Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 337 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kuncoro Wibowo
"Tujuan : Mengetahui dan membandingkan kekerapan hipotensi dan hipertensi reaktif pada ibu hamil yang menjalani bedah sesar dengan anestesi spinal menggunakan bupivakain 12,5 mg.
Metode : Uji klinik tersamar ganda. Penelitian dilakukan di IGD RSCM pada bulan Oktober 2004-Januari 2005, pada ibu hamil yang menjalani bedah sesar dengan anestesi spinal mengguankan bupivakain 12,5 mg, Pasien dibagi menjadi 2 kelompok ; 32 pasien mendapatkan prehidrasi ringer laktat 500 ml dan 32 pasien lainnya mendapatkan kombinasi prehidrasi ringer laktat 500 ml dan efedrin 12,5 mg intravena. Pada pasien ini diamati kekerapan hipotensi,hipertensi reaktif
Hasil : Kekerapan hipotensi 57,6 % pada kelompok prehidrasi ringer laktat 500 ml dan 28,1 % pada kelompok kombinasi prehidrasi ringer laktat 500 ml dan efedrin 12,5 mg intravena (p < 0,05 dan 1K 29,79 ; 30,11 ). Kekerapan hipertensi reaktif pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna (3,1 % vs 0 % )
Kesimpulan : Kombinasi ringer laktat 500 ml dan efedrin 12,5 mg intravena lebih baik dalam mencegah hipotensi tanpa disertai dengan hipertensi reaktif pada ibu hamil yang menjalani bedah sesar dengan anestesi spinal menggunakan bupivakain 12,5 mg.
Kata kunci : Prehidrasi ringer laktat, efedrin intravena, hipotensi, hipertensi reaktif, bedah sesar, anestesi spinal.

Target: Knowing and comparing frequency of hypotension and reactive hypertension at pregnant mother which perform cesarean surgical operation with spinal anesthesia using bupivakain 12,5 mg
Method: Double blind randomized clinical trial. Research conducted in IGD RSCM in October 2004- January 2005 for pregnant mother which experience cesarean surgical operation with spinal anesthesia using bupivakain 12,5 mg, Patient divided to become 2 group ; 32 patient get prehydration 500 ml ringer lactate and 32 other patient get prehidrasi 500 ml ringer lactate combination with ephedrine 12,5 mg intravenous and this patient is perceived by frequency of hypotension and reactive hypertension
Result of : Frequency of hypotension is 57,6 % in prehydration 500 ml ringer laktat group and 28,1 % in prehydration 500 ml ringer laktat combination with ephedrine 12,5 mg intravenous group (p < 0,05 and 1K 29,79 ; 30,11 ). Frequency of reactive hypertension both of two group do not different in statistic (3,1 % vs. 0 )
Conclusion : Combination prehydration 500 ml ringer laktat and ephedrine 12 mg intravenous better in preventing hypotension without accompanied with reaktif hypertension at pregnant mother which experience cesarean surgical operation with spinal anaesthesia using bupivakain 12,5 mg
Keyword: Prehidrasi ringer lactate, intravenous ephedrine, hypotension, reactive Hypertension, cesarean surgical operation, spinal anesthesia
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T20900
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudia
"Sebuah negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai sistem pertahanan mandiri yang dibangun sesuai dengan kondisi negara tersebut. Indonesia merupakan negara kepulauan dan dihuni oleh bermacam suku bangsa. Sistem Pertahanan Wilayah bisa menjadi perekat perbedaan yang ada, namun juga bisa menjadikan alasan untuk memisahkan diri apabila ada ketidakadilan yang terjadi akibat pelaksanaan sebuah Sistem Pertahanan Wilayah.
