Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vandyarman Mulya Priyanda
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang Strategi Pemerintah Kota Bekasi Dalam Mengatasi Konflik Sosial (Studi Kasus: Bakesbangpolinmas Kota Bekasi). Dalam bahasannya, tesis ini akan mengkaji mengenai strategi apa yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Bekasi untuk penanganan konflik di Kota Bekasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan studi kasus pada konflik yang terjadi di Kota Bekasi. Dalam tesis ini dipaparkan contoh konflik yang pernah terjadi di Kota Bekasi, antara lain Peristiwa Ciketing, Peristiwa Galilea Galaxy dan Peristiwa Kalibaru. Hasil penelitian menyarankan bahwa strategi penanganan konflik yang sudah ada tidak berjalan dengan optimal. Oleh karena itu, perlu ada penguatan fungsi deteksi dini, pencegahan konflik, dan rehabilitasi konflik di dalam penanganan konflik. Penguatan fungsi tersebut dapat berjalan optimal apabila dilakukan perbaikan di dalam rekruitmen aparatur penanganan konflik.

ABSTRACT
The focus of this tesis is describe about Strategy of Bekasi City Government on Solving Social Conflict (Case Study: Bakesbangpolinmas Bekasi City). The purpose of this study is to research analysis about strategy of Bekasi City government have been applied to solving social conflict. The method of this research is qualitative method research with case study. On this tesis, researcher have description analysis some example or cases of social conflict in Bekasi City, such as HKBP Ciketing Church Conflict, Galilea Church Conflict and Kalibaru Conflict. The conclution of this research explained that the strategy of Bekasi City government on solving social conflict didn't effective. Because the condition, the researcher suggested Bekasi City Government is more comprehensive to make a ruling of a public policy product about solving social conflict, especially at Bekasi City."
2013
T33091
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Laila Karmila
"Tesis ini membahas faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penertiban pedagang kaki lima di Pasar Minggu Jakarta Selatan. penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipe deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu adanya koordinasi yang intensif antar instansi yang terlibat di dalam penertiban pedagang kaki lima. Tanggung jawab fungsi koordinasi terpusat pada Kepala Kecamatan Pasar Minggu sebagai pihak yang berwenang menerapkan ketertiban umum di wilayahnya. Hal ini terkait dengan usaha mengikis keberadaan oknum-oknum yang melindungi dan memfasilitasi pedagang kaki lima untuk berjualan di tempat-tempat umum. Selain itu, perlu adanya perbaikan internal terkait dengan sumber-sumber (resources) yang melekat pada Satuan Tugas Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kecamatan Pasar Minggu khususnya peningkatan kuantitas dan kualitas petugas Satpol PP. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlu adanya peningkatan frekuensi sosialisasi kepada masyarakat khususnya pedagang kaki lima sehingga dapat memberikan pemahaman menyeluruh terkait ketertiban umum di DKI Jakarta. Dengan ini maka dapat mengikis penolakan masyarakat terhadap penegakan ketertiban umum.

