Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amir Hasanuddin D.
"Hubungan Industrial Pancasila adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yaitu pekerja, pengusaha dan pemerintah yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari ideologi negara Indonesia.
Sistem hubungan industrial Pancasila' merupakan konsep mengenai bentuk hubungan kerja yang dianggap mampu menjamin kepentingan aktor-aktor yang terlibat yaitu pekerja dan pengusaha , dan dianggap mampu menjamin stabilitas pembangunan nasional, melalui industrial peace.
Kondisi-kondisi tersebut diciptakan oleh aktor-aktor di dalam hubungan industrial pancasila dimana masing-masing diwakili oleh SPSI, APINDO dan DEPNAKER . Jadi, kekuatan relatif dari ketiga aktor tersebut akan menentukan proses maupun prosedur untuk pembuatan keputusan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan ketenagakerjaan baik yang bersifat normatif seperti: upah, kondisi kerja,, waktu kerja, jamsostek, keselamatan kerja, kesehatan, makan dan fasilatas lainnya. Pemerintah dan DPR telah menyetujui jamsostek, UMR serta membentuk lembaga Tripartit yang bersifat otonom dan perangkat kelengkapannya , antara lain Dewan produktivitas nasional, Dewan penelitian pengupahan, Dewan keselamatan dan kesehatan kerja nasional.
Setiap perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan Kesepaktan Kerja Bersama (KKB) dan membentuk lembaga Bipartit di lingkungan kerjanya bersama-sama dengan PUK SPSI. Pada kenyataannya , menurut informasi dari Depnaker Kodya dan Kabupaten Bandung pada tahun 1994//995 sampai bulan September 1995 telah terjadi kasus sebanyak 203 di Kodya dan 265 kasus di Kabupaten Bandung, Adapun masalah perselisihan perburuhan terjadi karena masalah yang bersangkut paut dengan: pengupahan, jaminan sosial KKB, SPSI serta syarat kerja yang pada umumnya bersifat normatif., yaitu adanya pelanggaran pengusaha terhadap ketentuan ,peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Dalam penelitian hubungan industrial pancasila ini adalah dipergunakan pendekatan mikro dan sedikit makro untuk mengkaji bagaimana implementasi hubungan industrial pancasila khususnya di perusahaan tekstil di Bandung. Informasi ini dimaksudkan untuk dapat memberikan pemahaman komprehensif dan perspektif altematif para aktor yang terlibat di dalam hubungan industrial pancasila tersebut., sehingga proses formulasi, penetapan strategi dan implementasi kebijaksanaannya , melalui studi kasus di PT Unilon dan PT Trisulatex. Penelitian ini dilaksanakan sejak Februari 1995 sampai dengan Februari 1996 oleh Amir Hasanuddin a, mahasiswa program Pasca Sarjana llmu Sosial Universitas Indonesia. Lokasi Penelitian : Depnaker Kodya dan Kabupaten Bandung, PT Unilon dan PT Trisulatex.
Penelitian dengan melakukan wawancara dan rnenyebarkan kuesioner kepada pejabat Depnaker, perusahaan, dan karyawan perusahaan yang merupakan obyek penelitian. Sedangkan pemilihan sampel berdasarkan purposive non-random sampling. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Indra Chandra
"ABSTRAK
Sejak tahun 1985 berbagai perubahan telah dilakukan untuk membenahi BUMN. Ini dilakukan karena ketidakefisienan BUMN dalarn menghadapi Iingkungan yang terus berubah. Terutama dalam mencapai sasaran laba dalam terminologi ekonomi BUMN sendiri mempunyai muatan misi yang bersifat dilematis sebab di satu sisi berkewajiban untuk menghasilkan laba dalam arti ekonomis, di sisi lain juga menghasilkan laba dalam arti sosial dan politis.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai budaya organisasi di PT. Krakatau Steel. Penggambaran budaya organisasi melalui penelusuran mendalam atas shared assumptions yang terjabarkan pula dalam shared things, shared doings, shared sayings dan shared feelings. Unsur-unsur budaya organisasi dipahami dalam hubungannya dengan sistem sosiokultural PT. Krakatau Steel yang terdiri dari tujuan dan sasaran formal, struktur dan proses-proses manajemen yang luas baik dalam menghadapi situasi-situasi intern maupun ekstern.
