Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sophia Rebecca Adventa
"Latar Belakang: Status kebersihan rongga mulut yang buruk ditandai dengan biofilm dalam jumlah banyak. Biofilm terbentuk dari perlekatan bakteri ke permukaan padat dan dengan bakteri lain. Bakteri later colonizers patogen periodontitis di biofilm seperti Treponema denticola bergantung pada early colonizers seperti Veillonella parvula. Protein VtaA dan Msp berperan dalam fungsi perlekatan Veillonella parvula dan Treponema denticola. Akumulasi biofilm dapat menyebabkan periodontitis. Akan tetapi periodontitis tidak umum dibahas pada anak. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan jumlah Veillonella parvula dan Treponema denticola, serta ekspresi gen VtaA dan Msp spesifik tiap bakteri dari saliva anak terhadap status rongga mulut. Metode: Penelitian ini menggunakan 40 sampel saliva anak yang dikelompokkan berdasarkan kategori OHI-S. Ekstraksi RNA untuk analisis ekspresi gen dan DNA untuk jumlah bakteri target dari sampel menggunakan GeneZol Kit. Konversi RNA menjadi cDNA menggunakan SensiFast cDNA Kit. Ekstrak DNA dan cDNA diuji dengan Real-time PCR. Analisis jumlah bakteri menggunakan kuantifikasi absolut dan tingkat ekspresi gen menggunakan kuantifikasi relatif. Hasil: Tidak ada perbedaan bermakna antara jumlah kedua bakteri maupun tingkat kedua ekspresi gen di antara kategori OHI-S. Jumlah Veillonella parvula cenderung menurun dan Treponema denticola cenderung meningkat seiring memburuknya skor OHI-S. Kesimpulan: Deteksi peningkatan jumlah Veillonella parvula tidak dapat menjadi bioindikator inisiasi penyakit periodontal. Ekspresi gen VtaA dan Msp tidak dapat digunakan sebagai bioindikator pembentukan biofilm dalam jumlah tinggi.

Backgrounds: Poor oral hygiene status is marked by large amount of biofilms. Biofilms are made from bacterial adhesion to solid surfaces and to other bacteria. Later colonizers periodontitis pathogenic bacteria in biofilms like Treponema denticola, depend on early colonizers such as Veillonella parvula. VtaA and Msp are proteins that function in adhesion of Veillonella parvula and Treponema denticola. Biofilms accumulation can cause periodontitis. However, periodontitis is not a common discussion on children. Objectives: This research aims to analyze the correlation between the quantity of Veillonella parvula and Treponema denticola, also VtaA and Msp gene expression with oral status from children’s saliva. Methods: This study uses 40 samples of children’s saliva which has been grouped according to OHI-S category. RNA extraction to analyze gene expression and DNA extraction to quantify target bacteria from samples using GeneZol Kit. RNA conversion to cDNA uses SensiFast cDNA Kit. DNA extract and cDNA are tested using Real-time PCR Analysis of bacteria quantity with absolute quantification dan gene expression levels with relative quantification. Results: There is no significant difference between target bacteria quantity also gene expression levels between the OHI-S categories. Veillonella parvula’s quantity tends to decrease and Treponema denticola tends to increase as OHI-S scores worsens. Conclusions: Detection of increasing quantity of Veillonella parvula cannot be used as a bioindicator of periodontal disease initiation. VtaA and Msp gene expression cannot be used as a bioindicator of high rates of biofilm’s formation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Astasari Hadi
"Belakang: Polimorfisme gen MMP-9 berperan dalam degradasi kolagenase tipe IV pada matriks ekstraselular yang memicu terjadinya destruksi tulang pada periodontitis.
Tujuan: Untuk membandingkan distribusi polimorfisme gen MMP-9 -1562 C/T rs3918242 pada penyakit periodontitis dengan kontrol.
Metode: Polimorfisme gen MMP-9 -1562 C/T di analisis menggunakan metode PCR-RFLP dengan enzim restriksi SphI.
Hasil: Mayoritas frekuensi alel T ditemukan pada sampel periodontitis 11 dibandingkan dengan sampel kontrol 2. Sedangkan untuk frekuensi genotipe CT pada sampel periodontitis 22 ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan sampel kontrol 4.
