Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ismail
"Dalam perkembangannya menuju sasaran, PJT-RSCM belum mampu mencapai target yang diinginkannya, BOR sebesar 85 % untuk 42 tempat tidur pada tahun 2009, dimana dengan jumlah kunjungan sekarang BOR PJT-RSCM hanya sebesar 36,5 % untuk 42 tempat tidur.
Dalam rangka meningkatkan angka cakupan PJT-RSCM perlu kiranya dilakukan usaha pemasaran yang berbeda dan yang lebih sesuai untuk PJT-RSCM yang merupakan rumah sakit pemerintah. Hal yang menjadi fokus penelitian adalah salah satu dari strategi pemasaran yaitu bauran pemasaran ,sosial. Akan diteliti pula masalah-masalah internal PJT-RSCM yang menjadi kendala tidak tercapainya keinginan PJT-RSCM dalam mencapai targetnya.
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan metode pengumpulan data dokumen, kuesioner terhadap responden dan wawancara terhadap informan. Lingkup penelitian adalah melakukan analisis situasi dan stakeholder PJT-RSCM dan menganalisis hasil kuesioner untuk mendapatkan produk, harga, tempat, promosi, kebijakan dan kerjasama bauran pemasaran sosial yang tepat untuk PJT-RSCM. Hasil penelitian berupa data-data yang memuat masalah-masalah yang ada di PJT-RSCM dan data-data bauran pemasaran sosial dari PJT-RSCM.
Dari pembahasan berdasarkan analisis situasi dan stakeholder diperoleh data bahwa ada beberapa faktor di PJT yang memerlukan perhatian bersama dalam Universitas Indonesia memecahkan masalah-masalah tersebut. Masalah tersebut meliputi masalah ketenagaan, sarana dan prasarana, sumber dana, kebijakan, dukungan dari pihak korporat. Jenis pemasaran yang dapat dilakukan oleh suatu badan usaha nirlaba dan sebagai pusat rujukan penyakit jantung nasional adalah pemasaran sosial.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka upaya yang disarankan adalah usaha-usaha perbaikan pelayanan yang dapat dilakukan oleh PJT-RSCM sebagai sebuah unit dan usaha-usaha serta dukungan yang dapat dilakukan oleh RSCM sebagai korporat manajemen untuk membantu Unit PJT dalam mengatasi permasalahannya.

In a way to achieve the goal, PJT-RSCM has not be able to get the target which they desire as parameter is a BOR of 85% with 42 beds in year 2009, where with the number of patient visited to PJT, they can only get 36,5% of BOR with 42 beds.
In the effort to increase the number of patient to come to PJT-RSCM, a different technique of marketing is needed which suitable for a nonprofit government hospital, built by Ministry of Health for prevention, promotion, and treatment of heart disease such as RSCM. A focus from the study is one of marketing strategy which is mix marketing, particularly social marketing mix that we are going to analyze PJT-RSCM internal issue which become an obstacle for PJT-RSCM to achieve their target.
The study is held in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta by collecting data document, respondents questioner, informant interview method. Scoop of study is to analyze the situation and stakeholder, and product, price, place, promotion, policy, partnership to get the right social marketing mix for PJT-RSCM. The result contain data of PJT-RSCM issues and PJT data's of its social marketing mix.
From discussion we found base on situation analysis and stakeholder analysis through available data, there are few factors in PJT-RSCM need fully attention in solving those issues so PJT-RSCM can fulfill its duty to give Universitas Indonesia integrated cardiac health services. The human resource, financial issue, policy, lag of corporate support. The type of marketing mix which we suggest would be social marketing Mix because RSCM is a government nonprofit hospital and it's also suitable for PJT-RSCM as a national referal hospital.