Tujuan kedua adalah untuk memahami bagaimana kepuasan kerja karyawan tingkat manajer-bawah dalarn situasi deregulasi yang menyebabkan munculnya perusahaan swasta dengan sistem imbalan yang lebih baik. Penelitian ini bertujuan pula untuk melihat apakah budaya organisasi mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja disana.
Informasi mengenai unsur-unsur budaya organisasi diperoleh dengan metode pengumpulan data observasi dan survai. Informasi mengenai kepuasan kerja diperoleh melalui survai. Informasi mengenai sistem sosiokultural diperoleh melalui metode observasi dan studi dokumen tidak terstruktur yang meliputi berbagai jenis dokumen perusahaan. Sedangkan informasi mengenai situasi makro diperoleh melalui penelusuran berbagai media cetak yang ada.
Dari pengolahan informasi secara interpretatif diperoleh pemahaman bahwa unsur-unsur budaya organisasi di PT. Krakatau Steel membentuk konfigurasi yang berasal dari unsur-unsur Budaya Rasional, Budaya Konsensus, Budaya Hirarkis dan Budaya Ideologis. Sejauh ini, budaya rasional dan ideologis sedikit lebih menonjol unsur-unsurnya dalam konfigurasi tersebut.
Diperoleh pemahaman juga bahwa tingkat kepuasan kerja disana termasuk rendah pada waktu penelitian dilakukan, hal ini kemungkinan besar berkaitan dengan pembentukan dua direktorat baru dan penggabungan PT. CRM1 ke dalam perusahaan. Dari analisis statistik diperoleh kesimpulan terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja. Hubungan kedua variabel itu berkaitan agak rendah dengan variabel umur dan pendidikan, sedangkan dengan bidang pekerjaan tidak berkaitan.
Dari pemahaman tersebut diperoleh catatan teoritis bahwa persepsi dan perilaku (dan hasilnya) dari para anggota perusahaan berkaitan dengan sistem sosiokultural dan sistem budaya perusahaan dalam konteks lingkungan eksternal perusahaan."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jemadu, Jemadu
"ABSTRAK
Suatu kenyataan yang hampir terdapat di semua negara berkembang yaitu dominasi birokrasi pemerintah pada semua tingkatan dalam proses administrasi pembangunan baik yang menyangkut perencanaan maupun pelaksanaan dan evaluasi program-program pembangunan. Akibatnya masyarakat yang kedudukan sosial ekonominya lemah tidak memiliki akses untuk ambil bagian dalam proses pembangunan. Karena itu orang memberi perhatian dan sekaligus menaruh harapan pada organisasi-organisasi non pemerintah seperti LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat) yang, per definisi, mampu menggerakkan partisipasi masyarakat bawah dalam pembangunan.
Permasalahan utama yang dibahas dalam tesis ini melihat peranan dan posisi LPSM dalam proses administrasi pembangunan. Peranan itu dilihat sebagai hasil interaksi LPSM dengan kekuatan-kekuatan dalam lingkungannya. Peneliti juga memberi perhatian terhadap dinamika internal kelembagaan LPSM, karena asumsi yang digunakan adalah bahwa LPSM tidak hanya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan eksternal tetapi juga secara aktif mengembangkan organisasinya.
Karena perspektif utama yang digunakan dalam tesis ini adalah administrasi pembangunan, maka secara teoritis LPSM dilihat sebagai organisasi yang memiliki potensi untuk mengembangkan apa yang disebut "development administration as institution-building". Karena LPSM senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya, maka konsep keterkaitan antar organisasi (interorganizational linkages) juga digunakan.
