Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evi Setyarini
"Tesis ini berjudul Representasi Tokoh Timur Dalam Novel Gai-Jin Karya James Clavell. Tujuan tesis ini adalah melihat bagaimana tokoh-tokoh Timur direpresentasikan dalam sebuah novel yang ditulis oleh pengarang Barat, serta mencari ideologi yang ada dalam representasi tersebut. Caranya adalah dengan memilih tokoh-tokoh Barat dan Timur dari semua tokoh yang ada dalam Gai-Jin. Tokoh-tokoh ini kemudian dikelompokkan dan dibahas satu persatu dalam kaitannya dengan representasi tokoh Timur, dan dicari ideologi apa yang beroperasi di balik representasi itu.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa dalam representasi tokoh Timur pada novel Gai-Jin superioritas Barat atas Timur lebih dominan. Dominasi ini ditunjukkan dengan halus dan dengan berbagai cara oleh pengarang.

How Oriental Characters Are Represented in James Clavell's Gai-JinThe title of this thesis is Representasi Tokoh Timur Dalam Novel Gai-Jin Karya James Clavell, or How Oriental Characters Are Represented in James Clavell's Gai-Jin. The purpose of the thesis is to examine the wary Oriental characters are represented in a novel written by an Occidental author, and to pinpoint the ideology working within the representation. In order to do so, a number of both Occidental and Oriental characters have been chosen out of all the characters in Gai-Jin. These characters are then categorized and analyzed in relation to how Oriental characters are represented, in search of the ideology operating behind the representation.
The conclusion is that in Gai-Jin Occidental superiority over the Orient can be seen through the representation of the Oriental characters. The author in subtle and various ways shows the superiority."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T11340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Intan
"Tesis ini ingin menjawab permasalahan penelitian yaitu bagaimana representasi mitos femininitas di dalam film animasi Barbie (Barbie in the Nutcracker, Barbie as Rapunzel, dan Barbie of Swan Lake) dan bagaimana bentuk ideologi yang dihadirkan. Film-film ini menarik diteliti karena menggambarkan mitos feminitas yang dikonstruksi oleh Mattel. Film animasi yang teliti merupakan bentuk produk budaya mutakhir Mattel. Tesis ini dibuat untuk mengetahui cara bekerja ideologi dominan melalui mitos yang dikontruksi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode semiotik Barthes dan metode visual Dyer. Sedangkan dari aspek komunikasi menggunakan model dari van Zoonen.
Hasil penelitian menunjukan Mattel memakai mitos femininitas nilai Victoria pada ketiga film animasi Barbie seperti domestik (merawat, mengerjakan pekerjaan rumah), taat beribadah dan perawan. Nilai Victoria lainnya bahwa perempuan bersifat pasif digantikan dengan mitos girl power. Mitos girl power merupakan mitos yang popular sejak tahun 1990-an, menggambarkan bahwa seorang anak perempuan yang pemberani, aktif dan dapat menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri. Akan tetapi mitos girl power yang diambil Mattel hanya pada permukaan. Perjuangan perempuan untuk mendapatkan kebebasan dan otoritas diri `dihadiahi' sosok pangeran. Pada akhirnya film ini tidak jauh berbeda dengan dongeng Cinderella dan Putri Salju. Secara tersirat Mattel menyatakan bahwa heteroseksual sebagai orientasi seks yang satu-satunya. Mattel tidak ingin konstruksi perempuan yang dihadirkan dalam film ini menjadi ancaman para pemeluk ideologi dominan (orang tua, guru, pemuka agama dan kaum pemodal) sebagai pangsa pasar terbesarnya. Sedangkan melalui metode visual dari Dyer memperlihatkan bahwa Barbie masih merepresentasikan citra cantik perempuan yang bertubuh tinggi, putih dan langsing."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rinie Handayanie
"Majalah Mingguan Tempo edisi bahasa Inggris menghadirkan laporan khusus bertajuk "Special Report Religion?. Laporan ini mengangkat hasil survei yang dilakukan oleh PPIM IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil survei tersebut digunakan sebagai data pendukung dalam membahas radikalisme Islam di Indonesia, penerapan syariat Islam dan jihad. Penelitian ini dilakukan untuk memerikan Konstruksi wacana radikalisme Islam, syariat Islam dan jihad dalam "Special Report Religion? Tempo (SRRT).
