Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Yuni Kusminanti
"Pemberian alat pelindung diri adalah salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kecelakaan kerja. Berdasarkan beberapa literatur dan pengamatan langsung oleh peneliti diperoleh informasi bahwa pelaksanaan pemberian alat pelindung diri ini seringkali menemui hambatan. Misalnya tingkat kedisiplinan pekerja untuk memakai alat pelindung diri masih belum optimal yang disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran pekerja terhadap pentingnya alat pelindung diri, pola pengawasan dari pimpinan, dan adanya faktor-faktor yang dianggap menghambat untuk memakai alat pelindung diri. Salah satu jenis alat pelindung diri adalah helm, yaitu alat yang ditujukan untuk melindungi kepala dari bahaya di atas kepala. Kebutuhan helm ini sangat besar pada jenis pekerjaan di konstruksi bangunan bertingkat.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku menggunakan helm dengan menggunakan salah satu teori untuk memprediksi perilaku yaitu teori reasoned action dan teori planned behavior. Melalui teori ini perilaku dapat diprediksi melalui tiga determinan perilaku yaitu sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control. Partisipan penelitian ini adalah pekerja tingkat pelaksana pekerjaan konstruksi bangunan. Jumlah partisipan keseluruhan adalah 135 orang. Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang berisi dengan pernyataan tentang variabel penelitian yang disusun dalam skala dengan rentang sitar 1-4.
Analisis hasil penelitian ini menggunakan perhitungan regresi berganda, yang kemudian diperoleh R Square sumbangan ketiga variabel sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap variabel intensi untuk menggunakan helm adalah sebesar 8,4 .%. Besar sumbangan ini menunjukkan adanya sumbangan variabel lain yang juga berkontribusi terhadap intensi perilaku memakai helm. Sedangkan berdasarkan uji F, diperoleh nilai F adalah 5.114 yaitu di atas 3.94 maka dapat dikatakan bahwa terdapat sumbangan yang signifikan dari ketiga variabel sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap variabel intensi untuk menggunakan helm. Variabel Norma subjektif secara signifikan mempunyai hubungan positif dengan intensi untuk menggunakan helm (sig T = .002) serta memberikan sumbangan relatif terhadap intensi sebesar 0.261. Variabel Perceived behavioral control secara signifikan mempunyai hubungan yang positif dengan intensi untuk menggunakan helm (sig T = .039) dan memberikan sumbangan relatif terhadap intensi sebesar 0.183.
Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: pertama, sikap tidak memberikan sumbangan yang signifikan terhadap intensi untuk menggunakan helm pada pekerja pelaksana pekerjaan konstruksi, kedua, norma subjektif dan perceived behavioral control memberikan sumbangan yang signifikan terhadap intensi untuk menggunakan helm pada pekerja pelaksana pekerjaan konstruksi, ketiga, variabel sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control secara bersama-sama memberikan sumbangan terhadap variabel intensi untuk menggunakan helm, dan keempat, norma subjektif memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap intensi untuk menggunakan helm pada pekerja konstruksi bangunan bertingkat.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensi untuk menggunakan helm pada pekerja konstruksi lebih dipengaruhi oleh atasan yaitu: `mandor', petugas K3, dan pimpinan proyek, yang berada di tempat kerja serta kondisi-kondisi yang dipersepsikan sebagai kemudahan dan kesulitan oleh pekerja untuk menggunakan helm. Maka perlu dilakukan sosialisasi penggunaan helm oleh perusahaan melalui peran dari atasan tersebut. Upaya ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman pekerja terhadap pentingnya aspek keselamatan kerja khususnya menggunakan helm pada saat bekerja.

Personal protective equipment (PPE) program is one of the safety programs which aimed to reduce the severity of injury from accident in the workplace. Based on the literatures and the observation, this program almost has some problems, such as, lack of workers discipline for wearing PPE, lack of the awareness of safety, lack of supervision, and the worker's perception about the situation that could obstruction factors in wearing PPE. One of the PPE is helmet, which aimed to protect head from the falling hazard and to reduce its severity of injury. The need for wearing helmet is very important in building construction site area.
