Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Defi Nurlia Erdian
"Karsinoma tiroid papiler (KTP) merupakan tipe histologik palimg sering mencakup 80-85% dari keganasan tiroid. Pada KTP, mutasi BRAFV600E merupakan mutasi paling sering yang memiliki karakteristik biologik yang agresif seperti rekurensi, metastasis kelenjar getah bening (KGB), stadium tumor, dan prognosis yang buruk. Insidensi mutasi BRAFV600E di dunia bervariasi mulai dari 29% sampai 83%. Di Indonesia penelitian mengenai mutasi BRAFV600E ditemukan insidensi mulai dari 37,8% sampai 40,3%. Ki-67 merupakan penanda yang umum digunakan dalam menilai proliferasi sel dan merupakan indikator prognostik pada tumor. Peranan Ki-67 pada neoplasma tiroid berdiferensiasi baik masih bersifat polemik, belum terdapat indeks yang dapat digunakan untuk menentukan agresivitas tumor yang bermanfaat untuk prognosis pasien. Berbeda dengan pada karsinoma medular yang telah terdapat indeks untuk menentukan agresivitasnya. Penelitian ini diharapkan menjadi gambaran awal penilaian imunoekspresi Ki-67 pada KTP dengan mutasi BRAFV600E dan menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain studi potong lintang, populasi penelitian merupakan pasien KTP berdasarkan pemeriksaan histopatologi dengan data sekunder mengalami mutasi dan tanpa mutasi BRAFV600E pada penelitian sebelumnya, di Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode Januari 2019 hingga Desember 2022. Pengambilan sampel dilakukan secara acak pada kelompok KTP dengan dan tanpa mutasi BRAFV600E. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan menggunakan antibodi primer anti-Ki-67. Hasil pemeriksaan imunohistokimia kemudian dievaluasi untuk menentukan ekspresi Ki-67. Didapatkan total 92 kasus KTP, 46 dengan mutasi BRAFV600E dan 46 tanpa mutasi BRAFV600E. Ekspresi Ki-67 dihitung dalam satuan presentase. Sebaran data penelitian menunjukkan penyandang KTP paling banyak memiliki usia <55 tahun (73,9%) dengan dominasi berjenis kelamin perempuan (75%). Ukuran tumor paling banyak ditemukan pada <4 cm (62%). Metastasis KGB ditemukan sebanyak 40,2% dan metastasis organ 16,3% dari total sampel penelitian. Subtipe histologik paling banyak dijumpai subtipe tall cell (38%), kemudian folikular (31,5%), klasik (20,7%), solid (5,4%), dan onkositik (4,3%). Invasi limfovaskular ditemukan sekitar 45,7%. Median ekspresi Ki-67 pada kelompok mutasi BRAFV600E lebih tinggi (2,9%) dari kelompok tanpa mutasi BRAFV600E (2,1%). Nilai titik potong untuk ekspresi Ki-67 yang direkomendasikan adalah 2,63%, kemudian untuk memudahkan penerapan praktek klinis dikategorikan dengan titik potong 3%. Hasil analisis ekspresi Ki-67 berhubungan dengan mutasi BRAFV600E (p=0,031) dengan nilai odds ratio 2,597. Oleh karena itu, melalui penelitian ini dapat diketahui perbedaan bermakna ekspresi Ki-67 pada KTP dengan mutasi BRAFV600E dan KTP tanpa mutasi BRAFV600E sehingga dapat menjadi salah satu dasar patogenesis sifat agresivitas tumor.