Kesimpulan: Ditemukan gambaran polimorfisme Gen MMP-9 ndash;1562 C/T pada penyakit periodontitis dan terdapat hubungan bermakna antara distribusi polimorfisme gen tersebut pada penyakit periodontitis dan individu sehat p = 0,018.

Background: MMP 9 gene polymorphism is involved in degradation of type IV collagenases in the extracellular matrix ECM that leads to bone destruction in periodontitis.
Objectives: To compare the distribution of the MMP 9 1562 C T rs3918242 polymorphism in Indonesian males with and without periodontitis.
Methods: The MMP 9 1562 C T polymorphism was investigated by the PCR ndash RFLP method with SphI restriction enzyme digestion.
Results: The T allele in periodontitis sample 11 are higher than the healthy controls 2 . As well as the CT genotype, was found higher in periodontitis sample 22 than the healthy controls 4.
Conclusion: MMP 9 1562 C T gene polymorphism was found in this study and significantly associated with periodontitis p 0.018.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Layli Pinaringaning Gusti
"Latar Belakang: Estimasi usia penting dilakukan sebagai pembuktian hukum dalam kasus criminal contohnya pemalsuan identitas, pernikahan, dan lain lain. Tooth Coronal Index Khoman (2015) merupakan metode estimasi usia yang sederhana dan dapat diterapkan pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar. Namun, metode ini perlu dibandingkan dengan metode Nolla yang telah teruji keakuratannya di dunia.
Tujuan: Membandingkan hasil estimasi usia menggunakan metode TCI Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar dengan metode Nolla pada rentang usia 8-17 tahun.
Metode: Perbandingan hasil estimasi usia menggunakan metode TCI Khoman dengan metode Nolla pada 83 sampel radiograf panoramik.
Hasil: Rumus TCI Khoman dapat menggunakan radiograf periapikal maupun panoramik. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil estimasi usia pada laki-laki dan perempuan. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil estimasi usia menggunakan TCI Khoman dengan metode Nolla pada gigi insisivus, premolar, dan molar namun terdapat perbedaan bermakna pada gigi kaninus.
Kesimpulan: Metode: Tooth Coronal Index Khoman pada gigi insisivus, premolar, dan molar serta metode Nolla dapat digunakan untuk estimasi usia individu rentang usia 8-17 tahun. Sedangkan metode TCI Khoman pada gigi kaninus tidak dapat digunakan untuk estimasi usia individu rentang usia 8-17 tahun.

Background: Age estimation has become increasingly important in living people for a variety of reasons, including identifying criminal and legal responsibility, marriage, etc. Khoman Tooth Coronal Index method are simple, non-destructive, and can be applied to incisives, canines, premolars, and molars. However, this method needs to be proven its validity in Indonesia with Nolla method.
Objective: To analyse the validity of Khoman Tooth Coronal Index formula on incisivus, canine, premolar, and molar compared to the Nolla method on the age of 8-17 year.
Methods: Comparing the age estimation using Khoman TCI method and Nolla method of the 83 samples of panoramic radiograph.
Result: Khoman TCI can be use on both periapical and panoramic radiograph. There was no significant difference between age estimation of Khoman TCI method using incisives, premolars, and molars and Nolla Method but there was a significant difference between TCI method using canines.
