Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iwang Gumiwang
"Latar Belakang. Intervensi koroner perkutan (IKP) pada subgrup "chronic total coronary occlusion" (CTO) sering dihubungkan dengan tingkat kegagalan yang relatif lebih tinggi dan angka komplikasi yang relatif lebih tinggi dibandingkan angioplasti koroner secara umum, Penyempurnaan tehnik, peralatan dan cara seleksi pasien terus menerus disempurnakan untuk mencapai keberhasilan yang semakin tinggi. Mengetahui prediktor kegagalan tindakan IKP pada CTO merupakan langkah penting dalam proses seleksi pasien.
Tujuan Penelitian
Mencari variabel prediktor kegagalan tindakan IKP pada CTO
Metode
Dilakukan studi retrospektif "cross sectional" pada 78 kasus CTO yang di terapi IKP, setelah melewati seleksi pada 1205 pasien oklusi total dari total 3654 pasien yang di lakukan tindakan invasif koroner selama setahun (2005). Subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan gagal atau suksesnya tindakan. Ditetapkan sebanyak 25 variabel yaitu 12 variabel klinis (umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, merokok, diabetes melitus, hipertensi, riwayat infark, riwayat bedah pintas koroner, umur oklusi >1 tahun, angina berat dan disfungsi ventrikeI kiri) dan 13 variabel angiografik (true CTO, lokasi Iesi, Iesi ostial, kalsifikasi, "tortousity", "abrupt type"," side branch type", "bridging collateral", diffuse disease", diameter <3mm, panjang > 15mm, lesi multipel dan "multivessel disease") untuk dinilai peranannya terhadap kegagalan tindakan melalui uji univariat dan uji multivariat "logistic regression".
Hasil
Sukses prosedural dicapai pada 57 kasus (73%), komplikasi terjadi pada 1 kasus (1%). Mayoritas kasus adalah pria dengan rerata umur 55 tahun. Pada uji univariat, didapat prediktor adanya kalsifikasi yang signifikan berbeda (OR 3,28. p 0,04. 95%CI 1.05-10,18). Melalui uji multivariat terhadap 7 prediktor yang terseleksi lewat uji univariat mendapatkan 2 prediktor kegagalan IKP yaitu adanya "multivessel disease" (OR 7,1. p 0,07 .95%CI 0,85-59,21) dan adanya "diffuse disease" (OR 2,7. p 0,06 .95%CI 0,93-8,08)
Simpulan
Kami dapat mengidentifikasi adanya "multivessel disease" dan "diffuse disease" sebagai dua variabel prediktor kegagalan IKP pada sari pasien CTO tahun 2005. Kesuksesan IKP dicapai pada 73% pasien dengan angka komplikasi 1%.
Saran
Penelitian prospektif dengan jumlah sampel besar mungkin perlu dilakukan.

Background. Percutaneous coronary intervention (PCI) in patients with chronic total coronary occlusion (CTO) is associated with higher rate of failure and higher rate of complication compared to non-CTO angioplasty. Improvement in technique, logistic and patient's selection method lead to a better success rate. Identification of predictor of failure could be an important step in patient selection.
Objective
To study the predictors of failure of PCI in patients with CTO
Method
A retrospective analysis of clinical and angiographic data of 78 consecutive eligible CTO patients who underwent PCI selected in series of 1205 total occluded vessel of 3654 angiographic patients in the year of 2005 in our catheterization laboratory. We analyzed 25 variables, 12 clinical variables (age, sex, family history, smoking, diabetes mellitus, hypertension, history of myocardial infarction, history of coronary bypass operation, age of occlusion > 1 year, severe angina and poor left ventricle systolic dysfunction) and 13 angiographic variables (true CTO, CTO location, ostial lesion, calcification, tortoises, non-tapered type, side branch type, bridging collateral, diffuse disease, vessel diameter < 3mm, CTO length > 15mm, multi-lesion and multi vessel disease) by unvaried and multivariate analysis (logistic regression) in association between 21 cases of procedural failure group and 57 cases of procedural success group.
Results
Procedural success was achieved in 57 patients (73%) and complication occured in one patient (1%). Majority of patients are male with mean age 55 year. Presence of calcification is the only predictor identified by unvaried analysis (OR 3,28. p 0,04. 95%CI 1.05-10,18). Multivariate analysis identified multivessel disease (OR 7,1. p 0,07 .95%CI 0,85-59,21) and diffuse disease (OR 2,7. p 0,06 .95%CI 0,93-8,08) as predictors of procedural failure.