In solving those issues, PJT as a unit have to improve their health service performance and RSCM as a hospital have to help PJT in solving PJT's problems.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T30102
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Latifa Hernisa
"ABSTRAK
Latar belakang: Kardioplegia merupakan komponen penting dalam proteksi miokard operasi jantung. Meskipun telah banyak penelitian yang mencoba membuktikan keunggulan kardioplegia darah dibanding kardioplegia kristaloid, namun kesepakatan kardioplegia terbaik untuk operasi jantung bawaan asianotik belum tercapai. Metode: Penelitian eksperimental dengan simple randomization pada 54 populasi pasien VSD, AVSD dan gangguan katup mitral yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 24 pasien kelompok crystalloid cardioplegia CC sebagai kontrol, dan 30 pasien kelompok blood cardioplegia BC . Dilakukan pemeriksaan selisih kadar laktat darah arteri dan sinus koronarius, serta ekstraksi oksigen koroner segera, menit ke-15 dan menit ke-30 setelah CPB dihentikan. Dilakukan observasi terhadap durasi ventilasi mekanik, penggunaan inotropik, aritmia jantung, lama rawat icu dan lama rawat rumah sakit. Hasil: Selisih kadar laktat darah dan ekstraksi oksigen koroner tidak berbeda bermakna p>0,05 . Pada pasien tutup VSD, penggunaan intoropik lebih sedikit pada kelompok BC. Pasien tanpa inotropik kelompok BC dan CC yaitu 9/25 dan 2/22, 1 jenis inotropik 12/25 dan 13/22, dan lebih dari satu jenis inotropik 4/25 dan 7/22

ABSTRACT
Backgrounds Cardioplegia is an important myocardial protection in cardiac surgery. Many studies conducted to prove blood cardioplegia rsquo s superiority to crystalloid cardioplegia, but no agreement established for which cardioplegia is the best for acyanotic cardiac surgery. Methods Experimental study with simple randomization in 54 VSD, AVSD, and mitral valve disease patients, 24 crystalloid cardioplegia CC , and 30 blood cardioplegia BC . Lactate levels in arterial blood and coronary sinus, also coronary oxygen extractions were measured immediate, 15 and 30 minutes after CPB deactivated. Postoperative mechanical ventilation durations, inotropic administrations, arrhytmias, ICU and hospital length of stay were observed. Results No significant difference in the difference of lactate levels and coronary oxygen extractions immediate, 15 and 30 minutes after CPB P 0.05 . Less inotropics needed in VSD closure patients in BC group. No inotropic needed in 9 25 BC group to 2 22 in CC group, 1 inotropic needed in 12 25 BC group to 13 22 in CC group, and more than 1 intropic needed in 4 25 BC group to 7 22 in CC group p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novrizal Saiful Basri
"ABSTRAK
Pendahuluan. Salah satu komplikasi tersering dari pemasangan kateter lumen ganda adalah infeksi aliran darah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui angka komplikasi infeksi pada kateter lumen ganda dan faktor yang berhubungan.Metode. Dilakukan studi potong lintang analitik yang melibatkan semua subjek berusia ge;18 tahun yang telah menjalani tindakan pemasangan kateter lumen ganda untuk hemodialisis tahun 2015 di RSCM. Variabel yang dinilai adalah infeksi aliran darah, usia, jenis kelamin, diabetes melitus, riwayat kateter, riwayat infeksi, lokasi, dan lama pemakaian, untuk selanjutnya dilakukan uji statistik. Hasil statistik akan bermakna bila nilai p ABSTRACT
Introduction. One of the most common complication in vascular access was bacteremia or bloodstream infection. The purpose of this study was to know the infection rate in dialysis double lumen catheter DLC and its relating factors.Method. This was a cross sectional analytical study that was carried out by enrolling all ge 18 year old subjects who had underwent surgical insertion of double lumen catheter for hemodialysis in 2015 at Cipto Mangunkusumo Hospital. Variables of bloodstream infection, age, gender, diabetes mellitus, history of previous DLC infection, history of catheter related bacteremia, site of insertion and duration were subjected to statistical analysis. Significance was achieved if p value "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Robby Novianto
"Latar belakang: Operasi maze untuk mengkoreksi fibrilasi atrium atrial fibrillation, AF bersamaan dengan operasi katup mitral sudah cukup diketahui manfaatnya, akan tetapi keberhasilan operasi maze pada kasus reumatik masih diragukan. Beberapa penelitian tidak menyarankan operasi maze pada kasus reumatik, sedangkan etiologi reumatik merupakan penyebab tersering penyakit jantung katup di Indonesia. Kami mencoba melakukan penelitian untuk melihat pengaruh etiologi reumatik terhadap keberhasilan operasi maze di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Indonesia.