Tesis ini membahas persoalan Sistem Pembinaan Wilayah untuk Pertahanan, berkaitan dengan perkembangan situasi politik negara sehingga memunculkan gugatan dengan keberadaan komando teritorial TNI. Pertanyaan seputar tesis ini adalah : Bagaimanakah sistem pertahanan wilayah Indonesia? Alternatif sistem pertahanan wilayah bagaimanakah yang cocok pada masa sekarang (pasca orde baru)? dan Masih perlukah pembinaan wilayah untuk pertahanan teritorial? Adapun tujuan penlitian ini adalah: Menganalisis sistem pertahanan wilayah sebelum era reformasi, Menganalisis relevansi pembinaan wilayah terhadap sistem pertahanan teritorial, dan Membuat alternatif sistem pertahanan wilayah yang cocok dengan masa pasca orde Baru.
Metode yang dipakai adalah analisis dekriptif yang melibatkan beberapa koresponden untuk diminta penilaian seputar Sistem Pertahanan Wilayah. Sebagai alat bantu untuk menganalisis data maka digunakan metode AHP yang berguna untuk mendapatkan sebuah keputusan. Tesis ini mendapatkan hasil berupa sebuah negara memerlukan Pertahanan yang mana pembinaan kewilayahan dilakukan secara proporsional sesuai dengan bidangnya. Ada tiga lembaga yang diangkat pada tesis ini yaitu PEMDA, TNI, dan Kantor Wilayah Dephan. Pertahanan yang baik akan mendukung kondisi Ketahanan Nasional sebuah bangsa untuk tetap survive menghadapi dinamika perkembangan peradaban dunia."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T10285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Syaiful Anam
"Batubara bitumen adalah salah satu komoditas ekspor non migas unggulan Indonesia. Dalam ekspor-impor antar negara-negara ASEAN tahun 2001, Indonesia adalah eksportir utama dengan volume ekspor sebesar 9,9 juta MT dan memiliki keunggulan kompetitif dengan nilai ekspor sekitar US$ 242 juta.
PT. Berkala Internasional adalah perusahaan swasta, bergerak dalam bidang perdagangan dan pertambangan batubara, berskala menengah dan berorientasi ekspor. Tahun 2001 perusahaan telah mampu memproduksi 1,8 juta MT batubara dari tambang Bengkulu dan Kalimantan Selatan. Dari total produksi, sebesar 630.000 MT (35%) diekspor ke Malaysia, Philipina dan Thailand, sedangkan sisanya untuk pasar lokal di Pulau Jawa. Volume ekspor tersebut memenuhi pangsa 6,35% dari total ekspor Indonesia ke ASEAN.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan metode Evaluasi Faktor Eksternal dan Internal untuk menganalisis beberapa faktor lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi aktivitas bisnis ekspor perusahaan. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan penilaian faktor-faktor tersebut dengan pendekatan metode analisis SWOT untuk memperoleh gambaran obyektif tentang peluang dan ancaman serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.
Berdasarkan evaluasi dan penilaian beberapa faktor internal dapat diketahui kekuatan yang dimiliki yaitu faktor lokasi tambang, ketepatan pengiriman, kapasitas utilitas, pelayanan order, rentabilitas dan Skala ekonomis. Sedangkan faktor keragaman produk, manajemen dan produktivitas sumber daya manusia, pengalaman karyawan serta kebijakan harga adalah kelemahan yang dimiliki perusahaan.
Peluang potensial yang dapat dimanfaatkan dengan maksimal adalah terbukanya kawasan perdagangan bebas, perkembangan ekonomi regional, kemajuan di bidang teknologi industri serta kebijakan pemerintah yang kondusif. Sedangkan ancaman yang dihadapi perusahaan adalah faktor tingginya tingkat persaingan atau rivalitas di antara para pesaing industri batubara, kekuatan tawar menawar pihak pembeli dan kekuatan tawar menawar pernasok.