Based on the explanation above, researcher interest to sec more details what are the influences factors in wearing helmet of the worker through the theory of behavior prediction, these are reasoned action theory and planned behavior theory. These theories explain that behavior could be predicted by the determinant factors, attitude, subjective norm, and perceived behavioral control. The participants of this study arc the workers at building construction site area, they arc 135 person. This study uses the questionnaire as the instrument which contains statements of the variables. The statement are arrange in range of scale is 1 - 4.
The analysis use multi regression. The result of this study is R Square of the determinant factors, attitude, subjective norm, and perceived behavioral control toward worker's intention for wearing helmet in the building construction area is 8.4 %. The amount of this score means, the worker's intention for wearing helmet is more influenced by the others factors whether these determinant factors. Based on the F test, which score is 5.114 (more 3.94), therefore we can say that the contribution of these variables are significant. Subjective norm have positive relation and give more contribution than others variables (0.261, T=.002, p value=0.05). Perceived behavioral control also have positive relation and contribute to the intention (0.183, T-0.039, p value=0.05).
The study conclusions are as follow. First, attitude has not relation with the intention, means attitude can not be a prediction factors for this intention. Second, subjective norm and perceived behavioral control have positive relation and contribute to the worker intention for wearing helmet in building construction area. Third, all of the determinant factors altogether contribute to worker's intention for wearing helmet in building construction area. Fourth, the biggest contribution factor to its intention is subjective norm variable.
Based on these result of the study, we can see that the worker's intention for wearing helmet is more influenced by their belief about supervisor's suggestion for wearing helmet in the workplace. They are `mandor', safety inspectors, and project officers in the work area. Also, from this study, we know about the facilitation and obstruction factors which influenced the intention. These factors are the perception about conditions or consequences in wearing helmet. This study suggests the worker's intention could be increased through more socialization to increase the worker's awareness for wearing helmet in the work area. This activity could be facilitating by the role of supervisor. Also the company should conduct the need assessment for helmet to decide the more appropriateness equipment for the worker.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gumgum Gumelar Fajar Rakhman
"Bekerja memiliki pengaruh yang besar pada identitas dan persepsi diri serta harga diri individu (Feldman,1989, Perlmutter dan Hall,1985). Tidak adanya pekerjaan yang dilakukan membuat seseorang kehilangan identitas diri dan aspek lain dalam hidupnya akan terpengaruh secara negatif. Selain itu, konsekuensi terpenting dari situasi menganggur adalah hilangnya harga diri. Melihat pentingnya harga diri dalam proses mencari pekerjaan dan dampak psikologis yang terjadi pada pengangguran terutama kemampuan protektif yang rendah terhadap stres, peneliti ingin melihat gambaran harga diri dan juga hubungannya dengan kemampuan mengatasi keadaan yang menekan (stres) dari kondisi dirinya yang menganggur.Besarnya dampak keadaan tidak memiliki pekerjaan atau menganggur membuat individu atau penganggur akan berada dalam keadaan stres atau tertekan. Salah satu karakteristik individu yang diasumsikan memiliki kaitan yang kuat dengan kondisi stres adalah pola pengendaiian atau disebut locus of control (Parkes, 1994). Perbedaan penghayatan stres antara individu yang memiliki locus of control internal dan individu yang memiliki locus of control eksternal selanjutnya juga mempengaruhi coping atau usaha untuk menghadapi stress. Folkman dan Lazarus (1984) mereka memberikan batasan coping yang lebih luas meliputi strategi kognitif dan tingkah laku mengatasi suatu situasi yang dapat menimbulkan