Analisis wacana model Michel Foucault digunakan untuk mendekati korpus penelitian, untuk memerikan struktur atau kontruksi wacana (discursive formations) yang dibangun "Special Report Religion? mengenai radikalisme Islam dan aspek-aspeknya (syariat Islam dan jihad). Konsep mitos Roland, Barthes juga diterapkan untuk melihat wacana (pengetahuan) yang telah dikembangkan dan mendominasi paradigma pemahaman radikalisme Islam. Konstruksi wacana diperoleh dengan memerikan statement yang dibangun dalam kumpulan artikel serta arsip foto SRRT, dan menganalisis ketaksesuaian dalam konstruksinya. Kedisiplinan dalam bertutur dan seleksi berita serta foto menentukan jenis wacana dominan dalam SRRT mengenai radikalisme Islam. Analisis ini tidak bersifat kasuis dengan tujuan membenarkan maupun menyalahkan kontruksi wacana yang dibangun laporan tersebut. Analisis akan mengungkapkan rejim wacana, sebuah cara pandang dan mengungkapkan radikalisme Islam versi "Special Report Religion" Tempo.
Hasil penelitian mengungkapkan masih dominannya paradigma lama mengenai radikalisme Islam, syariat Islam dan jihad dalam SRRT. Walaupun SRRT telah menyajikan cara memaknai radikalisme Islam yang beragam, wacana yang termarjinalkan di dalamnya masih mampu dilacak untuk mencari pengetahuan spesifik (wacana) dominan. Pada akhirnya, SRRT hanya merupakan bagian dan kelanjutan dari wacana global mengenai radikalisme Islam, syariat Islam dan jihad."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11597
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Tinshe
"ABSTRAK
Imigrasi telah menjadi salah satu permasalahan penting di dalam politik Amerika Serikat sejak negara tersebut masih menulis konstitusi. Berkenaan dengan peran imigran dalam membentuk masyarakat Amerika, penting untuk melihat bagaimana mereka, sebagai minoritas, digambarkan oleh tokoh-tokoh politik yang sangat berpengaruh, seperti presiden. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami ideologi di balik pidato politik Obama dan Trump tentang imigrasi, serta relevansinya dengan wacana politik dan konteks sosial di Amerika. Lima pidato politik dari Obama (2009-2014), serta dua pidato politik dari Trump (2016-2017) dianalisis sebagai data primer menggunakan Analisis Wacana Kritis three-dimensional framework Fairclough (1993). Hasil analisis menunjukkan bahwa ideologi dari pidato Obama dan Trump berkaitan dengan pandangan mereka mengenai identitas imigran di dalam masyarakat Amerika. Hal tersebut tergambarkan dari penggunaan kata sifat yang merendahkan, serta topik yang dihubungkan dengan imigrasi. Dilihat dari wacana politik, hal ini menunjukkan superioritas dan kekuasaan kedua presiden atas imigran. Sedangkan jika dilihat dari segi sosial, hal tersebut merendahkan kemanusiaan dan mengurangi identitas para imigran."
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Naomi Christina
"ABSTRAK
Sebuah diskriminasi tentang sebuah ras sebagai ras yang lebih rendah atau lebih tinggi dari ras lain adalah Rasisme. Rasisme masih bisa dilihat dan dirasakan sampai hari ini, tidak hanya di kehidupan sehari-hari namun dapat juga dilihat di dalam televisi. Family Guy adalah sebuah serial televisi animasi dewasa yang berada di Amerika Serikat. Seri ini adalah tentang keluarga Griffin dan tindakan mereka yang menyebabkan beberapa kontroversi yang berhubungan dengan ras. Pertunjukan ini bisa dijadikan sumber analisis untuk mengeksplorasi makna dibalik hal yang orang anggap Rasis tersebut. Dengan menggunakan konsep oleh Park, Gabbadon, dan Chernin (2006), tulisan ini bertujuan untuk mengeksplorasi humor yang dibuat oleh karakter yang ada di Family Guy untuk mengkritik rasisme terhadap orang Afrika Amerika dan India dalam beberapa episode Family Guy. Apa arti rasisme? Bagaimana humor rasial menggambarkan rasisme? Apa gunanya humor rasial dalam Family Guy? Tulisan ini menggunakan teori identitas untuk mengidentifikasi rasisme, seperti stereotip yang dibuat di beberapa episode Family Guy, yaitu; ; Stuck Together, Torn Apart from season 3 episode 19, Love Blactually - season 7 episode 1, Baby Got Black - season 12 episode 18, A Shot in the Dark - season 14 episode 9, and A road to India - season 14 episode 20. Hasil dari temuan ini adalah bahwa humor digunakan sebagai platform hiburan bagi para penonton -ketika mereka juga merenungkan dan merefleksikan diri mereka
sendiri.

