Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yoli Farradika
"ABSTRAK
Penyeliaan fasilitatif merupakan pendekatan baru yang digunakan dalam kegiatan
penyeliaan program KIA. Belum semua provinsi dan kabupaten di Indonesia
melaksanakan penyeliaan fasilitatif program KIA dengan baik. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan langkah awal penyeliaan
fasilitatif program KIA di Puskesmas di Kabupaten Sijunjung tahun 2011.
Penelitian dilaksanakan pada Bulan April – Mei 2011 di Kabupaten Sijunjung
Sumatera Barat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan
desain studi cross-sectional. Populasi penelitian adalah seluruh Puskesmas yang
terdapat di Kabupaten Sijunjung. Sampel penelitian sama dengan populasi yaitu
seluruh Puskesmas di Kabupaten Sijunjung yang berjumlah 12 Puskesmas. Hasil
penelitian menunjukkan Puskesmas di Kabupaten Sijunjung memiliki rata-rata
tingkat kepatuhan baik (≥ 80%) terhadap standar pelayanan KIA dan asuhan
persalinan. Rata-rata tingkat kepatuhan Puskesmas terhadap standar pelayanan
KIA adalah 83,13% dan terhadap standar asuhan persalinan adalah 88,96%. Itemitem
yang banyak tidak memenuhi standar di seluruh Puskesmas merupakan
bagian dari aspek logistik. Puskesmas non-perawatan dan Puskesmas perawatan
memiliki rata-rata tingkat kepatuhan baik terhadap standar pelayanan KIA dengan
nilai 81,51% dan 84,75%. Diharapkan item-item yang banyak tidak memenuhi
standar dapat segera dibuatkan rencana tindak lanjut oleh pihak yang
bertanggungjawab.

ABSTRACT
Supportive supervision is a new approach used in the supervisory activities of
MCH program. Not all provinces and districts in Indonesia implemented
supportive supervision of MCH program. The purpose of this study is to know the
description of the implementation of supportive supervision initial steps of MCH
program in Primary Health Cares in Sijunjung District 2011. This study is
conducted on April – May 2011 in Sijunjung District of West Sumatra. This study
is a descriptive study with cross-sectional study design. The population of this
study is the entire Primary Health Cares located in the Sijunjung District. Sample
is the entire Primary Health Cares in Sijunjung District, amounting to 12 Primary
Health Cares. The result shows that Primary Health Cares in Sijunjung District
have an average good compliance rate (≥ 80%) of MCH service standard and care
delivery. The average compliance rate of MCH service standard is 83,13% and
care delivery standard is 88,96%. Most items which do not meet the standard in
all Primary Health Cares are part of the logistics aspect. Non-treatment Primary
Health Cares and treatment Primary Health Cares have an average good
compliance rate of MCH service standard with a value of 81,51% and 84,75%. It
is expected that many items which do not meet the standards can be followed-up
by the responsible party."
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bakhtiar Rakhman
"ABSTRAK
Masalah gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia.Laporan Riset
Kesehatan Dasar Tahun 2010 menyatakan sebanyak 13,0% anak berstatus gizi
kurang 4,9% diantaranya berstatus gizi buruk. Gizi buruk pada balita disebabkan
beberapa faktor.Penelitian ini bertujuan mengetahui determinan gizi burukpada balita
usia 24-59 bulan.Desain penelitian yang digunakan adalah case control.Data
yangdigunakan merupakan data primer dan data sekunder dari data gizi Puskesmas
Rangkasbitung Bulan Mei 2013.Populasi adalah balitausia 24 sampai 59 bulan yang
tinggal diwilayah penelitian dan sampel adalah balita yang memiliki data-datayang
lengkap dan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Sampel yang terpilih sebanyak 105
balita terdiri dari 35 dari kelompok kasus dan 70 balita dari kelompok kontrol. Analisis
statistik yang digunakan adalah univariat, bivariat dengan chisquare danmultivariate
dengan logistik regresi, untuk melihat faktor yang paling dominan. Hasilbivariate
menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan adalah berat lahir (OR 7,56), riwayat
imunisasi(OR 5,04), penyakit infeksi(OR 3,06), asupan kalori(OR 11,09) dan
protein(OR18,11).Faktor paling dominan berhubungan dengan gizi buruk pada balita
adalah asupan protein dengan nilai OR 18,11 (95% CI 3,78-86,64).Balita yang
mendapatkan asupan protein kurang dari 80% AKG memiliki risiko 18,11 kali
untuk terjadi gizi buruk dibandingkan dengan balita yang mendapatkan asupan
protein lebih dari 80% AKG.Pihak Puskesmas dan Dinas Kesehatan disarankan
untuk lebih meningkatkan upaya promosi gizimengenai makanan sumber
proteindan imunisasi dengan turut terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan disertai
pemantauan yang seriussehingga keluarga yang memiliki balita mampu
memberikan asuhan gizi yang sesuai tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.