stres (problem-focused coping) dan yang disertai emosi-emosi negatif (emotion-focused coping) (Aldwin & Revenson,1987). Atwater (1983) menyatakan bahwa semakin individu memahami dan mendekatkan situasi stres pada dasar-dasar pemecahan masalah maka semakin besar kesempatannya untuk berhasil pada coping terhadap masalahnya. Dari paparan di atas, peneliti ingin melihat gambaran locus of control yang dimiliki oleh pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan dan hubungannya dengan kemampuan coping yang dimiliki oleh pengangguran Tamatan Sekolah Menengah Kejuruan. Peneliti juga ingin melihat sumbangan harga diri dan locus of control pada strategi coping pada pengangguran Sekolah Menengah Kejuruan. Untuk menjawab hal tersebut, penulis menyebarkan 200 kuesioner yang terdiri dari alat ukur harga diri dari Rosenberg, alat ukur Locus of Control dari IPC Leverson dan Ways of Coping Scale dari Folkman dan Lazarus dengan menggunakan skala yang memiliki beberapa alternatif pilihan. Dengan menggunakan teknik korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan yang negatif antara harga diri dan locus of control dengan emotion focused coping (r = -0,227 dan ?0,267). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi harga diri dan locus of control yang internal maka subyek semakin rendah menggunakan strategi emotion focused coping. Sumbangan variabel harga diri dan locus of control signifikan terhadap strategi coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T17943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Indriana
"Penelitian ini adalah mengenai unjuk kerja tenaga penjual outsourcing. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa kepuasan kerja, perceived organisational support, self efficacy berpengaruh terhadap unjuk kerja.
Unjuk kerja tenaga penjual outsourcing merupakan keberhasilan menjual yang dicapai tenaga penjual outsourcing berkaitan dengan ketentuan pencapaian target.
Penelitian ini perlu dilakukan karena unjuk kerja tenaga penjual outsourcing diasumsikan akan mempengaruhi kesejahteraan perusahaanperusahaan yang terkait dalam praktek outsourcing.
Sampel penelitian adalah 85 orang tenaga penjual outsourcing yang menjual berbagai produk dari satu produsen.
Alat ukur yang digunakan adalah pencapaian insentif bulanan selama 6 bulan tahun 2004. Analisis statistik untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa self efficacy berpengaruh terhadap unjuk kerja, kepuasan kerja dan self efficacy secara bersama-sama berpengaruh terhadap unjuk kerja, perceived organisational support dan self efficacy secara bersama-sama berpengaruh terhadap unjuk kerja."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Novita Widyawati
"Beberapa waktu ini situasi krisis perekonomian melanda negeri kita. Dampaknya terasa di segala bidang, termasuk bidang kerja yang merupakan sendi kehidupan yang penting bagi individu sendiri maupun keluarganya. Untuk dapat bertahan di tempat kerja, karyawan harus bekerja dengan sebaik mungkin. Sementara itu situasi di tempat kerja yang mengandung stress tidak dapat dihindari. Ada banyak stressor di tempat kerja. Fokus penelitian ini adalah stressor kerja yang secara internal terdapat di tempat kerja dan penggolongan aspek stressor ini disesuaikan dengan stressor yang umum terjadi di lingkungan organisasi. Ditetapkan keempat aspek stressor kerja, yaitu beban kerja, peran kerja, kurangnya dukungan sosial, dan lingkungan kerja secara fisik maupun psikologis. Pada penelitian mengenai stress kerja, umumnya ditemukan korelasi dengan kepuasan kerja. Namun demikian stress yang dimaksud adalah hasil reaksi individu terhadap stressor kerja, bukan penilaian terhadap stressornya. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang langsung dan signifikan antara stressor dan kepuasan kerja, namun tidak sedikit pula penelitian yang menemukan adanya korelasi yang signifikan antara stressor kerja dan kepuasan kerja. Walaupun demikian, tidak semua stressor kerja yang telah digolongkan menjadi empat bagian di atas menjadi perhatian dari penelitian-penelitian tersebut. Apakah ada korelasi yang negatif antara masing-masing aspek stressor dan kepuasan kerja, pertanyaan ini mendorong peneliti untuk meninjau hubungan tersebut.
