Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Diah Asri Erowati A.S.
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Virginiamisin merupakan antibiotik golongan peptidolactone. Dihasilkan oleh mutan Streptomyces virginiae. Digunakan dalam ransum ternak untuk pemacu pertumbuhan dengan dosis sangat kecil dalam satuan ppm dengan dosis yang masih beragam dari 1 - 2 ppm, 5 - 20 ppm bahkan 100 ppm, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian virginiamisin terhadap absorpsi asam amino dalam saluran cerna dan untuk mengetahui dengan pasti dosis efektif yang dapat meningkatkan berat badan dan efisiensi makanan. Penelitian ini dilakukan terhadap 200 ekor ayam pedaging, menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 5 x 3 dibagi dalam 5 kelompok yaitu: P1 (kelompok kontrol yang tidak mendapat virginiamisin) lalu P2, P3, P4 dan P5 masing-masing merupakan kelompok perlakuan yang mendapatkan virginiamisin beberapa taraf dosis dari dosis 5, 10, 15 dan 20 ppm. Retensi dan absorpsi asam amino dihitung dengan menggunakan metode yang dipakai oleh Hurwitz dkk. yaitu metode pengukuran absorpsi asam amino dengan mengukur kandungan nitrogen dalam faeces dibantu dengan indikator Cr203. Analisis statistik menggunakan analisis varian dua faktor, sedang untuk kontras antar perlakuan dilakukan uji perbandingan berganda cara Scheffe(p < 1%).
Hasil dan Kesimpulan: Antara minggu perlakuan dengan dosis pemberian virginiamisin ada interaksi yang nyata secara statistik. Hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian virginiamisin dapat memperbaiki performans ayam terutama pada satu minggu pertama penelitian yaitu saat ayam berumur 3 - 4 minggu. Dua minggu sebelum berakhirnya masa penelitian, yaitu pada akhir minggu II dan III mesa penelitian, ada perbedaan respon terutama respon performans dan respon absorpsi asam amino antara P1 dan P3, tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak berbeda bermakna pada p < 1%. Dari segi ekonomis kelompok P3 memberikan keuntungan yang lebih besar dari P1 karena bobot hidup akhir P3 lebih besar dari P1 sehingga harga jual P3 lebih tinggi. Dengan melihat hasil yang paling konsisten responnya pada semua parameter, maka disimpulkan bahwa dosis yang paling optimal dalam meningkatkan absorpsi asam amino adalah dosis 10 ppm terutama pada pemberian satu minggu I penelitian yaitu pada scat ayam berumur 3 - 4 minggu."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
T1624
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiah Rachmatiah
"Dewasa mi gentamisin masih inerupakan obat yang penting
untuk mengatasi infeksi berat kuman gram negatif; Karena batas keamanan gentamisin sempit maka hal ml merupkrn masalah dalam penggunaannya. Telah dilakukan pengukuran kadar gentamisin dalam serum dari 16 orang penderita pasca bedah di Bagian Kebidanan 115CM. Setiap penderita disuntikkan 80 mg gen,tamisin secara intramuskuler setiap 12 jam,selama 5 hari.pengambilam--.saxpel'.'dila kukan pada saat sebeluzn d.isuntikkan,3- jam,1 jam, 13- jam,3jam.,
8 jam, 12 jam seteiah pemberian dan sesaat sebelum diberikan dosis
Penentuan kadar gentamisin dalam serum dilakukan dengan cara difusi agar menurut Sabath 1930 (26) ,yang telah
fikasi. Basil pengukuran yang diperoleb kemudian dicari kadar puncak dan dihiung waktu paruh gentamisin dalam serum, Dari penelitian ini didapatkan kadar puncak yang bervariasiantara 2,6 santpai 9,3 mcg/ml, ditemukan kadar subtera-
peutik pada 2 penderita, waktu paruh rata-rata 2,4 jam dengan variasi antara 1 1,6 sampai Li.,6 jam. Dengan cara dan dosis yang lazim digunakan saat mi di. Bagian Kebidanan RSCM tidak ada kecenderungan terjadi toksisitas a k i b a t kumulasi, tetapi pada sebagian penderita tampaknya kadar terapeutik tidak ter
capai.

Gentaniicin is still an important drug to overcome serious
infections due to gram-negative pathogens.The narrow mar
gin of safety of this drug raises proble!n in its therapeutic
uses.
