Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Grace Suriadi Halim
"ABSTRACT
Background Student athletes are prone to sport injuries however, epidemiological information of sport injuries available in Indonesia is insufficient. Solution to the problem is to initiate the recording of sport injuries in events, such as the medical and dental students rsquo annual sports games gathering. If injury recordings are done regularly, injury surveillance system can be developed to prevent sport injuries in the future.Aims This study was an initiation study to know the sports injuries among student athletes during 2016 medical and dental students rsquo annual sports games gathering, i.e. determination the type and location of injuries across different sports, quantification the number of games per day and the number of total injuries per sport, finding the incidence rate of injuries per sport and distinguishing the distribution of injuries between pre clinical and clinical stage of study.Methods This was a cross sectional study using secondary data collected during the event. Research subjects were divided into genders and stage of study to observe the distribution of injury locations, types and incidence, then statistically determined by chi square test and relative risk calculation.Results Most frequent injury location was lower extremities and most common type was sprain. Mini soccer had the most number of participants and therefore the most number of games day. However, mens basketball had the highest number of injuries and womens basketball had the highest incidence rate. More injuries occurred in women than men and in clinical stage than pre clinical stage. Conclusion The most prevalent injury location and type were lower extremities and sprain, respectively. Number of games per day was not proven to be associated to the occurrence and rate of injury, however the nature of sports contact or non contact and the level of competitiveness may actually be the contributing factors. Women were shown to be relatively more prone to injury than men. Student athletes in their clinical stage of their studies were more susceptible to injury than those in the pre clinical stage.

ABSTRAK
Latar Belakang: Atlet mahasiswa student-athlete rentan terhadap cedera olahraga, tetapi masih sedikit informasi yang tersedia tentang cedera olahraga di Indonesia. Masalah ini dapat diatasi dengan memulai pencatatan cedera olahraga pada kegiatan seperti pertandingan olahraga tahunan antar mahasiswa fakultas kedokteran dan kedokteran gigi. Jika pencatatan cedera dilakukan secara teratur, dapat dikembangkan sistem surveilans cedera yang dapat digunakan dalam pencegahan di kemudian hari. Tujuan: Untuk menentukan jenis dan lokasi cedera pada setiap olahraga, menghitung jumlah permainan per hari dan jumlah total cedera per olahraga, menemukan tingkat insiden cedera per olahraga dan membedakan distribusi cedera antara tahap pre-klinik dan klinik. Metode: Penelitian ini menggunakan design cross-sectionaldengan data sekunder yang dikumpulkan selama acara tersebut. Subyek penelitian dibagi menurut jenis kelamin dan tahap studi untuk mengamati distribusi lokasi, jenis dan insiden cedera, kemudian secara statistik ditentukan dengan uji chi-square dan perhitungan risiko relatif. Hasil: Lokasi cedera yang paling sering terjadi adalah pada ekstremitas bawah dan jenis cedera yang paling banyak terjadi adalah sprain. Mini-Soccer memiliki jumlah pertandingan/hari dan jumlah peserta terbanyak, namun cedera terbanyak terjadi pada basket putra dan basket putri memiliki tingkat kejadian cedera injury rate tertinggi. Cedera lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dan pada atlet mahasiswa tahap klinik dibandingkan tahap pra-klinik. Kesimpulan: Lokasi cedera yang paling umum adalah ekstremitas bawah dan jenis cedera yang paling sering terjadi adalah sprain. Jumlah pertandingan per hari tidak terbukti berhubungan dengan jumlah dan tingkat kejadian cedera, namun sifat cabang olahraga kontak atau non-kontak dan tingkat persaingan pada cabang olahraga mungkin dapat merupakan faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya cedera. Perempuan terbukti relatif lebih rentan terhadap cedera dibanding laki-laki. Atlet mahasiswa dalam tahap studi klinik lebih rentan terhadap cedera daripada atlet mahasiswa tahap pra-klinik."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Edwina Djuanda
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian minuman karbohidrat berkafein (MKK) lebih baik dibandingkan minuman isotonis (MI) terhadap fase pemulihan setelah berlari 10.000 m, dengan indikator kelelahan (perubahan skor RPE dan kadar asam laktat serum), dan kadar glukosa darah. Selain itu, untuk mengetahui karakteristik dasar dan asupan makanan para atlet. Penelitian ini menggunakan studi eksperimental dengan desain paralel, alokasi acak, tersamar tunggal, dan dilaksanakan di Stadion Madya, Jakarta. Subyek penelitian sebanyak 20 pelari jarak jauh putra dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan (KP, n =10) dan kelompok kontrol (KK, n =10). Selama 4 jam masa pemulihan, KP mendapat MKK dan KK mendapat MI, masing-masing sebanyak 2 L. Tidak ada perbedaan signifikan pada karakteristik dasar, asupan makanan, skor RPE, kadar asam laktat serum, dan kadar glukosa darah antara kedua kelompok. Namun, asupan energi dibandingkan dengan kebutuhan energi total subyek, hanya mencapai 87,8 ± 8,14%. Hal ini menunjukkan perlu edukasi nutrisi secara tepat dan berulang kepada para atlet lari jarak jauh. Kesimpulan yang dapat diambil adalah pemberian MKK sama baiknya dengan MI dalam menurunkan kelelahan dan meningkatkan resintesis glikogen pada masa pemulihan setelah olahraga.

