Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ercila Rizky Rolliana
"Latar belakang: Hampir 50% epilepsi adalah wanita terjadi pada usia reproduksi 15-49 tahun. Banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat interaksi antara epilepsi dengan hormon reproduksi wanita. Epilepsi temporolimbik dapat mengganggu regulasi aksis hipothalamus- hipofisis-ovarium (HHO) sehingga mengganggu hormon reproduksi dan pada akhirnya menyebabkan gangguan menstruasi. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perubahan hormon reproduksi yang terjadi pada wanita dengan epilepsis. Pada penelitian ini juga akan dilakukan klasifikasi gangguan menstruasi pada wanita dengan epilepsi berdasarkan kriteria The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), dimana kriteria ini merupakan kriteria baru untuk mendefinisikan perdarahan uterus abnormal.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional) untuk mengetahui karakteristik hormon reproduksi dan gangguan menstruasi pada wanita dengan epilepsi di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada September hingga Desember 2021. Data primer dan sekunder diperoleh dari rekam medis dan electronic health record (EHR) pada pasien wanita dengan epilepsi dan wanita tanpa epilepsi yang berobat ke RSUPN Cipto Mangunkusumo. Analisis data yang digunakan adalah bivariat Chi Square dan Mann Whitney. Hasil: Pada penelitian ini diperoleh 67 subjek wanita dengan epilepsi dan 50 subjek wanita tanpa epilepsi dengan rata-rata usia wanita dengan epilepsi 29,27  9,26 tahun. Onset terjadinya epilepsi adalah 18,57  9,857 tahun dengan usia menarche adalah 12,85  1,317 tahun. Onset epilepsi setelah menarche banyak terjadi sekitar 70,1%. Epilepsi lobus temporal merupakan sindrom epilepsi terbanyak sekitar 70,8%, dengan sisi kanan terbanyak sekitar 46,8%. Peningkatan hormon reproduksi khususnya hormon luteinizing hormon (LH) 10,1 (0,1-100,3) mIU/mL (p: 0,008) dan hormon estradiol 71,2 (0-3350) pg/mL didapatkan pada wanita dengan epilepsi dibandingkan dengan wanita tanpa epilepsi. Gangguan pada volume darah mentruasi didapatkan pada wanita dengan epilepsi lobus temporal dibandingkan dengan lobus ekstratemporal RR 4,255 (1,188-15,231), dengan nilai p: 0,022.
Kesimpulan: Peningkatan hormon LH dan estradiol pada wanita dengan epilepsi berhubungan dengan bangkitan epileptik yang mengganggu regulasi aksis hipothalamus- hipofisis-ovarium sehingga mengganggu hormon reproduksi.

Background : Approximately 50% of epilepsy occurs in women with the reproductive age of 15-49 years. Many studies said that there is an interaction between epilepsy and female reproductive hormones. Temporolimbic epilepsy can interfere the regulation of the hypothalamic-pituitary-ovarian (HPO) axis so that it interferes reproductive hormones and ultimately causes menstrual disorders. Therefore, this study aimed to determine the changes in reproductive hormones that occur in women with epilepsy. This study will also classify menstrual disorders in women with epilepsy based on the criteria of The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), where this criterion is a new criterion for defining abnormal uterine bleeding.
Method : This study was conducted with a cross sectional study to determine the characteristics of reproductive hormones and menstrual disorders in women with epilepsy at Cipto Mangunkusumo General Hospital from September to December 2021. Primary and secondary data were obtained from medical records and electronic health records (EHR) from women with epilepsy and women without epilepsy who seek treatment at Cipto Mangunkusumo General Hospital. Analysis of the data used Chi Square and Mann Whitney bivariate.
Result : In this study, there were 67 female subjects with epilepsy and 50 female subjects without epilepsy with the average age of women with epilepsy is 29,27  9,26 years. The onset of epilepsy was 18,57  9,857 years with the age of menarche is 12,85  1,317 years. The onset of epilepsy after menarche is mostly about 70.1%. Temporal lobe epilepsy is the most common epilepsy syndrome around 70.8%, with the right side being the most common around 46.8%. Increased reproductive hormones, especially luteinizing hormone (LH) 10.1 (0.1- 100.3) mIU/mL (p: 0.008) and estradiol hormone 71.2 (0-3350) pg/mL were found in women with epilepsy compared to women without epilepsy. Disorders of menstrual blood volume were found in women with temporal lobe epilepsy compared with extratemporal lobe epilepsy RR 4.255 (1.188-15.231), with p value: 0.022.
Conclusion : Elevated LH and estradiol hormones in women with epilepsy are associated with epileptic seizures that disrupt the regulation of the hypothalamic-pituitary-ovarian axis, thereby disrupting reproductive hormones.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Devianca
"Latar belakang: Prevalensi ketidakpatuhan pasien pada pengobatan epilepsi cukup besar. Penyebab ketidakpatuhan terdiri dari banyak faktor, yang dapat diklasifikasikan menjadi intensional ataupun non intensional. Perilaku kepatuhan pasien dibentuk oleh bagaimana pasien melakukan representasi terhadap penyakit yang dideritanya, sehingga pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) pasien epilepsi dinilai dapat berhubungan dengan kepatuhan pasien. Penelitian ini dilakukan untuk menilai hubungan tersebut.
Metode penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang. Populasinya adalah pasien epilepsi yang berobat ke poli neurologi RSUPNCM bulan Agustus – September 2022. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling. Analisis statistik menggunakan regresi logistik.
Hasil: Rerata nilai pengetahuan sebesar 15,41+/-3,827 dengan rentang 7-35 (nilai 7 mengindikasikan ukuran pengetahuan paling baik). Median nilai sikap adalah 18 (10-27)dengan rentang 8-40 (nilai 8 mengindikasikan sikap paling baik). Median nilai perilaku adalah 10 (5-20), dengan rentang 5-25 (nilai 5 menunjukkan perilaku paling baik). Nilai kepatuhan pasien pada penelitian ini adalah 55,7%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa semakin buruk nilai pengetahuan maka akan meningkatkan probabilitas terjadinya ketidakpatuhan sebesar 1,271 kali.
Kesimpulan: Pengetahuan mengenai epilepsi memiliki hubungan dengan kepatuhan pengobatan, sedangkan sikap dan perilaku pasien epilepsi tidak memiliki hubungan dengan kepatuhan pengobatan