Metode: Penelitian kohort restrospektif dengan mengambil data 55 pasien yang menjalani operasi katup mitral dan maze pada Januari 2012 sampai Januari 2017 secara consecutive sampling. Etiologi penyakit katup mitral dikelompokkan menjadi reumatik 33 sampel dan degeneratif 22 sampel. Kemudian dicatat irama pada 7 hari, 1 bulan, dan 3 bulan pascaoperasi, serta faktor perancu dan karakteristik dasar sampel.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna angka bebas AF pada kedua grup p>0,05 . Perbedaan bermakna ditemukan antara rerata umur dan jenis kelamin pada kedua grup etiologi. Tidak ada perbedaan bermakna pada variabel lain.
Simpulan: Keberhasilan operasi maze sebanding pada kedua etiologi penyakit katup mitral, sehingga dapat diterapkan pada kedua jenis etiologi.

Backgrounds: The benefits of maze surgery to correct atrial fibrillation AF concomittant with mitral valve surgery is well known, but the outcome of maze surgery in rheumatic cases remains in doubt. Some studies do not recommend maze surgery in rheumatic cases, whereas rheumatic etiology is the most common etiology of valvular heart diseases in Indonesia. We are trying to do a research to see the relationship of rheumatic etiology on the outcome of maze surgery at Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Indonesia.
Methods: This is a restrospective cohort study. We collected from medical records of 55 patients underwent mitral and maze valve surgery from January 2012 to January 2017 by consecutive sampling. The etiology of mitral valve disease are grouped into 33 rheumatic samples and 22 degenerative samples. Then we recorded the heart rhythm on 7 days, 1 month, and 3 months postoperatively, as well as confounding factors and basic characteristics of the sample.
Results: There was no significant difference in the freedom of AF in both groups p 0.05 . Significant differences were found between mean age and sex in both etiologic groups. There was no significant difference in other variables.
Conclusions: The outcome maze surgery is comparable in both the etiology of mitral valve disease, thus it can be applied equally to both etiologies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rylis Maryana
"ABSTRAK
Karsinoma prostat adalah kanker yang sering ditemukan pada stadium lanjut.Masalah ekonomi menjadi penyebab utama sulitnya pemberian terapi luteinizinghormone releasing hormone LHRH dan menjadikan operatif sebagai pilihanuntuk ablasi androgen yang terjangkau. Penelitian ini dilakukan untuk mengkajiefektivitas operasi orkidektomi subkapsular bilateral sebagai pilihan terapipaliatif. Penelitian ini deskriptif analitik retrospektif pada kasus karsinoma prostatstadium lanjut pasien RSCM mulai Januari 1999 hingga Juni 2015. Data yangdikumpulkan adalah usia, ukuran tumor klasifikasi TNM, nodul, volume prostat,PSA pre- dan pascaoperasi, skor Gleason, lokasi metastasis tumor, komplikasi,dan lama perawatan. Hasil penelitian pada 48 pasien karsinoma prostat yangmemenuhi kriteria memiliki rerata usia 66,6 8,3 tahun. Keluhan LUTS dijumpaipada 42 87,5 subjek, ukuran tumor terbanyak adalah T2 37,5 , nodul padaprostat ditemukan pada 36 75 subjek, rerata volume prostat adalah55,59 30,16 gram, dengan metastasis terbanyak ke tulang 85,4 , dan gambaranhistopatologi tersering adalah adenokarsinoma prostat berdifferensiasi buruk 87,5 . Terdapat penurunan bermakna nilai PSA sebelum operasi dengan nilaiPSA tiga bulan pascaoperasi p= 0,005 . Besarnya penurunan PSA dipengaruhioleh banyaknya titik metastasis dan adanya nodul pada pemeriksaan prostat.Ablasi androgen operatif ini sangat baik pada volume prostat yang besar. Semakinbesar volume prostat, maka nilai PSA yang turun semakin banyak.Kata kunci: karsinoma prostat stadium lanjut, orkidektomi subkapsular bilateral,paliatif, penurunan PSA.