The focus of this study is factors that influence the policy implementation for Regulating street vendors in pasar minggu jakarta selatan. This type of research is a qualitative descriptive research. The result of this study is that researcher suggests that local government has to improve the coordination amongst working units which regulating street vendors. The responsibility of coordination function is centered in the hand of Head of Pasar Minggu District as the only authorize person in implementing public order in his area. This coordination can eliminate the existence of persons which protect and fasilitate the street vendors existence in public area. Moreover, it needs some improvement in the resources which attach to Civil Servant Police Unit (Satpol PP) Pasar Minggu especially for the personels’ quantity and quality. Another factor that has to be counted too is the improvement of socialization frequency amongst society especially street vendors in order to give holistic perception related to public order in DKI Jakarta. By this condition, it can eliminate the resistent of society about the implementation of public order."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T32956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzie
"Penelitian ini berdasarkan factual problem bahwa Super apps JAKI belum mencapai tingkat maksimal dalam aspek kepercayaan publik. Ketidakseimbangan pengunduh dan pengguna aktif Super apps JAKI menjadi problematika yang ditemukan yang dapat mempengaruhi kepercayaan. Selain itu, tantangan dan hambatan dalam mendapatkan kepercayaan publik terhadap e-Government sangat kompleks, terlebih di negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki keragaman budaya, sosial, pendidikan, suku, dan agama. Penelitian ini menganalisis tingkat kepercayaan publik terhadap Super apps JAKI dan faktor faktor apa yang mempengaruhinya melalui opini publik dengan melakukan survei. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan positivist. Analisis eksplanatif digunakan untuk mengukur dan memberikan gambaran tingkat kepercayaan publik dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan metode OECD. Penelitian ini juga menggunakan Structural Equation Model (SEM) untuk membangun hubungan model kepercayaan publik. Hasil histogram penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Super apps JAKI berada pada posisi menengah ke tinggi dengan skor OECD, yaitu sebesar 7.4 dari skala 10, yang menandakan tingkat kepercayaan publik pada level menengah. Tingkat kepercayaan tersebut berdasarkan persepsi publik atas kemampuan, integritas dan kebaikan Super apps JAKI dalam memberikan layanan kepada publik. Faktor demografi responden pengguna seperti pekerjaan dan jenis kelamin juga memiliki dampak langsung terhadap kepercayaan publik. Keputusan publik untuk menggunakan dan mempercayai Super apps JAKI membutuhkan tahapan yang melibatkan berbagai faktor. Pengujian model kepercayaan publik dengan SEM menghasilkan faktor-faktor yang signifikan berpengaruh langsung terhadap kepercayaan publik yaitu media sosial, pengaruh sosial, lembaga pemerintah, kebijakan dan teknologi. Dari kelima faktor tersebut, faktor media sosial memiliki pengaruh paling signifikan sebagai media fenomena baru dalam sosialisasi, promosi dan diseminasi kepada publik yang cenderung mencari informasi dengan cepat dan mudah tanpa peduli terhadap risiko, politik dan budaya. Pemerintah perlu memperhatikan faktor lain untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman pengguna Super apps JAKI sebagai bentuk kewaspadaan terhadap penerimaan risiko data dan informasi pribadi. Penelitian ini menjadi starting point untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan model yang lebih spesifik untuk kota-kota yang berbasis pedesaan pada negara berkembang

This research is based on the factual problem that JAKI Super apps have not reached the maximum level in the aspect of public trust. The imbalance of downloaders and active users of JAKI Super apps is a problem found that can affect trust. In addition, the challenges and obstacles in gaining public trust in e Government are very complex, especially in developing countries such as Indonesia which has cultural, social, educational, ethnic and religious diversity. This research analyzes the level of public trust in JAKI Super apps and what factors influence it through public opinion by conducting a survey. The research method used in this research is quantitative with a positivist approach. Explanation analysis is used to measure and provide an overview of the level of public trust with Confirmatory Factor Analysis (CFA) and the OECD method. This research also uses a Structural Equation Model (SEM) to build a public trust model relationship. The results of the research histogram show that the level of public trust in JAKI Super apps is in a medium to high position with an OECD score of 7.4 on a scale of 10, which indicates a medium to high fully trusting level of public trust. The level of trust is based on the public's perception of ability as the highest dimension, integrity and benevolence of Super apps JAKI in providing services to the public. The demographics of users such as occupation and gender also have a direct impact on public trust. The public's decision to use and trust JAKI Super apps requires stages involving various factors. The SEM analysis of the public trust model results in significant factors that have a direct effect on public trust, namely social media, social influence, government, policies and technology. These five factors are very important to be involved and contribute to realizing a good governance system in DKI Jakarta with public trust. The social media factor has the most significant influence as a new media phenomenon in socialisation, promotion and dissemination to the public who tend to seek information quickly and easily without caring about risks, politics and culture. The government needs to pay attention to other factors to increase the sense of security and comfort of JAKI Super apps users as a form of awareness of the risk acceptance of personal data and information. This research is a starting point for further research in developing models that are more specific to rural-based cities in developing country"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Abubakar