Conclusions
We identified multivessel disease and diffuse disease as two predictors of procedural failure of PCI in our series of CTO patient with 73% success rate and 1% complication rate in the year of 2005.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yamin
"Balloon Mitral Valvuloplasty (BMV) telah terbukti sebagai salah satu alternatif terapi pada pendenta dengan MS yang simptomatis Mengetahu prediktor keberhasilan jangka panjang akan membantu para klinisi dalam menentukan risiko penderita yang akan dilakukan prosedur tersebut. Dilakukan penelitian observasional, retrospektif di Rumahsakit Jantung Harapan Kita dari bulan Januari 1994 sampai dengan Desember 1996 Tiga ratus tujuh puluh tiga penderita mitral stenosis yang dilakukan prosedur BMV cara Inoue dan semua pendenita diamati sampai bulan Desember 1997 Delapan belas (4,3%) pendenta dikeluarkan dari penelitian karena meninggal dunia di rumah sakit (n-6), komplikasi regurgitasi mitral derajat dua atau lebih (n=5), terdapat kelainan penyerta regurgitasi aorta derajat tiga atau lebih (n-4), stroke dengan sekuele menetap (n-2), dan kelainan koroner (n=1) Dua puluh empat (5,8%) orang hilang dan pengamatan sehingga jumlah pengamatan rata-rata adala 25,5±37,1 bulan dan meliputi 8859 bulan orang Dua puluh dua vanabel yaitu dua variabel demografik, empat variabel klinis, tujuh vanabel ekokardiografi, dan sembilan vanabel hemodinamik diuji untuk mencari variabel prediktor jangka panjang pasca BMV Estimasi survival 4 tahun adalah 94,5 ± 1,8 %, sedangkan estimasi "event-free survival" 4 tahun ( persentase penderita yang tidak mengalami operasi penggantian katub, BMV ulang, kematian kardiak, dan penurunan fungsional klas menjadi NYHA III atau IV) adalah 60,8±4,4%. Berdasarkan uji multivariat (Cax regression model) maka vanabel prediktor independen keberhasilan jangka panjang BMV adalah kalsifikasi berdasarkan ekokardiografi (RR=3,85, CI-1,33-11,17, p-0,01) dan LVEDP pasca BMV (RR=2,19, Cl-1,00-4,79) p-0,04) Pendenta dengan tanpa faktor risiko yaitu nilai kalsifikasi <2 dan LVEDP pasca BMV < 9 mmHg dengan event-free survival rate" 91,5±4,0 %, sedangkan pasien dengan faktor nsiko adalah nilai kalsifikasi 2 2 dan LVEDP pasca BMV 2 9 mmHg dengan "event-free survival rate" sekitar 38,8±8,9% Kesimpulan BMV sebagai salah satu pengobatan bagi pendenta MS Prediktor independen memberikan hasil jangka panjang yang cukup baik tentang hasil jangka panjang tindakan BMV adalah kalsifikasi katub ng berdasarkan ekokardiografi dan LVEDP pasca BMV."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herawati Isnanijah
"Latar Belakang
Disfungsi diastolik cukup sering terjadi pada orang dengan hipertensi, biasanya disertai dengan hipertrofi ventrikel kiri. Indeks volume atrium kiri dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik selain rasio EIA, DT, [VRT, 5117, Ele', dan e'la'. Belum terdapat data indeks volume atrium kiri pada subyek normal maupun subyek penyakit jantung hipertensi pada populasi Indonesia. PeneIitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemeriksaan indeks volume atrium kiri dapat digunakan sebagai parameter disfungsi diastolik ventrikel kiri pada penyakit jantung hipertensi.
Metode
Penelitian dilakukan pada 100 orang dengan subyek normal dan subyek penyakit jantung hipertensi dengan fungsi sistolik ventrikel kiri normal, pada pasien kontrol di poliklinik dan pasien rawat di PJNHK selama periode Januari - Oktober 2006. Akan dilakukan penilaian korelasi antara indeks volume atrium kiri dengan rasio WA, SID, Ele' dan e'la'.