Papillary thyroid carcinoma (PTC) is the most common histologic type with about 80-85% of thyroid malignancies. In PTC, the BRAFV600E mutation is the most frequent mutation which has aggressive biological characteristics such as recurrence, lymph node metastasis, higher tumor stage, and poor prognosis. The incidence of the BRAFV600E mutation in the world varies from 29% to 83%. In Indonesia, BRAFV600E was found from 37.8% to 40.3%. Ki-67 is a common marker for assessing cell proliferation and a tumor prognostic indicator. The role of Ki-67 in well-differentiated thyroid neoplasms is still controversial, no index can be used to determine tumor aggressiveness that will be useful for patient prognosis. This is different from medullary carcinoma, which has an index to determine its aggressiveness. This research is expected to provide an initial description of the role of Ki-67 immuno-expression in PTC with the BRAFV600E mutation and become a basis for further research. This research is an analytical study with a cross-sectional study design, the study population is PTC patients based on histopathological examination with secondary data of BRAFV600E mutations in previous studies, in the Department of Anatomic Pathology, Faculty of Medicine, University of Indonesia/Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2019 to December 2022. Sampling was conducted randomly in the PTC group with and without the BRAFV600E mutation. Immunohistochemical examination was carried out using the primary antibody anti-Ki-67. The results of the immunohistochemical examination were then evaluated to determine Ki-67 expression. There was a total of 92 cases of PTC, 46 with the BRAFV600E mutation and 46 without the BRAFV600E mutation. Ki-67 expression was calculated in percentage units. The distribution of research data shows that most people are aged <55 years (73.9%) with a predominance of female gender (75%). Tumor size was most commonly found at <4 cm (62%). Lymph node metastases were found in 40.2% and distant organ metastases in 16.3% of the total study sample. The most common histologic subtypes were tall cells (38%), followed by follicular (31.5%), classic (20.7%), solid (5.4%), and oncocytic (4.3%). Lymphovascular invasion was found in around 45.7%. The median Ki-67 expression in the BRAFV600E mutation group was higher (2.9%) than the group without BRAFV600E mutation (2.1%). The recommended cut-off value for Ki-67 expression is 2.63%, then categorized with a cut-off of 3%. The results of the Ki-67 expression analysis were associated with the BRAFV600E mutation (p=0.031) with an odds ratio of 2.597. Therefore, through this research, we can determine the differences in the expression Ki-67 in PTC with BRAFV600E mutation and PTC without BRAFV600E mutation so that it can be one of the basic pathogenesis of tumor aggressiveness."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Perkasa Rosari
"Melanoma malignum (MM) kulit merupakan tumor ganas dengan mortalitas tinggi. Karakteristik histopatologik merupakan faktor prediktif prognostik MM kulit, tebal tumor >2 mm dan jumlah mitosis ≥5/mm2 berkorelasi dengan angka kesintasan yang lebih buruk. Mutasi pada MM antara lain terjadi pada promoter telomerase reverse transcriptase (TERT), sehingga proliferasi sel menjadi tidak terbatas. Telomerase juga meningkatkan risiko metastasis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik histopatologik dan imunoekspresi TERT dengan angka kejadian metastasis pada MM kulit. Sampel penelitian adalah 30 kasus MM kulit dengan metastasis dan 30 kasus tanpa metastasis di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM, periode Januari 2011 sampai Juli 2023. Dilakukan penilaian karakteristik histopatologik (tebal tumor, indeks mitosis, invasi limfovaskular, invasi perineural) dan pulasan imunohistokimia TERT menggunakan antibodi TERT. Data karakteristik histopatologik dan imunoekspresi TERT dianalisis untuk mengetahui hubungannya dengan angka kejadian metastasis. Karakteristik histopatologik yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian metastasis adalah tebal tumor >2 mm (p=0,006) dan indeks mitosis ≥5/mm2 (p=0,008). Hasil analisis multivariat mendapatkan hubungan antara imunoekspresi TERT tinggi dengan metastasis yang bermakna secara statistik (p<0,001, aOR=56,1). Kesimpulan penelitian ini adalah imunoekspresi TERT tinggi meningkatkan angka kejadian metastasis pada MM kulit. Terdapat hubungan antara tebal tumor dan indeks mitosis dengan angka kejadian metastasis pada MM kulit.