ABSTRACT
Discrimination towards a race as inferior or superior to other races is called Racism. Racism can still be seen and felt until this day, not just in everyday life but can also be seen on television as well. Family Guy is an adult animated television series which airs in the United States. This series is about the Griffin family and their actions which leads to some controversy that relates to race. This show could be used as a source of analysis to explore the meaning behind the things people think as racist. By using Park, Gabbadon, and Chernin (2006) framework, this paper aims to explore the humor that is made by the characters in Family Guy to criticize racism towards African American and Indians in some episodes of
Family Guy. What does racism mean? How does racial humor portray racism? What is the use of racial humor in Family Guy? This paper uses identity theory to identify racism, such as stereotypes that are being made in a few episodes of Family Guy; Stuck Together, Torn Apart from season 3 episode 19, Love Blactually - season 7 episode 1, Baby Got Black - season 12 episode 18, A Shot in the Dark - season 14 episode 9, and A road to India - season 14 episode 20. The result of this finding is that humor is being used as a platform of entertainment for the audience - while they are reflecting back at themselves."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Swasti Istika
"For Him Magazine atau lebih populer disingkat dengan FHM adalah salah satu bentuk produk budaya populer di Inggris. FHM adalah rnajalah gaya hidup khusus pria yang pertama kali diterbitkan di Inggris pada tahun 1994. Hingga saat ini FHM telah berhasil menempati posisi majalah gaya hidup khusus pria kedua terbesar di dunia dengan total pembaca setia FHM di seluruh dunia sebanyak 1022.000 terhitung dalam kurun waktu sejak Januari hingga Juni 2004. FHM juga telah beredar di 27 negara di dunia termasuk Amerika Serikat, Afrika Selatan, Rusia, dan Indonesia. Popularitasnya mengalahkan majalah-majalah sejenis yang telah lebih dulu terbit di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat. Skripsi ini bertujuan untuk mencari tahu maskulinitas seperti apa yang ingin ditawarkan oleh FHM serta adakah ideologi tertentu di balik maskulinitas tersebut, terutama jika mengingat usaha FHM untuk mengangkat wacana yang kontroversial, seperti seksualitas serta upayanya untuk mencapai berbagai kalangan. Untuk menganalisis, akan digunakan teori representasi, teori semiologi, teori ideologi dan teori maskulinitas. Sumber data yang digunakan adalah For Him Magazine Inggris edisi Juli 2004. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data demi merumuskan kode_kode dominan yang muncul di dalam majalah tersebut yaitu kode romance atau percintaan, kode.fashion, belongings dan beauty, kode entertainments atau hiburan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S14014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rianne Kartikasari Subijanto
"Semenjak peristiwa serangan pada dua gedung kembar tertinggi di dunia, World Trade Center di Manhattan, New York, dan gedung Pentagon pada tanggal I1 September 2001, berita mengenai Islam dan ajaran-ajarannya semakin banyak memenuhi halaman-halaman media cetak dan juga menjadi pembicaraan utama di media-media elektronik. Islam menjadi penting untuk dibahas dan dibicarakan salah satunya karena para tersangka pelaku penyerangan merupakan orang Islam. Apalagi penyerangan tersebut seringkali diberitakan terkait dengan salah satu ajaran agama Islam, yaitu Jihad. Pembicaraan Islam dalam media menjadi menarik untuk dikritisi dengan adanya teori Orientalisme Edward Said (1978). Dalam Orientalisme, Said mengatakan bahwa Islam selama bertahun-tahun direpresentasikan secara negatif, diidentitaskan sebagai the other of us (Barat) dan dikonstruksikan memiliki hubungan yang tidak setara, yaitu sebagai kelompok yang membahayakan, harus direpresentasikan, dan dididik. Dengan didasarkan pada konsep wacana yang dikembangkan Foucault, Said menjelaskan bahwa kelompok yang berwenang merepresentasikan Islam ini, dalam hai ini Barat, mempertahankan kekuasaannya atas Islam dengan menciptakan wacana publik yang dominan. Dengan alasan di atas, penelitian ini membandingkan dan menganalisis sistem representasi Islam dalam media Barat seputar tragedi 11 September 2001. Korpus penelitian diambil dari sebuah media berbahasa Inggris yang sudah mapan, yaitu TIME. Data, yaitu dua buah artikel, diambil dari TIME edisi dua bulan sebelum tragedi 11 September 2001 dan edisi dua bulan sesudah tragedi tersebut. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough, sebuah pendekatan yang memungkinkan peneliti untuk menyelami ideologi yang terpendam dalam teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan sistem representasi Islam oleh TIME di dalam dua artikelnya. Pada artikel edisi sebelum tragedi 11 September 2001, Islam direpresentasikan sebagai kelompok radikal yang membahayakan dan melakukan kegiatan kriminal atas nama agama, diidentitaskan sebagai `mereka' dan dikonstruksikan memiliki hubungan yang tidak setara dengan `kami', Barat. Namun, pada artikel TIME edisi sesudah tragedi 11 September 2001, Islam direpresentasikan memiliki dua pandangan yang kontras, yaitu Islam moderat dan Islam ekstrimis. Islam moderat direpresentasikan sebagai kelompok yang memiliki kehidupan `normal' dan modern, dikonstruksikan identitas dan hubungannya sebagai bagian dari `kami', Barat. Sebaliknya, Islam ekstrimis tetap memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok radikal yang direpresentasikan dalam artikel sebelum tragedi 11 September 2001. Sebagai kesimpulan, dalam artikel TIME edisi sesudah tragedi 11 September 2001, TIME memberitakan Islam dengan lebih obyektif dengan melihat sisi lain dari Islam yang tidak sama dengan radikalisme yang selama ini menjadi fokus perhatian pemberitaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S14031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teresia Lintang Gitomartoyo
"Glam rock adalah sebuah era musik yang fenomenal di Inggris sekitar tahun 1970-1975, ketika Inggris sedang mengalami depresi di bidang ekonomi, politik, dan sosial. Salah satu hal yang fenomenal mengenai glom rock adalah seksualitas yang ditawarkannya. Skripsi ini bertujuan mencari tabu seksualitas seperti apa yang ditawarkan oleh glam rock dan apa implikasi idelogis dan seksualitas ini. Teori utama yang akan dipakai adalah teori semiologi, dibantu dengan teori representasi, ideologi, tubuh, dan seksualitas. Sumber data berasal dari buku kumpulan foto Blood and Glitter karya Mick Rock. Saya membagi analisis menjadi dua bagian, yaitu kode fashion dan kode tubuh, dengan dua foto untuk masing-masing kode. Kedua kode ini adalah elemen-elemen yang mendukung seksualitas. Setelah menganalisa foto secara semiologis, terlihat bahwa seksualitas yang ditawarkan glam rock bersifat androgini. Androginitas ini digunakan sebagai alat untuk menentang norma masyarakat Inggris pada saat itu. Penentangan ini merupakan implikasi ideologis dari seksualitas yang dimiliki glam rock. Dengan begitu, mereka telah membangun sub-kultur baru di tengah masyarakat Inggris pada tahun 1970-an."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S13965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thressia Andriati Octaviani Dading
"New York City dikenal sebagai salah satu kota besar dunia yang diisi oleh kepluralitasan identitas masyarakatnya. Sebagai salah satu kola di dalam negara Amerika Serikat yang sekuler, identitas spiritual di kota ini pun ditantang untuk berkembang di tengah konsumerisme, rasionalisme, dan pertarungan besar antara berbagai macam subjek. Setelah peristiwa 9/11 tahun 2001 di New York, redefinisi spiritualitas masyarakat New York City pun makin terlihat makin antusias. Namun, tiga tahun setelah itu, yakni tahun 2004, antusiasme ini mulai menurun dalam arti mulai dapat menciptakan sintesis fenomena budaya yang akhirnya