Metode pengambilan sampel adalah non-probability sampling. Sejumlah 80 subyek berhasil diperoleh datanya. Untuk teknik pengambilan data, dipergunakan kuesioner yang merupakan self rating dan self report dengan menggunakan skala Likert. Rentang penilaian dari skala 1 hingga 6. Kuesioner stressor mencontoh format survei stress kerja yang ditinjau dari tingkat kadar dan frekuensi timbulnya stressor kerja. Selain itu digunakan kuesioner kepuasan kerja yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan format kuesioner Job Description Index (IDI). Perhitungan korelasi digunakan untuk mendapatkan hasil penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan korelasi negatif yang signifikan antara aspek stressor peran kerja, kurangnya dukungan sosial, dan beban kerja dengan kepuasan kerja. Artinya, semakin tinggi persepsi karyawan terhadap ketiga aspek stressor tersebut akan berhubungan dengan kepuasan kerja yang semakin menurun. Sebaliknya, tidak terdapat korelasi yang signifikan antara aspek stressor Iingkungan kerja dan kepuasan kerja. Sementara itu ditinjau dari proporsi hubungan seluruh aspek stressor kerja menunjukkan bahwa aspek stressor beban kerja, peran kerja, kurangnya dukungan sosial, dan lingkungan kerja berperan terhadap stressor kerja internal, meskipun faktor perbedaan individual cukup berpengaruh terhadap skor persepsi terhadap stressor kerja, seperti usia dan pengalaman kerja. Dengan kondisi ini, subyek tidak memandang stressor dan kepuasan kerja dari kondisi lingkungan fisik kerja., melainkan dari kesesuaian tugas dan imbalan yang diterimanya.
Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa masih banyak kemungkinan yang belum terjawab, seperti dinamika hubungan antar aspek stressor kerja dan aspek kepuasan kerja yang ada, gambaran persepsi subyek terhadap stress kerja dan kepuasan kerjanya. Agar dapat diperoleh hasil yang lengkap dan akurat, disarankan adanya penelitian lanjutan yang mempertimbangkan faktor keseimbangan jumlah item, pendekatan teoritis untuk kepuasan kerja, karakteristik sampel, serta memperbesar jumlah sampel. Selain itu dapat dilakukan penelitian yang terpusat pada sebuah organisasi perusahaan atau bidang pekerjaan atau membandingkan dua organisasi ataupun dua bidang pekerjaan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gumgum Gumilar Fajar Rakhman
"Bekerja memiliki pengaruh yang besar pada identitas dan persepsi diri serta
harga diri individu (Feldman,1989, Perlmutter dan HaI|_1985). Tidak adanya
pekerjaan yang dilakukan membuat seseorang kehilangan identitas din dan
aspek Iain dalam hidupnya akan terpengaruh secara negatif. Selain itu,
konsekuensi terpenting dari situasi menganggur adalah hilangnya harga diri.
Melihat pentingnya harga diri dalam proses mencari pekeijaan dan dampak
psikologis yang terjadi pada pengangguran terutama kemampuan protektif
yang rendah terhadap sires, peneliti ingin melihat gambaran harga diri dan
iuga hubungannya dengan kemampuan mengatasi keadaan yang menekan
(stres) dari kondisi dirinya yang menganggur.Besarnya dampak keadaan tidak
memiiiki pekerjaan atau menganggur membuat individu atau penganggur
akan berada dalam keadaan stres atau tertekan. Salah satu karakteristik
individu yang diasumsikan memiliki kaitan yang kuat dengan kondisi stres
adaiah pola pengendalian atau disebut locus of control (Parkes,1994).
