Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nengyanti
"Penelitian ini, mengeksplorasi implemenlasi program P2W dengan
menggunakan metode kualitatif berperspektif feminis. Hasilnya, implementasi program TP-PZW yang Salah satunya melaksanakan P2W-KSS belum optimal. Pengelolaan kelembagaan, struktur organisasi TP-PZW yang berdasarkan jabatan pemerintahan menycbabkan personelnya kurang peduli akan kedudukannya dalam TP-PZW. Akibatnya, perencanazm dan pendanaan program wanita, khususnya P2W-KSS yang rujuannya menuju keluarga sehat sejahtera hanya menunggu dari atas. Tidak terjalin koordinasi padahal PZW-KSS merupakan program lintas sektoral. Kcgialan P2W-KSS dilaksanakan secara insran_ Dari segi sumber dnya manusia, pengetahuan pelaksana program sangat minim bahkan mereka tidak mengetahui kritcria lokasi binaan. Program terfokus untuk meningkatkan pendapatan keluarga sehingga laki-laid diperbolchkan ikut Serta. Parahnya, birokrat pelaksana TP-PZW dan P2W-KSS dijangkiti patologi birokrasi: paternal-isme, sikofancy, rokenisme, korupsi dan konspirasi- Al-rhimya, walaupun beberapa wanita mendapatkan pengctahuan mengenai kegiatan produktif dan pola hidup sehat, namun secara keseluruhan program belum berpihak pada wanita. Sebetulnya, baik struktur organisasi maupun kompetensi jajaran TP-P2W memiliki peluang untuk memajukan wanita di daerah_ Upaya penyadaran gender dan sosiaiisasi fungsi dan tugas lembaga TP-PQW mendesak untuk dilakukam kepada pegawai pemerintahan agar perspekctif gender dijadikan acuan pembuatan program pembangunan.

Abstract
This research, which aims to explore women`s perspective on
implementation enhancement of role of women (PZW) program, applies the feminism perspective based qualitative methods. The results, implementation of enhancement of the role of women management teams (TP-P2W) and enhancement of the role of women to aim healthy and welfare family (PZW-KSS) program aren?t optimally yet. From the institutional management, structure organization of TP-P2W, which based on status at government, make the personnel don?t care about their status at the team. Because of that, planning and budgeting for women?s program, especially P2W-KSS program activities wait for central department- Then, the involved institutions don?t have coordination among them. Because of that, program activities are always implemented instantly, just for competition ot` project village of P2W-KSS. Evaluating and reporting is based
on the activities at the competition. From human resources, they don?t know how
to implement the progam and what?s criteria are used to appointing the village becoming the project location. T hey have worse gender awareness. Almost all of the program which they had make, are generating income activities, so the program isn?t priority to women. They are influenced by bureaucrat?s pathology: patemalism, sycophancy, tokenism, corrupts and conspiracy. Finally, on the impact analysis of program implementation to women, indicate that although few of women get knowledge about income generating activities and healthy life pattem, but totally the program isn?t implemented with women?s perspective yet. In fact, not only the structure organization but also the competency of TP-P2W, has widest opportunity to advancement women?s role at province and municipality or district. Therefore, the efforts to gender awareness and socialization the TP-P2W function and task must be done to public servants at province and municipality or district goverment immediately, so gender mainstreaming policy become patron to make or decide their program."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4939
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donachie, Matthew J.
"Covers virtually all technical aspects related to the selection, processing, use, and analysis of superalloys. New second edition has been completely revised and expanded with many new figures and tables added."
Materials Park, Ohio: ASM International, 2002
e20442562
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Idris Azis
"Partisipasi perempuan sebagai pegawai negeri sipil tidak terlepas dari masalah kultural dan struktural. Kultural adalah menyangkut sistem ideologi yang memberi pengaruh dalam pembentukan cara pandang perempuan, laki-laki dan cara pandang masyarakat terhadap perempuan yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pada saat ideologi menjadi pembatas ruang gerak perempuan maka etos kerja perempuan tidak akan berkembang karena wilayah-wilayah ekspresi perempuan telah digariskan dalam benak setiap orang. Sedangkan struktural adalah dengan perubahan struktur ekonomi yang telah membuka peluang bagi perempuan dalam berbagai pekerjaan.