Cutaneous malignant melanoma (MM) is a malignant tumor with high mortality rate. Histopathological characteristics are prognostic predictive factors of cutaneous MM, tumor thickness >2 mm and mitotic rate ≥5/mm2 correlate with worse survival rate. Mutation in MM can occur at telomerase reverse transcriptase (TERT) promoter, which lead to unlimited cell proliferation. Telomerase also increases metastatic risk. This study aims to determine the association between histopathological characteristics and TERT immunoexpression with metastasis in cutaneous MM. The study samples are 30 metastatic and 30 non-metastatic cutaneous MM in Anatomical Pathology Department FKUI/RSCM, from January 2011 to Juli 2023. Histopathological characteristics (tumor thickness, mitotic index, limfovaskular invasion, perineural invasion) were assessed and anti-TERT antibodies were used for immunohistochemistry staining. Histopathological characteristics and TERT immunoexpression data were analyzed to determine their association with metastasis. Histopathological features that correlate significantly with metastasis are tumor thickness >2 mm (p=0,006) and mitotic index ≥5 mitosis/mm2 (p=0,008). Multivariate analysis showed significant association between high TERT immunoexpression and metastasis in cutaneous MM (p<0,001, aOR=56,1). This study concludes that high TERT immunoexpression increases metastatic rate in cutaneous MM. Tumor thickness and mitotic index are associated with metastasis in cutaneous MM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faramitha Nur Izzaty
"Latar Belakang : Melanoma malignum (MM) merupakan tumor ganas yang berasal
dari proliferasi sel melanosit dan dapat ditemukan pada kulit, mukosa dan okular. Angka mortalitas MM cukup tinggi, terutama pada stadium lanjut yang ditandai dengan metastasis. Metastasis MM dipengaruhi berbagai faktor risiko yang dapat berbeda pada MM kulit, mukosa dan okular, salah satunya yaitu proses imunologi tumor yang dapat dinilai dari Tumor Infiltrating Lymphocyte (TIL). Komponen TIL yang berperan dalam proses penghindaran sistem imun pada MM adalah sel T regulator dengan penanda yang paling spesifik sampai saat ini adalah Foxp3. Hubungan Foxp3 dengan stadium MM masih kontroversial dan sampai saat ini belum ada penelitian mengenai hubungan Foxp3 pada TIL dengan stadium MM di Indonesia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik klinikopatologik dan ekspresi Foxp3 pada TIL dengan stadium MM. Metode: Penelitian analitik pada sediaan MM di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM selama periode Januari 2010 hingga Desember 2021. Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara total sampling dari kasus yang memenuhi kriteria inklusi sesuai perhitungan besar sampel untuk masing-masing kelompok. Pemeriksaan imunohistokimia menggunakan antibodi primer monoklonal Foxp3. Data imunoekspresi dianalisis untuk mengetahui hubungannya dengan stadium MM. Hasil: Didapatkan 54 kasus MM, 19 kasus diantaranya merupakan MM kulit, 29 kasus MM okular, dan 6 kasus MM mukosa. Mayoritas kasus (63%) merupakan stadium lanjut.
Tebal tumor dan mitosis berhubungan dengan stadium klinis MM kulit dan keseluruhan.
Jenis kelamin perempuan, tebal tumor >2 mm, mitosis >16/10 LPB, adanya invasi limfovaskular dan invasi perineural umumnya mempunyai ekspresi Foxp3 yang rendah.
Pada MM kulit dan MM keseluruhan, ekspresi Foxp3 yang rendah ditemukan pada
stadium klinis lanjut meskipun tidak didapatkan hubungan yang signifikan.
Kesimpulan: Tebal tumor dan mitosis berhubungan dengan stadium klinis MM kulit dan keseluruhan. Karakteristik klinikopatologik tidak berhubungan signifikan dengan ekspresi Foxp3

Background: Malignant melanoma (MM) is a malignant tumor originating from
proliferation of melanocyte cells and can be found in skin, mucosa and ocular. The
mortality rate for malignant melanoma is quite high, especially at advanced stage
characterized by metastases. Various risk factors can predispose MM into metastases,
which can be different in cutaneous, mucosal and ocular MM, one of which is the
immunological process of the tumor which can be assessed from Tumor Infiltrating
Lymphocyte (TIL). TIL components that play a role in the process of avoiding the immune
system in malignant melanoma are regulatory T cells, whose the most specific marker so
far is Foxp3. The association of Foxp3 with clinical stage of malignant melanoma is still
controversial and until now there has been no research on the association of Foxp3 in
TIL with clinical stage of MM in Indonesia.
Aims: This study aims to determine the association between clinicopathological
characteristics and Foxp3 expression in TIL with MM clinical stage.
Methods: Analytic study on malignant melanoma diagnosed at Anatomical Pathology
Department FKUI/RSCM during January 2010 until December 2021. Sampling was
carried out by total sampling from cases that met the inclusion criteria according to the
calculation of the sample size for each group. Immunohistochemical examination using
Foxp3 monoclonal primary antibody. Immunoexpression data were analyzed to
determine its relationship with clinical stage of malignant melanoma.