Berdasarkan hasil analisis SWOT dapat diidentifikasi dan diketahui posisi bisnis perusahaan saat ini berada pada kuadran I (Growth Oriented Strategy) yangmendukung strategi pertumbuhan agresif dalam kinerja dan produktivitas menyeluruh termasuk, proses produksi, pemasaran, penjualan, pangsa pasar, pendapatan dan keuntungan perusahaan melalui alternatif strategi fokus baik biaya dan diferensiasi; peningkatan dan perluasan kapasitas dan efisiensi produksi; peningkatan dan pengembangan pangsa pasar maupun penetrasi pasar baru; pengembangan diversifikasi dan diferensiasi produk, proses produksi dan pemasaran; serta peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida A.R. Samadara
"Sejak pembentukan Lembaga Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bahkan sejak persiapannya, gereja-gereja pembentuk yang kemudian menjadi anggotanya sadar bahwa mereka hadir di tengah perkembangan situasi dan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya yang konkrit, baik pada aras dunia maupun terutama pada aras nasional, regional dan lokal. Oleh karena itu gereja sadar akan tugas dan Panggilannya untuk berbuat dan memberi sumbangan bagi pengembangan dan pembenahan kehidupan bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.
PGI selanjutnya mengambil bagian secara langsung maupun tidak langsung dalam setiap fenomena kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga PGI memiliki kontribusi terhadap Ketahanan Nasional. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi ketahanan nasional yang ada dan melihat sejauh mana PGI mengimplementasikan Panggilannya dalam mengupayakan dan meningkatkan ketahanan nasional dan kemudian menemukan strategi untuk meningkatkan kontribusi PGI terhadap ketahanan nasional.
Untuk mengetahui kondisi ketahanan nasional, digunakan metode kwantitatif yaitu Teori Mikro dan Teknik Delphi. Selanjutnya digunakan metode kwalitatif yaitu destruktif analitis untuk melihat kontribusi PGI terhadap ketahanan nasional dan menemukan strategi untuk mengoptimalkan kontribusi tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ketahanan nasional bangsa berada pada tataran "rawan". Kontribusi PGI dalam ketahanan nasional terlihat pada Pokok-pokok Tugas Pelayanan Bersama (PTPB) dan substansi program masing-masing bidang. Namun demikian, pada kenyataannya masih ditemukan kurangnya rasa kebangsaan dan nasionalisme dari masyarakat kristen dan masih terdapat kendala-kendala dalam organisasi PGI yang membatasi kinerja PGI dalam melaksanakan Panggilannya. Strategi untuk mengoptimalkan peran PGI dalam ketahanan nasional adalah melalui: a) menanamkan rasa kebangsaan dan nasionalisme yang kuat kepada setiap masyarakat kristen, juga seluruh masyarakat Indonesia, dan b) menyelesaikan masalah-masalah intern dalam organisasi PGI, yaitu: menyamakan persepsi dan sikap seluruh anggota PGI dalam menyikapi setiap fenomena yang terjadi, memperbaiki struktur dan mekanisme organisasi PGI dan mengatasi konflik yang terjadi antar kelompok jemaat anggota PGI.

Contribution of Indonesian Church Council (PGI) on National EnduranceSince Indonesian Church Council (PGI) has been established even since it has been prepared, the pioneering churches that has become its members realize that they are existing in the development of concrete situation and condition, socially, politically, economically as well as culturally not only in international level but also in a national, regional and local level. Therefore the churches aware of the duties and the summons to carry out and give contribution for development and improvement of society's nation's life.
Indonesian Church Council then take parts in directly and indirectly in every phenomenon of society's and national live. Thus Indonesian Church Council has a contribution on Nation's National Endurance. This research is conducted to see how far Indonesian Church Council (PGI) has implemented its duty and its summons in not only striving for and improve a national endurance but also find a strategy to improve Indonesia Church Council / PGI's roles. Previously there was an evaluation conducted on the condition of existing national endurance.
The condition of national endurance is measured by applying a quantitative method that is "Teori Mikro" and "Teknik Delphi". Meanwhile to see PGI's contribution on the national endurance and to find a strategy to improve PGI's roles, qualitative method, namely descriptive analytic is used.