Partisipasi perempuan sebagai Pegawai Negeri Sipil dilatarbelakangi berbagai proses yang saling terkait, yang menyangkut pergeseran dalam diri sendiri, dalam sistem nilai dan normatif dan juga menyangkut perubahan kelembagaan. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil, perempuan dapat dipengaruhi oleh kesadaran diri mereka atau karena pergeseran sistem nilai yang memungkinkan mereka untuk meninggalkan rumah (utamanya kelas menengah keatas). Perubahan ini juga dapat dilihat sebagai tanda permintaan pasar tenaga kerjayang besar atau tanda dukungan kelembagaanyang memberikan jaminan (Undang-undang No.8 tahun 1974) bagi pegawai negeri sipil.
Keterlibatan perempuan sebagai pegawai negeri sipil tidak selancar yang dialami oleh laki-laki, karena fakta menunjukkan bahwa perempuan mengalami hambatan-hambatan tertentu dalam menjalankan tugasnya.
Hal ini dapat dilihat dari motivasi perempuan sebagai pegawai negeri sipil yang sangat bervariasi. Bervariasinya motivasi pegawai negeri sipil perempuan menandakan kemampuan dan kemauannya dalam menjalani kehidupannya secara realistis. Realistis dalam arti lebih fleksibel dalam meminimalkan konflik peran (kebutuhan keluarga dan kebutuhan kerja) dalam keluarga mereka masing-masing.
Pengembangan karier pegawai negeri sipil perempuan di Setwilda Tingkat I Sulawesi Tengah, pada dasarnya cukup menjajikan harapan, sejalan dengan laju kenaikan pangkat dan bertambahnya masa kerja mereka. Namun, dalam menduduki jabatan struktural tertentu, perempuan masih mengalami hambatan. Hambatan utama karena masih adanya ideologi gender, dimana lebih mengutamakan laki-laki untuk menduduki jabatan, dengan alasan keterbatasan waktu dan biologis bagi perempuan."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangemanan, Diana Ribka
"ABSTRAK
Pembinaan hukum nasional masih sangat dipengaruhi oleh prinsip "legalitas" merupakan kenyataan yang menyebabkan banyak masalah-masalah sosial kemasyarakatan tidak terjangkau oleh hukum.
Salah satu masalah itu adalah "tindak kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga" yang jika dipandang dari gaya stelsel hukum nasional, bukan suatu bentuk kejahatan (dalam bidang hukum pidana) dan bukan suatu perbuatan melanggar hukum (dalam bidang hukum perdata) karena tindak kekerasan ini memiliki ciri khas yakni "berbasis jender".
Para ahli hukum modern seperti Joanne Belknap dan Katharine T Bartlett yang tergolong kaum feminis barat mulai neninggalkan prinsip legalitas dan melakukan pembaharuan hukum dengan pusat perhatian pada "keluwesan" suatu perundang-undangan agar hukum dapat mengikuti dinamika masyarakat.
Dinamika gerakan perempuan dalam masyarakat mulai mempertanyakan seberapa jauh hukum dapat mengayomi hak-hak asasi perempuan dan mampukah hukum melindungi kaum perempuan dari perbuatan tindak kekerasan dalam keluarga.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tindak kekerasan terhadap perempuan dalam keluarga tidak bisa ditindaki dengan KUHP saja atau Undang-undang Perkawinan saja karena faktor-faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan ini memiliki peranan yang kuat balk terhadap pelaku, korban dan penegak hukum mengenai kedudukan perempuan yang masih tersubordinasi dan terdiskriminasi oleh hukum.
Upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan penlu dilakukan dengan cara mensosialisasikan Deklarasi PBB tentang Penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan dan dibantu dengan pendekatan viktimologi dan kriminologi serta pendekatan hukum yang berperspektif perempuan.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masyithah Umar
"Naskah ini merupakan "tesis" yang mengkaji masalah wanita dalam perspektif hukum acara peradilan agama melalui serangkaian penelitian "studi naskah" terhadap peraturan perundang-undangan (UU No. 1/1974, PP No. 9/1975, UU-PA No. 7/1989) serta dokumen-dokumen (kumpulan catatan sidang-sidang di DPR, berita dan komentar di majalah-majalah dan putusan putusan pengadilan), dan studi lapangan terhadap jalannya beracara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan (15 Nopeinber 1992 hingga 27 Pebruari 1993).
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan gambaran seeara jelas tentang perlindungan hukum bagi wanita: (1) sejauh yang diatur dalam peraturan hukum acara peradilan agama, (2) sejauh penerapan peraturan hukum itu dalain jalannya (proses) beracara di Pengadilan Againa, dan (3) faktor- faktor yang turut mempengaruhi tingkat perlindungan hukum bagi wanita. Untuk kepentingan menghimpun informasi di lapangan dilakukan observasi dan wawancara di lapangan.
Analisis dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan tipikal studi hukum. Wawasan konsep-konsep analisisnya diperkaya dengan berbagai teori yang bersifat interdisipliner dan mencakup dimensi kesejarahan, sosial, budaya, pikiran atau paham keagamaan dan dimensi ilmu hukum itu sendiri. Acuan utaina yang dijadikan dasar analisis adalah bahwa setiap fakta hukum tidaklah mungkin terjadi secara tiba-tiba. Fakta selalu terkait dengan konteks historisnya, konteks social budaya lingkungan masyarakatnya, konteks perangkat sistem hukumnya, konteks situasional pada saat fakta hukum itu terjadi, dan lain lain. Inilah yang kemudian para ahli menyebutnya dengan "sosiologi hukuin".
Penelitian menghasilkan teinuan-temuan: (1) sejauh muatan perundang-undangan yang mengatur hukum acara di lingkungan peradjlan agama,kaum wanita telah diupayakan memiliki landasan juridis untuk memperoleh perlindungan hukum yang sama dengan pria. Persamaaan perlindungan hukum itu nyata hasilnya dari satu peraturan ke peraturan yang lain dengan melaluj perjalanan sejarah yang panjang, seperti termuat dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 1, UU No. 1 tahun 1974, UU No. 7 tahun 1984 dan hingga munculnya UU-PA No. 7 tahun 1989. Ada hal yang secara khusus diaturbprosedurnya dalain beracara bila masing-masing pihak (isteri dan suami) melalaikan kewajiban atau karena sesuatu kepentingan, bukanlah dimaksudkan untuk memberikan perlakuan diskriminatif. Sebab inasing-masing mendapat peluang yang seimbang untuk mengadukan persoalannya serta untuk mempertahankan hak-hak serta pemenuhan kewajibannya di depan peradilan seadil-adilnya. (2) Sejauh wewenang hukum (absolut dan elatif) yang dimiliki oleh badan peradilan agama, Pengadilan Agama membuka secara lebar untuk menerima serta menyelesaikan semua jenis perkara sesuai dengan prinsip umum peradilan, balk perkara itu datangnya dari isteri (wanita) maupun suami (pria), termasuk perkara-perkara "cerai talak", "gugat cerai, dispensasi kawin', "izin kawin', "iin poligaini", fasakh', dan "pengesahan (isbat) nikah". Para hakim di Pengadilan Agama dalam pengambilan keputusannya, di samping terikat oleh dasar-dasar pertimbangan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, juga mempertimbangkan dasar-dasar faktual mengenai duduk perkaranya. Tetapi bahkan dengan adanya dasar pertimbangan faktual itulah ada peluang timbulnya subyektivitas hakim, yang pada kenyataannya. Para Hakim Pengadilan Agama kurang optimal dalam memberikan (upaya) perlindungan hukum bagi kaum wanita. (3) Tjnggj rendah atau optimal kurangnya perlindungan hukum kepada kaum wanita terkait dengan faktor-faktor (a) Peraturan perundang-undangan, (b) lingkungan