Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Edward E.
"Latihan kekuatan otot non mesin merupakan latihan yang dapat meningkatkan kemampuan fungsional dalam hal ini otot tungkai. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui efek latihan kekuatan otot non mesin selama 10 minggu terhadap kekuatan otot tungkai, daya tahan otot tungkai, kecepatan berjalan dan keseimbangan berjalan sebagai variabel kemampuan fungsional otot. Penelitian ini juga untuk mengetahui apakah latihan kekuatan otot jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan latihan jenis weight bearing yang dilanjutkan dengan elastic resistance. Metode: Subyek terdiri dari 36 orang karyawan pra usia lanjut (45-56 tahun) sehat tidak terlatih yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok A melakukan latihan jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance sedangkan kelompok B melakukan latihan jenis weight bearing saja dan kemudian dilanjutkan dengan latihan elastic resistance saja. Kedua kelompok tersebut melakukan latihan dengan frekuensi 2-3 xlminggu selama 1 jam dengan intensitas 1-3 setlgerakan dan tiap set terdiri dari 8-12 ulangan/repetisi. Hasil: Hasil menunjukan kedua jenis latihan memberikan peningkatan terhadap kemampuan fungsional otot tungkai (Uji Anova p=0,00), namun jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan yang lebih besar (Uji t p=0,01-0,04). Latihan kekuatan otot tungkai jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan kekuatan otot (59,93%), daya tahan otot (58,42%), kecepatan berjalan (36,88%) dan keseimbangan berjalan (47,12%) sedangkan jenis weight bearing dilanjutkan elastic resistance memberikan peningkatan kekuatan otot (39,66%), daya tahan otot (31,69%), kecepatan bedalan (23,33%) dan keseimbangan berjalan (25,90%). Seluruh variabel kemampuan fungsional tersebut mempunyai korelasi yang kuat satu dengan lainnya (Uji korelasi Pearson p=0,000-0,001). Selain itu melalui kuesioner didapatkan bahwa subyek merasa nyaman dengan latihan jenis kombinasi dan menambah minat mereka terhadap latihan jasmani. Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa latihan kekuatan otot jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan yang lebih besar terhadap variabel kemampuan fungsional otot pada kelompok karyawan pra usila sehat tidak terlatih.

Non machine muscle strength exercises can be used to increase functional ability, especially the lower limb muscle. Purpose: The purpose of this research was to evaluate the effects of 10 weeks of non machine muscle strength exercises on muscle functional ability. The variables for functional ability will be muscle strength, muscle endurance, speed of walk and balance of walk. And to determine if simultaneously combined weight bearing and elastic resistance exercises will be better than weight bearing followed by elastic resistance exercises on increasing muscle strength. Methods: The subjects were 36 healthy untrained employees aged between 45-56 years. They were divided randomly into 2 groups, groups A and B. Group A was trained with a simultaneous combination of weight bearing and elastic resistance exercises while group B was first trained with weight bearing exercises and then with elastic resistance exercises. Both groups exercised 2-3 times a week for 1 hour with an intensity of 1-3 sets/motion and 8-12 repetitions/set. Results: Results showed both types of exercises increased muscle functional ability (ANOVA test p-0.00), but the simultaneous combination of weight bearing and elastic resistance exercises was better (t test p=O.01-0.04). The simultaneous combination of weight bearing and elastic resistance exercises increased muscle strength (59.93%), muscle endurance (58.42%), speed of walk (36.88%), and balance of walk (47.12%), while the succeeding weight bearing and elastic resistance exercises increased muscle strength (39.66%), muscle endurance (31.69%), speed of walk (23.33%), and balance of walk (25.90%). All muscle functional ability variables were strongly correlated to one other (Pearson correlation test p=0.000-0.001). From the questionnaires given, it was found that the subjects enjoyed the simultaneous combination exercises which increased their motive for physical exercise. Conclusion: It was concluded that muscle strength exercises which simultaneously combined weight bearing with elastic resistance exercises were better in increasing muscle functional ability in healthy untrained young older employees."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Quarino
"Saat ini banyak orang yang melakukan pekerjaan dengan duduk sehingga aktivitas fisik menjadi berkurang, padahal menurut laporan WHO tahun 2009, salah satu penyebab utama kematian global adalah perilaku tidak aktif (6%). Berkurangnya aktivitas fisik ini merupakan salah satu faktor risiko terjadinya sindroma metabolik. Peningkatan aktivitas fisik pekerja dapat dilakukan dengan menambah jumlah langkah setiap hari, yang dapat diukur dengan menggunakan alat penghitung langkah (pedometer). Jumlah langkah setiap hari yang rendah berarti aktivitas fisik berkurang sehingga akan menjadi risiko untuk mendapat sindroma metabolik.