Temuan pokok dalam penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun LPSM dapat mengembangkan aspek kelembagaan administrasi pembangunan dalam menghadapi kelompok sasarannya, namun perkembangan organisasinya yang semakin besar dan mandiri sebagai tuntutan eksternal dan dinamika internal dapat menciptakan kendala-kendala yang mengurangi posisinya secara teoritis sebagai protagonis birokrasi pemerintah yang justru ingin diperbaikinya.
Berdasarkan temuan di atas, maka peneliti menyarankan kepada LPSM untuk mulai menerapkan kebijakan desentralisasi dengan memberikan wewenang yang seluas-luasnya kepada unit-unit lapangannya yang berinteraksi secara langsung dengan kelompok sasarannya. Tujuannya adalah supaya LPSM tetap dekat dengan kelompok sasarannya sehingga dapat mengerakkan keswadayaan dan partipasi mereka dalam berbagai program pembangunan.
Kepada pemerintah disarankan agar memberi kesempatan kepada LPSM untuk mewujudkan peranannya dalam mendukung administrasi pembangunan birokrasi formal. Menciptakan berbagai regulasi terhadap LPSM hanya akan membatasi ruang gerak LPSM dalam mewujudkan kontribusinya bagi pembangunan nasional. "
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapta Dwikardana
"ABSTRAK
Sistem Hubungan Industrial pada waktu tertentu di dalam sejarah perkembangannya terdiri dari aktor-aktor tertentu yaitu serikat pekerja, pengusaha atau asosiasi pengusaha, dan pemerintah; konteks tertentu; dan suatu ideologi tertentu yang mengikat. Sistem Hubungan Industrial Pancasila merupakan konsep mengenai bentuk hubungan kerja yang dianggap mampu menjamin kepentingan pengusaha maupun para pekerja, dan juga. dianggap mampu menjamin stabilitas pembangunan nasional, melalui industrial peace.
Kondisi-kondisi tersebut diciptakan oleh aktor-aktor di dalam sistem Hubungan Industrial Pancasila, yaitu Pekerja Pengusaha Pemerintah yang diwakilkan kepada SPSI , APINDO, DEPNAKER Jadi, kekuatan relatif dari ketiga aktor tersebut menentukan proses maupun prosedur untuk pembuatan keputusan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan ketenagakerjaan, seperti kondisi kerja, upah, jam keija, jaminan sosial, kesehatan dan kcselamatan kerja, serta tunjangan dan fasilitas lainnya. Sebagai realisasi, Pemerintah dan Jegislatif telah menyetujui UU Jamsostek, menetapkan Upah Minimum Regional (UMR), serta membentuk Lembaga Tripartit yang bersifat otonom berikut perangkat kelengkapannya, seperti Dewan Produktivitas Nasional, Dewan Penelitian Pengupahan dan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.
Di samping mewajibkan setiap perusahaan menyelenggarakan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) dan membentuk Lembaga Bipartit di lingkungan kerjanya bersama-sama dengan PCTK-SPSI. Pada kenyataannya, hasil catatan sementara menunjukkan sepanjang tahun 1990-1992 situasi masyarakat industri di Indonesia ditandai oleh masalah perselisihan perburuhan. Dimana telah terjadi ratusan pemogokan dan unjuk rasa dari para pekerja dalam rangka mempenjuangkan nasibnya. Pergolakan itu tidak lagi bersifat lokal, tetapi telah melanda seluruh pelosok Pulau Jawa.
