Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alfiany Sukmawati
"ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorragic Fever (DHF)
merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem
kesehatan masyarakat. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin
bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Kejadian
demam berdarah dengue di Kabupaten Tangerang mengalami kenaikan pada setiap 3
tahun terhitung mulai tahun 2007-2015, pada 2010 dan 2013 sehingga diperkirakan
akan mengalami kenaikan pada tahun 2016. Dan jika dilihat dari rata-rata jumlah kasus
DBD per bulan dari tahun 2011-2015 terlihat bahwa kasus DBD berada pada posisi
puncak di bulan Januari, Juni dan Juli. Sehingga pada tahun 2016 Januari akan
mengalami kenaikan jumlah kasus. Tujuan penelitian ini adalah didapatkan gambaran
secara spasial wilayah beresiko Demam Berdarah Dengue pada 5 kecamatan di
Kabupaten Tangerang Tahun 2016. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi
karakteristik individu,yaitu karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
perilaku, pengetahuan dan variabel deteksi serologi agen serta variabel lingkungan
vektor, yaitu suhu, kelembaban dan breeding place. Penelitian ini menggunakan desain
korelasi Ekologi dengan pendekatan spasial. Penelitian ini meneliti sampel sebanyak
150 sampel dari 5 wilayah kecamatan endemis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pola sebaran kasus DBD menunjukan
bahwa kecamatan Curug memiliki kasus paling tinggi yang sebanding dengan sebaran
keberadaan jentik dibandingkan dengan wilayah kecamatan lain, Dominasi serotipe
virus DEN-2 dan DEN-3 dan hasil kuesioner didapatkan kecamatan Cikupa memiliki
tingkat pengetahuan dan prilaku mengenai demam berdarah dengue paling rendah, yaitu
sebanyak 28 responden dari 30 (93,3%) memiliki pengetahuan kurang dan 25 responden
dari 30 (83,3%) memiliki pengetahuan kurang.

ABSTRACT
Demam berdarah dengue or Dengue Haemorragic Fever (DHF) is a disease
caused by dengue virus infection remains a public health problem. Number of
patients and the area of distribution is increasing along with the increasing
mobility and population density. The incidence of dengue fever in the district of
Tangerang has increased in every 3 years starting from the year 2007 to 2015, in
2010 and 2013 and is expected to increase in 2016. By the views of the average
number of dengue cases per month from 2011-2015 seen that dengue cases in the
top position in January, June and July. So in January 2016 will increase the
number of cases. The purpose of this study was obtained picture of the spatial
region are at risk of Dengue Fever in 5 districts in Tangerang year 2016. The
variables studied in this research include individual characteristics age, sex,
education, occupation) behavior, knowledge and serological detection variables
agents and vectors environment variables, such as temperature, humidity and
breeding place. The design of this research is study ecological correlation with the
spatial approach. This study examined a sample of 150 samples of 5 areas
endemic in Tangerang.
"The results of this study showed that the distribution pattern of dengue cases"
"showed that the districts Curug have a case of the highest comparable to the distribution of the existence of larva than in other districts, domination virus serotypes DEN-2 and DEN-3 and the results of the questionnaire obtained districts Cikupa have a level of knowledge and attitudes regarding the lowest dengue fever, as many as 28 respondents out of 30 (93.3%) have less knowledge"
"and 25 respondents from 30 (83.3%) have less knowledge."
"
2016
S639890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Aziz
"Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia, khususnya di Kota Tasikmalaya yang telah menjadi daerah endemis DBD. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kejadian DBD di Kota Tasikmalaya tahun 2014. Penelitian ini merupakan analisis lanjutan dari data surveilans BBTKL-PP Jakarta tahun 2014 yang menggunakan desain studi cross
sectional. Sampel penelitian ini adalah penderita DBD dan masyarakat di sekitar rumah penderita dengan radius 200 meter. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi DBD di Kota Tasikmalaya adalah 0,13%. Prevalensi DBD tertinggi ditemukan pada penduduk berumur di bawah 41 tahun (76,19%), berjenis kelamin perempuan (71,4%), berpendidikan rendah (57%), tidak bekerja (57,94%), berpengetahuan rendah (85,71%), berperilaku berisiko (61,9%), memiliki rumah dengan suhu sekitar 28-32oC (66,7%) dan kelembaban udara di luar kelembaban berisiko (95,2%).