ABSTRACT
Problem of malnutritionisahealth probleminIndonesia.Health Research
Associationreportof 2010statedas13.0% lessnourishedchildren4.9% weresuffering
from severe malnutrition.Malnutrition amongchildren under fivedue to several
factors.This studyaims to determine thedeterminants ofmalnutrition amongchildren
aged24-59months.The study design usedwas acase control.The data usedareprimary
dataandsecondary datafromthe dataRangkasbitungnutritionalhealth centerin
May2013.Populationischildren aged24to 59monthswholiveinthe study areaandthe
sampleisa toddlerwhohadcompletedataandin accordancewith thepurposesof this
study.Selectedsampleswere 105infantsfrom thegroupconsistingof35cases, and
70infantsfromthe control group.Statistical analysisused wereunivariate, bivariatechi
squareandlogisticmultivariateregression, tosee themost dominant
factor.Bivariateresultsindicatethe factorsthatarerelated tobirth weight(OR 7.56),
history ofimmunization(OR 5.04),infectiousdisease(OR 3.06), caloricintake(OR
11.09) andprotein(OR18, 11).The mostdominantfactorsassociatedwithmalnutrition
inchildren under fiveareproteinintakewith a valueOR18.11(95% CI3.78 to
86.64).Toddlerswhoget aproteinintakeof less than80% RDAhas18.11times
theriskformalnutritionoccurscomparedwithinfantswho receivedproteinintake
ofmorethan80% of RDI.The health centerand theDepartmentof
Healthrecommendedtofurther enhancepromotional effortsregarding foodsources
ofproteinnutritionandimmunizationtobecome involvedin community
activitieswithseriousmonitoringso thatfamilieswho have childrento
provideappropriate nutritionalcarestage ofgrowthand development of children."
2013
T35407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Betty Weri Yolanda
"ABSTRAK
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) rentan untuk mengalami kejadian Tuberkulosis (TB). World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian Isoniazid Preventive Therapy (IPT) pada ODHA untuk mencegah terjadinya TB. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian IPT terhadap kejadian TB pada ODHA. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif berdasarkan data rekam medis Klinik Teratai RSHS Bandung. Kelompok studi terdiri dari 154 ODHA berusia ≥ 15 tahun yang tercatat berkunjung ke layanan HIV selama periode perekrutan penelitian periode Mei 2012 s/d Mei 2015 yang mendapat IPT dan memiliki kepatuhan Anti Retroviral Therapy (ART) yang baik jika sudah mendapat ART. Kelompok kontrol terdiri dari 308 ODHA yang tidak mendapatkan IPT dan memiliki kepatuhan ART yang baik jika sudah mendapat ART . Data dianalisis dengan Cox proportional hazard regression dengan perangkat lunak STATA ver 12. Hasil dari studi ini didapatkan Insidens Rate TB pada ODHA yang mendapatkan IPT 0,51 /100PY(95%CI 0,126-2,027, p 0,008) sedangkan pada ODHA yang tidak mendapatkan IPT 2,4/100PY(95% CI 1,515 ? 3,816, p 0,008). Insiden kumulatif ODHA yang mendapatkan IPT 0,013 (1,3%), Insidens kumulatif ODHA yang tidak mendapatkan IPT 0,058 (5,8%). Pemberian IPT berpengaruh dalam mengurangi rate kejadian TB sebesar 0,21 (IRR=0,21,95%CI 0,023-0,881, p 0,008) dan adjusted Relative Risk (RR) sebesar 0,22 (RR=0,22, 95%CI 0,052 - 0,958 , p 0,04) dibandingkan ODHA yang tidak mendapat IPT.Pemberian IPT memberikan efek protektif pada ODHA dalam mengurangi rate dan resiko kejadian TB

ABSTRACT
People Living with HIV (PLHIV) susceptible of Tuberculosis opportunistic infection. World Health Organization (WHO) reccomendation IPT for PLHIV as prevention to develop TB. The objektif of this study to study the association of Isoniazid Preventive Therapy (IPT) provision to TB incidence among PLHIV. This is a retrospective cohort study based on medical records of Klinik Teratai Hasan Sadikin Hospital, Bandung, West Java. Group study are 154 PLHIV of ≥ 15 tahun visited the clinic during May 2012 till May 2015, received IPT and with good adherence of Anti Retroviral Therapy (ART) if they have been with ART. Control group are 308 PLHIV who did not receive IPT and with good adherence of Anti Retroviral Therapy (ART) if they have been with ART. Data was analized with Cox proportional hazard regression using STATA ver 12. Resul from this study the incidence rate of TB among PLHIV received IPT was 0,51 /100PY(95%CI 0,126-2,027, p 0,008), while in control group was 2,4/100PY(95% CI 1,515 ? 3,816, p 0,008). Cumulative incidence among PLHIV received IPT was 0,013 (1,3%), and in control group was 0,058 (5,8%). IPT provision to PLHIV was associated in reducing the rate of TB incidence of 0,21 (IRR=0,21,95%CI 0,023-0,881, p 0,008) and adjusted Relative Risk of TB 0,22 (RR=0,22 95%CI 0,052 - 0,958 , p 0,04) compare PLHIV who did not received IPT. IPT provided protective effect for PLHIV with reducing rate and TB incidence"
