik, sehingga terjadi `perubahan kualitatif dalam pasar tenaga kerja. Penyesuaian antara permintaan dan penawaran tenaga kerja terdidik tingkat tinggi akan menjadi sulit karena adanya interaksi antara peningkatan pendidikan dan perubahan struktural pasar tenaga kerja. Kecenderungan ini akan semakin terlihat jelas dengan adanya kemajuan teknologi dimasa akan datang sehingga penyesuaian atas pennintaan dan penawaran tenaga kerja semakin sulit. Dalam hal ini sering muncul keadaan dimana tingkat penggunaan tenaga."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T4374
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Elizabeth Tiur
"Pada Pembangunan jangka panjang Tahap yang ke II ini, telah disepakati bersama untuk memasukkan modal manusia sebagai variabel utama dalam memacu pembanguan. Unsur pendidikan menjadi unsur yang sangat penting bagi peningkatan sumber daya manusia untuk dapat memacu pembangunan seperti yang diungkapkan dalam paragraf diatas. Bila dilihat peranan Pendidikan didalam Pertumbuhan Ekonomi maka peranan tersebut dapat dikelompokkan kedalam 2 hal yaitu : (1 ) berperan dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja dan yang ke (2) yaitu berperan dalam proses adopsi dan pengembangan teknologi. Peran yang pertama, menyiratkan bahwa dengan bertambahnya tingkat pendidikan tenaga kerja, maka kualitas tenaga kerja tersebut akan meningkat sehingga output yang dihasilkannyapun dapat meningkat baik dari segi kualitas serta kuantitasnya. Dengan hasil yang dicapai yang lebih tinggi tersebut maka produktivitas tenaga kerja pun menjadi semakin tinggi.
Peran yang kedua, menggambarkan bahwa perubahan teknologi baik melalui alih teknologi maupun penciptaan teknologi baru merupakan faktor penggerak utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sedangkan pengembangan teknologi.hampir semuanya berlangsung rnelalui pendidikan formal. Oleh karena itu pengembangan teknologi hanya dimungkinkan dengan investasi dalam modal fisik dan dalam modal manusia. Penambahan modal fisik saja tanpa didukung dengan manusia yang berkualitas ( = terdidik ) tidak akan efektif.
Dengan alasan uraian diatas maka penelitian ini memilih topik bahasan mengenai Peranan Pendidikan didalam Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia dengan menggunakan pendekatan model TRANSLOG(Periode 1969 - 1993). Dari model penelitian yang digunakan tersebut dengan mengaplikasikan data Indonesia periode 1969 - 1993 atas variabel pendapatan Nasional, Kapital, Labor, Pendidikan Tenaga Kerja dan Teknologi diperoleh hasil penelitian sebagai berikut:
1. Hasil print out model (1) sebelum restriksi Parameter variabel pendidikan dihasilkan sebesar 86,098 dengan t-statistik sebesar 0,94760; hal ini berarti setiap variabel pendidikan naik 1% akan menaikkan output sebesar 86,098% namun secara statistik hal ini tidak berarti.
2. Durbin Watson yang dihasilkan pada model (1) diatas sebesar 2,51. Sehingga jika ditest menggunakan tabel DW maka angka tersebut berada didaerah `Inconclusive' artinya tidak dapat disimpulkan adanya autokorelasi (=adanya hubungan antara error yang satu dengan error lainnya).
3. Hasil print out model (6) setelah restriksi. Parameter yang dihasilkan oleh variabel pendidikan sebesar 0,029 dengan t-statistik sebesar 0,1709 ; hal ini dapat digambarkan bahwa jika variabel pendidikan naik sebesar 1% maka output nasional akan naik sebesar 0,029 dan secara statistikpun berarti (= signifikan ).