Perbedaan penghayatan stres antara individu yang memiliki locus of control
internal dan individu yang memiliki locus of control ekstemal selanjutnya juga
mempengaruhi coping atau usaha untuk menghadapi sires. Folkman dan
Lazarus (1984) mereka memberikan batasan coping yang iebih luas meliputi
strategi kognitif dan tingkah Iaku mengatasi suatu situasi yang dapat
menimbulkan sires (probiem~focused coping) dan yang disertai emosi-emosi
negatif (emotion-focused coping) (Aldwin & Revenson,1987). Atwater (1983)
menyatakan bahwa semakin individu memaharni dan mendekatkan situasi
stres pada dasar-dasar pemecahan masalah maka semakin besar
kesempatannya untuk berhasii pada coping terhadap masalahnya. Dari
paparan di atas_ peneliti ingin melihat gambaran locus of control yang dimiliki
oleh pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan dan hubungannya
dengan kemampuan coping yang dimiliki oleh pengangguran Tamatan
Sekoiah Menengah Kejuruan. Peneliti juga ingin melihat sumbangan harga
diri dan locus of control pada strategi coping pada pengangguran Sekoiah
Menengah Kejuruan Untuk menjawab hal tersebut, penulis menyebarkan 200 kuesioner yang
terdiri dari alat ukur harga diri dari Rosenberg, alat ukur Locus of Control dari
IPC Leverson dan Ways of Coping Scale dari Folkman dan Lazarus dengan
menggunakan skala yang memiliki beberapa alternatif pilihan. Dengan
menggunakan teknik korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan signinkan
yang negatif antara harga diri dan locus of control dengan emotion focused
coping (r = -0,227 dan -0267). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi harga diri
dan locus of control yang internal maka subyek semakin rendah
menggunakan strategi emotion focused coping. Sumbangan variabel harga
diri dan locus of control signiikan terhadap strategi coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T34231
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Kusminanti
"ABSTRAK
Pemberian alat pelindung diri adalah salah satu upaya untuk mengurangi tingkat kecelakaan kerja. Berdasarkan beberapa literatur dan pengamatan langsung olch peneliti diperoleh informasi bahwa pelaksanaan pemberian alat pelindung diri ini seringkali menemui hambatan. Misalnya tingkat kedisiplinan pekerja untuk memakai alat pelindung diri masih belum optimal yang disebabkan oleh masih kurangnya kesadaran pekerja terhadap pentingnya alat pelindung diri, pola pengawasan dari pimpinan, dan adanya faktor-faktor yang dianggap menghambat untuk memakai alat pelindung diri, Salah satu jenis alat pelindung diri adalah helm, yaitu alat yang ditujukan untuk melindungi kepala dari bahaya di atas kepala, Kebutuhan helm ini sangat besar pada jenis pekerjaan di konstruksi bangunan bertingkat.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku menggunakan helm dengan menggunakan salah satu teori untuk memprediksi perilaku yaitu teori reasoned action dan teori planned behavior. Melalui teori ini perilaku dapat diprediksi melalui tiga determinan perilaku yaitu sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control. Partisipan penelitian ini adalah pekerja tingkat pelaksana pekerjaan konstruksi bangunan. Jumlah partisipan keseluruhan adalah 135 orang. Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang berisi dengan pernyataan tentang variabel penelitian yang disusun dalam skala dengan rentang skor 1-4.
Analisis hasil penelitian ini menggunakan perhitungan regresi berganda, yang kemudian diperoleh R Square sumbangan ketiga variabel sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap variabel intensi untuk menggunakan helm adalah sebesar 8,4 %. Besar sumbangan ini menunjukkan adanya sumbangan variabel lain yang juga berkontribusi terhadap intensi perilaku memakai helm. Sedangkan berdasarkan uji F, diperoleh nilai F adalah 5.114 yaitu di atas 3.94 maka dapat dikatakan bahwa terdapat sumbangan yang signifikan dari ketiga variabel sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control terhadap variabel intensi untuk menggunakan helm. Variabel Norma subjektif secara signifikan mempunyai hubungan positif dengan intensi untuk menggunakan helm (sig T.002) serta memberikan sumbangan relatif terhadap intensi sebesar 0.261"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erick Yudhistira
"Keselamatan kerja dalam organjsasi merupakan isu yang sangat penting untuk diperhatikan agar suatu perusahaan dapat beroperasi dengan baik dan aman. Kurangnya pengawasan terhadap keselamatan kerja dapat menimbulkan kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada kelanjutan organisasi tersebut (Petersen, l988). Oleh karena im sejumlah langkah preventif perlu dilakukan oleh pihak manajemen untuk mcnjamin keselamatan kerja dalam organisasi.