Conclusion: Khoman TCI method using insisives, premolar, molar and Nolla method can be used for age estimation of the age of 8-17 years in Indonesia, except Khoman TCI method using canines.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Eka Asdiana Warti
"Latar Belakang : Indonesia merupakan negara yang sering dilanda bencana alam, kecelakaan dan kejahatan menyebabkan korban jiwa sehingga tidak jarang ditemukan jenazah yang hanya menyisakan tulang belulangnya. Observasi sifat anatomis dan morfologis adalah metode paling popular untuk menghubungkan ras terhadap tulang belulang. Tengkorak adalah bagian tubuh yang dipelajari secara luas dan bagian tengkorak hidung serta mulut adalah bagian terbaik untuk identifikasi ras. Tujuan: Mengetahui parameter morfologi dan morfometri pada orokraniofasial untuk menentukan ras. Metode: Sampel terdiri dari 20 tengkorak yang berasal dari pemakaman Sema Wayah di Desa Trunyan, Bali dan 7 tengkorak yang berasal dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan pengukuran pada setiap tengkorak berdasarkan parameter morfologi dan morfometri. Analisis data untuk membandingkan antara kelompok Trunyan dan Bukan Trunyan menggunakan uji univariat, bivariat dan multivariat. Hasil: Kemampuan parameter morfologi yakni Inferior Nasal Aperture, Nasal Bone Contour, Inter Orbital Breadth dalam menjelaskan ras sebesar 56,8%. Nilai rata-rata morfometri untuk total probability sebesar 2,0778 dan pada kategori sebesar 8,6296 sebagai ambang batas penentuan identifikasi ras. Apabila hasil perhitungan tersebut bernilai <0,5 artinya Trunyan >0,5 artinya Bukan Trunyan. Secara keseluruhan, model ini mampu mengidentifikasi ras Trunyan dan Bukan Trunyan sebesar 81,48%.

Background: Indonesia is a country that is often hit by natural disasters, accidents and crimes that cause fatalities, so it is not uncommon to find bodies that only leave their bones. Observation of anatomical and morphological properties is the most popular method for relating race to bones. The skull is the most widely studied body part and the nose and mouth parts of the skull are the best parts for racial identification. Objective: To know the morphological and morphometric parameters on orocraniofacial to determine race. Methods: The sample consisted of 20 skulls from the Sema Wayah cemetery in Trunyan Village, Bali and 7 skulls from the Faculty of Dentistry, University of Indonesia. In this study, measurements were made on each skull based on morphological and morphometric parameters. Data analysis to compare between the Trunyan and Non Trunyan groups used univariate, bivariate and multivariate tests. Results: The ability of morphological parameters namely Inferior Nasal Aperture, Nasal Bone Contour, Inter Orbital Breadth in explaining race is 56.8%. The morphometric average value for the total probability is 2.0778 and in the category is 8.6296 as the threshold for determining racial identification. If the result of the calculation is <0.5, it means Trunyan > 0.5, it means Not Trunyan. Overall, this model is able to identify the Trunyan and Non-Trunyan races by 81.48%."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bilqis Nurul Azizah
"Latar Belakang: Kasus bencana yang diakibatkan oleh alam dan manusia di Indonesia menimbulkan banyak korban jiwa. Terdapat usia kritis yang terkait dengan undang-undang yang berkaitan dengan usia. Dibutuhkan metode yang paling baik dalam uji estimasi usia, sehingga perlu dicari metode uji estimasi usia yang akurat untuk di Indonesia. TCI-Khoman baru dikemukakan pada tahun 2015, estimasi usia pada metode ini menggunakan gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar pada radiograf periapikal yang  hasilnya belum pernah dibandingkan dengan metode estimasi usia yang sudah ada. Metode atlas Blenkin-Taylor merupakan metode estimasi usia dengan menggunakan atlas tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi usia prenatal hingga 25 tahun  pada pria dan wanita, populasinya pada Australia Modern dengan menggunakan radiograf panoramik atau sefalometrik yang telah digunakan sebagai acuan tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi di dunia. Sehingga dibutuhkan penelitian untuk membandingkan antara hasil estimasi usia menggunakan metode TCI-Khoman yang baru ditemukan, dengan metode atlas Blenkin-Taylor yang sudah menjadi acuan di dunia. Tujuan: Menganalisis keakuratan metode estimasi usia menggunakan rumus TCI-Khoman dibandingkan dengan metode atlas Blenkin-Taylor pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar di Indonesia dalam rentang usia 8-25 tahun. Metode: Pengujian estimasi usia pada 123 sampel dengan menggunakan rumus TCI-Khoman kemudian dibandingkan dengan estimasi usia menggunakan metode atlas Blenkin-Taylor. Hasil: Metode TCI-Khoman dapat menggunakan radiograf periapikal maupun panoramik. Hasil perbandingan antara estimasi usia dengan menggunakan metode TCI-Khoman dan atlas Blenkin-Taylor tidak ditemukan perbedaan bermakna. Hasil perbandingan antara usia kronologis dengan masing-masing metode estimasi usia TCI-Khoman dan atlas Blenkin-Taylor tidak ditemukan perbedaan bermakna. Kesimpulan: Uji estimasi usia menggunakan metode TCI-Khoman dengan metode atlas Blenkin-Taylor pada rentang usia 8-25 tahun sama-sama dapat digunakan di Indonesia dengan menggunakan radiograf panoramik.

