Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raden Gunawan
"ABSTRAK
Penelitian ini mengenai risiko viktimisasi secara virtual yang bertransisi menjadi risiko aktual. Proses transisi risiko dari virtual melalui sarana media sosial
bertansisi menjadi risiko aktual patut dipandang sebagai sebuah masalah yang untuk diteliti.. Karena saat ini masih terdapat pengguna media sosial yang terpapar
risiko viktimisasi seksual yang umumnya anak perempuan hingga bertransisi korban secara aktual, yang seharusnya dapat dicegah melalui pemahaman mengenai penyalahgunaaan media sosial serta pengawasan dari orang tua, guru
dan masyarakat sehingga megurangi terjadi korban lain berjatuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut untuk menjelaskan bagaimana hubungan
antara pola interaksi virtual remaja perempuan melalui media sosial dengan risiko viktimisasi seksual mereka ketika interaksi virtual berubah menjadi interaksi
aktual. Metode yang digunakan metode gabungan, yang menggunakan data kuantitatif dikonfirmasi dengan data kualitatif atau Mix method One-Phased Model. Melalui data kuantitatif dalam mencari signifikansi hubungan antar
variabel digunakan koefisien korelasi product moment-Pearson, untuk mencari
signifikansi hubungan variabel X dengan Variabel Y yang melalui data kuantitatif
dengan n= 208. Respondennya terdiri dari SMAN 5 Bekasi, SMA Islam
Assyafi‟iyah, dan SMA PB Sudirman diolah melalui bantuan SPSS versi 20. Melalui data kualitatif digunakan metode wawancara kepada narasumber dan responden kemudian diinterpretasikan. Hasil dari Koefisien Determinasi (KD)
adalah sebesar 84.82 %, dan sisanya sebesar 15.18 % oleh variabel lain yang tidak
diteliti (implisit eksogenous/epsilon). Selanjutnya perhitungan di konfirmasi
melalui data kualitatif hasil wawancara. Kesimpulan hasil penelitian
Penggunaannya media sosial dikalangan siswi SMA yang memiliki eksposur
online yang sangat tinggi berpotensi terjadi risiko viktimisasi seksual. Faktor yang
paling besar dalam menentukan terjadi risiko viktimisasi ini adalah pengawasan.
Semakin sering menggunakan media sosial, maka semakin besar risiko anak
menjadi korban kejahatan penyalah gunaan media sosial. Semakin jarang
menggunakan media sosial, maka semakin kecil risiko anak menjadi korban
penyalahgunaan media sosial.

ABSTRACT
This study is focused on the risks of girl sexual victimization on social media which the
transform to be the actual risk. The process of transformation from the virtual sexual risk
through social media to be an actual risk should be viewed as a problem to be
investigated. Because there are still many girl who use social media are exposed to the
risk of virtual sexual victimization that transform into actual sexual victim risk, which
actually could be prevented misuse of social media through an understanding of social
media as well as the supervision of parents, teachers and the community that happen
eliminate further victims. The purpose of this study are to analyze how the relationship
between the ways of use social media with sexual risk victimization on virtual which
transformed to be sexual risk victimization in real. The method used in this research is the
combined method, which uses quantitative data and qualitative data which use in the
same time, and the result from quantitative data confirmed by qualitative data or known
as Mix-method One-Phased Model. Through quantitative data in the search for
significance of the relationship between variables use Product Moment Correlation
Coefficient-Pearson to find out the significance relationship between variable X with
variable Y, and continued confirmed the relationship between dependent variable and
independent variable by using qualitative data interpreted from interview with
respondents, and interviewees. Population taken from female students of SMAN 5
Bekasi, Islam Assyafi'iyah SMA and SMA PB Sudirman. By using Solvin formula it
resulted sample n=208. Results of the coefficient of determination (KD) is amounted to
84.82%, and the balance of 15:18% by other variables not studied (implicit exogenous /
epsilon). Further calculations confirmed through interviews qualitative data. Conclusion
of the study is the use of social media among high school female students who have a
very high online exposure could potentially occur risk of sexual victimization. The
biggest factor in determining the risk of victimization happens is capable guardian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Runturambi, Arthur Josias Simon
"Hasil penelitian ini merupakan studi etnografi yang penulis lakukan selama tiga tahun di Lapas Bogor. Tujuan penelitian ini secara khusus untuk menambah pengertian tentang keberadaan masyarakat di balik tembok penjara dari pengalaman narapidana yang berdiam serta petugas yang bekerja dalam Lapas. Penelitian dilandasi pemikiran antropologis bahwa Lapas adalah semi autonomous social field (SASF) sehingga memungkinkan teknik-teknik penelitian dan observasi etnografis diterapkan dalam Lapas.