Hasil
Indeks volume atrium kiri pada subyek normal didapatkan sebesar 17,64±1,35, pada kelompok disfungsi diastolik derajat I sebesar 23,26 ± 2,55 berbeda bermakna dengan kelompok disfungsi diastolik derajat 2 sebesar 31,52 ± 3,22 dengan p = 0,001.
Kesimpulan
Terdapat perbedaan bermakna indeks volume atrium kiri pada subyek normal dengan disfungsi diastolik ventrikel kiri derajat 1 maupun derajat 2.

Background
Diastolic dysfunction is frequently found in hypertension, usually accompanied with left ventricular hypertrophy. Several parameter was developed to assess the diastolic function including left atrial volume index, FIA. DT,IVRT,,SID,E/e', and e'Ia'. There is no data for left atrial volume index for normal subjects or subjects with hypertensive heart disease in Indonesian population. The - aim of this study is to prove that left atrial volume index can be used as a parameter for left ventricular diastolic dysfunction in hypertensive heart disease.
Methods
Fifty persons with hypertensive heart disease with normal left ventricular systolic function, who controlled at the outpatient clinic and were hospitalized in NCCHK between January-October 2006 ofperiod, were examined We evaluated the correlation between left atrial volume index and EJA ratio, S/D,E/e', e %a'.
Result
Left atrial volume index in normal subjects is 17.64 ± 1.35, subjects with grade 1 diastolic dysfunction 23.26 f 2.55, grade 2 diastolic dysfunction group 31.35 ± 2.87. Value among those groups differ significantly with p = 0.001.
Conclusion
There is significant difference of left atrial volume index among normal subjects, subjects with grade l and grade 2 diastolic disfunction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achyar
"Latar belakang Meskipun intervensi non-bedah dengan balon (percutaneous balloon mitral valvulotomy) merupakan pilihan utama pada stenosis mitral (MS), tetapi pada kasus-kasus tingkat lanjut, bedah ganti katup mekanis merupakan salah satu pilihan. Penelitian khusus tentang bedah ganti katup mekanis pada MS di Indonesia masih sedikit. Rumahsakit Jantung Harapan Kita Jakarta, dalam kurun waktu 1985-1995 telah melakukan penggantian katup mekanis pada 566 penderita, 348 diantaranya dilakukan penggantian pada katup mitral. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keberhasilan awal dan lambat dari bedah ganti katup mekanis pada stenosis mitral, dan variabel prediktor kematian dari tindakan bedah ganti katup tersebut di Rumahsakit Jantung Harapan Kita Jakarta. Metode penelitian : Penelitian dilakukan secara retrospektrif dan observasional, terhadap penderita MS yang dilakukan bedah ganti katup mekanis di Rumahsakit Jantung Harapan Kita (RSJHK) Jakarta selama kurun waktu 1985-1995. Pengamatan dilakukan mulai Desember 1985-Juni 1997. Pengumpulan data pra, intra dan pasca-bedah, serta data pada saat kontrol rutin dipoliklinik, didapat melalui catatan rekam medik penderita. Penderita yang tidak kontrol rutin, dihubungi dengan surat, telepon, atau kunjungan rumah. Analisis ketahanan hidup dilakukan dengan metode Kaplan-Meier. Variabel prediktor untuk kematian awal dilakuan dengan uji regresi logistik, sedang untuk kematian lambat dilakukan dengan regresi Cox. Hasil: Terdapat 51 penderita, 24 pria (47,1%), dan 27 wanita (52,9%), berumur antara 15-63 tahun (37,8 ± 8). MS murni 37 penderita (72,5%), 11 penderita disertai regurgitasi mitral ringan (21,5%), dan 3 penderita disertai regurgitasi aorta ringan (6%). MS berat 38 penderita (75%), MS sedang 13 penderita (25%). Kematian awal 13,7% (7 penderita), penderita yang dapat diikuti sampai akhir penelitian 95% (36 penderita). Lama pengamatan 228,8 tahun-orang. Ketahanan hidup 5 tahun adalah 85,6 ± 6 %, sedang untuk 10 tahun 79 ± 8,4 %. Komplikasi yang terjadi selama pengamatan, perdarahan oleh karena anti-koagulan 0,5%/penderita-pertahun, emboli 0,5%/penderita pertahun, gagal jantung 2,5%/penderita-pertahun, gagal fungsi katup 0,9%/penderita-pertahun, endokarditis 1%/penderita-pertahun, ganti katup 0,5%/penderita-pertahun, kematian mendadak 0,5%/penderita-pertahun. Variabel prediktor terhadap kematian awal adalah lama pemakaian mesin by-pass (rasio odds 1,02, interval keyakinan 95% 1,00-1,04, p=0,049). Tidak ditemukan variabel prediktor kematian lambat. Kesimpulan : Angka kematian awal 13,7%. Ketahanan hidup 5 tahun dan 10 tahun masing-masing 85,6 ± 6%, dan 79 ± 8,4%. Variabel prediktor terhadap kematian awal adalah lama pemakaian mesin by-pass. Tidak ditemukan variabel prediktor terhadap kematian lambat. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T57273
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Yuli Setianto
"Latar belakang. Fibrillasi atrium (AF) merupakan jenis aritmia yang paling sering dijumpai terutama pada penderita stenosis mitral (MS). Atrium kanan mempunyai karakteristik anatomis tertentu yang menyebabkan halangan elektrofisiologis alamiah yang memungkinkan terjadinya sirkit reentry, schingga memudahkan timbulnya aritmia seperti halnya flutter atrium. Tujuan penclitian ini adalah untuk mengetahui apakah dimensi atrium kanan mempunyai peran yang lebih besar dan merupakan faktor risiko independen terhadap timbulnya AF pada penderita stenosis mitral dibanding dengan faktor lain. Metode dan hasil. Dilakukan penelitian secara potong lintang prospektif dengan menggunakan data base terhadap 42 penderita MS dominan yang dilakukan kateterisasi jantung dan/ valvuloplasti dengan balon (PTMC) antara bulan Juli s'd Descmber 1998 (selama 6 bulan). Tiga puluh penderita dimasukan dalam penelitian. Rasio laki-laki/ perempuan adalah 11/19, rerata umur 34,07 ± 11,58 tahun dengan rentang umur 16-64 tahun. Prosentase penderita AF sebanyak 46,7%. Penderita AF mempunyai umur yang lebih tua secara bermakna dibanding dengan penderita irama sinus (SR) (38,71 ±12,57 tahun vs 30,00 ± 9,18 tahun, p= 0,016). Kelas fungsional penderita AF lebih buruk secara bermakna dibanding kelompok SR (2,36 ± 0,50 vs 1,69 ± 0,60; p= 0,003). Fraksi ejeksi kelompok AF lebih rendah secara bermakna dibanding kelompok SR (54,12 + 10,71 % vs 68,69 t 6,50 %; p- 0,015). Kelompok AF mempunyai Cardio thoraccic ratio (CTR) lebih besar secara bermakna dibanding kelompok SR (62,64 ± 7,53 % vs 54,79 ± 5,32 %; p- 0,006). Area katup mitral dan gradien transmitral tidak berbeda bermakna di antara kedua kelompok. Sedang diameter akhir sistolik, diameter antero-posterior atrium kiri, luas permukaan atrium kanan, diameter medio-lateral atrium kanan, diameter supero inferior atrium kanan, dan volume atrium kanan lebih besar secara bermakna pada kelompok AF dibanding kelompok SR, (berurut-turut 3,264 ± 0,531 cm vs 2,649 ± 0,559 cm; p 0,005, 5,148 ± 1,025 cm vs 4,22 ±0,668 cm; p= 0,006, 3,997 ±0,927 cm vs 2,919 t0,785 cm; p- 0,000, 5,867 ± 0,666 cm vs 4,446 ± 0,738 cm; p= 0,002, 31,072±8,583 cm vs 17,488 ± 5,646 cm; p= 0,000, 52,435 ± 29,647 cm' vs 21,609 ± 11,517 cm'; p=0,001). Demikian pula tidak ada perbedaan bermakna dalam variabel hemodinanik di antara kedua kelompok AF dan SR. Dengan analisis multivariat menggunakan analisis regresi logistik menunjukkan hanya luas permukaan atrium kanan yang berperan terhadap timbulnya AF. (p 0,0079; kocfisien regresi 0,407, OR= 1,503; CI 95% OR= 1,121 2,014) Kesimpulan. Pada penderita MS: Luas permukaan atrium kanan lebih berperan dan merupakan faktor risiko independen terhadap timbulnya AF dibanding dengan variabel lain termasuk dimensi atrium kiri."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library