The result of research shows that the condition of national endurance is in the alarming level. PGI's contribution on national endurance is reflected on Principles of Collective Service (PTPB) and program substances of each field. A strategy to improve Indonesian Church Council's roles on national endurance is implant the feeling of strong nationality and nationalization to both every Christian society and all Indonesian people, it also over come intern problems in the organization of PG1, that is come into same perceptions and attitudes of all members of Indonesian Church Council in responding to every phenomenon happening, improve PGI organization's structure and mechanism. In addition, it overcomes and avoids the conflicts taking place among congregation groups of PGI's members.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syufenri
"Pengakuan Pemerintah Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 tidak termasuk wilayah Irian Barat. Dalam upaya pengembalian Irian Karat ke dalam wilayah NKRI, Pemerintah Indonesia telah melaksanakan taktik diplomasi konfrontasi yaitu ekonomi, politik, dan militer sampai dengan tahun 1961. Namun disisi lain, Pemerintah Belanda melancarkan taktik self determination di forum-forum internasional dengan membentuk Dewan Papua dan Komite Nasional Papua.
Dalam masa perang dingin sebagai akibat terbentuknya Nato dan Pakta Warsawa, Presiden RI Soekarno menggariskan strategi pengembalian Irian Barat dengan mengkombinasikan strategi daya - politik - diplomasi dengan daya - militer. Pemerintah RI membentuk Dewan Pertahanan Nasional yang bertugas merumuskan Cara-cara mengintegrasikan seluruh potensi nasional. Pemerintah RI juga membentuk Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat yang kemudian merumuskan strategi Tri Komando Rakyat (TRIKORA).
Pencanangan TRIKORA pada tanggal 19 Desember 1961 merupakan bentuk baru perjuangan pengembalian Irian Barat dengan melibatkan seluruh komponen bangsa yang terfokus pada penggunaan kekuatan militer. Untuk melaksanakan strategi tersebut, Komando tertinggi Pembebasan Irian Karat membentuk Komando Mandala yang merupakan gabungan kekuatan AD, AL, dan AU.
Pada tanggal 15 Januari 1962 dalam Operasi Intelijen Klandestine yang dilaksanakan oleh Komando Mandala, terjadi Pertempuran Laut di Aru. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa peristiwa Pertempuran Laut Aru merupakan pemicu semangat juang bangsa Indonesia yang mendorong Operasi Jayawijaya. Operasi ini telah meningkatkan posisi tawar diplomasi Pemerintah Indonesia dalam pengembalian Irian Barat, sehingga mendorong pemerintah Amerika Serikat untuk memaksa Pemerintah Belanda melakukan perundingan kembali dengan Pemerintah Indonesia. Penandatanganan Persetujuan New York 15 Agustus 1962 merupakan puncak dari perjuangan bangsa Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah NKRI.

The recognizing of Indonesian government sovereignty by the Dutch government on December 27th, 1949, was not included the West of Irian territory. In the effort of bringging West Irian back to NKRI government has taking diplomatic confrontation tactics there was economy, politics, and military, till 1961. But in the other side, the Dutch Government carries on self-determination in the international forums by establishing Papua Council and Papua National Committee.
In the Cold War era, as a result of establish NATO and Warsawa Pact, the Indonesian Presiden, Mr. Soekarno, made a guide line of strategy for returning West Irian by combining power - politics - diplomacy and power ? military. There for, the Government Republic of Indonesian established National Defense Council to formulate the way that integrating all of the national potentials. The Indonesian Government established also The Highest Commando for West Irian Liberation, who formulates TRIKORA Strategy.
The launch of TRIKORA, on December 19th, 1961, was a new type of struggle for returning West Irian with involved all of nation component that focusing on using of military forces. For conduct that strategy, The Highest Commando f'or West Irian Liberation, formed Mandala Commando, which was combining Indonesian Army Force, Indonesian Navy, and Indonesian Air Force.