2016
T45815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadiki Habib
"Mortalitas pasien pneumonia di rumah sakit meningkat pada saat pandemi COVID-19. Perlu diidentifikasi faktor-faktor risikonya dari determinan biologi, gaya hidup, lingkungan dan pelayanan kesehatan. Penelitian ini menggunakan disain campuran studi kuantitatif kohort retrospektif dan studi kualitatif sequential explanatory. Sampling studi kuantitatif diambil secara acak sederhana dari rekam medis Mei 2020-Desember 2021 di RS dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Studi kualitatif berupa wawancara mendalam bersama enam orang informan. Terdapat 1945 subjek pneumonia dengan insiden kematian 34,1%. Determinan yang berhubungan dengan peningkatan risiko kematian adalah pneumonia berat (HR 1,8;IK95% 1,38-2,43), skor CCI ≥2 (HR 1,5;IK95% 1,16-2,08). komplikasi ≥2 (HR 5,9; 95%IK 2,9-11,9), intubasi (HR 1,6;IK95% 1,27-2,05) dan lama tunggu di IGD ≥8 jam (HR1,4;IK95% 1,12-1,63), tren kematian rawat inap meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Risiko kematian lebih rendah pada subjek dengan infeksi utama selain paru (HR 0,4;IK95% 0,35-0,51), subjek yang mendapat perawatan intensif (HR 0,3;IK95% 0,25-0,41), terapi antikoagulan (HR 0,3;IK95% 0,27-0,44) dan terapi steroid pada pneumonia non-COVID-19 kondisi berat (0,7;IK95% 0,5-0,9). Ketangguhan rumah sakit terjaga dengan adanya kebijakan zonasi, penerapan prinsip mitigasi risiko, dan modulasi layanan. Beban finansial berkurang melalui donasi atau hibah. Kerentanan rumah sakit antara lain kerapuhan infrastruktur, kecepatan kembali ke layanan reguler lebih lambat, rasa takut tenaga kesehatan, dan triase pra-rumah sakit belum berjalan.
Determinan biologi, lingkungan dan pelayanan kesehatan berhubungan dengan sintas rawat inap pasien pneumonia pada masa pandemi COVID-19. Ketahanan rumah sakit perlu dinilai dengan melihat dampak pandemi terhadap kematian pneumonia COVID-19 maupun pneumonia non-COVID-19.

In-hospital mortality of pneumonia increased during the COVID-19 pandemic. It is necessary to identify risk factors from biological determinants, lifestyle, environment and health services. This research uses a mixed design of a retrospective cohort quantitative study and a sequential explanatory qualitative study. Quantitative subjects were selected using simple random sampling based on medical records May 2020-December 2021 at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. In-depth interviews with six informants were performed. There were 1945 pneumonia subjects with a mortality incidence of 34,1%. Determinants associated with an increased mortality risk were severe pneumonia (HR 1,8; 95% CI 1,38-2,43), CCI score ≥2 (HR 1,5; 95% CI 1,16-2,08). complications ≥2 (HR 5,9; 95% CI 2,9-11,9), intubation (HR 1,6; 95% CI 1,27-2,05) and waiting time in the ER ≥8 hours (HR1,4 ;95% CI 1,12-1,63), the trend of inpatient mortality increases with increasing age. The risk of death was lower in subjects with primary infections other than lung (HR 0,4; 95% CI 0,35-0,51), subjects receiving intensive care (HR 0,3; 95% CI 0,25-0,41), anticoagulant therapy (HR 0,3; 95% CI 0,27-0,44) and steroid therapy in severe non-COVID-19 pneumonia (0,7; 95% CI 0,5-0,9). Hospital resilience is maintained by having zoning policies, implementing risk mitigation principles, and modulating services. Financial burden is reduced through donations or grants. Hospital vulnerabilities include infrastructure fragility, slower return to regular services, fear of health workers, and pre-hospital triage not yet in place. Biological, environmental and health service determinants are related to the survival rate of pneumonia patients during the COVID-19 pandemic. Hospital resilience needs to be assessed by looking at the impact of the pandemic on mortality from COVID-19 pneumonia and non-COVID-19 pneumonia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Tias Endarti
"Upaya meminimalisir penurunan kualitas hidup pada populasi rawan bencana dapat dilakukan dengan peningkatan ketangguhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketangguhan pada tingkat individu, keluarga dan komunitas dengan kualitas hidup individu di daerah rawan bencana pascaerupsi Gunungapi Kelud 2014.