Background: Cases of human or natural disasters in Indonesia have caused many victims. There is a critical age associated with laws relating to age. The best method for age estimation is needed, so it is necessary to find an accurate age estimation for Indonesian people. TCI-Khoman discovered in 2015, the age estimation in this method uses incisor, canine, premolar, and molar teeth on periapical radiographs whose results have never been compared with existing age estimation methods. The Blenkin-Taylor Atlas method using atlas order of eruption between prenatal age to 25 years old in men and women with Modern Australian population uses panoramic or cephalometric radiographs that have been used as a reference for tooth development and eruption atlas in the world. So the research is needed to compare the results of age estimation using the newly discovered TCI-Khoman method, with the Blenkin-Taylor atlas method that has become a reference in the world. Objectives: To analyze the accuracy of the age estimation method using the TCI-Khoman formula in incisor, canine, premolar, and molar  teeth compared to the Blenkin-Taylor atlas method in Indonesia in the age range of 8-25 years. Methods: Testing age estimations in 123 samples using the TCI-Khoman formula then compared with age estimation using the Blenkin-Taylor atlas method. Results: The TCI-Khoman method can use in both periapical and panoramic radiographs. The results of the comparison between age estimations using the TCI-Khoman method and Blenkin-Taylor atlas did not show significant difference. The results of the comparison between actual age between each TCI-Khoman age estimation method and Blenkin-Taylor atlas did not show significant differences. Conclusion: Both age estimation methods, TCI-Khoman method and Blenkin-Taylor atlas method, in the age range of 8-25 years can be used in Indonesia using a panoramic radiograph."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Kalam Tauhid
"Latar Belakang: Rongga mulut manusia memiliki beragam mikroorganisme yang dapat membentuk suatu komunitas yang memengaruhi kesehatan rongga mulut. Menurut Riskesdas 2018, prevalensi karies di Indonesia mencapai 60-80%. Konsentrasi protein dan polipeptida yang ada dalam saliva penting dalam pemeliharaan kesehatan mulut dan homeostasis dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif dari proteome saliva. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan total konsentrasi protein dan profil protein saliva dengan status kebersihan rongga mulut (OHI-S) dan status karies dental (DMF-T dan def-t) pada subjek kelompok usia dewasa muda dan anak-anak. Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif laboratorik dengan menggunakan Uji Bradford untuk menetapkan total konsentrasi protein dan Uji SDS-PAGE untuk menetapkan profil protein saliva. Sampel uji berupa sampel saliva berjumlah 18 sampel masing-masing kelompok usia (total 36 sampel), dengan diketahui status kebersihan rongga mulut (OHI-S) dan status karies dental (DMF-T dan def-t). Analisis statistik dijalankan dengan menggunakan uji normalitas, kemudian Uji T test-independent. Untuk menganalisis hubungan dilakukan uji korelasi spearman. Analisis data menggunakan SPSS iOS versi 22.0. Hasil: Terdapat perbedaan signifikan antara total konsentrasi protein saliva kelompok usia dewas muda dan anak-anak (p = 0.001 (p<0.05)), namun tidak terdapat korelasi signifikan antara total konsentrasi protein saliva kelompok usia terhadap OHI-S dan DMF-T atau def-t, serta terdapat perbedaan profil protein saliva berupa perbedaan frekuensi protein bands yang muncul pada masing-masing profil protein.  Kesimpulan: Total konsentrasi protein dan profil protein saliva tidak berhubungan dengan OHI-S dan DMF-T atau def-t pada kelompok usia dewasa muda dan anak-anak, namun tetap memiliki tendensi korelasi.