On Januari 15th, 1962, in the Clandestine Intelligence Operation that conducted by Mandala Commando, there was a Sea Battle in Aru. Based on the research, the conclusion is that the Sea Battle in Aru was spirit that stimulated Jayawijaya Operation. This operations made Indonesian diplomacy for returning West Irian has a higher bargaining position, so it drived American Government to push the Dutch to continuing negotiation to Indonesian Government. The signing of New York Agreement, on August 15`E', 1962, was the ape of Indonesian struggle to put West Irian in NKRI territory.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Liasta
"Pemerintah mengharapkan Industri pariwisata pada akhir PELITA VI dapat menjadi sumber devisa dan motor penggerak utama pembangunan nasional. Harapan tersebut memberi peluang seiring dengan pertumbuhan perekonomian dunia yang semakin meningkat dimana mengakibatkan semakin banyak orang di dunia yang melakukan perjalanan wisata. Pengembangan pariwisata mempunyai kecenderungan semakin meningkatkan peranannya terhadap ketahanan ekonomi, yaitu melalui semakin baiknya kontribusinya terhadap pembangunan nasional.
Atas dasar pertimbangan itulah maka tesis ini di tulis dengan mengkaji masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Karo. Dalam pembangunan pariwisata di daerah Karo, mengingat daerah tingkat II Karo adalah sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang potensial di Propinsi Sumatera Utara. Dengan harapan hasil kajian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan pariwisatadi Karo.
Kajian dalam tesis ini dilakukan dengan menggunakan perspektif ketahanan nasional, yaitu menggunakan konsep kesejahteraan keamanan sebagai metode analisis pemecahan masalah di dalam pembangunan pariwisata.
Dari Hasil pengamatan teridentifikasi beberapa masalah yang dihadapi Kabupaten Karo dalam pembangunan pariwisata. Yang pertama berkaitan dengan kontribusi pariwisata terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, kedua berkaitan dengan pengembangan pariwisata dan ketiga berkaitan dengan ketahanan daerah.
Hasil analisis terhadap beberapa permasalahan diatas diharapkan dapat meminimalisasikan berbagai hambatan maupun ancaman dalam meningkatkan pengembangan pariwisata yang berketahanan ekonomi dan sekaligus berkemampuan meningkatkan ketahanan daerah."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Stephanie Sri Rahayu Soetedja
"Komite Medik lahir dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.983/Menkes/SK/XI/1992 tanggal 12 Nopember 1992 , dengan orientasi tugas kepada pengendalian kualitas pelayanan medic di rumah sakit antara lain membantu direktur dalam menyusun standar pelayanan dan memantau pelaksanaannya, melaksanakan pembinaan etika profesi, mengatur kewenangan profesi anggota staf medis fungsional, meningkatkan program pelayanan, pendidikan dan pclatihan serta penelitian dan pengembangan. Pembentukan Komite Medik di Indonesia ini mengadopsi konsep MSO ( Medical Staff Organization ) yang ada di dalam rumah sakit di negara Amerika Serikat dan memegang peranan panting atas mutu pelayanan rumah sakit.
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaksanakan program akreditasi rumah sakit dengan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 436/Menkes/SK/VI/1993 tanggal 3 Juni 1993, dengan tujuan memberikan pengakuan dan penghargaan kepada rumah sakit yang telah mencapai tingkat pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Hasil akreditasi suatu rumah sakit secara tidak langsung mencerminkan kondisi Komite Medik yang ada.
Dalam rangka untuk mengetahui pelaksanaan tugas Komite Medik Rumkital Dr. Mintohardjo, setelah rumah sakit mendapatkan akreditasi dari Depkes RI , maka dilakukan penelitian selama 3 (tiga) minggu di Rumkital Dr. Mintohardjo. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif terhadap pengorganisasian dan pelaksanaan tugas Komite Medik Rumkital Dr. Mintohardjo, dengan melakukan wawancara mendalam antara lain kepada penentu kebijakan Rumkital Dr. Mintohardjo yaitu Wakamed merangkap sebagai Ketua Komite Medik dan Wakabin. Selain itu dilakukan penelitian dokumen dan pengamatan.