Pendekatan studi yang digunakan adalah mixed method dengan strategi eksplanatoris sekuensial dengan penekanan pada studi kuantitatif. Pada pendekatan kuantitatif, peneliti menggunakan desain hybrid cross sectional ecology pada 252 responden terpilih yang berada di wilayah rawan bencana. Sedangkan untuk studi kualitatif menggunakan metode FGD pada 5 kelompok dan wawancara mendalam kepada 12 informan. Sebanyak 13,1% responden memiliki kualitas hidup yang buruk. 40% responden merupakan individu yang tangguh, 40% individu tinggal di keluarga yang tangguh dan sebanyak 79,4% individu berada di komunitas yang tangguh.
Secara komposit, ketangguhan individu, keluarga dan komunitas tidak berhubungan dengan kualitas hidup. Namun komponen ketangguhan pada tingkat individu (umur dan pekerjaan) dan komunitas (kapital sosial dan SOP bencana) menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup. Variabel tingkat komunitas dapat menjelaskan variasi risiko kualitas hidup buruk sebesar 56,33%.
Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa karakter kapital sosial yang kuat pada populasi ini adalah bonding dan bridging, sedangkan untuk karakter linking masih perlu ditingkatkan. Variabel umur, pekerjaan dan SOP terintegrasi dalam suatu dinamika kapital sosial di masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup, yang disebut dengan model model peningkatan kualitas hidup melalui peningkatan ketangguhan komunitas. Dengan demikian dapat direkomendasikan bahwa peningkatan kualitas hidup dapat dilakukan dengan penguatan kapital sosial.

Decreased of health-related quality of life (HRQoL) among disaster prone population could be minimized by increased of resilience. The study was intended to determine the effect of individual, family and community resilience to HRQoL within disaster prone area post Kelud Volcano eruption 2014.
Mixed method approach was used with the sequential explanatory strategy that weighted into quantitative study. In the quantitative approach, hybrid cross sectional ecology design was employed to 252 selected respondents. Qualitatively approach, FGD and In-depth Interview methods were employed to 5 groups and 12 informants.
Poor quality of life status was reported by 13,1% respondents. Individual resilience was about 40% of respondents. Around 40% and 79,4% of respondents living in a resilient family and community, respectively. Composite variables of each individual, family and community resilience were not significantly associated with individual HRQoL. However, components of both individual resilience (age and occupation) and community resilience (capital social and SOP) were found having significant association with HRQoL. Community level was able to explain risk variation of poor HRQoL about 56,3%.
Qualitative study revealed that the character of a strong social capital in this population was bonding and bridging, while character of linking still need to be improved. Age, occupation and SOP were integrated into a community dynamics of social capital in improving HRQOL, called as the model of HRQoL improvement through increased of community resilience. It was therefore recommended that the improvement of HRQoL within disaster prone community can be implemented along with the strengthening of social capital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlin Listiyaningsih
"Penelitian ini menilai peran genetik rotavirus terhadap keparahan diare pada populasi bayi dan balita di rumah sakit dan puskesmas, pada 2005?2008. Keanekaragaman genotipe rotavirus sangat tinggi; 7 variasi genotipe umum (didominasi G1P[8]) dan 52 genotipe tidak umum (didominasi G4G9P[8]). Rotavirus genotipe tidak umum terdistribusi merata di rumah sakit dan puskesmas. Terhadap genotipe umum, genotipe tidak umum mempunyai PR 1,2 pada keparahan diare. Karakter gen VP7 berperan penting/menentukan peran genotipe GP pada keparahan. Status nutrisi memodifikasi efek peran genotipe pada keparahan diare. Faktor umur dan faktor pemberian sendiri antibiotik secara independen berperan menentukan keparahan. Koinfeksi tidak signifikan merubah derajad keparahan diare infeksi yang diakibatkannya.