The aim of this study is to investigate the effect of caffeinated-carbohydrate drink (CCD) in comparing with isotonic drink (ID) in recovery phase after 10.000 meters run, using fatigue indicator (change on the RPE score and lactic acid level), and blood glucose level. In addition, to determine the basic characteristic and food intake of the athletes. Design of this study is randomized, controlled, single-blinded, clinical trial, and implemented at Madya Stadium, Jakarta. Twenty male long distance runners who participated as the subject of this study were divided into 2 groups: (i) experimental group (n =10), and (ii) control group (n =10). During 4 hours recovery period, after 10.000 meters run, experimental group received 2 liters CCD and control group received 2 liters ID. There were no significant differences in the basic characteristic, food intake, RPE score, lactic acid level, and blood glucose level between both groups. However, energy intake in comparing with the total energy requirement of the subject, only reaching 87.8 ± 8.14% . This data showed that we need to continuously provide education or knowledge on the proper nutrition to the long distance runner athletes. As a conclusion, CCD is as good as ID in decreasing fatigue and increasing glycogen resynthesis on recovery phase post-exercise"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rafikana Desi Darmastuti
"Anggota Brimob adalah salah satu bagian dari Kepolisian Republik Indonesia yang ditugaskan pada situasi-situasi darurat seperti penanganan demonstrasi dan huru hara, penanggulangan bencana, dan penugasan di daerah konflik. Seorang anggota Brimob perlu didukung oleh kondisi kesamaptaan jasmani yang baik sehingga selalu siap siaga, mempunyai daya tahan dan kekuatan fisik yang yang optimal dalam melaksanakan tugasnya. Kesamaptaan jasmani adalah kondisi jasmani yang menggambarkan kesegaran jasmani untuk melaksanakan tugas tertentu dengan hasil yang optimal tanpa memperlihatkan keletihan yang berarti.
Dari hasil tes kesamaptaan periode I tahun 2014 didapatkan 30 % dari anggota yang mengikuti tes mendapatkan nilai kurang dari 60, pada periode II tahun 2014 juga didapatkan 30 % dari anggota yang mengikuti tes mendapatkan nilai kurang dari 60, pada periode I tahun 2015 didapatkan 40% dari anggota yang mengikuti tes mendapatkan nilai kurang dari 60. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor ? faktor yang berhubungan dengan penurunan tingkat hasil tes kesamaptaan dan diketahuinya faktor yang paling berhubungan. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang, menggunakan data sekunder hasil tes kesamaptaan periode II tahun 2014 dan periode I tahun 2015 pada Anggota Brimob di Kelapa Dua Depok, serta data hasil pemeriksaan kesehatan rutin tahun 2015.
Dari 382 subyek penelitian, terdapat penurunan tingkat kategori hasil kesamaptaan jasmani sebesar 146 (38,1%), didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol dengan penurunan tingkat kesamaptaan jasmani (p=0,000) dan terdapat hubungan antara pangkat dengan penurunan tingkat kesamaptaan jasmani (p=0,009).

Members of Mobile Brigade are one part of the Indonesian National Police assigned to emergency situations such as the handling of demonstrations and riots, disaster management, and assignments in conflict areas. A member of Mobile Brigade should be supported by good physical fitness, so it is always ready, has endurance and optimal physical strength in performing their duties. Physical fitness is a physical condition that describes the good condition to perform certain tasks optimally without any significant fatigue.