Background: There was a high prevalence of patient’s non-adherence to anti-seizure medication (ASM). It caused by many factors and classified as intentional or non intentional. Patient’s adherence was formed when they represent their ilness, so knowledge, attitudes, and behavior of patient with epilepsy (PWE) are considered to be related to their adherence. This study was aimed to assess this relationship.
Methods: We conducted a cross sectional study on PWE who came to RSUPNCM Neurology outpatient clinic from August to September 2022. All consecutive patients were asked to complete the given questionnaire. We used a logistic regression for statistical analysis.
Results: The mean score of knowledge was 15,41+/-3,827 (range, 7-35), with score of 7 indicated the best knowledge. The median score of attitudes was 18, interquartile range (IQR) 10-27 (range, 8-40), with score of 8 indicated the best attitudes. The median score of behavior was 10, IQR 5-20 (range, 5-25), with score of 5 indicated the best behavior. Fifty-five-point seven percent were estimated to be adherent. The multivariate analysis showed that with the worse score of knowledge, the probability of non-adherence will increase by 1,271 times.
Conclusion: Knowledge about epilepsy has a relationship with ASM adherence, while attitude and behavior of PWE has no relationship with ASM adherence
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sa'diah
"Latar belakang: Myasthenia Gravis Composite Score (MGCS) merupakan alat ukur untuk menilai derajat keparahan pasien MG. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas MGCS ke dalam bahasa Indonesia.
Metode penelitian: Dilakukan translasi dan adaptasi lintas budaya sesuai kaidah WHO, selanjutnya dilakukan uji validitas isi dan reliabilitas MGCS versi bahasa Indonesia. Populasi penelitian ini semua subjek dewasa dengan diagnosis MG yang berobat di poli Saraf RSCM, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil. Tiga puluh lima subjek memenuhi kriteria inklusi, diperiksa oleh tiga puluh PPDS Neurologi berbeda. Mayoritas subjek perempuan (68,6%) dengan rerata usia 44,80 (SD:12,56) tahun. Pada uji validitas isi MGCS berdasarkan pendapat ahli. Poin MGCS memiliki kesesuaian terhadap manifestasi klinis dari MG, dan tidak ada perbedaan klinis di Indonesia dengan negara pengembang, sehingga dinyatakan valid. Hasil uji reliabilitas antar pemeriksa menggunakan intraclass correlation coefficient (ICC) dengan nilai ICC tiap item antara 0,79-1,0, dan Cronbach’s Alpha tiap item >0,88.
Kesimpulan. MGCS versi bahasa Indonesia valid dan reliabel dalam menilai derajat keparahan pasien MG.

Introduction. Myasthenia Gravis Composite Score (MGCS) is a severity measurement of MG patients. This study aims to test the validity and reliability the Indonesian Version of MGCS.
Methods. Cross-cultural translation and adaptation was conducted according to WHO rules, then validity and reliability test was performed. The population of this study were all adult that have diagnosis of MG at RSCM neurology outpatient clinic who met the inclusion and exclusion criteria.
Results. Thirty five subjects met the inclusion criteria, was examined by thirty different neurology resident. The majority of the subjects were female (68.6%) with a mean age of 44.80 (SD:12.56) years. The content validity of MGCS-INA was validate by expert judgement. Every point of MGCS suitable with clinical manifestation of MG, and no difference in clinical manifestation of MG worldwide, so it declared valid. Reliability test-retest using intraclass correlation coefficient (ICC) showed result between 0.79-1.0, and Cronbach’s Alpha each items >0,88.
Conclusion. The Indonesian version of MGCS is valid and reliable in assessing severity in MG patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library