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) remains a major public health problem in Indonesia, especially in Tasikmalaya City which has become endemic area. This study aims to determine the picture incidence of dengue in Tasikmalaya City in 2014. This study is a follow-up analysis of BBTKL-PP Jakarta’s surveillance data in 2014 that uses a cross sectional study design. Samples were DHF patients and communities around the homes of people with a radius about 200 meters. The results of this study showed that the prevalence of dengue in the Tasikmalaya City is 0.13%. The highest prevalence of dengue was found in the population with age under 41 years (76.19%), female (71.4%), with low education (57%), did not have work (57.94%), knowledgeable low (85.71 %), risk behavior (61.9%), have a house with a temperature of about 28-32oC (66.7%) and the humidity outside humidity at risk (95.2%)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Kurniawati
"ABSTRAK
Tanah merupakan media penularan penyakit cacing usus. Kontaminasi tanah
permukiman menjadi indikator pencemaran tanah oleh tinja penderita infeksi
kecacingan dari kelompok soil transmitted helminths (STH). Prevalensi
kecacingan di Kabupaten Pandeglang cukup tinggi sebesar 43,78%. Tujuan
penelitian ini untuk menganalisis hubungan kontaminasi tanah permukiman oleh
telur/larva cacing dengan infeksi kecacingan pada siswa SD. Penelitian ini
dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang pada Januari s.d. Juni 2016 dengan desain
kasus kontrol terhadap 56 kasus dan 62 kontrol. Proporsi tanah permukiman yang
terkontaminasi telur/larva cacing sebesar 43,20%. Hasil penelitian tidak
ditemukan hubungan yang signifikan antara kontaminasi tanah permukiman oleh
telur/larva cacing dengan infeksi kecacingan (OR 1,696; 95% CI 0,813 ? 3,535).
Sedangkan variabel yang signifikan berhubungan dengan infeksi kecacingan pada
siswa SD antara lain jamban keluarga (OR 2,423; 95% CI 1,147 ? 5,119),
kebiasaan BAB (OR 3,12; 95% CI 1,312 ? 7,421), dan kebiasaan cuci tangan (OR
4,407; 95% CI 2,034 ? 9,547). Analisis multivariat menunjukkan bahwa
kontaminasi tanah permukiman oleh telur/larva cacing tidak berhubungan secara
signifikan dengan infeksi kecacingan pada siswa SD. Kontaminasi tanah
permukiman oleh telur/larva cacing merupakan salah satu variabel confounding
dalam infeksi kecacingan pada siswa SD dan kebiasaan cuci tangan sebagai
variabel yang paling dominan dan signifikan berhubungan dengan infeksi
kecacingan pada siswa SD; OR = 4,395 (95% CI 1,982 - 9,745). Diperlukan
upaya untuk meningkatkan pendidikan dan promosi kesehatan kepada masyarakat
untuk hidup bersih dan sehat terutama praktik cuci tangan pakai sabun dan
kebiasaan BAB serta akses masyarakat terhadap jamban keluarga yang memenuhi
syarat.

ABSTRACT
Soil is a media transmission of intestinal diseases caused by helminth. The
presence of helminth eggs/larvae in the soil residential as an indicator of soil
contamination by human faeces. The prevalence of helminthiases in Pandeglang
quite high at 43.78%. The aim of this study was to analyze the associations
between residential soil contamination by eggs/larvae of the helminth parasite
and helminthiases on elementary students. This study was conducted in
Pandeglang in January to June 2016 with case control design of the 56 cases and
62 controls. The proportion of residential soil contaminated eggs/larvae was
43.20%. This study found no significant associations between residential soil
contamination by eggs/larvae of the helminth parasite with helminthiases in
school children (OR 1.696; 95% CI 0.813 to 3.535). While significant association
of using of family toilets (OR 2.423; 95% CI 1.147 to 5.119), bowel habits (OR
3.12; 95% CI 1.312 to 7.421), and handwashing (OR 4.407; 95% CI 2.034 to
9.547 ) with the school children. Multivariate analysis showed that soil
contamination settlement by eggs / larvae is not significantly associated with
helminthiases. Contamination of soil residential by eggs / larvae of the helmiths
was one of the confounding variables in helminthiases and hand washing as the
most dominant variable and significantly related to helminthiases on elementary
school students; OR = 4.395 (95% CI 1.982 to 9.745). Efforts were needed to
improve public access to eligible family latrines and health education and
promotion to the community for clean and healthy living especially hand washing
for school children"
2016
T46527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziyah Hasani
"Terapi Antiretroviral (ARV) merupakan revolusi dalam pengobatan pasien HIV/AIDS. Beberapa faktor prognosis yang diketahui mempengaruhi kesintasan hidup pasien terapi ARV adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, stadium klinis, status fungsional, kadar CD4 awal, cara penularan HIV, infeksi oportunistik, jenis ARV yang digunakan, dan kepatuhan minum obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor prognosis yang mempengaruhi kesintasan hidup pasien terapi ARV di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta tahun 2007-2017. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien terapi ARV di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Sampel penelitian adalah pasien terapi ARV berusia dewasa yang naïve ARV di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta pada tahun 2007-2017 sebanyak 812 pasien. Penelitian ini menemukan probabilitas kesintasan pasien terapi ARV selama 11 tahun pengamatan adalah sebesar 66,5%. Hasil analisis dengan Extended Cox menunjukkan bahwa faktor prognosis yang paling signifikan mempengaruhi kesintasan pasien terapi ARV adalah infeksi oportunistik, dimana pasien yang mempunyai infeksi oportunistik memiliki risiko kematian 9,5 kali dibandingkan yang tidak memiliki infeksi oportunistik.