"Korupsi merupakan salah satu masalah fundamental yang dihadapi bangsa Indonesia. Upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan sejak lima dekade yang lalu, namun upaya tersebut belum dilakukan dengan efektif. Salah satu sebab ketidakefektifan upaya pemberantasan korupsi adalah tidak adanya kolaborasi antarinstitusi dalam pemberantasan korupsi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pola dan dampak relasi antarinstitusi serta membangun model collaborative governance dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam, diskusi terarah, dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses kolabporasi pemberantasan korupsi di Indonesi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disampaikan oleh Ansell dan Gash, yaitu kondisi awal; kepemimpinan fasilitatif; ketidakseimbangan kewenangan; sumber daya manusia, dan anggaran antarinstitusi; insentif dan batasan untuk berpartisipasi; dan desain kelembagaan, serta beberapa faktor yang secara khusus ditemukan di Indonesia, yaitu: integritas SDM pemangku kepentingan; budaya masyarakat yang permisif terhadap korupsi; kondisi politik yang berbiaya tinggi; dan budaya organisasi patron client institusi pemberantasan korupsi. Dari temuan faktor-faktor tersebut, peneliti merumuskan pola relasi antarinstitusi dalam pemberantasan korupsi. Pola relasi tersebut berdampak pada belum efektifnya upaya pemberantasan korupsi. Model collaborative governance dalam pemberantasan korupsi disusun dengan modifikasi model yang digagas oleh Ansell dan Gash. Modifikasi terdapat pada dua hal, yaitu faktor-faktor yang memengaruhi collaborative governance dan urutan dalam proses kolaborasi. Terkait urutan dalam proses kolaborasi, kepemimpinan yang fasilitatif dan teladan menjadi inisiator proses kolaborasi. Untuk memberantas korupsi di Indonesia, presiden harus tampil sebagai fasilitator dan teladan, terutama dalam menginisiasi dialog tatap muka antarinstitusi terkait dalam rangka penyusunan strategi utama pemberantasan korupsi.

Corruption is one of the fundamental problems facing by Indonesian. Corruption eradication efforts have been carried out since five decades ago, but these efforts have not been done effectively. One of the reasons for the ineffectiveness of anti-corruption efforts is the absence of inter-institutional collaboration in eradicating corruption. This study aims to analyze the patterns and impacts of inter-institutional relations and to build collaborative governance model in eradicating corruption in Indonesia. The research was conducted by qualitative approach with data collection method in the form of in-depth interview, focus group discussion, and existing statistic. The results showed that the process of eradicating corruption in Indonesia is influenced by the factors conveyed by Ansell and Gash, namely the initial condition; facilitative leadership; imbalance of authority; human resources, and anti-institutional budget; incentives and limitations to participate; and institutional design, and several factors that are specifically found in Indonesia, namely: the integrity of key stakeholder; a permissive culture of society against corruption; high-cost political conditions; and patron client organizational culture. From the findings of these factors, the researcher formulated the inter-institutional relationship pattern in corruption eradication. The relationship pattern has an impact on the effectiveness of anti-corruption efforts. Collaborative governance model in eradicating corruption is developed by modification of model initiated by Ansell and Gash. Modification exists in two ways, namely factors affecting collaborative governance and sequencing in the process of collaboration. Regarding sequences in the collaboration process, facilitative leadership and role models become the initiators of the collaborative process. To combat corruption in Indonesia, the president must emerge as facilitator and role model, especially in initiating face-to-face dialogue in the framework of preparing a grand strategy to eradicate corruption."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hairil Anwar
"BPK RI terus meningkatkan perannya melalui audit kinerja yang di dalam proses pengembangannya terjadi pembelajaran organisasional, individual dan interaksi dengan auditee. Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dan dinamika sistem kuantitatif dengan menggunakan konsep Learning Linkage (Kim, 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa observasi oleh individu pada pembelajaran individual selain terhadap respon lingkungan (Kim, 1993), juga dilakukan terhadap tindakan individu dan organisasi. Peningkatan pembelajaran individual merupakan pengungkit dalam sistem penyelarasan pembelajaran untuk pengembangan audit kinerja, diperlukan pengelolaan terhadap hambatan pembelajaran utamanya hambatan pada tindakan organisasi dan tindakan individu. Untuk menguatkan dampak pelatihan audit kinerja dalam pembelajaran individual melalui pendidikan dan pelatihan, perlu melibatkan bimbingan berupa coaching dan mentoring serta penerapan dalam praktik audit kinerja. Dalam sistem penyelarasan pembelajaran, penggunaan respon lingkungan untuk pengembangan rencana audit merupakan koreksi berdasarkan sistem penyelarasan pembelajaran.