Human oral health contains various microorganisms that can form a community that affects oral health. According to Riskesdas 2018, the prevalence of caries in Indonesia ranges from 60-80%. The concentration of proteins and polypeptides in saliva is important in maintaining oral health and homeostasis through qualitative and quantitative changes in the salivary proteome.  Objective: This study aims to analyze the relationship between total protein concentration and saliva protein profile with oral hygiene status (OHI-S) and dental caries status (DMF-T and def-t) in adult and child age groups. Methode: This study is a deskriptive laboratory analysis using Bradford tests to determine total protein concentration and SDS-PAGE tests to determine saliva protein profiles. The sample consisted of 18 saliva samples from each age group (total 36 samples), with OHI-S and dental caries status (DMF-T and def-t) determined. Statistical analysis was performed using normality tests, followed by independent sample t-tests. To analyze the relationship, Spearman's correlation test was conducted. Data analysis used SPSS iOS version 22.0. Result: A significant difference was found in the total saliva protein concentration between the young adult and child groups (p = 0.001, p < 0.05), but no significant correlation was found between total saliva protein concentration and OHI-S and DMF-T or def-t status. There was a difference in saliva protein profiles, manifested as differences in the frequency of protein bands in each protein profile.  Conclusion: The total protein concentration and saliva protein profiles do not have a significant relationship with OHI-S and DMF-T or def-t status in young adult and child age groups, but they still show a tendency to correlate."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iednita Cahyadahrena
"Latar Belakang: Early childhood caries (ECC) merupakan penyakit kronik infeksius yang sering terjadi pada anak usia prasekolah, ditandai dengan adanya satu atau lebih gigi yang rusak atau hilang atau ditambal akibat karies. ECC disebabkan oleh mikroorganisme kariogenik seperti S. mutans serotype e dan Candida albicans. Faktor laju alir saliva pada dorsal lidah dapat memengaruhi perkembangan ECC. Tujuan: Menganalisis kuantitas antigen S. mutans serotype e dan antigen Candida albicans yang diisolasi dari dorsal lidah serta kaitannya dengan laju alir saliva anak ECC dan caries free. Metode: S. mutans serotype e dan Candida albicans dari dorsal lidah sampel ECC dan caries free diuji menggunakan indirect ELISA untuk memperoleh antigen dan dibaca dengan panjang gelombang 450 nm, kemudian nilai optical density kedua antigen tersebut dikorelasikan dengan laju alir saliva anak ECC dan caries free. Hasil: Tidak terdapat perbedaan (p>0,05) kuantitas antigen S. mutans serotype e dan Candida albicans pada anak ECC dan caries free. Terdapat kecenderungan hubungan positif antara kuantitas antigen S. mutans serotype e dan Candida albicans pada anak ECC dan caries free. Kuantitas antigen S. mutans serotype e dan Candida albicans paling tinggi ditemukan pada laju alir saliva normal anak ECC. Kesimpulan: Kuantitas antigen Streptococcus mutans serotype e lebih banyak ditemukan pada dorsal lidah anak ECC dibandingkan dengan antigen Candida albicans. Pada laju alir saliva normal anak ECC dan caries free terjadi peningkatan kuantitas antigen S. mutans serotype e dan Candida albicans.

