Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budhi Paramita
"The Five Year Plan closely guides economic development in Indonesia. Starting from the first Five Year Plan, covering the period 1969-1974, the emphasis was shifted from rehabilitative operations to substantial economic development. The targets are to produce more of the traditional products and services in addition to building new organizations and manufacturing plants capable of producing new goods and services, which previously have been imported. In this phase of economic development, institutional and organizational problems often hampered the realization of specified targets. The introduction of empirical macro organization research at the present time will be important, because it may create an instrument for observing and analyzing organizational data to detect past errors and suggest ways of problem resolution. Such research can also help in designing good organization. The resulting higher organizational efficiency and productivity should provide more certainty in achieving those targets set in the Five Year Plan.
The focus of the study will be on the formal aspects of organizational structure, which is defined as the internal differentiation and patterning of relationships. The justification for this study is that size, complexity, centralization, formalization and coordination are those internal properties that fall under the realm of managerial prerogatives. When correctly applied to the particular situation, these principles will provide invaluable guides to the construction of a rational-efficient framework for managing. The assumption that: given the general purpose of an organization, one can identify the basic functions and structure necessary for the realization of this purpose, will be the basis for the present empirical investigation.
Choice of Organizational Model
Conditions external to the organization contribute to what goes on within the organization, the form that the organization takes, and the consequences of its action. In order to survive, organizations must be able to adapt to the demand and turbulences of the environment. An aspect of the socio-cultural environment, which might be expected to exert a strong influence on the structure and behavior of formal organizations, is the structure of society itself, and the values and attitudes that this structure tends to generate.
As in other Asian countries, the managerial style in Indonesia is paternalistic and autocratic in nature. It is a direct personalized kind of control and the locus of authority is most often at the top.
Blau who states that, when an authoritarian orientation prevails in society, strict hierarchical control may be the most effective method of organizational administration makes a similar observation.
Another important characteristic of the socio-cultural environment is its degree of homogeneity. According to Thompson, in heterogeneous environments such as those, which obtain the highly developed countries, organizations generally set up several specialized subunits, each assigned a specific area of the environment to deal with.3 Conversely, in relatively homogeneous environments such as those in predominantly agricultural societies in Asia and Africa, one would expect organizations to be less internally differentiated."
Depok: Universitas Indonesia, 1976
D255
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arsjad Anwar, 1936-
"Disertasi yang berjudul "Pertumbuhan Pertanian Dilihat Dari Pertumbuhan Produk Domestik/bruto Di Indonesia, 1960-1980" akan akan gas masalah yang erat kaitannya dengan perubahan struktur produksi, atau kanposisi Produk Danestik Bruto (disingkat P.D.H.) menurut sektor dan lapangan usaha, yang biasa menyertai proses pertumbuhan ekonani atau peningkatan pendapatan per-kapita. Selain dari perubahan dalam struktur produksi, pertumbuhan ekonomi juga biasanya disertai dengan berubahnya struktur kesempatan kerja menurut sektor dan lapangan usaha.
Paham yang sistematis tentang perubahan struktur produksi dan struktur kesempatan kerja yang menyertai pertumbuhan ekoncmi dimul.ai dengan diperkenalkannya konsep tentang produksi, atau yang kemudian lebih dikenal sebagai sektor, primer, sekunder, dan tarsier oleh Fisher tahun 1935- . Tanpa dukungan bukti kuantitatip, Fisher mengemukakan pendapatnya bahwa pertumbuhan ekonorni biasanya disertai dengan pergeseran permintaan dari sektor primer, ke sektor sekunder, dan akhirnya ke sektor tersier. Pada gilirannya hat itu akan mengakihatkan terjadinya perubahan dalam struktur produksi yang sesuai dengan pergeseran dalam permintaannya, yaitu melalui pergeseran dalam kesempatan kerja dan alokasi dana dari sektor primer, ke sektor sekunder, dan akhirnya ke sektor tersier . Dengan perkataan lain teori tentang perubahan struktur produksi dan kesempatan kerja selama pertumbuhan ekonomi dari Fisher didasarkan pada adanya pergeseran permintaan.