Fokus utama penelitian adalah memahami keberlangsungan budaya penjara di Lapas. Penulis meneliti realitas kehidupan sehari-hari di Lapas dengan berpartisipasi secara langsung, melalui interaksi intens, mengamati aktivitas, perilaku, menelusuri kesepakatan yang ditemui di lapangan. Realitas ini menjadi gambaran budaya penjara, sekaligus memperlihatkan cara pandang yang berbeda dalam memahami budaya penjara di Lapas.
Telaah pustaka secara garis besar mengurai budaya penjara sebagai upaya menghadapi berbagai keterbatasan dan deprivasi dalam lembaga. Selanjutnya hasil telusuran lapangan menunjukkan keterbatasan dan deprivasi muncul sebagai tafsir aktor bukan lembaga, yang muncul dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan informal yang berlaku sesuai konteks tertentu. Budaya penjara tidak hanya mempersoalkan kesepakatan-kesepakatan (informal) tapi bagaimana kesepakatan-kesepakatan tersebut dipertahankan para aktor dalam kehidupan rutinitas seharihari, dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan.
Analisis penelitian memperlihatkan peran aktor dan konteks menampilkan budaya penjara di Lapas berlangsung dinamis, tidak statis. Dinamis karena perubahan memandang budaya penjara dari pemahaman budaya sistemik kearah aktor dan konteks. Analisis penelitian menggarisbawahi budaya penjara tidak lagi mengikuti bingkai institusi atau lembaga, tapi menekankan sisi individu atau aktor yang berperan memelihara berbagai kesepakatan informal berdasar konteks-konteks tertentu.

The result of this research forms an ethnographic study the writer has studied for three years in the correctional institutions (Lapas) in Bogor. The purpose of this research is especially to increase understanding about the existence of the community behind the wall of the prison, the experience of the prisoners, working along with officals in the institution. This research is based on anthropological thinking that the institution (Lapas) is a semi autonomous social fiels (SASF), so that technical and ethnographic observation could be applied in the institution.
The principal research are to appreciate the facts of the prison`s culture in the institution. The writer has examined carefully the way of living day by day directly by participating interaction intense, by monitoring their behaviour, by following the reach of agreement, found in the field. This realization becomes at the same time prison illustration that shows the difference to understand the prison`s culture in the institution.
The study of the devining manual in general explains the prison`s culture as an effort in facing various involvements and deprivations in the institution. Futhermore the result in the investigation field, shows the limit and deprivation that appears as an interpretation actor, not the institution, that appears in informal agreements that occur according certain contexts. The prison`s culture not only discuss informal agreement, but how the agreements can be maintained by the actors in everyday`s life utilization, in fulfilling the needs and self-interests.