Hasil penelitian menunjukkan Komite Medik belum bekerja secara optimal dan tidak berkembang. Hal ini terjadi karena adanya beberapa kendala-kendala yang dihadapi Komite Medik dalam pelaksanaan tugasnya antara lain tidak adanya komitmen dari pimpinan dan ketua komite medik untuk mensosialisasikan Komite Medik, penerapan organisasi Komite Medik sebagai organisasi independen di Rumkital Dr. Mintohardjo tidak mudah.

The Medical Committee is established by the Decree of Indonesian Ministry of Health number 983/Menkes/SK/XI/1992 dated 12 November 1992. The Medical Committee is assigned to control the hospital medical services, to assist the Director in preparing and execution of the standard operational procedures, the execution of professional ethics guidance, the management of the medical staffs functional authority, to improve and promotes the medical service, education and training as well as the medical research and development. The Indonesian Medical Committee is adopted from the USA's MSO ( Medical Staff Organization) concept which is responsible for the quality of hospital's medical service quality.
In accordance to improve the hospital medical service, the Indonesian Ministry of Health establish an accreditation program for all hospital in Indonesia, by issuing the Decree of Minister of Health number 436/Menkes/SK/VI/1993 dated 3 rd June 1993. The purpose of the decree is to grant acknowledgement and accreditation for hospitals achieving its high qualified medical service standard .
The study is to analyze the performance in the tasks implemented by the Navy Hospital's Dr. Mintohardjo and the study was undertook for three weeks. The design of this study is a qualitative approach, using descriptive analyzing method. The data collected by conducting the method of indepth interview to 9 ( nine ) of the hospital staff, by study on hospital documents and by method of observation.
The result of the study verified that The Medical Committee did not optimally perform its duty and function. There are many obstacles and problems since there was no support of the hospital management. The chief of Medical Committee has lack of socialization and was not able to implement an independent Medical Committee within the hospital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T 12799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Arief
"Selat Malaka adalah selat yang terletak diantara tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura. Pada bagian yang lebarnya kurang dari 24 mil, maka laut wilayah dua dari tiga negara tersebut berhimpitan. Selat Malaka mempunyai arti penting karena salah satu selat yang digunakan untuk pelayaran internasional. Diinformasikan dalam Asia Research Bulletin bahwa pelayaran di Selat Malaka itu semakin meningkat dan kini merupakan selat yang paling ramai di dunia sesudah Selat Dover.
Arti penting Selat Malaka semakin bertambah dengan telah diproduksinya kapal-kapal tanker raksasa untuk mengangkut minyak dari Timur Tengah melewati Selat Malaka ke negara-negara Timur Jauh, terutama Jepang yang 90% kebutuhan minyaknya diangkut melalui selat ini. Disamping iu Selat Malaka juga merupakan jalur air penting untuk kegiatan pelayaran dengan berbagai macam dagangan ekspor/impor dari berbagai negara.
Seiring dengan perkembangan waktu, makin lama kapal-kapal tanker itu semakin besar dan kemampuan Selat Malaka yang sempit, dangkal dan ramai itu makin lama makin terbatas untuk melayani tanker-tanker raksasa yang semakin lama semakin besar itu. Dengan demikian, maka makin lama makin seringlah terjadi kecelakaan kapal-kapal tanker raksasa di selat tersebut yang membawa bencana pengotoran laut kepada negara-negara pantai yang selanjutnya mempengaruhi kelestarian lingkungan laut dan kehidupan rakyat negara pantai tersebut. Padahal sekarang, sebagian besar kegiatan produksi minyak terdapat diperairan Indonesia bagian Barat, khususnya sepanjang Selat Malaka dan. Singapura.