Background: Early childhood caries (ECC) is a chronic infectious disease that often occurs in preschool children, characterized by the presence of one or more teeth that are damaged or missing or restored due to caries. ECC is caused by cariogenic microorganisms such as S. mutans serotype e and Candida albicans. Salivary flow rate in the dorsal tongue can influence the development of ECC. Objective: To analyze the quantities of S. mutans serotype e and Candida albicans antigens isolated from the dorsal tongue and their relation to the salivary flow rate in ECC and caries free children. Method: S. mutans serotype e and Candida albicans from the dorsal tongue of children with ECC and caries free children were tested using indirect ELISA to obtain the antigens and they were being read with wavelengths of 450 nm, then the optical density values of the two antigens were correlated with the salivary flow rate of ECC and caries free children. Result: There was no significance (p> 0.05) quantity of S. mutans serotype e and Candida albicans antigens in ECC and caries free. There is a tendency for a positive correlation between quantity of S. mutans serotype e and Candida albicans antigens in ECC and caries free children. The highest quantity of S. mutans serotype e and Candida albicans antigens was found in the normal salivary flow rate of ECC children. Conclusion: Quantity of Streptococcus mutans serotype e antigens were higher than Candida albicans in the dorsal tongue of ECC children. At the normal salivary flow rate of ECC and caries free children, there was an increase quantity of S. mutans serotype e and Candida albicans antigens."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisyia Ferlia Khairiyah
"Latar Belakang: Early Childhood Caries (ECC) merupakan penyakit kronis yang umum pada masa anak anak. Penyakit ini didefinisikan sebagai adanya kerusakan pada permukaan gigi, kehilangan gigi, atau restorasi pada gigi sulung anak berusia 71 bulan atau dibawahnya. Terdapat empat faktor utama yang memegang peranan penting untuk terjadinya karies pada anak usia dini, yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet, serta waktu. Kelompok bakteri Streptococcus mutans menjadi yang utama di antara spesies bakteri tersebut. Streptococcus mutans dibagi menjadi beberapa serotype yang terdiri dari serotype c, e dan f. Serotype c menjadi yang paling banyak ditemukan pada kasus ECC. Namun, tidak hanya bakteri yang menjadi peran dalam pembentukan karies, terdapat pula Candida Albicans yang merupakan jamur yang biasa menjadi penyebab infeksi pada rongga mulut.
Tujuan: Evaluasi terhadap kuantitas antigen Streptococcus mutans serotype C dan Candida albicans pada dorsal lidah anak usia dini dan kaitannya dengan tingkat dmft.
Metode: Metode yang digunakan pada kuantifikasi antigen yang disebutkan adalah metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Nilai absorbansi dibaca pada panjang gelombang 450 nm, nilai tersebut dijadikan sebagai nilai kuantitas dari masing masing antigen.
Hasil: Perbedaan jumlah kuantitas antigen Streptococcus Mutans serotype C pada indeks dmft rendah sebesar 2,87, pada indeks dmft sedang 3,004 serta pada indeks dmft tinggi sebesar 3,174. Selanjutnya pada antigen Candida Albicans, terdapat perbedaan jumlah kuantitas, yaitu pada indeks dmft rendah sebesar 1,728, pada indeks dmft sedang 1,738, serta pada indeks dmft tinggi sebesar 1,71.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan signifikan antara kuantitas antigen Streptococcus mutans serotype c dan Candida albicans pada derajat dmft. Selain itu, peneliti juga mendapatkan bahwa kuantitas antigen Streptococcus mutans serotype c dan Candida albicans pada anak bebas karies dan ECC memiliki korelasi negatif.

Background: Early Childhood Caries (ECC) is a common chronic disease in childhood. This disease is defined as damage on the tooth surface, tooth loss, or restoration in the deciduous teeth of children aged 71 months or below. There are four main factors that play important roles for caries in early childhood, which are host, agent or microorganism, substrate or diet, and time. The Streptococcus Mutans group of bacteria is the main of these bacterial species. Streptococcus Mutans are divided into several serotypes consisting of serotypes C, E and F. Serotype C is the most commonly found in ECC cases. However, it is not only bacteria that play a role in caries formation, there are also Candida Albicans which are fungi that commonly cause infections in the oral cavity.
Objective: evaluation of the quantity of Streptococcus Mutans serotype C and Candida Albicans antigens on the dorsal tongue of early childhood and its relation to dmft levels.
Method: The method used in the quantification of the antigen mentioned is the ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) method.The absorbance value is read at a wavelength of 450 nm, the value is used as the quantity value of each antigen.
Result: The difference in the quantity of Streptococcus Mutans serotype C antigens on the low dmft, the quantity is 2.87, on the medium dmft, the quantity is 3.004 and on the high dmft, the quantity is 3.174. Candida Albicans antigens, there are differences in the quantity, on the low dmft, the quantity is 1.728, on the medium dmft, the quantity is 1.738, and on the high dmft, the quantity is 1.71.