The result of the first periode of physical fitness test in 2014, there were 30 % participants got score under 60. The second periode in 2014, the rate of the score almost the same. For the first periode in 2015, there were 40 % of participant got score under 60. The purpose of this study to determine the factors related with decrease level of the physical fitness test score and knowing the most related factors.This research using cross sectional method, using secondary data of the second periode physical fitness test in 2014 and the first periode in 2015, and data from routine medical check up in 2015.
Out of the 382 subjects, there was a decrease in the level of physical fitness category results for 146 (38.1%), it was found a significant related between total blood cholesterol with a decrease in the level of physical fitness (p = 0.000) and between Police Rank with a decreased level of physical fitness (p = 0.009).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joni Fiter
"Latar belakangNyeri punggung bawah NPB pada perawat di RSUD tempat penelitian menyebabkan perawat yang menderita NPB menjadi kurang produktif karena nyeri dan disabilitas. Hal ini juga mengakibatkan tingginya angka absensi dan tingginya angka berobat ke klinik pegawai. Dipikirkan cara yang efektif, murah, mudah dan aman untuk mengatasi NPB pada perawat RSUD, yaitu dengan latihan punggung. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek latihan punggung terhadap tingkat nyeri dan nilai disabilitas pada perawat yang menderita NPB nonspesifik subakut dan kronik di RSUD tersebut.
MetodeDesain penelitian ini adalah eksperimental kuasi. Sampel berjumlah 20 orang dan diberikan intervensi berupa latihan punggung sebanyak dua kali seminggu dengan durasi 30 menit selama empat minggu. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengukur tingkat nyeri menggunakan Visual Analog Scale VAS dan nilai disabilitas menggunakan Roland Morris Disability Questionnaire RMDQ sebelum dan sesudah intervensi. Variabel lain yang ikut diteliti adalah faktor umur, jenis kelamin, indeks massa tubuh, kebiasaan olahraga, adanya kecenderungan gangguan mental emosional dan masa kerja.
HasilTingkat nyeri sebelum intervensi latihan adalah 3,4 0,8 sedangkan tingkat nyeri sesudah intervensi latihan adalah 0,5 0-5,6 . Hasil uji statistik terdapat perbedaan bermakna tingkat nyeri sebelum dan sesudah intervensi p < 0,001 . Nilai disabilitas sebelum intervensi adalah 6,8 2,1 sedangkan nilai disabilitas sesudah intervensi adalah 1,0 0-6,0 . Hasil uji statistik terdapat perbedaan bermakna nilai disabilitas sebelum dan sesudah intervensi p < 0,001 . Terdapat hubungan bermakna antara kecenderungan gangguan mental emosional terhadap perubahan nilai disabilitas p < 0,05 .
Kesimpulan dan saranAda perbedaan bermakna tingkat nyeri dan nilai disabilitas pada perawat yang menderita NPB non-spesifik subakut dan kronik sebelum dan sesudah intervensi. Perlu dilakukan latihan punggung secara teratur bagi perawat yang menderita NPB nonspesifik subakut dan kronik sebagai tatalaksana NPB yang efektif, murah, mudah dan aman. Kata kunci: NPB, nyeri punggung bawah nonspesifik, tingkat nyeri, disabilitas, perawat, latihan punggung

ABSTRACT
BackgroundLow back pain LBP in nurses led them to become less productive due to pain and disability. It also affects nurse rsquo s absenteeism and increases clinic visits. Therefore, it is necessary to find the exact strategy to overcome this problem by applying back exercise. The purpose of this study was to prove the effect of back exercise on level of pain and disability in subacute and chronic non specific LBP on ward hospital nurses.
MethodThe design of this study was quasi experimental with 20 samples. Subjects were given back exercise intervention about 30 minutes of duration, twice in a week for four weeks. Data were obtained by Visual Analog Scale VAS and Roland Morris Disability Questionnaire RMDQ before and after back exercise intervention. Other variables that come under study were age, gender, body mass index, regular exercise habit, tendency of mental emotional disorder, and years of working.