Pencemaran laut yang dapat menganggu kelestaraian lingkungan laut karena pertama adanya tumpahan minyak selain berasal dari adanya kegiatan angkutan laut misalnya terjadi kebocoran kapal, maupun kecelakaan kapal karena kandas, tabrakan, atau pecah, kedua adanya kegiatan produksi minyak lepas pantai. (pencemaran oleh minyak), termasuk bila terjadi kebocoran pada pipa penyalur, dan tanki penyimpanan minyak produksi lepas pantai. Mengingat Selat Malaka merupakan penghasil minyak terbesar, ada?"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyonggo
"Tesis ini bertolak dari pernyataan Panglima Besar Soedirman pada tanggal 16 Agustus 1946 di Yogyakarta, bahwa Tentara Nasional Indonesia lahir karena Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan bersumpah mati-matian hendak mempertahankannya, sebab Proklamasi itulah menjadi dasar dan pokok pegangan serta perjuangan Bangsa Indonesia seluruhnya, buat hari esok dan hari selamanya.
Tidak dapat diingkari bahwa falsafah Jawa "Rumangsa Handuweni, Wajib melu Hangrukebi, Mulat Salira Hang rasa Wani", menjiwai perumusan Sapta Marga, yang kemudian secara resmi menjadi pedoman bagi setiap anggota ABRI dalam bermasyarakat , berbangsa dan bernegara dan bahkan membentuk jati diri A.BRI. Dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia, yang diawali dengan Demokrasi Liberal, kemudian Demokrasi Terpimpin yang disusul Demokrasi Pancasila, ternyata bahwa Dwifungsi ABRI ikut serta memberikan kontribusinya pada pembangunan bangsa, selain mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945.
Mengacu pada "Mulat Salina Hang rasa Ward - berani untuk terus menerus meneliti dan melakukan evaluasi atas diri ", bisa disimpulkan betapa besar "PR" yang masih belum terselesaikan untuk menghadapi masa depan, Abad ke XXI.
Kajian dengan model Ketahanan Nasional semakin menunjukan bahwa Dwifungsi ABRI tidak hanya beraspek Politik saja, sebagaimana ilmu dari Barat membatasinya, tetapi jauh lebih luas daripada itu.
Namun begitu,disadari bahwa Dwifungsi ABRI hanyalah sarana untuk mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga menunjukan relevansinya dalam menghadapi masa depan- masa perpacuan besar antar bangsa, demi kelanjutan hidup NKRI. Dengan demikian jelas bahwa Dwifungsi ABRI bukan tujuan.
Dengan adanya peningkatan kualitas sebagian masyarakat sebagai hasil pembangunan itu sendiri, dan dengan diterimanya Pancasila sebagal satu-satunya asas bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, masyarakat semakin sadar akan haknya untuk ikut serta dalam masalah kenegaraan, maka tibalah saatnya bagi ABRI untuk mengambil posisi baru . Seorang intelektual menggambarkannya dengan "steering, rather than rowing", sehingga dalam posisi inilah Dwifungsi ABRI bisa diterima masyarakat. Namun untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat sebagai "helmsman" (jurumudi) dalam mengarungi masa depan yang penuh tantangan dan gejolak, masih diperlukan kewibawaan, kearifan, keteladanan serta intelektualitas, selain komitmen dan penghayatan mendalam Sapta Marga dan Delapan Wajib ABRI maupun Sumpah Perajurit."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T5620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiarto
"Penelitian ini memfokuskan perhatian terhadap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam menangani permasalahan dengan Pemerintah Timor Leste, yaitu di bidang batas negara di darat, batas negara di laut, pengungsi Timor Leste di wilayah Indonesia dan aset RI di Timor Leste.
Ada berbagai keuntungan yang bisa didapatkan apabila kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan tersebut tepat, antara lain di bidang sosial politik, bidang ekonomi dan bidang pertahanan keamanan/Hankam, ketepatan pengambilan kebijakan tergantung kepada pendekatan yang digunakan,
Dalam tata kehidupan antar bangsa dikenal beberapa pendekatan untuk menyelesaikan masalah antara dua negara, yaitu pendekatan diplomatik, pendekatan mediasi/mengundang pihak ke 3 dan melalui Mahkamah Internasional.