ABSTRACT
Prostate carcinoma mostly founded at advanced stage. Economic be the mainproblem of the Luteinizing Hormone Releasing Hormone LHRH therapy andmake operative androgen ablation as an affordable treatment. This researchevaluated the efficacy of bilateral subcapsular orchiectomy as a palliativetreatment in advanced prostate carcinoma. This is a retrospective analyticdescriptive study using medical records from January 1999 to June 2015 in CiptoMangunkusumo General Hospital. Data collected are age, tumor size accordingTNM classification, nodules, prostate volume, PSA pre and post operation,Gleason score, metastasis location, complications, and length of stay. There were48 patients with mean age 66.6 8.3 years old, LUTS found in 42 87.5 subject,most of size tumor is T2 37.5 , nodules found in 36 75 prostate, prostatevolume mean is 55.59 30.16 grams, most have bone metastasis 85.4 . There isa significant decrease between preoperative and post operative PSA in threemonths after operation p 0.005 . Decreasing of PSA value affected by numbersof metastasis point, and the presence nodules in prostate examination. Bilateralsubcapsular orchiectomy is suitable for large prostate. Larger prostate volume,than larger level of PSA decrease."
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Charley Dokma Tua
"Latar belakang dan objektif: Keberhasilan hemodialisis ditentukan oleh kesuksesan akses vaskular, baik dicapai melalui arteriovenous fistula AVF , arteriovenous graft AVG , atau central venous catether CVC . Dari berbagai pilihan akses vaskular lainnya, AVF adalah akses vaskular hemodialisis yang paling disarankan untuk jangka panjang karena memiliki patensi yang lebih panjang dan tingkat komplikasi yang rendah. Meskipun demikian, AVF memiliki tingkat kegagalan maturasi tinggi, dengan angka sekitar 43-63 . Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo RSCM , rumah sakit tersier terbesar di Indonesia, tidak memiliki data mengenai tingkat patensi AVF. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat patensi primer AVF di RSCM. Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada seluruh pasien yang menjalani pemasangan AVF di RSCM pada periode Januari 2011 sampai Desember 2013. Hasil: Dari 269 pasien rerata umur 53.1 13.9 , 190 70.6 pasien menjalani pemasangan fistula brakiosefalika, 71 26.4 pasien menjalani pemasangan fistula radiosefalika, dan 7 2.6 pasien menjalani pemasangan fistula jenis lainnya. Tingkat patensi tahun pertama adalah 71.4 . Kesimpulan: Tingkat patensi primer AVF pada pasien end-stage renal disease ESRD memenuhi standar target yang ditentukan oleh pedoman National Kidney Foundation Dialysis Outcomes Quality Initiative NKF/DOQI . Penelitian ini menunjukkan bahwa diameter vena memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat patensi primer AVF. Faktor-faktor lainnya tidak berkaitan dengan patensi primer.