The analytical research shows the actor`s role and contexts to bring forward prison`s culture in the institution goes on dynamic, not static. Dynamic because of the change of view of the prison`s culture from the systemic culture to the actor`s direction and contexts. The analytical research underlines that prison`s culture doesn`t follow the institution`s frame or organization, but emphasized the individual side or actor who has taken a role to take care in various informal agreements in accordance with certain contexts."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
D1287
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Walandouw, Paksi Cattra Kamang
"Studi ini menunjukkan bahwa kejahatan memiliki konsentrasi spasial. Konsentrasi spasial tersebut dipengaruhi oleh dua aspek: individu dan kontekstual. Secara individu, marginal cost (MC) yang sama mengarah pada keputusan lokasi kejahatan yang serupa. Secara kontekstual, studi ini melihat dua fenomena yang terkait dengan kejahatan, yaitu kemiskinan dan pengangguran. Studi ini bertujuan untuk (1) menyelidiki pola kejahatan yang spesifik secara spasial sehingga kita dapat memprediksi dan melawan kejahatan, (2) menyelidiki perilaku kriminal dan pengaruhnya terhadap pemilihan lokasi kejahatan dari perspektif spasial ekonomi, dan (3) melihat secara spesifik hubungan kejahatan dengan isu kemiskinan yang sudah mempertimbangkan efek spasial. Metode Exploratory Spatial Data Analysis (ESDA) digunakan dalam analisis spasial. Data kejahatan menurut jenisnya di area Polda Metro Jaya tahun 2011, dengan unit analisis Polsek, menunjukkan bahwa penodongan, perampasan, perjudian, pencurian sepeda motor, pembakaran pencurian mobil, pencurian berat, narkoba, kenakalan remaja dan pemerasan mempunyai otokorelasi spasial positif. Sebaliknya, perampokan, pembajakan, pemerkosaan, dan pembunuhan tidak mempunyai hubungan otokorelasi spasial. Model kompetisi spasial dalam pemilihan lokasi untuk melakukan kejahatan menunjukkan bahwa para pelaku kejahatan dengan biaya (marginal cost) yang sama mempunyai kecenderungan untuk memilih tempat yang serupa untuk melakukan kejahatan mereka. Data survei narapidana pencuri sepeda motor dari Polda Jawa Barat pada tahun 2011 menunjukkan bahwa pilihan teknologi (alat yang digunakan, lama melakukan, jumlah yang melakukan, dan waktu melakukan) mempengaruhi pemilihan lokasi dalam mencuri sepeda motor. Lebih lanjut lagi pilihan teknologi dipengaruhi oleh jejaring sosial dari pelaku kejahatan. Setelah mempertahankan jenis kejahatan yang mempunyai otokorelasi spasial, hasil menunjukkan bahwa hubungan spasial kejahatan dengan kemiskinan tidak sesederhana yang diduga. Walaupun ada hubungan spasial antara keduanya, hubungan itu tidak terjadi pada semua jenis kejahatan. Selain itu, studi ini menunjukkan bahwa dengan memakai unit analisis yang lebih kecil dan jenis kejahatan yang lebih spesifik, hasil yang didapat juga akan lebih spesifik dan berguna untuk melawan dan mencegah kejahatan.

This study shows that crime has spatial concentration. Two aspects that can influence the incidence of crime are investigated: individual and contextual aspects. Individually, having similar marginal costs lead to decision to conduct crime in similar location. Contextually, two phenomena related to crime, namely, poverty and youth unemployment, are tested whether they are spatially correlated with crimes. This study has three objectives: (1) to investigate spatial specific patterns of specific crime to predict and fight crime, (2) to investigate criminal behavior and its effect on crime scene selection from an economic spatial perspective; and (3) to see the spatial relationship between crime and poverty and unemployment. The Exploratory Spatial Data Analysis (ESDA) method is used. Data of crime by type comes from a unique dataset collected by the Polda Metro Jaya (Metro Jaya Provincial Level Police Station) in 2010, with Polsek (subdistrict-level police station) as a unit of analysis. The results show that mugging, plundering, gambling, motorcycle theft, car theft firing, heavy theft, drugs, juvenile delinquency and extortion have positive spatial autocorrelation. In contrast, robbery, piracy, rape, and murder have no spatial autocorrelation relationship. The spatial competition model for crimes location decision shows that perpetrators with similar cost have a tendency to choose the same place to commit their crimes. The survey data of motorcycle thief inmates from Polda Jawa Barat in 2011 shows that the choice of technology (tools used, length of conduct, number people who conduct motorcycle theft, and time of conduct) affected site selection in stealing motorcycles. Furthermore, the choice of technology is affected by social network of the perps.After retaining the type of crime that has spatial autocorrelation for the analysis, the results show that the relationship is not straightforward: while there was a spatial relationship between crime and poverty, but they did not occur for all types of crime. In addition, this study demonstrates that using smaller analytical units and more specific types of crimes provide more specific and useful results to predict and fight crime."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library