Untuk menentukan masalah apa yang sebaiknya diprioritaskan untuk diselesaikan dengan pemerintah Timor Leste serta prioritas keuntungan di bidang apa yang diharapkan akan diperoleh, juga untuk menentukan pendekatan apa yang sebaiknya diprioritaskan oleh pemerintah Indonesia, diadakan penelitian dengan menggunakan metode penelitian eksplanasi yang bersifat deskriptif analisis. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utamanya dilengkapi dengan studi kepustakaan, peninjauan lapangan dan wawancara. Kuesioner diberikan kepada 10 orang responden yang dianggap sebagai ekspert di bidang perbatasan darat, perbatasan laut, pengungsi dan aset negara. Data yang diperoleh selanjutnya dinalisa dengan metode Analytical Hierarchy Process (ANP) yaitu suatu teknik pengambilan keputusan berdasarkan skala prioritas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa perbatasan darat perlu mendapatkan prioritas utama untuk diselesaikan dengan persentase sebesar 42 %, berikutnya adalah perbatasan laut, 27 %, masalah pengungsi 19 % dan aset negara 12 %. Adapun keuntungan yang paling utama untuk didapatkan adalah dibidang sosial politik 43%, bidang ekonomi 30% dan bidang hankam 27%. Untuk menyelesaikan masalah serta mendapatkan keuntungan yang diharapkan pendekatan yang harus diprioritaskan adalah pendekatan diplomatik/perundingan 62 %, pendekatan mediasi 27 % dan membawa persoalan ke Mahkamah Internasional 11 %.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan masalah dengan Timor Leste selama ini yaitu dengan mneyelesaikan masalah perbatasan darat, pengungsi dan asset negara secara paralel tidak sesuai dengan pendapat para ekspert yang menghendaki masalah perbatasan darat diselesaikan terlebih dahu.lu, Sedangkan pendekatan yang diterapkan pemerintah yaitu pendekatan diplomatik sesuai dengan pendapat para ahli, keuntungan yang diharapkan diperoleh, yaitu dibidang sosial politik diharapkan bisa didapatkan wiring dengan proses penyelesaian semua permasalahan.

This Research is focused on The Indonesian Governmental Policy in handling some problems on Democratic Republic of Timor Leste, which covers land border, sea border, and refugee of Timor Leste in Indonesia and Indonesia's asset in Timor Leste.
If Indonesian Government can define the accurate policy to solve the problem, there will be some benefits in different fields such as in the social/political, economical and security and defense field. The accurate policy must come from the accurate approach, such as diplomatic or mediation, or bringing up the problem to the International Court of Justice (ICJ).
This research used quantitative descriptive type. This type determined which problem should be put into first priority to be solved, what benefits should be primarily obtained and also which approaches should be application firstly by the Indonesian Government. Using questionnaire as the core important instrument with bibliography, interview and field observation as well collected the data. The questionnaires were given to 10 (ten) persons known as the expert in the related field. Hereinafter the quantitative data obtained is to be compiled with the descriptive analysis technique by using Analytical Hierarchy Process (AHP), a decision-making technique based on the priority scale.
The result of the research indicates that land border has become a primarily priority to be solved with percentage of 42 %, followed by sea border with percentage of 27 %, refugee 19 % and the last Indonesia's asset with 12 %. The benefit that could be gained is in social/political field as a primarily priority, with percentage of 43 %, economical field 30 %, and the last is the security and defense field with 27 %. To solve the problems and gain some benefits, the Indonesian Government should implement diplomatic approach primarily, with percentage of 62 %, and then mediation approach 27 % and the last, bringing up the problems to the ICJ 11 %.
Thereby it can be concluded that the Indonesian Governmental Policy to solve the problems with the Timor Leste in terms of the land border, refugee and asset parallel nowadays is not suitable as the experts indicated that the land border as a primarily priority to be solved. Meanwhile, diplomatically approach implemented by Indonesian Government is suitable with the experts' opinions and the benefit in social/political field could be obtained in a line with the problems solving process.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T14767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>