Background and objectives The success of haemodialysis relies on the success of the vascular access, whether achieved with an arteriovenous fistula AVF , an arteriovenous graft AVG , or a central venous catether CVC . Among other access options, arteriovenous fistula is the preferred long term haeemodialysis vascular access due to longer patency and low complication rate. However, AVF maturation failure rates are high, ranging from 43 to 63 . Cipto Mangunkusumo Hospital, the largest tertiary referral hospital in Indonesia, lacks data on AVF patency rates. This study is aimed to determine the primary patency rates of AVF in Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods A single centre retrospective study was performed in all patients who had primary arteriovenous fistulas created at Cipto Mangunkusumo Hospital during the period between January 2011 and December 2013. Results Of 269 patients mean age 53.1 13.9 , 190 70.6 patients underwent brachiocephalic fistula creation, 71 26.4 patients underwent radiocephalic fistula creation, and 7 2.6 patients underwent other fistula types creation during the two year study period. The first year patency rate was 71.4 . Conclusions In this setting, the rate of AVF creation for end stage renal disease patients meets the standard of the target goals set forward by the National Kidney Foundation published updated Dialysis Outcomes Quality Initiative NKF DOQI Guidelines. Our study suggested that venous diameter was significantly correlated with primary patency rates of AVF. Other factors were not associated with primary patency. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Charley Dokma Tua
"Latar belakang dan objektif: Keberhasilan hemodialisis ditentukan oleh kesuksesan akses vaskular, baik dicapai melalui arteriovenous fistula AVF , arteriovenous graft AVG , atau central venous catether CVC . Dari berbagai pilihan akses vaskular lainnya, AVF adalah akses vaskular hemodialisis yang paling disarankan untuk jangka panjang karena memiliki patensi yang lebih panjang dan tingkat komplikasi yang rendah. Meskipun demikian, AVF memiliki tingkat kegagalan maturasi tinggi, dengan angka sekitar 43-63 . Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo RSCM , rumah sakit tersier terbesar di Indonesia, tidak memiliki data mengenai tingkat patensi AVF. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat patensi primer AVF di RSCM. Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan pada seluruh pasien yang menjalani pemasangan AVF di RSCM pada periode Januari 2011 sampai Desember 2013. Hasil: Dari 269 pasien rerata umur 53.1 13.9 , 190 70.6 pasien menjalani pemasangan fistula brakiosefalika, 71 26.4 pasien menjalani pemasangan fistula radiosefalika, dan 7 2.6 pasien menjalani pemasangan fistula jenis lainnya. Tingkat patensi tahun pertama adalah 71.4 . Kesimpulan: Tingkat patensi primer AVF pada pasien end-stage renal disease ESRD memenuhi standar target yang ditentukan oleh pedoman National Kidney Foundation Dialysis Outcomes Quality Initiative NKF/DOQI . Penelitian ini menunjukkan bahwa diameter vena memiliki korelasi yang signifikan dengan tingkat patensi primer AVF. Faktor-faktor lainnya tidak berkaitan dengan patensi primer.

Background and objectives The success of haemodialysis relies on the success of the vascular access, whether achieved with an arteriovenous fistula AVF , an arteriovenous graft AVG , or a central venous catether CVC . Among other access options, arteriovenous fistula is the preferred long term haeemodialysis vascular access due to longer patency and low complication rate. However, AVF maturation failure rates are high, ranging from 43 to 63 . Cipto Mangunkusumo Hospital, the largest tertiary referral hospital in Indonesia, lacks data on AVF patency rates. This study is aimed to determine the primary patency rates of AVF in Cipto Mangunkusumo Hospital. Methods A single centre retrospective study was performed in all patients who had primary arteriovenous fistulas created at Cipto Mangunkusumo Hospital during the period between January 2011 and December 2013. Results Of 269 patients mean age 53.1 13.9 , 190 70.6 patients underwent brachiocephalic fistula creation, 71 26.4 patients underwent radiocephalic fistula creation, and 7 2.6 patients underwent other fistula types creation during the two year study period. The first year patency rate was 71.4 . Conclusions In this setting, the rate of AVF creation for end stage renal disease patients meets the standard of the target goals set forward by the National Kidney Foundation published updated Dialysis Outcomes Quality Initiative NKF DOQI Guidelines. Our study suggested that venous diameter was significantly correlated with primary patency rates of AVF. Other factors were not associated with primary patency. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harvey Romolo