menyatu menjadi sebuah masukan ke dalam dinamika masyarakat kota tersebut. Sehingga, sudah mulai memberi pengaruh dalam membentuk identitas spiritual kota tersebut, bukan euforia semata. New York Magazine sebagai majalah gaya hidup lokal di New York City pun menjadi sebuah media tempat terbentuknya wacana identitas spiritual kota. Dengan teori wacana Laclau dan Mouffe, akan kita lihat bagaimana tiap subjek yang ada melakukan artikulasi dalam tiap wacana yang ada. Wacana-wacana tersebut adalah gaya hidup, missionary atau pemuridan organisasi spiritual, dan politik, Teori wacana pos struktural Laclau dan Mouffe ini akan dapat merombak label atau stereotipe di dalam masyarakat yang selama ini jarang dipertanyakan lagi proses pembentukannya, dan kemungkinan berbagai lapisan atau spektrum identitas dapat terlihat jika kita melihat lebih jauh."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S14001
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Martina
"Negeri Inggris pada abad 17-18 mengalami kemajuan yang sangat pesat dengan adanya revolusi industri dan revolusi agraria. Selain itu, dalam hal pelayaran, Inggris telah melakukan pencapaian dengan menemukan daerah-daerah baru yang kaya akan rempah-rempah serta bahan tambang yang sangat berguna bagi perkembangan industri mereka. Penemuan daerah baru juga mempertemukan orang-orang Inggris dengan penduduk asli daerah tersebut yang dalam pandangan masyarakat Inggris tidak beradab. Perbedaan yang ada di antara bangsa Inggris dan penduduk asli membuat bangsa Inggris semakin merasakan etnosentrisme dan xenofobia. Perasaan superior yang diikuti oleh perasaan ketakutan akan perbedaan yang ada dengan penduduk asli bangsa-bangsa lain di luar Inggris memberikan identitas yang menyatukan bangsa Inggris yang terdiri dari faktor-faktor berupa agama Protestan, perang, negeri-negeri jajahan, dan monarki serta simbol-simbol yang melingkupinya. Faktor-faktor yang memberikan identitas keinggrisan tersebut memiliki kekurangan yang kemudian dikritik oleh Jonathan Swift dalam buku Gulliver's Travels. Pengidentifikasian kritik Swift alas faktor-faktor tersebut dilakukan dengan meneliti identitas Gulliver dan perubahannya dalam buku tersebut. Identitas dan perubahannya kemudian dilihat dengan menggunakan teori ideology hegemoni Gramsci untuk melihat relasi kuasa yang perasaan superior/ inferior Gulliver dalam teks tersebut. Hegemoni yang terlihat dari teks tersebut ternyata adalah dominasi yang selalu datang dari pihak penduduk daerah tempat Gulliver terdampar. Namun ironisnya, Gulliver tetap merasa superior dalam hubungan relasi kuasa yang menjadikannya sebagai pihak yang terdominasi. Fakta inilah yang menjadi satir dan bentuk dari kritik Swift terhadap masyarakat Inggris. Hal tersebut menunjukkan kritik Swift yang dibawa dalam teks tersebut sehubungan dengan faktor-faktor yang telah disebutkan di atas. Kritik-kritik tersebut yaitu ketidaksetujuan Swift terhadap agama yang dijadikan sebagai alasan untuk mendapatkan kekuasaan dan kritik atas perang menjadikan agama sebagai alasan. Selain itu, Swift juga mempertanyakan sikap masyarakat Inggris terhadap penduduk dan kebudayaan negara-negara jajahan yang selalu dipandang sebelah mata oleh mereka, serta mengkritik monarki yang kebijakannya seringkali remeh. Sehubungan dengan masa pencerahan yang membawa revolusi industri dan revolusi agraria di Inggris, Swift juga mengkritisi munculnya ide-ide yang tidak atau kurang bermanfaat bagi perrnasalahan yang ada di Inggris saat itu. Singkatnya, Gulliver's Travels merupakan bentuk kepedulian Jonathan Swift atas masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat Inggris pada saat itu dan juga merupakan upaya Swift untuk menyadarkan masyarakat Inggris untuk melihat kembali faktor-faktor yang membentuk identitas mereka dan memperbaiki kekurangan yang terdapat dalam faktor-faktor tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S13994
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>