Tujuan : mendapatkan gambaran aktivitas fisik pekerja berdasarkan jumlah langkah pada pekerja dengan sindroma metabolik di lingkungan pekerja pertambangan minyak dan gas.
Metode : penelitian potong lintang, menggunakan data sekunder dari hasil pemeriksaan kesehatan tahunan pekerja tahun 2012, didapat 25 subyek yang memenuhi kriteria, yang terdiri dari 15 subyek tanpa sindroma metabolik dan 10 subyek dengan sindroma metabolik.
Hasil : diperoleh hasil rerata jumlah langkah per hari pada kelompok sindroma metabolik lebih rendah dibandingkan langkah kelompok tanpa sindroma metabolik yaitu masing-masing 5055±1004 langkah dan 9887± 2036 langkah yang berbeda bermakna secara statistik (p<0,001).
Kesimpulan : kelompok dengan sindroma metabolik memiliki aktivitas fisik yang rendah dibandingkan dengan kelompok tanpa sindroma metabolik.

Today many jobs performed in sitting position therefore reducing physical activity, whereas based on report from World Health Organization (WHO) in 2009, one of the leading cause of global mortality is physically inactive behavior (6%). Low physical activity is one of the risk factors of metabolic syndrome. Increasing worker’s physical activity can be done by adding more steps each day which can be measured by using a step counter (pedometer). Low number of steps everyday means reduced physical activity which might lead to increasing risk of metabolic syndrome.
Goal : to get an overview of worker’s physical activity represented by the number of steps of oil and gas workers with metabolic syndrome.
Methods : a cross-sectional study, using secondary data from annual medical check-up of oil and gas workers in 2012, 25 subjects who met the criteria where obtained consisted of 15 subjects without metabolic syndrome and 10 subjects with metabolic syndrome.
Results : mean number of steps per day in the metabolic syndrome group was lower than the group without metabolic syndrome, which were 5055±1004 steps and 9887±2036 steps respectively and statistically different.
Conclusion : the group with metabolic syndrome have lower physical activity compared with the group without metabolic syndrome.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Moh Danurwendo W Sudomo
"ABSTRAK
Latar Belakang Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kesertaan latihan fisik usia dan jabatan dengan pengendalian berat badan karyawan perusahaan T yaitu perusahaan minyak dan gas di Kalimantan Timur Metode Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang kepada karyawan perusahaan T yang konsisten mengikuti Medical Check Up MCU dari tahun 2009 ndash 2011 Data sekunder didapatkan dari hasil MCU tahun 2009 ndash 2011 dan daftar hadir latihan fisik di tempat kerja tahun 2009 ndash 2011 Hasil Penelitian Jumlah karyawan yang konsisten mengikuti MCU adalah 110 orang merupakan jumlah sampel yang diteliti Proporsi karyawan dengan berat badan terkendali lebih banyak yang tidak latihan fisik usia 21 ndash 35 tahun dan teknisi Secara statistik menunjukkan proporsi karyawan dengan berat badan terkendali pada kelompok mengikuti latihan fisik tidak berbeda bermakna dengan yang tidak mengikuti latihan fisik OR 0 64 90 CI 0 28 ndash 1 41 proporsi karyawan dengan berat badan terkendali pada kelompok usia 21 ndash 35 tahun tidak berbeda bermakna dengan 35 tahun OR 1 63 90 CI 0 85 ndash 3 40 akan tetapi tingkat pengendalian berat badan karyawan teknisi berbeda bermakna dengan superintendent dan supervisor OR 5 61 90 CI 2 75 ndash 16 46 Analisis multivariat menunjukkan jabatan memiliki hubungan signifikan dengan pengendalian berat badan OR 5 41 90 CI 2 26 ndash 12 92 Dari 29 karyawan yang mengikuti latihan fisik proporsi karyawan dengan berat badan terkendali lebih banyak pada usia 21 ndash 35 tahun dan teknisi Secara statistik menunjukkan bahwa proporsi karyawan dengan berat badan terkendali pada kelompok usia 21 ndash 35 tahun tidak berbeda bermakna dengan 35 tahun OR 3 75 90 CI 1 01 ndash 13 80 akan tetapi tingkat pengendalian berat badan karyawan teknisi berbeda bermakna dengan superintendent dan supervisor OR 7 333 90 CI 1 80 ndash 29 73 Analisis multivariat menunjukkan jabatan memiliki hubungan signifikan dengan pengendalian berat badan OR 5 63 90 CI 1 26 ndash 25 07 Kesimpulan Karyawan teknisi perusahaan T mempunyai peluang memiliki berat badan terkendali 5 415 kali dibanding jabatan lain setelah dikontrol variabel kesertaan latihan fisik dan usia Kata Kunci aktivitas fisik berat badan lebih latihan fisik pengendalian berat badan program pengendalian di tempat kerja.