"Latar belakang: Kardioplegia merupakan komponen penting proteksi miokard. Pada pasien dewasa, kardioplegia darah dinyatakan unggul dibanding kardioplegia kristaloid. Pada bedah jantung anak belum ada penelitian yang membuktikan hal ini, khususnya pada operasi jantung bawaan sianotik. Metode: Penelitian eksperimental dengan simple randomization pada 70 populasi pasien TOF yang dibagi menjadi dua kelompok; 35 pasien kelompok kardioplegia kristaloid CC sebagai kontrol dan 35 pasien kelompok kardioplegia darah BC . Dilakukan pemeriksaan metabolik jantung: selisih kadar laktat dan ekstraksi oksigen darah arteri dan sinus koronarius ; segera, menit ke-15 dan menit ke-30 setelah CPB dihentikan. Dilakukan juga observasi klinis terhadap; mortalitas, penggunaan inotropik, durasi ventilasi mekanik, aritmia, fungsi jantung kanan, lama rawat ICU, lama rawat rumah sakit dan major adverse cardiac events. Hasil: Selisih kadar laktat tidak berbeda bermakna p>0,05 . Selisih ekstraksi oksigen koroner ditemukan berbeda bermakna pada menit ke-0 dan menit ke-15 p=0,038 dan p=0,015 . Tidak ada perbedaan pada luaran klinis. Kesimpulan: Tidak ditemukan perbedaan klinis maupun cedera miokard yang bermakna antara kedua kardioplegia. Kardioplegia darah ditemukan unggul secara metabolik pascabedah dan dapat dipakai sebagai alternatif untuk operasi jantung pasien sianosis.

Backgrounds Cardioplegia is an integral part of myocardial protection. Several authors reported the superiority of blood cardioplegia in adult patients. However, this is yet to be studied in cyanotic pediatric patients. Methods This study is a double blind randomized controlled trial. 70 TOF patients were devided into two groups 35 patients in crystalloid cardioplegia group CC as control, and 35 in blood cardioplegia group BC . Lactate and coronary oxygen extraction in arterial blood and coronary sinu, were measured immediate, 15 and 30 minutes after CPB caessation. Postoperative mortality, major adverse cardiac events, mechanical ventilation time, inotropic administrations, arrhytmias, right ventricular function, ICU and hospital length of stay were observed. Results There were no significant difference in clinical outcomes and difference in lactate levels p 0.05 . There is a significant difference in coronary oxygen extraction immediate and 15 minutes post CPB off p 0,038 dan p 0,015 . Conclusions Blood cardioplegia gave a better postoperative myocardial metabolism value. However, there are no statistical difference in myocardial damage or clinical outcome between the two groups."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andrio Wishnu Prabowo
"Latar belakang: Insufisiensi vena kronis IVK derajat berat atau C5-C6 membutuhkan penatalaksanaan yang lebih kompleks dan membawa dampak morbiditas yang lebih berat akibat lamanya waktu pengobatan dan angka kekambuhan yang tinggi. Tata laksana definitif IVK C5-C6 telah mengalami pergeseran dari terapi non operatif terapi kompresi dan medikamentosa menjadi terapi operatif dengan teknik non invasif seperti ablasi endovena. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi terhadap jenis terapi yang diberikan baik terapi definitif maupun terapi perawatan luka dengan keluaran berupa angka rekurensi dan lama rawat.
Metode penelitian: Studi potong lintang analitik dilakukan dengan mengambil total sampel 54 pasien IVK C5-C6 yang datang ke RSCM pada periode Januari 2014-Desember 2015. Pasien IVK yang disertai dengan insufisiensi arteri, insufisiensi vena dalam, dan kelainan kulit akibat penyakit kulit primer, keganasan, trauma dieksklusi. Analisis statistik diolah dengan SPSS 21 for windows, untuk menilai keluaran dari terapi definitif berupa angka kekambuhan dan lama rawat.
Hasil penelitian: Angka kekambuhan pasien IVK C5-C6 dengan terapi operatif lebih rendah dibandingkan dengan terapi non operatif yakni 7,1 berbanding 30,8 dalam follow up selama 2 tahun dengan nilai p 0,02 dan OR 0,17 95 IK 0,03-0,91. Lama perawatan rerata pasien IVK C5-C6 pada kelompok terapi operatif selama 10,6 hari dan kelompok non operatif selama 14,8 hari.