Conclusion: There is no significant difference between the quantity of Streptococcus mutans serotype c antigens and Candida albicans at dmft degrees. In addition, researcher also found that the quantity of Streptococcus mutans serotype c antigens and Candida albicans in caries-free children and ECC have a negative correlation.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alsusnida Alshi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Rosela dilaporkan memiliki efek antiinflamasi dan efektif dalam
penyembuhan ulser. Fibroblas memiliki peranan penting dalam penyembuhan
luka. Namun, mekanisme yang mengontrol pertumbuhan dan proliferasi fibroblas
masih kurang dipahami. Imunohistokimia TE-7 merupakan salah satu metode
yang dapat digunakan untuk mewarnai fibroblas pada jaringan blok parafin.
Tujuan: Untuk menganalisa peranan pemeriksaan imunohistokimia TE-7 pada
penyembuhan model ulser pascapaparan ekstrak etanol kelopak bunga rosela
teridentifikasi. Metode: 12 blok parafin dari model ulser dibagi menjadi 2
kelompok: kelompok kontrol dan perlakuan. Blok parafin selanjutnya di proses
dan dipulas dengan imunohistokimia TE-7. Pengamatan pada slide dan skoring.
Hasil: pada hari ke 1 dan 3 saline, TA dan rosela menunjukkan skor 1. Pada hari
ke 7 saline menunjukkan skor 2, TA menunjukkan skor 3 dan rosela menunjukkan
skor 1. Pada hari ke 14, salin dan rosela menunjukkan skor 1, TA menunjukkan
skor 2. Kesimpulan: Pemeriksaan imunohistokimia TE-7 dapat digunakan untuk
mengidentifikasi fibroblas.

ABSTRACT
Background: Roselle had been reported as anti-inflammation agent and effective
in ulcer healing. Fibroblasts played an important role in wound healing. But, there
is a lack of understanding about mechanism that control the growth and
proliferation of fibroblast. Immunohistochemistry TE-7 is one of method could
be used to stain fibroblast in paraffin-embedded tissue sample. Objectives: To
analyzed the role of immunohistochemistry in wound healing of models ulcer
post-exposure of identified roselle calyx. Method: Twelve paraffin embedded
tissue of models ulcer were processing and staining with immunohistochemistry
TE-7. Microscopic slide were observed and scored. Result: On day 1st and 3rd,
saline, TA and roselle group showed scored 1. On day 7th, saline showed score 2;
TA showed score 3 and roselle showed score 1. On day 14th, saline and roselle
showed score 1; TA showed score 2. Conclusion: Immunohistochemical
examination antibody TE-7 could be used to identify fibroblast in wound healing
of model ulcers."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mafida Ria Kartika
"ABSTRAK
Latar Belakang: Rosela mempunyai efek anti-inflamasi yang mempercepat proses penyembuhan. Fibroblas berperan penting dalam proses penyembuhan. Tujuan: Mengevaluasi hasil proses penyembuhan ulser mukosa mulut tikus berdasarkan ekspresi fibroblas secara imunohistokimia pascapaparan ekstrak etanol rosela 15%. Metode: Sampel ulser mukosa mulut tikus pascapaparan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan diwarnai dengan antibodi TE-7(immunohistokimia). Parameter yang digunakan sel positif dan intensitas warna (pixel). Hasil: Terdapat peningkatan sel positif pada kelompok rosela 15% dihari ke-3 (skor 2) dengan intensitas warna menunjukan skor kuat (<125 pixel) pada hari ke-1, -3, -7, -14. Kesimpulan: Terdapat peningkatan ekspresi fibroblas pada proses penyembuhan ulser mukosa mulut tikus pascapaparan ekstrak etanol rosella 15%.

ABSTRACT
Backgrounds:Roselle have an anti-inflammatory effect that can accelerate wound healing. Fibroblast play a critical role in wound healing process. Objectives: To evaluate the result of wound healing process towards rat oral mucous ulcer based on fibroblast expression in immunohistochemistry after exposure 15% ethanol roselle extract. Methods: rat oral mucous ulcer samples after exposure the control group and the treatment group that stained by TE-7 antibody (immunohistochemistry). Parameters that used are positive cells and color intensity (pixels). Results: There was an increase of positive cells in group 15% roselle on the 3rd day (score 2) with color intensity indicates high score (<125 pixels) from the 1st, 3rd, 7th and 14th days. Conclusions: Fibroblast expression increased in wound healing process of rat oral mucous ulcer after exposure 15% ethanol roselle extract"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>