ResultLevel of pain before back exercise intervention was 3.4 0.8 while level of pain after back exercise intervention was 0.5 0 5.6 . The difference was statistically significant p 0,001 . Disability score before back exercise intervention was 6.8 2.1 while disability score after back exercise intervention was 1.0 0 6.0 . The difference was statistically significant p 0.001 . There was a significant relationship between the tendency of mental emotional disorder to the change of disability score p 0.05 .
Conclusion and recommendationThere was significant difference on level of pain and disability in subacute and chronic non specific LBP nurses before and after back exercise intervention. Doing back exercise regularly are recommended. Key words LBP, nonspecific low back pain, level of pain, disability, nurses, back exercise."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T55719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Def Primal
"ABSTRAK
Latar Belakang : Pes planus plantaris flatfoot akan meningkatkan tekanan plantar karena tahanan berat tubuh selama melakukan aktivitas. Aktivitas dengan weight-bearing yang berlebih overuse beresiko terjadinya cedera pada ekstremitas bawah dan akan penurunan kelengkungan pada arcus plantaris. Atlet basket dengan aktivitas latihan weight-bearing secara terus menurus akan mempengaruhi kelengkungan pada plantar sehingga menimbulkan malformasi lengkung kaki menjadi lebih datar flatfoot . Kondisi ini dilaporkan dapat memengaruhi stabilitas postural selama beraktivitas. Atlet basket diharapkan memiliki kestabilan yang baik dalam berbagai kondisi untuk mempertahankan performa selama bertanding.Metode : Studi ini merupakan cross-sectional analitik kuantitatif dengan subjek mahasiswa olahraga basket FIK UNJ n=47 . Pemeriksaan meliputi anamnesa dan pemeriksaan fisik subjek, dilanjutkan pemeriksaan jenis lengkung kaki normal dan flatfoot subjek menggunakan footprint dari stamp pad dan kertas grafik. Pemeriksaan selajutnya menggunakan AMTI Accupower Force flatform posturography force plate dalam menentukan stabilitas postural subjek. Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam tiga aktivitas statis, dinamis vertical jump, dan dinamis vertical jump loading respon untuk menentukan diameter postural sway CoP pada bidang tumpu dan besaran resultan gaya GRF terhadap bidang vertikal beban tubuh W .Hasil : Hasil pemeriksaan didapatkan 80,9 subjek pemeriksaan mengalami pes planus plantaris. Hasil footprint tersebut menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan pes planus plantaris pada kedua jenis kelamin subjek, tetapi terdapat perbedaan yang jelas pada lama latihan. Atlet mahasiswa yang telah latihan lebih dari 4 tahun berpotensi mengalami pes planus plantaris dibandingkan subjek dengan lama kurang dari 4 tahun 40 . Nilai rata-rata diameter postural sway CoP dan besaran gaya GRF terhadap bidang vertikal W pada subjek pes planus plantaris memiliki hubungan yang bermakna terhadap stabilitas postural subjek.Kesimpulan : Pes planus plantaris dipengaruhi oleh lama latihan dan intensitas latihan yang dilakukan. Kondisi tersebut secara signifikan akan mempengaruhi stabilitas postural pada kondisi statis, dinamis gerak vertikal vertical jump , dan dinamis gerak vertikal dengan shooting position vertical jump loading respon .