Dari data Departemen Tenaga Kerja sepanjang tahun 1990 ditunjukkan bahwa sebab-sebab terjadinya pemogokan dan unjuk rasa didominasi oleh masalah pengupahan, masalah jaminan sosial, masalah KKB, masalah SPSI, serta masalah syarat kerja. Dari kasus unjuk rasa dan pemogokan yang terjadi, hampir seluruhnya menyangkut tuntutan para pekerja atas hak-hak yang bersifat normatif, karena adanya pelanggaran para pengusaha terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti tidak dipenuhinya ketentuan upah minimum dan tidak mengikutsertakan para pekerja dalam program ASTEK.
Pada umumnya, aksi-aksi tersebut dilakukan tanpa didahului musyawarah, baik melalui forum Bipartit maupun Tripartit. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa konsep Hubungan Industrial Pancasila belum secara efektif dilaksanakan. Secara umum, kajian mengenai sistem Hubungan Industrial di Indonesia harus diletakan pada kerangka hubungan antara sistem politik dan sistem ekonomi.
Tujuan langsung dari penelitian ini adalah memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang apa dan bagaimana sistem hubungan industrial di Indonesia, melalui investigasi terhadap sejarah pergerakan buruh berikut konteks ekonomi, politik dan ideologi-nya. Serta bagaimana sejarah melahirkan suatu konfigurasi strategis Pemerintah-Pengusaha-Pekerja. Dari konfigurasi tersebut akan dikenali distribusi kemasan dan kekuatan antar aktor yang secara langsung mempengaruhi efektivitas pelaksanaan Kebijaksanaan Hubungan Industrial Pancasila di tingkat nasional maupun perusahaan.
Informasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman komprehensif dan perspektif alternatif bagi para aktor yang terlibat di dalam dinamika hubungan industrial di Indonesia, sehingga pada proses formulasi, penetapan strategi dan implementasi kebijaksanaannya di tingkat nasional, telah mempertimbangkan akibat langsung serta dampak yang mungkin terjadi. Manfaaat bagi praktisi manajemen sumber daya manusia di tingkat per!ahaan adalah mempertimbangkan hasil-hasil yang diperoleh dari implementasi dan monitoring di PT Unilever Indonesia dan Indofood.
Penelitian lapangan dan kepustakaan dilaksanakan sejak Januari 1992 sampai dengan Juni 1993 oleh Sapta Dwikardana, mahasiswa program Pascasarjana Ilmu Sosial Universitas Indonesia. Lokasi penelitian konteks makro secara kualitiatif dilakukan di Jakarta, yaitu : Departemen Tenaga Kerja, DPP-Asosiasi Pengusaha Indonesia, DPP-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum, Centre for Strategic and International Studies, serta berbagai perpustakaan di Jakarta dan Bandung. Sedangkan penelitian pada unit analisa mikro dilakukan pada 2 (dua). perusahaan PT Unilever Indonesia dan Indofood Group (PT. Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd).
Penelitian kualitatif mengandalkan kepada information rich-cases dalam rangka studi yang mendalam. Informasi kunci diperoleh dari berbagai kalangan pejabat pemerintahan, pengurus organisasi serikat pekerja, organisasi pengusaha, lembaga swadaya masyarakat, NGO, serta pengumpulan data sekunder. Sedangkan pemilihan sampel di tingkat perusahaan, dilakukan berdasarkan kepada extreme and deviant case sampling, yaitu Unilever Indonesia dan Indofood. Teknik wawaneara mendalam secara terstruktur dan tidak terstruktur, serta penggunaan kuesioner bagi para pekerja di dalam perusahaan yang ditentukan sampelnya secara purposive, merupakan teknic pengumpulan data dalam penelitian ini.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Banowati Talim
"ABSTRAK
Kondisi perekonomian Indonesia pada tahun delapanpuluhan te!ah melahirkan dampak yang cukup besar pada pertumbuhan konglomerasi perusahaan-perusahaan. Polemik yang muncul di tengah masyarakat baik yang berasal dari pakar ekonomi, politik maupun suara dari pemerintah, telah menimbulkan pro kontra yang tidak pernah habis. Namun apapun bentuk pemikiran yang muncul dari berbagai sisi tersebut, ada satu hal yang penting untuk diperhatikan oleh perusahaan konglomerasi, yaitu bagaimana perusahaan merancang strateginya dalam menghadapi persaingan yang ada. Salah satu wujud dari strategi yang dijalankan adalah dalam bentuk perancangan organisasi yang merupakan strategi korporat hasil atas pendefinisian aktor-aktor organisasi terhadap situasi baik di lingkungan intern maupun eksternnya.