ABSTRACT
Background This study was conducted to determine the association between participation in physical exercise age and position with employees body weight control company T which is an oil and gas company in East Kalimantan Method The study was conducted by cross sectional method to employees who consistently perform Medical Check Up MCU in 2009 ndash 2011 Secondary data used were MCU result and attendance list participating in physical exercise in 2009 ndash 2011 at the company T Result The number of employees who consistently perform MCU in 2009 2011 was 110 who became the sample of this study The proportion of employees with controlled body weight was higher among employees who do not participate in physical exercise were at the age 21 ndash 35 years and were technicians There were no significant association between participation in physical exercise and age with controlled body weight but a very significant difference in controlled body weight was found between technicians and superintendent supervisor OR 5 61 90 CI 2 75 to 16 46 Multivariate analysis showed that job position has a very significant association with body weight control ORadj 5 41 90 CI 2 27 to 12 93 Among 29 people who attend physical exercise the proportion of employees with controlled body weight were higher in employees aged 21 ndash 35 years and technicians There were no significant associations between age with controlled body weight but a significant difference in controlled body weight was found between technicians and superintendent supervisor OR 7 33 90 CI 1 81 to 29 73 Multivariate analysis showed that job position has a significant association with body weight control ORadj 5 63 90 CI 1 27 to 25 1 Conclusion Technicians in company T have opportunity to have controlled body weight 5 41 times compared to other positions after controlled by participation rate in physical exercise and age variable Key words body weight control control programs in the work place obesity overweight physical activity physical exercise."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Victor Wullur
"Telah dilakukan penelitian terhadap siswa secatam TNI-AD yang sedang melaksanakan ketahanan mars di Rindam Jaya. Tujuan penelitian: Mengetahui apakah ketahanan mars menyebabkan mars hemoglobinuria dan apakah ada korelasi antara berat badan dan kecepatan berjalan dengan kadar hemoglobin yang terbentuk dalam urin. Rancangan peoelitian: Potong lintang. Jumlah subyek peoelitian: 80 orang. Cara penelitian: melakukan penimbangan berat badan sebelum melaksanakan ketahanan mars dan pengambilan urin sebanyak paling sedikit 1/3 penampung sebelum, saat dan setelah melaksanakan ketahanan mars. Basil penelitian: prevalensi mars hemoglobinuria 100%. Berat badan berkorelasi positip dengan kadar hemoglobin urin yang terbentuk (r = 0.278 dan p = 0.012), sedangkan korelasi antara kecepatan berjalan dengan kadar hemoglobin yang terbentuk tidak dapat diukur. Kesimpulan: Ketahanan mars menyebabkan mars hemoglobinuria dan berat badan mempunyai korelasi positip dengan kadar hemoglobin urin yang terbentuk.

A study involving new army recruits who participated in ketahanan mars at Rindam Jaya had been performed. Objective: the aim of this study was to determine whether ketahanan mars caused march hemoglobinuria and whether body weight and walking velocity had correlation with march hemoglobinuria. Study design: cross sectional study. Participants: 80 new army recruits. Methods: Body weight was measured before the activity and at least 1/3 of the bottle of urine volume was taken before, during and after the activity. Result: all of the participants had march hemoglobinuria after the activity (100%). There was a positive correlation between body weight and march hemoglobinuria (r = 0.278, P = 0.012) but correlation between walking velocity and march hemoglobinuria could not be determined. Conclusion: ketahanan mars caused march hemoglobinuria and body weight had positive correlation with march hemoglobinuria.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2001
T59051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miftah Azrin
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1999
T59103
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lenny Tandya
"Beberapa studi berpendapat akupunktur dapat meningkatkan kemampuan pemulihan pada atlet bola basket elite setelah latihan dengan menurunkan kadar laktat darah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akupunktur pada titik PC 6 Neiguan dan ST 36 Zusanli dapat menurunkan kadar laktat darah pada atlet bola basket elite setelah latihan. Metode penelitian menggunakan uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 36 atlet basket elite dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok akupunktur dan kelompok kontrol yang masing-masing terdiri dari 18 orang. Pada kelompok akupunktur kadar laktat dari 3,94 ±1,11 mmol/l menjadi 5,24 ±1,22 mmol/l. Pada kelompok kontrol kadar laktat dari ±1,26 mmol/l menjadi 3,78 ±1,11 mmol/l. Kesimpulan akupunktur memiliki efek dalam menurunkan kadar laktat setelah latihan pada atlet bola basket elite.