Jika hasil print out ini dimasukan kembali kedalam model yang telah direstriksi (hanya menggunakan model 6 di halaman 59) diperoleh hash sbb:
In Y = 8,01 + 2,06 (Ink) - 1,14 (1nL) - 0,57 (D) (Ink) - 0,55 (Ink) (InH) (0,0000) (0,0007) (0,0020) (0,0068) + 0,074 (D) (InL) (LnH) + 0,03 (lnH)2 (Ink) (0,0049) (0,1709)
4. Elastisitas output terhadap variabel input Hasil yang diperoleh atas perhitungan Elastisitas output terhadap masing masing input variabel adalah sebagai berikut :
- Elastisitas terhadap Kapital (Rata-rata) = 0,94
- Elastisitas terhadap Labor (Rata-rata) = 0,05
- Elastisitas terhadap Pendidikan (Rata-rata) = 0,24
5. Hasil perhitungan elastisitas output terhadap input variabel Kapital, Labor dan Pendidikan masih berada dalam skala `decreasing return to scale" artinya setiap ada kenaikan input akan menghasilkan output dengan kenaikan yang tidak sebesar kenaikan inputnya.
6. Kondisi Optimum dapat dihitung dengan membuat grafik antara variabel output (=GDP) dihubungkan dengan variabel pendidikan, dimana gambarnya dapat dilihat pada lampiran 32.
Dengan menggunakan hasil Regresi yang diperoleh dari model yang ke (6), diperoleh fungsi sebagai berikut:
d ln Y = -0,56 (lnk) + 0,73 (D) (lnL) + 0,03 (lnH) (lnk) = 0 d ln Hc
maka diperoleh hasil kondisi optimum pada saat:
Pendidikan mencapai angka sebesar : angka indeks 22,6
Jika dilihat dalam data pendidikan periode 1969 - 1993, maka kondisi tersebut belum dicapai.
7. Acuan lainnya yang dapat digunakan menjadi bahan pemikiran berikutnya adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kependudukan U.G.M. - Jogjakarta yang disajikan didalam Harian Kompas tanggal 24.05.1995 menggambarkan Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja Tahun 2000 adalah sebagai berikut :
Kebutuhan Tenaga Kerja pada tahun 2000
Pendidikan Menengah 33.000.000 Orang
Pendidikan Tinggi 6.000.000 Orang
Data tersebut belum dikontrol oleh variabel lainnya misalnya Harga.
Dari Data Pendidikan Tinggi yang bekerja sampai tahun 1993 baru mencapai jumlah 7.889.359 orang ( Bab. 3 Halaman 43). Maka total seluruh Perguruan Tinggi (baik Negeri maupun Swasta) diseluruh Indonesia berjumlah 1.171 buah (menurut Statistik Indonesia 1994, halaman 126), dan jika setiap tahun Perguruan Tinggi tersebut menghasilkan lulusan kurang lebih 1.000 orang lulusan, maka total lulusan Perguruan Tinggi sampai tahun 2000 nanti berjumlah 8.197.000 orang).
Target 6.000.000 orang lulusan Perguruan Tinggi pada tahun 2000 akan terlampaui, tetapi walaupun kebutuhan tenaga kerja akan lulusan Perguruan Tinggi telah tercapai hendaknya tetap dibuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat yang berminat menyelesaikan sekolah tingginya sebab dengan semakin banyaknya masyarakat yang dapat menyelesaikan pendidikannya sampai tingkat Perguruan Tinggi, maka tujuannya bukan saja memenuhi kebutuhan kerja tetapi untuk menciptakan lapangan kerja sendiri serta mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari pendidikan, dan sesuai hasil perhitungan dalam kondisi optimum yang belum tercapai."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Widyana
"Penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan apakah ada hubungan (pengaruh) kondisi ekonomi negara-negara mitra dagang dan faktorfaktor pertumbuhan ekonomi di dalam negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di indonesia? Dengan negara-negara mitra dagang mana saja, pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan terus meningkat? Penelitian menggunakan data panel: 20 negara mitra dagang, yaitu jumlah ekspor terbesar ke negara tujuan (Australia, Belgia, Kanada, Cina, Perancis, Jerman, Hong Kong, India, Italia, Jepang, Korea, Malaysia, Belanda, Filipina, Saudi Arabia, Singapura, Spanyol, Thailand, Inggris, dan Amerika Serikat sebagai mitra dagang utama) pada periode waktu 30 tahun (1974-2003).
Regresi data panel dengan menggabungkan (pooling) data cross-section dan time series, menggunakan variabel dummy (least square dummy variable) dan variabel lag dependen (YP(-1)); serta dikombinasikan dengan model kuadratik ( YPPxYPP, TRDIxTRDJ dan YPRxYPR) adalah serupa dengan estimasi data panel dengan fixed efects.