peradilan agama, dan (c) subyek hukum itu sendiri. Artinya, meskipun secara tekstual, peraturan perundang-undangan telah mengandung kebulatari ide untuk meinberjkan landasan juridis bagi perlindungan hukum wanita, tetapi masih ada peluang beberapa pasal untuk sesuatu dalih perlakuan yang diskriminatif. Demikian pula halnya lingkungan peradilan agama, oleh karena faktor-faktor lain seperti paham agama yang dianut oleh hakim, persepsi kultural di kalangan umumnya kaum pria, banyaknya perkara yang harus diselesaikan oleh hakim, kondisi situasional (tingkat kesulitan) kasus-kasus yang dihadapi sementara itu tidak setiap kasus di damping oleh penasihat hukum, turut mempengaruhi tingkat optimalisi itu. Latar belakang pemahaman agama serta sosiokultura juga mewarnai gambaran mengenai subyek hukumnya. Dan kenyataan inenunjukkan bahwa makin tinggi tingkat kemandiriari kaum wanita makin tinggi pula tingkat aspirasinya untuk memperoleh perlindungan hukum yang optimal di depan hukuin dan peradilan. Karena itu untuk mencapai tingkat per lindungan hukum yang optimal bagi kaum wanita dalam beracara di Pengadilan Agama, segi-seginya masih amat, kompleks. Diperlukan berbagai upaya lagi untuk menuju ke arah optimalisasi tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T9491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusnani
"ABSTRAK
Jaminan harkat dan martabat kaum wanita dalam bidang hukum ditandai dengan pengakuan hak-hak terhadap wanita termasuk di dalam bidang perkawinan khususnya tentang nafkah. Dalam implementasi mengenai hak wanita belum sesuai dengan kenyataan. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya perceraian dan pengabaian terhadap hak-hak wanita dan anak khususnya tentang pelaksanaan nafkah tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan hal di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan permasalahan, apa yang mendasari istri mengajukan gugat cerai, dan apa alasan istri mengajukan nafkah terhutang dan nafkah anak dalam perceraian serta apa dampak dari diperoleh atau tidak diperolehnya nafkah dalam kehidupan mantan istri dan anak. Di samping itu pula faktor-faktor yang menyebabkan suami membayar dan tidak membayar nafkah.
Penelitian ini bertolak dari pengalaman wanita setelah bercerai yang mempunyai hak nafkah dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif sebagai penunjang dengan pendekatan observasi serta penyebaran angket, diskusi kelompok terarah dan wawancara mendalam. Lokasi penelitian ini dilakukan di Kotamadya Bandar Lampung, dengan populasi 208 pasangan suami istri yang telah bercerai tahun 1997, baik cerai talak maupun cerai gugat serta yang mendapat dan tidak mendapat nafkah. Dengan sampel 64 pasang suami istri yang sudah bercerai, 50 belum membayar nafkah, 14 yang sudah membayar nafkah terdiri dari 2 informan memperoleh nafkah iddah, 8 informan memperoleh nafkah iddah dan nafkah anak, 4 informan memperoleh nafkah terhutang.
Hasil penelitian ditemukan alasan mendasar istri mengajukan cerai antara lain, suami tidak bertanggungjawab kepada keluarga baik terhadap istri maupun anak karena keadaan ekonomi. Suami tidak jujur karena melakukan perselingkuhan dengan wanita lain.
Cerai gugat prosesnya lebih cepat dibandingkan dengan cerai talak. Suami meninggalkan rumah dalam waktu yang cukup lama (2 tahun berturut-turut) tanpa berita. suami berperilaku tidak baik sering berjudi dan mabuk-mabukan, suami menderita penyakit atau yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai suami.
Adapun alasan suami tidak membayar nafkah, adalah disebabkan karena tidak ada sanksi, dan suami tidak mempunyai pekerjaan atau penghasilan.
Sebagai saran, dikemukakan perlu diatur secara tegas sanksi terhadap pelanggaran hak nafkah iddah terhutang dan nafkah anak dalam Undang-Undang Perkawinan. Perlu ditingkatkan kesadaran hukum pada wanita untuk dapat memperjuangkan haknya secara penuh, dan pemberdayaan terhadap wanita, agar mampu mandiri dan tidak tergantung kepada pria."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library