Supreme Audit Board of Republic of Indonesia continues to enhance its role through the Performance Audit. In the process of Performance Audit development, organizational learning, individual learning and interaction with the auditee are occured. Research using qualitative and quantitative system dynamics approaches. Conception used is Learning Linkage (Kim, 1993). The results showed that learning begins from the individual observations are not just limited to the observation of environment response but also to the actions of individual and organization. Increased individual learning is leverage in learning allignment system for performance audit development. Learning barriers management is required especially barriers in organizational action. To enhance the outcome of training, training should involve mentoring, coaching and field audit practice. Considering environmental response for audit plan is a system correction based on learning alingment system."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2177
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kamaruddin
"Dampak dari kebijakan reformasi administrasi bergantung pada efektifitas pengembangan atau transformasi yang dilakukan pada masing masing kementerian/lembaga negara sebagai satuan organisasi publik. Sementara itu, melakukan pengembangan atau transformasi organisasi pada sektor publik merupakan suatu proses yang lebih menantang dan beresiko, sehingga belum banyak kementerian/lembaga negara yang mampu melakukannya. Konsewensinya, untuk mampu mewujudkan pengembangan atau transformasi, organisasi publik membutuhkan proses reformasi yang dipimpin oleh kepemimpin yang transformational stewardship serta mengikuti delapan faktor determinan keberhasilan imlementasi perubahan organisasi publik dari Rainey. Kedua syarat ini, mengantar minat untuk mengetahui lebih mendalam fenomena proses reformasi yang menghasilkan perubahan-perubahan mendasar dengan studi kasus pada Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia LAN RI periode 2012-2014. Penelitian ini diarahkan untuk menggambarkan proses reformasi pada suatu organisasi publik, dengan menemukan faktor determinan dalam implementasi pengembangan atau transformasi organisasi. Penelitian menggunakan paradigma post-positivist dengan mengkombinasikan structured interview dan in-dept investigation sebagai teknik pengumpulan data. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat delapan faktor determinan implementasi reformasi, yaitu: kebutuhan perubahan dan mandat kebijakan pemerintah, menyediakan rencana, memanfaatkan komunikasi non-formal, mendapatkan dukungan kuat dari aktor eksternal yang terkait, memperlakukan perubahan sebagai proses yang dinamis dan terbuka, membangun koalisi lintas fungsi, memanfaatkan momentum, memulai perubahan pada sub sistem yang berdampak luas Kata Kunci: Reformasi Administrasi Organisasi Publik, Proses Reformasi, Kepemimpinan, Resistensi, Perubahan.