This study assessed the rotavirus genetic role on diarrhea severity in infants and young children population in hospitals and primary health centers, at 2005-2008. Genotype diversity of rotavirus is very high; 7 variations common genotype (dominated by G1P[8]) and 52 uncommon genotypes (predominantly G4G9P[8]). Rotavirus uncommon genotypes are distributed equally in both health centers. Against common genotypes, uncommon genotypes have a PR 1.2 in the severity of diarrhea. VP7 genes play an important character and define the role of GP genotype. Nutritional status modify the effects of genotype on the severity of diarrhea. Age and antibiotic are risk factors for severity of diarrhea, independently. Coinfection did not significantly alter the degree of severity of acute infectious diarrhea.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
D1313
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Charles A
"100.000 penduduk. Sebanyak 1,12% dari penderita tuberkulosis adalah penderita tuberkulosis muskuloskeletal.Terbanyak (40-50%) berada di tulang belakang yang dikenal sebagai spondilitis tuberkulosis atau Pott?s disease. Penyakit ini sudah ada sejak zaman purbakala. dengan ditemukannya pada mummi di Peru. STB ini timbul 6-36 bulan pasca infeksi primer di paru. Penderita biasanya berobat setelah adanya gangguan neurologi berupa kelemahan motorik otot dan gangguan sensibilitas Salah satu penatalaksaan penderita spondilitis tuberkulosis adalah dengan operasi sesuai dengan klasifikasi alternatif pengobatan Sapardan II-X Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor prediktor yang mempengaruhi keberhasilan operasi dan membuat model prediksi keberhasilan operasi terhadap penderita STB Penelitian ini berupa kohort retrospektif dari RS Hasan Sadikin Bandung, RS dr Ciptomangunkusumo dan RS Fatmawati Jakarta, RSUD Raden Mattaher Jambi dan sekitarnya serta RS dr Zainal Abidin Banda Aceh dengan jumlah 224 kasus.Berdasarkan penelitian ini, didapatkeluhan nyeri tulang belakang terdapat pada 69.64%, diikuti parestesi 37.95%, tidak sanggup berdiri 41.07%, adanya abses 29.91%. Angka keberhasilan operasi sebesar 87,5%. Variabel jenis kelamin, pendidikan kedekatan lesi frankel praoperasi, IMT, jumlah level lesi, keluhan nyeri tulang belakang, keluhan kesemutan, keluhan tidak kuat jalan, keluhan abses,sebagai prediktor utama keberhasilan operasi dalam pembuatan skoring dan didapat model prediksi dengan AUC 82,6% ± 4,1% dengan rentang skor 0-40, nilai cut-off point keberhasilan skor ≥ 19 pada 94.9% kasus, dimana kemungkinan keberhasilan 7.71 kali lebih besar dibanding penderita yang mempunyai skor < 19 pada akhrrfollow-up 3 bulan pasca operasi.

Indonesia is the fifth most suffering country from tuberculosis after India, China, South Africa and Nigeria, with a prevalence of 209 per 100,000 population. A total of 1.12% of patients with tuberculosis is musculoskeletal tuberculosis. Mostly (40-50%) is in the spine known as tuberculosis spondylitis or Pott's disease. This disease has been known since discovered in the mummy in Peru during ancient age. This STB arising 6-36 months post primary tuberculosis infection. Patients usually come after suffering neurological deficits such as motor weakness and impaired muscle sensibility. One of modality management of spondylitis tuberculosis is operating in accordance with the classification of treatment alternatives Sapardan II-X The purpose of this study was to determine predictors of successful operation and make predictive models of successful operation against people with STB This is a retrospective cohort study of Hasan Sadikin Hospital, Dr RS and RS Fatmawati Ciptomangunkusumo Jakarta, Jambi Mattaher Raden Hospital and surrounding areas as well as Dr. Zainal Abidin Hospital in Banda Aceh by the number of 224 cases. Based on this study, patient suffering of spinal pain at 69.64%, followed by paresthesias 37.95%, can not able to stand 41.07%, abscesses 29.91%. Operation success rate were 87.5%. Variables gender, education, proximity lesions, preoperative Frankel, BMI, number(s)level of lesion, spinal pain, paresthesias, can not able to stand, complaints abscess, are the main predictor of successful operation in the making a scoring system and predictive models obtained with AUC 82.6% ± 4.1% with a score range of 0-40, the cut-off score of ≥ 19 point success in 94.9% of cases, where the probability of success 7.71 times higher than patients who had scores <19 at the end of 3 months follow-up after surgery.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
D1468
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library