Perancangan organisasi ini merupakan bentuk konfigurasi dari lima unsur terkait-strategic apex, supporting staff technostructure, middle line dan operating core. Salah satu bentuk konfigurasi yang dimunculkan adalah bentuk organisasi divisional. Hal ini merupakan bentuk konfigurasi yang sesuai untuk organisasi yang memasuki berbagai bidang usaha dalam skala besar sehingga memerlukan penanganan yang khusus untuk masing-masing bidang usaha. Di samping itu lingkungan yang dihadapi adalah sangat kompleks dan dinamis.
Tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk memberikan gambaran bagaimana organisasi merancang struktur hubungan antara jabatan-jabatan yang ada di dalamnya, serta menganalisa faktor-faktor apa yang mempengaruhi bentuk perancangan yang dipergunakannya.
Penelitian dilakukan di Gemala Group yang merupakan salah satu perusahaan konglomerasi di Indonesia. Mulai tahun 1991 sampai dengan tahun 1992, dengan melalui penelitian lapangan dan kepustakaan. Adapun sumber informasi dari penelitian kualitatif ini adalah pihak pejabat teras Gemala Group- Sofyan Wanandi dan DR. Biantoro Wanandi- serta salah satu profesional Gemala Group yang berada di Anugerah Pharmindo lestari - Ir. Henry Jonathan, MBA. Informasi yang Iengkap diperoleh melalui teknik wawancara lisan dan tulisan.
Kelompok bisnis ini mulai dikenal sebagai salah satu perusahaan konglomerasi pada akhir tahun depalan puluhan. Mulanya bisnis ini merupakan usaha perorangan dari anggota keluarga Wanandi. Dengan adanya deregulasi yang dikeluarkan Pemerintah pada tahun depalan puluhan membuahkan kesepakatan di antara anggota keluarga untuk menyatukan perusahaan yang telah dirintisnya ke dalam satu kelompok bisnis yang diberi nama Gemala Group. Sehingga tidaklah mengherankan dalam usia kelompok yang relatif sangat muda, kelompok ini sudah memasuki bidang usaha yang sangat beragam, meliputi otomotif, farmasi, kimia, jasa, trailer, accu, dan container.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok bisnis ini menggunakan konfigurasi divisional dalam perancangan organisasinya yang merupakan perwujudan dari strategi portfolionya. Hanya sifatnya khas Gemala Group. Maksudnya, dalam hal dimensi-dimensi strukturaI dan kontekstualnya merupakan ciri khas yang dirniliki kelompok ini. Seperti masih banyaknya posisi yang ditempati oleh anggota keluarga, khususnya untuk posisi-posisi strategis dalam organisasi pusat dan masih terdapat perangkapan jabatan oleh anggota keluarga. Dengan demikian maka tingkat desentralisasi yang terdapat di organisasi pusat relatif masih sedikit.
Dengan mengacu pada pemikiran Ichak Adizes yang mengemukakan tentang tahapan-tahapan kehidupan organisasi, maka kelompok Gemala yang sedang dalam masa pertumbuhan ini harus hati-hati akan dampak yang mungkin ditimbulkan dari adanya dominasi anggota keluarga ini terutama jika penempatannya dilakukan berdasarkan kepemilikan bukan atas dasar profesionalisme. Sehingga kemungkinan untuk jatuh ke dalam family trap masih tetap ada.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library