ABSTRACT
Background Pes planus plantaris flatfoot incident will increase plantar pressure because of body weight resistance during activities. Overuse activity is at risk of injury to the lower limb and will decrease curvature in the plantar arch. Basketball athletes with continuous weight bearing exercise activity will affect the curvature of the plantar, causing the malformation of the foot arch to become flatter flatfoot . This condition is reported to affect postural stability during the move. Basketball athletes are expected to have good stability under various conditions to maintain good and stable performance during the game.Method This study is a quantitative cross sectional analytics with the subject of basketball students from Faculty of Sport Sciences Universitas Negeri Jakarta FIK UNJ with 47 subjects. Examination includes anamnesis and physical examination of the subject, followed by examination of the subject 39 s foot arch type using the footprint from the stamp pad and graph paper. Following examination using AMTI Accupower Force flatform posturography force plate in determining postural stability of the subject. The examination is performed in three activities static, dynamic vertical jump, and dynamic vertical jump loading response to determine the postural sway diameter of CoP on the base of support area and the resultant force of the GRF to the vertical plane of the body load W .Result The result revealed that 80,9 of subjects had flat plantar arch pes planus plantaris . The footprint results showed no significant differences in plantar planes in both sexes, but there was a clear difference in basketball practice period. Basketball athlete student have tendency to have pes planus after 4 years practice rather than the other with practicing less than 4 years 40 . The mean value of the postural sway diameter of CoP and the magnitude of the GRF force to the vertical plane W on the subject with pes planus plantaris have significant correlation on the postural stability.Conclusion Pes planus plantaris is affected by the length and the intensity of the exercise. This condition will significantly affect postural stability in static conditions, dynamic vertical motion vertical jump , and dynamic vertical motion with shooting position vertical jump loading response ."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candrarukmi Yogandari
"Beberapa studi di bidang akupunktur mengemukakan bahwa akupunktur merupakan salah satu modalitas terapi untuk mengurangi radikal bebas pada atlet yang menjalani latihan teratur dengan intensitas tinggi dan durasi lama. Latihan dasar kemiliteran merupakan latihan intensif yang dijalani oleh setiap calon prajurit yang memungkinkan terjadinya stres oksidatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan apakah modalitas akupunktur manual dan elektroakupunktur mempunyai pengaruh yang sama terhadap kadar malondialdehid pada calon prajurit saat latihan dasar kemiliteran. Metode penelitian menggunakan uji acak tersamar tunggal dengan kontrol. Penelitian ini dilakukan terhadap 34 calon prajurit saat latihan dasar kemiliteran dan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok akupunktur manual dan kelompok elektroakupunktur yang masing-masing terdiri dari 17 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih rerata kadar MDA plasma pada kelompok akupunktur manual 0,228 ± 0,441 dan selisih rerata kadar MDA plasma pada kelompok elektroakupunktur 0,409 ± 0,415.

Several studies in the field of acupuncture suggests that acupuncture is a treatment modality for reducing free radicals in athletes who undergo regular training with high intensity and long duration. Military basic training is intensive training undergone by each candidate that would allow soldiers to oxidative stress. The purpose of this study was to compare whether the manual acupuncture and electroacupuncture modalities have the same effect on levels of malondialdehyde in recruits during training military base. The research method uses a single-blind randomized trials with a control. This study was conducted on 34 recruits when basic military training and were divided into 2 groups: manual acupuncture and electroacupuncture group, each of which consists of 17 people. The results showed that the mean difference of plasma MDA concentration on manual acupuncture group 0.228 ± 0,441 and mean difference of plasma MDA concentration in electroacupuncture group 0.409 ± 0.415."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martio Elmidia Putri
"ABSTRAK
Latar Belakang
Penelitian ini membahas tentang hubungan antara posisi kerja berdiri dengan varises tungkai pada perawat perempuan. Kejadian varises tungkai diduga berkaitan dengan posisi kerja berdiri dan lebih sering terjadi pada perempuan (dalam populasi umumnya) serta berdampak cukup besar secara ekonomi pada perusahaan untuk pengobatan penyakit ini.
Tujuan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi varises tungki di kalangan perawat perempuan dan mengetahui hubungan antara posisi kerja berdiri dengan kejadian varises tungkai serta status demografi seperti umur, riwayat varises dalam keluarga, status gizi, penggunaan KB hormonal, jumlah anak dan lama kerja pada perawat perempuan di RS X.
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode potong lintang. Data yang dikumpulkan pada bulan Maret-April 2016. Subyek penelitian 171 orang perawat perempuan di RS X yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi. Data dikumpulkan dengan wawancara, pemeriksaan fisik tungkai bawah dan observasi posisi kerja berdiri selama waktu bekerja.
Hasil
Prevalensi varises tungkai sebanyak 63,16%. Masa kerja (ORa=4,84 95%CI= 1,67-14,01), lokasi kerja (ORa=4,02 95%CI= 1,82-8,89) dan jumlah anak lebih dari satu (ORa=3,60 95%CI=1,13-11,43) merupakan faktor dominan terhadap kejadian varises tungkai.
Kesimpulan
Prevalensi varises tungkai pada perawat perempuan adalah 63,16%. Jumlah anak dan masa kerja menjadi faktor dominan terhadap kejadian varises tungkai. Bagi karyawan yang menderita varises tungkai disarankan melakukan modifikasi gaya hidup untuk memperbaiki kualitas hidup dengan cara melakukan elevasi tungkai pada saat beristirahat, mengurangi berat badan dengan diet tinggi serat dan olah raga teratur serta menghindari posisi berdiri statis yang terlalu lama. Pencegahan primer terhadap semua derajat varises dengan menggunakan stoking kompresi.