The impact of administrative reform depends on the effectiveness of the organization development or transformation in every ministry or national department. That is a risky business and inherently unsettling. To meet the challenge of reform, public leaders must be transformational stewardship and make use of Rainey rsquo s proposition determinants successful implementation of organizational change in public sector. This is has delivered deeper interesting to find out phenomenon the process of reform that produces basic changing in case study at National Institute of Public Administration of Indonesia NIPA in period 2012 2014. This research was post positivist paradigm by combining structured interview and in dept investigation as data collection techniques. The result shows that there are eight determinants of successful the need for change and the Government 39 s mandate through some policies, namely by providing plans, utilizing non formal communication lines, gaining strong support from related external actors, treating changes as a dynamic and open process, building cross function coalition, utilizing momentum, and starting the change in the sub systems having broader impact."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
D2291
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tomi Oktavianor
"Kemitraan pemerintah-swasta mengatur dan menyediakan layanan universal telekomunikasi di perdesaan selalu mendapat tantangan, bahkan mengalami kegagalan. Penelitian ini tertarik menjelaskan governabilitydengan perspektif alternatif tata-kelola sebagai implikasi teori aktor-jaringan, yang kemudian memberikan alternatif perbaikan di masa akan datang. Penelitian ini dilakukan terhadap aktor-aktor yang terlibat dalam layanan telekomunikasi suara dan pesan pendek di desa-desa Lebak Banten Indonesia. Dengan studi asosiasi, strategi follow the actordan examine inscriptiondapat mengidentifikasi dan menginvestigasi aktor-aktor terlibat maupun aktor-aktor yang seharusnya terlibat, serta relasi antar mereka. Informan dipilih terdiri dari aktor-aktor yang pernah terlibat, ditambah dengan informan yang memahami keberlangsungan dan seluk beluk layanan tersebut. Penelitian ini menemukan governabilitytidak berlangsung terus-menerus, berhenti di tengah jalan dan tidak membawa evolusi layanan universal telekomunikasi kepada mekanisme pasar, disebabkan semua aktor memberi dampak pelemahan governability. Penelitian ini membangun perspektif alternatif lebih komprehensif melihat governability. Teknologi layanan sebagai aktor, meletakkan governabilitysebagai rakitan socio-techno. Aktor-aktor saling terikat dari hulu mengalir ke hilir, meletakkan governabilitysebagai aktor-jaringan hulu-hilir. Kehadiran aktor tengah dalam konteks pemerintahan multilevel, meletakkan governabilitysebagai aktor-jaringan N-level. Aktor-aktor bergerak dinamis dengan latar kepentingan mereka, meletakkan governabilitymelakukan proses translasi. Dengan perspektif alternatif dan pelajaran praktis governability maka alternatif perbaikan dilakukan dengan rekayasa formasi aktor-aktor dan penguatan regulasi dan inskripsi lainnya. Ke depan, governabilitydan perspektif alternatif ini dapat dikembangkan kembali dalam studi tata-kelola publik, dan pengembangan solusi praktis pada sektor publik lain.

Public-Private Partnerships PPPs in the provision of universal telecommunication services in rural areas are always getting a challenge and even failures. This study is explaining governability in an alternative perspective of governance as an implication of Actor-Network Theory which can provide an alternative solution for improvements in the future. In addition, the study was conducted for the actors involved in telecommunication service as voice and short messages in villages, Lebak Banten, West Java, Indonesia. With an association study; strategies for following the actor and examine inscription could identify and investigated the actors involved and who should be involved, as well as the relationships among them. The informants were selected consisting of the actors who had been involved and the informants who understood the continuity and details of the service. The study found that governability did not operate continuously, stopped in the middle of the project and did not offer any evolution of universal telecommunication service to the market mechanism. This is because of all actors contributed to weakening the governability. The research builds an alternative perspective of seeing the governability more comprehensive. The technology as an actor has placed the governability as a socio-techno assembly. Actors are tied together from upstream to downstream, position the governability as a downstream-downstream actor. The presence of middle actors in the context of multilevel governance has put the governability as an N-level actor-network. Actors move dynamically with their background of interest, establishing governability into the translation process. With alternative perspectives and practical governability lessons, then alternative improvements are made by engineering the formation of actors and the strengthening of regulation and other inscriptions. In the future, the governability and alternative perspectives can be expanded in the study of public governance, and the development of practical solutions in other public sectors."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D2478
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library