Bukti kuantitatip yang mendukung pendapat Fisher tersebut diberikan oleh Clark {1940, 1951, 1957). Dengan menggunakan data cross section dari beberapa negara, Clark menyusun struktur praduksi dan kesempatan kerja, menurut sektor dan tingkat pendapatan per-kapita. Dari hasil perhitungan tersebut Clark dan Ferlihatkan tentang hubungan antara perubahan struktur produksi dengan struktur kesempatan kerja menurut sektor. Sehubungan dengan pergeseran struktur kesempatan kerja yang menyertai pertumbuhan ekonomi, Clark mengemukakan pendapatnya yang agak berbeda dari Fisher. Menurut Clark pergeseran dalam struktur kesempatan kerja tersebut dicapai dengan: pertama, terjadinya peningkatan produktivitas per-pekerja di setiap sektor, dan kedua, bergesernya pekerja dari sektor yang lebih rendah produktivitasnya ke sektor yang lebih tinggi produkti vitasnya.
Dari beberapa literatur tentang ekonomi diketahui bahwa perincian lapangan usaha dari tiap sektor adalah sebagai berikut. Sektor primer meliputi pertanian dan seringkali juga mencakup pertambangan dan penggalian. Sektor sekunder terdiri dari industri pengolahan, hangman, dan adakalanya juga meliputi pertambangan dan penggalian. Sementara itu sektor tarsier mencakup listrik, gas, dan air mineral; pengangkutan dan komunokasi; perdagangan, rumah makan dan penginapan; lembaga keuangan, perdagangan benda tak bergerak, dan jasa perusahaan; sewa rumah; pemerintahan , pertahanan; dan jasa lainnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1983
D1159
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninok Leksono Dermawan
"Dalam disertasi ini ada dua latarbelakang yang perlu dikemukakan. Pertama adalah yang menyangkut senjata dan kedua tentang Asia Tenggara. Berdasar kedua latar belakang inilah pada bagian-bagian berikut bab ini dapat disusun rumusan masalah, kerangka teori, tujuan dan kegunaan disertasi ini. Kedua latar belakang ini pula nanti akan bermanfaat dalam penurunan dan pemeriksaaan hipotesa.
Mengingat tema disertasi ini adalah akuisisi senjata, maka wajar bila sebelumnya dijawab terlebih dahulu pertanyaan berikut ini: "Mengapa setiap negara memerlukan persenjataan?" Apa latar belakang dan alasannya? Menelusuri soal ini orang bisa tiba di jaman purba.
Hal itu bisa dimengerti, karena pada dasarnya perkelahian atau pertempuran itu sendiri lebih tua dari manusia, diawali oleh pendahulu kita yang masih berciri hewan. Antropolog yang berupaya mencari rantai yang hilang antara manusia paling mula - Homo habilis - dan keturunannya, yakni primata yang kurang mampu, ingin sekali menemukan bukti berupa batu kepingan. Perbedaan antara satu primata nonmanusia dan manusia adalah bahwa manusia membuat alat. Dan, meskipun sejumlah peneliti berusaha membuktikan bahwa nenek moyang kita adalah golongan cinta damai, ternyata peralatan paling awal buatan manusia adalah senjata.
Kekerasan, tulis Russell Warren Howe (1980) adalah satu solusi prasejarah bagi pertikaian yang diwariskan oleh waktu dan kebudayaan, dengan sofistikasi yang tidak ada akhirnya. Tetapi tanpa unsur waktu, budaya dan peningkatan sofistikasi pun, kekerasan tetaplah akan ada. Abad-abad pencerahan dan sains ternyata hanya meningkatkan kemampuan kita untuk membunuh manusia lebih banyak, lebih cepat dan lebih efektif, daripada apa yang bisa dilakukan oleh nenek moyang kita di jaman purba, atau oleh teman-teman kita, primata dan mamalia lain.
Dengan demikian, studi apa pun mengenai senjata militer senantiasa melibatkan satu wisata terpandu (guided tour) ke 'sisi gelap' watak manusia: kecerdikan yang manusia tidak pernah berhenti untuk menerapkannya dalam masalah membunuh anggota-anggota spesiesnya sendiri dalam konflik formal yang dikenal dengan nama: perang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
D95
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library