ABSTRACT
Background
This study discussed about correlation between standing work position and varicose veins in female nurses. Varicose veins was assumed to be associated with long standing work positions which risks in women are higher than men. Varicose veins also contributed in company budgeting for the treatment.
Purpose
Focus on this study was to know about prevalence of varicose veins in female nurses in hospital and correlation between standing work positions, ages, family history of varicose veins, nutrient, hormonal contraseptives, number of children, places of works and years of services.
Method
This study was held in one of hospital with design of study was cross sectional survey. Data were collected to 171 respondents from March to April 2016 which choosen by inclution criteria; by interviewed, leg physical examination and observation of standing work positions.
Result
There was 63,16% prevalence of varicose veins. Years of services (ORa=4,84 95%CI= 1,67-14,01), places of work (ORa=4,02 95%CI= 1,82-8,89) and has more than one children (ORa=3,60 95%CI=1,13-11,43) are dominant factors of varicose veins.
Conclusion
The prevalence of varicose veins in female nurses are 63,16%. Years of services, places of work and number of children are suggested to be dominant factors in varicose veins. Employees that have varicose veins are suggested to modified their life style to improved quality of life condition such as elevated leg at rest, reduce weight by consumpt high fiber diet, regularly exercise and avoid long standing position in long period. Primary prevention in all degree of varicose veins are using pressure stocking.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rininta
"ABSTRAK
Latar belakang: Lansia sedenter memiliki konsentrasi ROS yang lebih tinggi dan aktivitas antioksidan yang lebih rendah dibanding lansia yang aktif. ROS telah banyak dikaitkan dengan peningkatan ekspresi MMP-9 melalui aktivasi faktor transkripsi seperti AP-1 dan NF?B. Konsentrasi MMP-9 yang meningkat akibat peningkatan ekspresi gen, memiliki korelasi erat dengan berbagai penyakit degeneratif pada lansia. Olahraga rutin dapat meningkatkan aktivitas antioksidan, sehingga akhirnya diharapkan konsentrasi MMP-9 akan menurun. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efek olahraga aerobik intensitas sedang selama 12 minggu terhadap aktivitas glutation peroksidase GPX dan konsentrasi MMP-9 lansia.Metode: Sampel penelitian bahan biologis tersimpan berupa plasma darah. Subjek perempuan lansia sedenter yang dibagi ke dalam kelompok kontrol n=22 dan kelompok perlakuan n=22 . Olahraga aerobik berjalan kaki selama 30 menit tiap sesi, tiga kali seminggu, selama 12 minggu. Aktivitas GPX diperiksa dengan metode spektrofotometri dan konsentrasi MMP-9 dengan ELISA dari plasma minggu 0 dan minggu 12.Hasil: Pada minggu 12 terdapat penurunan aktivitas GPX tidak signifikan pada kelompok kontrol p=0,285 dan peningkatan signifikan pada kelompok perlakuan p=0,00 . Konsentrasi MMP-9 minggu 12 menurun pada kelompok perlakuan p=0,024 dan meningkat pada kelompok kontrol p=0,08 .Kesimpulan: Olahraga aerobik intensitas sedang selama 12 minggu dapat meningkatkan aktivitas GPX dan menurunkan konsentrasi MMP-9 pada lansia sedenter.Kata kunci: perempuan lansia sedenter, aktivitas GPX, konsentrasi MMP-9, olahraga intensitas sedang

ABSTRACT
Background and Aims Sedentary elder have higher level of ROS and lower antioxidant activity. ROS is implicated in the increase of MMP 9 gene expression by activating several transcription factor, namely AP 1 and NF B. Higher concentration of MMP 9 is positively correlated with many degenerative diseases seen in elderly. Routine exercise can increase antioxidant activity. This study aims to analyse the effects of 12 week moderate intensity aerobic exercise on sedentary elderly women rsquo s glutathione peroxidase GPX activity and MMP 9 plasma level.Methods Samples were plasma from subject rsquo s peripheral blood which was obtained from the previous study and have been stored in 80 oC freezer. Subjects were sedentary elder women control group n 22, exercise group n 22 with no prior comorbidities. Exercise group performed a 12 week walking program, 30 minutes session, 3x week. GPX activity was