Some studies suggest that acupuncture can enhance recovery ability in elite basketball athletes after exercise by decreasing blood lactate value. The purpose of this study is to determine whether acupuncture at PC 6 Neiguan Point and ST 36 Zusanli Point could decrease blood lactate value in elite basketball athletes after exercise.Study method used Randomized Controlled Trial. In this study, 36 elite basketball athletes were involved and divided into 2 groups which are acupuncture and control groups that consist 18 subjects each. In acupuncture group enhance blood lactate value decrement from 3,94 ±1,11 mmol/l to 5,24 ±1,22 mmol/l. In control group blood lactate value decrement from 3,59 ±1,26 mmol/l to 3,78 ±1,11 mmol/l. Conclusion in this research Acupuncture has effect to enhance blood lactate value decrement after exercise in elite basketball athletes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Suriadi Halim
"ABSTRACT
Background Student athletes are prone to sport injuries however, epidemiological information of sport injuries available in Indonesia is insufficient. Solution to the problem is to initiate the recording of sport injuries in events, such as the medical and dental students rsquo annual sports games gathering. If injury recordings are done regularly, injury surveillance system can be developed to prevent sport injuries in the future.Aims This study was an initiation study to know the sports injuries among student athletes during 2016 medical and dental students rsquo annual sports games gathering, i.e. determination the type and location of injuries across different sports, quantification the number of games per day and the number of total injuries per sport, finding the incidence rate of injuries per sport and distinguishing the distribution of injuries between pre clinical and clinical stage of study.Methods This was a cross sectional study using secondary data collected during the event. Research subjects were divided into genders and stage of study to observe the distribution of injury locations, types and incidence, then statistically determined by chi square test and relative risk calculation.Results Most frequent injury location was lower extremities and most common type was sprain. Mini soccer had the most number of participants and therefore the most number of games day. However, mens basketball had the highest number of injuries and womens basketball had the highest incidence rate. More injuries occurred in women than men and in clinical stage than pre clinical stage. Conclusion The most prevalent injury location and type were lower extremities and sprain, respectively. Number of games per day was not proven to be associated to the occurrence and rate of injury, however the nature of sports contact or non contact and the level of competitiveness may actually be the contributing factors. Women were shown to be relatively more prone to injury than men. Student athletes in their clinical stage of their studies were more susceptible to injury than those in the pre clinical stage.

ABSTRAK
Latar Belakang: Atlet mahasiswa student-athlete rentan terhadap cedera olahraga, tetapi masih sedikit informasi yang tersedia tentang cedera olahraga di Indonesia. Masalah ini dapat diatasi dengan memulai pencatatan cedera olahraga pada kegiatan seperti pertandingan olahraga tahunan antar mahasiswa fakultas kedokteran dan kedokteran gigi. Jika pencatatan cedera dilakukan secara teratur, dapat dikembangkan sistem surveilans cedera yang dapat digunakan dalam pencegahan di kemudian hari. Tujuan: Untuk menentukan jenis dan lokasi cedera pada setiap olahraga, menghitung jumlah permainan per hari dan jumlah total cedera per olahraga, menemukan tingkat insiden cedera per olahraga dan membedakan distribusi cedera antara tahap pre-klinik dan klinik. Metode: Penelitian ini menggunakan design cross-sectionaldengan data sekunder yang dikumpulkan selama acara tersebut. Subyek penelitian dibagi menurut jenis kelamin dan tahap studi untuk mengamati distribusi lokasi, jenis dan insiden cedera, kemudian secara statistik ditentukan dengan uji chi-square dan perhitungan risiko relatif. Hasil: Lokasi cedera yang paling sering terjadi adalah pada ekstremitas bawah dan jenis cedera yang paling banyak terjadi adalah sprain. Mini-Soccer memiliki jumlah pertandingan/hari dan jumlah peserta terbanyak, namun cedera terbanyak terjadi pada basket putra dan basket putri memiliki tingkat kejadian cedera injury rate tertinggi. Cedera lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dan pada atlet mahasiswa tahap klinik dibandingkan tahap pra-klinik. Kesimpulan: Lokasi cedera yang paling umum adalah ekstremitas bawah dan jenis cedera yang paling sering terjadi adalah sprain. Jumlah pertandingan per hari tidak terbukti berhubungan dengan jumlah dan tingkat kejadian cedera, namun sifat cabang olahraga kontak atau non-kontak dan tingkat persaingan pada cabang olahraga mungkin dapat merupakan faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya cedera. Perempuan terbukti relatif lebih rentan terhadap cedera dibanding laki-laki. Atlet mahasiswa dalam tahap studi klinik lebih rentan terhadap cedera daripada atlet mahasiswa tahap pra-klinik."