Langkah prevenlif yang perlu dilakukan hendaknya scsuai dengan masalah yang dihadapi pemsahaan. Oleh l-:arena itu, perusahaan perlu terlebih dahulu mengidentifikasi masalah kesclarnatan kerja yang dihadapinya. Salah satu indikator yang dapat menggambarkan kondisi keselamatan kexja dalam perusahaan adalah melalui pengukuran iklim kerja aman (Larsson, 2005). Berdasarkan pengukuran iklim kerja aman, perusahaan dapat mengetahui aspek-aspek keselamatan kerja yang masih belum optimal dan perlu ditingkatkan.
PT. X sebagai perusahaan yang bergerak dibidang service minyak dan gas, memiliki peringkat resiko kerja yang tinggi baik ditinjau dari segi keteknikan, keekonomian, kerusakan lingkungan maupun keselamatan dan kesehatan kerja. Manajemen PT. X merasa bahwa perusahaan telah berhasil menjaga. keselamatan kerja karyawannya. Hal ini terlihat berdasarkan sejumlah safezy award yang diperoleh serla sertifikasi OHSAS yang selalu dapat dipertahankan. Hal ini mcnimbulkan kecenclerungan bagi PT. X untuk cukup puas dengan kondisi keselamatan kerjanya sehingga tidak melakukan peningkatan terhadap sistem keselamatan kerja yang ada. Jika hal ini dibiarkan berlanjut, tentu akan menjadi potensi masalah yang dapat berdampak pada keselamatan ke1ja karyawannya. Oleh karena im, penulis menyusun sebuah program pengukuran iklim kerja aman yang dapat digunakan PT. X untuk mcnggambarkan kondisi keselamatan keija yang akumt dan up to date. Dengan diketahuinya ikilm kerja aman, manajemen dapat mcngidentifikasi aspek-aspek keselamatan kerja yang kurang optimal, sehingga dapat melakukan intervensi-intervensi yang sesuai dengan masalah yang dihadapi

Safety in organization is one of important issue that need certain attention so that the organization can nm effectively and safely. A lack of attention and control to the safety issues in organization can result in fatal accidents that affect the organization as a whole (Petersen, 1988). From that matter, numerous preventive programs need to be done in order to create a safe condition in the organization.
The preventive programs that need to be conducted should be in line with the problems faced by the organization. That is why, it is important for the organization to identify the exact problems before proposing a preventive programs. One indicator that can provide a brief picture of the safety condition in an organization is trough the measurement of safe climate (Larsson, 2005). By measuring the safe climate, organization can identify safety aspects that are not in the optimal condition and so needed an improvement.
X company as an industry that works in oil and gas services, is categorized as a high risk industry. The management in X company feels that they have successfully control the overall safety in organization. This conclusion is made merely based on the safety awards that have been achieved throughout years and the OHSAS intemational safety certidcation. This condition makes the management to have a tendency to become satisfied with the current safety condition and thus not making improvement to the safety system. If this condition is kept unheld, it can be a source of potential safety problems in the future. From that matter, the writer propose a safety climate measurement program that can be used by X company to provide an overall picture of the accurate and up dated safety condition. From the safety climate measurement, management in X company can identify safety aspects that is not optimal and therefore can make appropriate interventions based on the problems faced by X company.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
TA34159
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library