measured by spectrophotometry and MMP 9 plasma level by ELISA. Parameters measurement was performed to week 0 dan week 12 plasma.Results Control group GPX activity in week 12 was non significantly lower p 0,285 . Meanwhile exercise group GPX activity in week 12 was significantly elevated in exercise group p 0,00 . MMP 9 plasma level in week 12 was lower for exercise group p 0,024 , but higher for control group p 0,08 .Conclusions Moderate intensity aerobic exercise elevates GPX activity and lowers MMP 9 plasma level in previously sedentary elder women. This changings could be important to attenuate the progressive nature of various organes fibrosis due to ageing process.Keywords sedentery elder women, GPX activity, MMP 9 concentration, moderate exercise"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roman Ardian Goenarjo
" adalah salah satu penyebab penurunan performa fisik pada seseorang yang melakukan program latihan fisik jangka panjang. Kondisi overtraining dihubungkan dengan gangguan dalam regenerasi sel tubuh. Insulin-like growth factor-I (IGF-I) adalah protein yang menstimulasi pertumbuhan dan proliferasi sel. IGF-I bekerja dalam regulasi aksis GH/IGF, dimana kerja IGF dipengaruhi oleh growth hormone (GH) dan insulin-like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons tubuh terhadap latihan fisik aerobik overtraining dengan menganalisa kadar GH, IGF-I, dan IGFBP-3, mengingat hormon dan protein ini berperan dalam regenerasi sel tubuh, khususnya otot rangka. Subjek penelitian adalah 19 ekor tikus putih jantan galur Wistar (berusia 8-10 minggu, berat 150-250 gr) yang dibagi menjadi 3 kelompok (satu kelompok kontrol dan dua kelompok yaitu kelompok aerobik dan kelompok aerobik overtraining yang diberikan perlakuan masing-masing selama 11 minggu). Perlakuan latihan fisik aerobik dan aerobik overtraining dilakukan dengan Animal treadmill L-6000 sebanyak lima hari dalam seminggu. Setelah hari terakhir perlakuan, seluruh hewan coba dikorbankan. Serum darah diambil dengan cara pungsi jantung. Kadar GH, IGF-I, dan IGFBP-3 dalam serum diukur dengan metode ELISA dan data hasil penelitian dianalisis dengan one way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc. Hasil pemeriksaan ELISA menunjukkan kadar IGFBP-3 yang lebih rendah secara signifikan pada kelompok aerobik overtraining dibandingkan dengan kelompok aerobik, sementara tidak ada perbedaan kadar GH dan IGF-I pada ketiga kelompok. Kadar IGFBP-3 dalam serum dapat dipertimbangkan sebagai penanda biologis kondisi overtraining.

Overtraining is one of the causes of decline in physical performance in long-term physical exercise program. Overtraining is associated with impaired regeneration of body cells. Insulin-like growth factor-I (IGF-I) is a stimulator of cell growth and proliferation. IGF act based on the GH/IGF axis, which mean IGF-I act is regulated by growth hormone (GH) and insulin-like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3). This study purpose is to determine the body's response to aerobic overtraining exercise by analyzing the levels of growth hormone (GH), insulin-like growth factor-I (IGF-I), and insulin-like growth factor binding protein-3 (IGFBP-3) as those hormone and proteins play a role in the regeneration of body cells, especially skeletal muscle cells. Subjects were 19 white male rats of the Wistar strain (8-10 weeks old, weight: 150-250 g) were divided into 3 groups (one control group and two groups of aerobic and aerobic overtraining group both were given treatment for 11 weeks). Aerobic exercise and aerobic overtraining exercise treatment were conducted five days a week using Animal treadmill L-6000. After the last day of treatment, all experimental animals were sacrificed. Blood serum collected by cardiac puncture. Levels of GH, IGF-I and IGFBP-3 in serum were measured by ELISA. The data were analyzed by one-way ANOVA followed by post hoc test. ELISA results showed significant lower levels of IGFBP-3 in aerobic overtraining group compared to the aerobic group, while there was no difference in the levels of GH and IGF-I in all groups. IGFBP-3 levels in the serum may be a suitable as biological markers for overtraining condition."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library