Antiretroviral therapy (ARV) is a revolution in the treatment of HIV/AIDS patients. Some prognosis factors that are known to affect the survival of ARV patients are age, gender, education level, marital status, clinical stage, functional status, initial CD4 level, transmission of HIV, opportunistic infections, type of ARV used, and adherence. This study aims to determine prognosis factors that influence the survival of ARV therapy patients at the Central Army Hospital (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta in 2007-2017. The design of this study was a retrospective cohort using medical record data on ARV therapy patients at Gatot Soebroto Hospital in Jakarta. The study sample was a naive ARV patient at the Gatot Soebroto Hospital in Jakarta in 2007-2017 as much as 812 patients. This study found the probability of survival of antiretroviral therapy patients during the 10 years of observation was 66.5%. The results of the analysis with Extended Cox show that the most significant prognosis factor affecting the survival of ARV therapy patients is opportunistic infections, where patients who have opportunistic infections have a risk of death 9.5 times compared to those who do not have opportunistic infections."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arni Widiarsih
"ABSTRAK
Penyakit kardiovaskular yang salah satu faktor penyebabnya adalah hipertensi
merupakan penyebab kematian utama secara global (WHO, 2015). Di Indonesia,
berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2013) untuk pengukuran tekanan darah
secara langsung pada umur di atas 18 tahun diperoleh prevalensi tertinggi di
Bangka Belitung (30,9%). Prevalensi hipertensi untuk wilayah Sumatera tertinggi
kedua setelah Bangka Belitung yaitu Sumatera Selatan yakni sebesar 26,1%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara konsumsi ikan asin
yang mengandung NaCl tinggi dengan kejadian hipertensi. Penelitian ini
menggunakan desain cross sectional. Jumlah sampel adalah sebanyak 90 orang.
Analisis yang digunakan adalah univariat, bivariat, dan multivariate dengan
metode regresi logistik. Setelah dilakukan pemeriksaan kadar NaCl pada ikan asin
diperoleh kadar NaCl tertinggi terdapat pada ikan asin kepala batu dengan nilai
persentase 21,06% (< 20%). Hasil penelitian juga menunjukkan responden yang
mengkonsumsi ikan asin dengan kadar natrium tinggi memiliki risiko 7,696 kali
(95% CI 1,66-35,49) mengalami hipertensi setelah dikontrol oleh variabel lain
yaitu merokok, riwayat hipertensi, aktifitas fisik, indeks massa tubuh (IMT), dan
umur. Dengan adanya temuan hasil pemeriksaan ikan asin yang mengandung
kadar NaCl tinggi dengan persentase 21,06% (> 20%) pada jenis ikan asin kepala
batu dan tingginya tingkat konsumsi ikan asin, sebaiknya langkah yang dilakukan
adalah adanya kolaborasi antara Dinas Kesehatan Kota Palembang bekerjasama
dengan Badan Pengawasan Obat-obatan dan Makanan Kota Palembang (BPOM)
untuk melakukan sosialisasi terhadap penjual ikan asin mengenai cara pengolahan
ikan asin yang sesuai standar SNI.

ABSTRACT
Hypertension is one contributing factor for cardiovascular disease, as the leading
cause of death globally; more people die of cardiovascular disease than for other
causes and an estimated 17.5 million deaths from cardiovascular disease in 2012
(WHO, 2015). In Indonesia, according to data from Health Research (2013) for
the measurement of blood pressure directly at the age of 18 obtained the highest
prevalence in Bangka Belitung ( 30.9 % ). The second highest prevalence of
hypertension for Sumatra is South Sumatra namely by 26.1 % .The purpose of this
study is to look at the relationship between the consumption of salted fish
containing high NaCl with hypertension. This study used cross sectional design.
The number of samples is 90 people. The analysis is univariate, bivariate, and
multivariate logistic regression method. After examination of the levels of NaCl in
salted fish obtained the highest NaCl concentration in salted fish head stone with a
percentage value of 21.06 % (< 20 %).The results also showed respondents who
consume salted fish with higher natrium chloride levels had a risk of 7.696 (95%
CI 1.66 to 35.49 ) had hypertension after being controlled by other variables,
namely smoking, history of hypertension, physical activity, body mass index (
BMI ), and age. Based on the findings of the examination results of salted fish that
contain high levels of natrium chloride with a percentage of 21.06 % (> 20 %) on
the head stones salted fish and the higher level of salted fish consumption, the
properly step is perform collaboration between Public Health Official of
Palembang City with Medicines and the Food Control Agency Palembang
(BPOM) to disseminate the information how to processing salted fish based on
ISO standard to the salted fish seller in this local area."
2016
T46654
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library