Kesimpulan: Angka kekambuhan pasien IVK C5-C6 yang memperoleh terapi definitif operatif lebih rendah dari yang hanya memperoleh terapi non operatif dalam evaluasi selama 1-2 tahun

Background: Severe degree C5-C6 of chronic venous insufficiency CVI require complex management and bring severe morbidity due to long duration of treatment and high recurrence rate. This leads to high treatment costs and interfered quality of patients life. Management of CVI C5-C6 in developed countries has changed from non operative therapy to operative therapy with non-invasive technique, i.e. endovascular treatment. In Indonesia CVI patient characteristics differ from developed countries, where the majority of patients come at advanced stage or C5-C6. This study aims to evaluate the management of CVI C5-C6, both definitive therapy and also wound care techniques, to afford an appropriate treatment in accordance with the characteristics of the patients in Indonesia.
Method: a cross sectional analytic study carried out by taking the total sample of 54 patients who came with CVI C5-C6 to Cipto Mangunkusumo Hospital in the period of January 2014-December 2015. Those accompanied by arterial insufficiency, deep venous insufficiency, and skin disorders due to primary skin disease, malignancy, trauma were excluded. Statistical analysis is processed with SPSS 21 for windows, to assess the outcome of the definitive therapy in the form of recurrence rates and length of stay.
Results: Recurrence rate of CVI C5-C6 patients with operative therapy is lower than non-operative therapy which is 7.1 versus 30,8 in 2-year follow-up with p-value of 0.02 and OR 0.17 95 CI 0, 03-.91. The mean treatment duration CVI C5-C6 patients in the operative therapy group is 10.6 days and non-operative group is 14.8 days
Conclusions: recurrence rate of CVI C5-C6 patients who obtain definitive operative therapy was lower than non-operative therapy group in the evaluation for 1-2 years."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Harisandi
"Pendahuluan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan untuk melakukan pengkajian nilai batasan bloodflow rate BFR intraoperatif menggunakan ultrasonografi Doppler dalam memprediksi maturitas fistula brakiosefalika dengan sampel yang lebih besar dan lebih spesifik untuk mendapatkan nilai dengan tingkat error dan bias lebih rendah, sehingga nantinya dapat dijadikan referensi di divisi Bedah Vaskular RSCM.
Metode. Dilakukan studi potong lintang analitik di Divisi Vaskular Departemen Ilmu Bedah FKUI-RSCM, Jakarta yang melibatkan semua penderita gagal ginjal stadium 4-5 akibat nefropati diabetik yang akan dihemodialisis dengan akses vaskular fistula brakiosefalika.
Hasil. Terdapat 71 subjek dengan rerata BFR 249,15 86,86 mL/menit, rerata diameter arteri 3,3 mm 2,0-7,4 mm dan rerata diameter vena 3 mm 2,1-5,6 mm. Analisis statistik menunjukkan bahwa hanya BFR yang berhubungan bermakna dengan maturitas AVF p80.

Introduction. This research is a follow-up study to determine the value limits of bloodflow rate BFR intraoperative using Doppler ultrasound to predict maturity of brachiocephalic fistula with a larger sample and to obtain lower level of error and bias, so it can be used as a reference in the Vascular Surgery division, Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods. Cross-sectional design with analytic fashion conducted at Division of Vascular Surgery Department of the Faculty of medicine - Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta with all patients with stage IV-V CKD, due to diabetic nephropathy who planned to get vascular access for hemodialysis brachiocephalic fistula.
Result. Total subject are 71 with mean bloodflow rate is 249.15 86.86 mL / min, mean arterial diameter is 3.3 mm 2.0 to 7.4 mm and the mean diameter of the vein is 3 mm 2.1 to 5.6 mm . Only BFR associated significantly with maturity AVF p
BFR intraoperatif, maturitas AV fistula, brakiosefalika, sensitivitas, spesifisitas
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>