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Paramita Sakti
"Salah satu masalah yang sering dijumpai pada obesitas adalah Nyeri Punggung Bawah (NPB) mekanik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas program standar dengan Proper Body Mechanics Terprogram terhadap nyeri dan fungsi fungsional pada pasien obesitas dengan NPB mekanik. Studi single blind, randomized controlled trial ini dilakukan tiga kali seminggu selama enam minggu. Skor nyeri diukur dengan Visual Analogue Scale (VAS) dan fungsi fungsional dengan Oswestry Disability Index (ODI). Pengukuran outcome dilakukan sebelum penelitian, minggu pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima dan keenam untuk VAS dan sebelum penelitian, minggu ketiga dan keenam untuk ODI. Total 30 subjek dibagi menjadi dua kelompok, 14 kelompok perlakuan dan 16 kelompok kontrol. Kelompok perlakuan mendapat Diet, TENS, Aerobic Exercise, William Flexion Exercise dengan Proper Body Mechanics Terprogram sedangkan kelompok kontrol tanpa Proper Body Mechanics Terprogram. Kedua kelompok melakukan latihan dengan supervisi. Kelompok perlakuan diberikan logbook latihan Proper Body Mechanics di rumah. Hasil penelitian terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada skor VAS dan fungsi fungsional pada masing-masing kelompok. Terdapat perbaikan dan secara statistik bermakna pada delta skor VAS antar kelompok (p= 0,011) setelah intervensi selama enam minggu. Tidak ditemukan perbedaan bermakna fungsi fungsional antar kelompok (p= 0,976). Kombinasi Program Standar dengan penambahan Proper Body Mechanics Terprogram dapat mengurangi nyeri secara signifikan setelah intervensi selama enam minggu. Meskipun perbaikan fungsi fungsional tidak signifikan antara kedua kelompok, namun perubahan perbaikan fungsi fungsional lebih besar pada kelompok Proper Body Mechanics Terprogram setelah intervensi selama enam minggu pada pasien obesitas dengan Nyeri Punggung Bawah Mekanik.

One of the most common problems with obesity is mechanical Low Back Pain (LBP). This study aims to determine the effectiveness of a standard program with Programmed Proper Body Mechanics on pain and functional function in obese patients with LBP mechanics. This single-blind, randomized controlled trial was conducted three times a week for six weeks. Pain score was measured by Visual Analogue Scale (VAS) and functional function by Oswestry Disability Index (ODI). Outcome measurements were carried out before the study, the first, second, third, fourth, fifth and sixth weeks for VAS and before the study, the third and sixth weeks for ODI. Total of 30 subjects were divided into two groups, 14 as the treatment groups and 16 as the control groups. The treatment group received Diet, TENS, Aerobic Exercise, and William Flexion Exercise, with Programmed Proper Body Mechanics, while the control group didn’t received Programmed Proper Body Mechanics. Both groups did the exercise under supervision. The treatment group was given Proper Body Mechanics exercise logbook at home. The results showed that there was a statistically significant difference in the VAS delta scores between groups (p=0.011) after 6 weeks of intervention. There was no significant difference in functional function between groups (p = 0.976). The VAS score and functional function in each group improved and were statistically significant. The combination of the Standard Program with the addition of Programmed Proper Body Mechanics resulted in significant pain reduction after six weeks of intervention. Although the improvement in functional function was not significant between the two groups, the change in functional function improvement was greater in the Proper Body Mechanics Programmed group after six weeks of intervention in obese patients with Mechanical Low Back Pain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika