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan (pengaruh) kondisi ekonomi negara-negara mitra dagang dengan pertumbuhan ekonomi di indonesia. Peningkatan US$ 1 pdb per kapita riil negara mitra dagang (YPP) menyebabkan peningkatan US$ 0.039771 tingkat PDB per kapita rill indonesia (YP) (signifikan). Pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan terus meningkat dengan negara-negara mitra dagang yang mempunyai nilai rasio pdb per kapita rill terhadap PDB per kapita rill negara mitra dagang (ypr) lebih kecil dari nilai ypr optimal 3.102024 dengan prioritas dalam hubungan kerjasama perdagangan, yaitu Jepang, Amerika Serikat, Belanda, Perancis, Belgia, Hong Kong, Kanada, Inggris, Australia, Singapura, Italia, Spanyol, Saudi Arabia, Jerman, Korea, Malaysia, Thailand, Filipina, Cina, dan India. pertumbuhan ekonomi akan meningkat dengan negara-negara mitra dagang yang mempunyai tingkat PDB per kapita riil (YPP) yang besar.
Ada hubungan (pengaruh) faktor-faktor pertumbuhan di dalam negeri terhadap pertumbuhan ekonomi. peningkatan US$ 1 PDB per kapita rill inisial indonesia (LYP) menyebabkan penurunan US$ 0.029591 tingkat PDB per kapita rill Indonesia (signifikan); pertambahan 1 orang pertumbuhan penduduk Indonesia (PI) menyebabkan penurunan US$ 1832.987 tingkat PDB per kapita riil Indonesia (signifikan); peningkatan 1 persen investasi/PDB rill Indonesia (invi) menyebabkan peningkatan US$ 4.033363 tingkat PDB per kapita riil Indonesia (signifikan); peningkatan 1 poin angka inflasi Indonesia (inft) menyebabkan peningkatan US$ 804.2352 tingkat PDB per kapita riil Indonesia (signifikan); peningkatan 1 poin secondary enrollment ratio (SER) Indonesia (SCHI) menyebabkan penurunan US$ 12.65101 tingkat PDB per kapita rill Indonesia (signifikan); peningkatan US$ 1 trade/PDB rill Indonesia (TRDI) menyebabkan peningkatan US$ 689.5339 tingkat PDB per kapita riil Indonesia (signifikan); peningkatan 1 poin YPR menyebabkan peningkatan US$ 246.6701 tingkat PDB per kapita rill Indonesia (signifikan); peningkatan US$ 1 pola interaksi PDB per kapita riil negara mitra dagang dengan trade/PDB riil indonesia (YPPxTRDI) menyebabkan penurunan US$ 0.009320 tingkat PDB per kapita rill Indonesia (signifikan).
Keterbukaan (openness) tidak selalu akan memberikan manfaat yang lebih (more benefit) dengan pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan impor bahan baku yang iebih tinggi daripada laju pertumbuhan ekspor barang modal seperti mesin-mesin industri menunjukkan bahwa tingkat kapitalisasi (capital intensive) proses perekonomian di dalam negeri masih rendah.
Dari hasil penelitian ini, saran untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi adalah pemerintah kembali menggiatkan program keluarga berencana (KB) untuk mengurangi laju peningkatan jumlah penduduk; investasi diarahkan untuk menghasilkan produk-produk antara (intermediate goods) guna mengurangi laju impor barang-barang dasar sehingga share of trade meningkat, menyebabkan pdb per kapita meningkat; jaminan kepastian di dalam negeri, yaitu stabilisasi harga untuk mencegah peningkatan inflasi walaupun sebenamya diperlukan untuk rangsangan investasi; kebijakan pemerintah terhadap peningkatan SDM lulusan sekolah menengah, contoh pemberian training (tenaga kerja siap pakai) dan penyediaan lapangan pekerjaan yang sesuai untuk tenaga menengah; peningkatan kerjasama perdagangan dengan negara-negara mitra dagang yang mempunyai YPR iebih kecil dari YPR optimal 3.102024 dengan prioritas dalam hubungan kerjasama perdagangan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T 17092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>