Result: There were 54 cases of MM: 19 cases were skin MM, 29 cases of ocular MM, and
6 cases of mucosal MM. Majority of cases (63%) were in advanced stages. Tumor
thickness and mitosis associated with clinical stage of cutaneous and overall MM. Female
gender, tumor thickness >2 mm, mitoses >16/10 HPF, presence of lymphovascular
invasion and perineural invasion generally had low Foxp3 expression. In cutaneous MM
and overall MM, low Foxp3 expression was found at advanced clinical stage although
no significant association was found.
Conclusion: Tumor thickness and mitosis associated with clinical stage of cutaneous and
overall MM. Clinicopathological characteristic was not statistically significant with
Foxp3 expression. Low Foxp3 expression was associated with advanced clinical stage
although no statistically significant association was found.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hastrina Mailani
"Meningioma merupakan tumor primer intrakranial yang tersering, sebagian dapat bersifat agresif dengan kemungkinan rekurensi yang lebih tinggi. Diperlukan parameter klinikopatologik yang dapat memprediksi terjadinya rekurensi dan progression meningioma sehingga dapat dilakukan strategi tatalaksana yang lebih agresif dan follow-up ketat. Penilaian ekspresi Ki-67 pada meningioma diharapkan dapat menjadi salah satu prediktor rekurensi dan progression tumor. Penelitian ini bertujuan untuk menilai ekspresi Ki-67 pada meningioma yang mengalami rekurensi dan progression dengan yang tidak mengalami rekurensi dan progression. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain kasus kontrol. Populasi penelitian adalah pasien yang telah didiagnosis sebagai meningioma dengan pemeriksaan histopatologi di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM dari tanggal 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2021. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif pada meningioma yang mengalami rekurensi dan progression serta yang tidak mengalami rekurensi dan progression. Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan menggunakan antibodi primer anti-Ki-67 (SP6) rabbit monoclonal antibody (Diagnostic BioSystems). Data kemudian dievaluasi untuk menentukan ekspresi Ki-67.Didapatkan 34 kasus meningioma yang terdiri atas 17 kasus dengan rekurensi dan progression serta 17 kasus tanpa rekurensi dan progression. Median ekspresi Ki-67 pada kelompok yang mengalami rekurensi dan progression (2,1%)  lebih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak mengalami rekurensi dan progression (0,5%). Ekspresi Ki-67 berkaitan dengan kejadian rekurensi dan progession meningioma dengan adjusted odds ratio sebesar 4,2. Nilai titik potong yang direkomendasikan adalah sebesar 0,95%. Ekspresi Ki-67 merupakan faktor prediksi kejadian rekurensi dan progression pada meningioma.

Meningioma represents the most frequent primary intracranial tumor, and some subtypes may demonstrate aggressive characteristics with a correspondingly elevated risk of recurrence andprogression. To predict the likelihood of recurrence and progression, clinical and pathological parameters are essential. More aggressive treatment strategies and strict follow-up can be implemented using these parameters. Proliferation assesment using Ki-67 expression is expected to be one of the predictor of tumor recurrence and progression. This study aims to evaluate Ki-67 expression in meningioma with recurrence and progression and those without recurrence and progression. This was an analytic case control study including specimens diagnosed as meningioma recorded in archives of Anatomical Pathology Departemen, FMUI/CMH from January 1st. 2019 to December 31th, 2021. Consecutive sampling method was used. Ki-67 immunostaining was conducted using anti-Ki-67 (SP6) rabbit monoclonal antibody (Diagnostic BioSystems). Data was analyzed statistically to evaluate Ki-67 expression. Thirty-four cases were selected, consisted of 17 cases with recurrence and progression and 17 cases without recurrence and progression. Median expression of Ki-67 in meningioma with recurrence and progression (2,1%) was higher than median expression of Ki-67 in meningioma without recurrence and progression (0,5%). Ki-67 expression was associated with recurrence and progression in meningioma (aOR=4,2) Recommended cut off value to predict recurrence and progession in this study was  0,95%. Ki-67 expresssion was independent factor for recurrence and progession of meningioma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library