"Exercise-lnduced Bronchoconstriction (EIB) adalah penyempitan bronkus bersifat sementara yang timbul 5-8 menit setelah latihan fisik. Prevalensi EIB pada atlet remaja mencapai 35% di negara yang memiliki empat musim. Di Indonesia yang merupakan negara tropik, prevalensi EIB pada atlet remaja belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi EIB pada siswa-siswi SLTP dan SMU Ragunan dengan menggunakan exercise stress test (EST). Peneliti juga ingin mencari hubungan antara prevalensi EIB dengan jenis kelamin, riwayat hipersensitivitas dan cabang olahraga. Subyek melakukan uji ergometer sepeda dengan intensitas 85% laju jantung maksimal (220-umur) atau lebih selama 6 menit. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum uji, menit ke 0, 5, 10, dan 20 setelah uji. EIB adalah penurunan FEVi 10% atau lebih setelah EST. Subyek terdiri dari 168 atlet remaja yang merupakan siswa-siswi SLTP dan SMU Ragunan. Prevalensi EIB yang didapat adalah 13,7%(23 subyek) terdiri dari 17 atlet perempuan dan 6 atlet laki-laki. Uji Chi-square menunjukkan tidak ada hubungan kejadian EIB dengan jenis kelamin subyek (p=0,09). Uji Fisher menunjukkan EIB tidak berhubungan dengan riwayat hipersensitivitas (p=0,4). Cabang olahraga (cabor) terbanyak memiliki atlet EIB adalah taekwondo, bolavoli dan atletik. Dilihat dari sifatnya ketiga cabor tersebut termasuk olahraga yang kurang asmogenik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58792
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Caleb Leonardo Halim
"Pandemi COVID-19 berdampak buruk terhadap kesehatan fisik dan mental. Hal ini disebabkan karena semakin menurunnya tingkat aktivitas fisik masyarakat selama pandemi berlangsung. Rendahnya tingkat aktivitas fisik juga berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang. Tidak terkecuali pada petugas layanan kesehatan yang memiliki risiko untuk terpapar COVID-19 lebih tinggi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran tingkat aktivitas fisik dan kesehatan mental (depresi, ansietas, stres) pada petugas layanan kesehatan di masa pandemi COVID-19. Metode: Penelitian potong lintang dengan menggunakan data primer. Pengambilan data di bulan Mei-Juni 2022 dan melalui metode kuesioner hybrid (daring dan luring). Aktivitas fisik dinilai dengan GPAQ (Global Physical Activity Questionaire) dan kesehatan mental dengan DASS-21 (Depression, Anxiety, Stress Scale-21). Hasil: Terdapat sebanyak 107 subjek yang ikut kedalam penelitian ini. Tingkat aktivitas fisik kurang didapatkan pada 55,1% petugas layanan kesehatan. Gejala kesehatan mental pada petugas layanan kesehatan didapatkan sebesar 23,4% untuk depresi, 31,8% untuk ansietas, dan 22,4% untuk stres. Dilakukan analisis bivariat untuk hubungan tingkat aktivitas fisik dengan depresi (PR = 0,881 (0,444-1,750); p>0,05), ansietas (PR = 0,915 (0,525-1,595); p>0,05), dan stres (PR = 0,961 (0,474-1,949); p>0,05). Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dengan tingkat depresi, ansietas, dan stres. Kata Kunci: aktivitas fisik; ansietas; depresi; kesehatan mental; petugas layanan kesehatan; stres.

The COVID-19 pandemic has devastating impact both on physical and mental health. This is due to decreasing level of physical activity among people during the pandemic. Low level of physical activity also affect a person's mental health. Healthcare workers are no exception, who might have higher risk of being exposed to COVID-19. The purpose of this study was to describe the level of physical activity and mental health (depression, anxiety, stress) among healthcare workers during the COVID-19 pandemic. Methods: Cross-sectional study using primary data. Data collection was conducted in May-June 2022 and using questionnaire delivered through hybrid method (online and offline). Physical activity was assessed by GPAQ (Global Physical Activity Questionnaire) and mental health by DASS-21 (Depression, Anxiety, Stress Scale-21). Results: There were 107 subjects who participated in this study. Inadequate levels of physical activity were found in 55.1% of health care workers. Mental health symptoms among healthcare workers was 23.4% for depression, 31.8% for anxiety, and 22.4% for stress. Bivariate analysis was conducted for the association between levels of physical activity and depression (PR = 0.881 (0.444-1.750); p>0.05), anxiety (PR = 0.915 (0.525-1.595); p>0.05), and stress (PR = 0.961 (0.474-1.949); p>0.05). Conclusion: There was no significant association between the level of physical activity and the level of depression, anxiety, and stress."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>