Serum levels of gentanilcin were determined from 16 post
operativepatients in the Gynaecological Department of RSCM
Each patient was given intramuscular injection of 80 mg of
gentainicin every 12 hours for five days.Blood sampling was
done at the moment before injection and half, one, one and a
half, three, eight, twelve hours after administration and at
the moment before the last dose was given.
Gentaniicin level in the serum was determined using modi
fied agar diffusion assay according to Sabath 1980 (26).
From the result of the measurement the peak level was detected
and calculation of half-life inerum was done. Peak level between 2,6 and 9,3 mc/m1 were obtained from this studies in which two-patients.--showed subtherapeutic
levels.The mean of half-life was 2,4 hours ; range between
1,6 and 4,6 hours. It is concluded that this dose regimen does not likely to cause accumulation of drug. It may otherwise gives subtherapeut.ic levels.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Lilian
"Ruang lingkup dan Cara penelitian:
EPA adalah fenomena bertahannya efek hambatan pertumbuhan kuman oleh pemberian antibiotik tertentu dan setelah kadarnya turun hingga di bawah KHM nya. EPA memberikan implikasi terhadap rejimen dosis, di mana antibiotik yang mempunyai EPA yang panjang, frekuensi pemberian dosis dapat diturunkan tanpa mengurangi efektivitasnya.
Salah satu antibiotik yang diketahui menginduksi EPA adalah Siprofloksasin. Penelitian EPA siprofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa secara in vivo khususnya di Indonesia belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan menentukan lamanya EPA siprofloksasin pada kuman Pseudomonas aeruginosa secara in vivo dengan metode infeksi paha mencit netropenik. Penelitian dilakukan pada 2 kelompok mencit. Tiap kelompok terdiri dari 20 ekor. Kelompok pertama kelompok uji, yaitu kelompok yang diinfeksi dengan suatu isolat kuman Pseudomonas aeruginosa kemudian diberi siprofloksasin. Kelompok kedua kelompok kontrol yaitu kelompok yang diinfeksi tetapi tidak diberi mg/kg BB SK, dan kelompok kontrol diberikan suntikan 0,1 ml NaCl 0,9% SK. Untuk mengukur kinetika pertumbuhan kuman selanjutnya, maka dilakukan penghitungan jumlah koloni kuman pada sampel otot paha. Sampel otot diambil sbb: Pada kelompok uji pada jam ke 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 18 setelah suntikan antibiotik, dan kelompok kontrol pada jam ke 0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 setelah suntikan NaCl 0,9%. KHM siprofloksasin untuk kuman Pseudornonas aeruginosa ditentukan berdasarkan metode NCCLS dan penentuan farmakokinetik siprofloksasin dilakukan dengan pengukuran kadarnya di dalam darah pada merit ke 15, 30, 60, 120, 240, dan 300 setelah suntikan siprofloksasin.
Hasil dan kesimpulan:
siprofloksasin 2,53 µg/ml dicapai pada 28,67 menit (Tm) setelah suntikan SK. Lamanya kadar diatas KHM (M) adalah 190,85 menit. KHM siprofloksasin untuk kuman Pseudornonas aeruginosa adalah 0,4 µg/ml. Waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah unit koloni kuman sebesar 1 log 10 di atas jumlah pada saat kadar obat di bawah KHM pada kelompok uji (T) adalah 385,15 menit, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah unit koloni kuman sebesar 1 log 10 di atas jumlah pada saat suntikan NaCl 0,9% pada kelompok kontrol (C) adalah 72 menit. Dengan demikian berdasarkan persamaan EPA = T - C - M, maka EPA siprofloksasin pada isolat klinik kuman Pseudomonas aeruginosa dari RS. Cipto Mangunkusumo tersebut adalah 122,30 menit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T1060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Dwiyatmoko
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian :
Diabetes mellitus , saat ini merupakan masalah kesehatan nasional, dan menduduki urutan ke 4 prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif. Diperkirakan jumlah DM di Indonesia telah mencapai 1,4 juta orang. Berbagai upaya penaggulangan DM telah dilakukan. Untuk DM yang tidak bergantung insulin (NIDDM ), salah satu cara penanggulanganya dengan menggunakan obat hipoglikemik oral. Selain menggunakan obat hipoglikemik oral juga dapat digunakan obat tradisionil yang banyak tersedia di Indonesia. Sebagian masyarakat Indonesia secara empiris telah menggunakan tumbuhan jamblang untuk pengobatan DM. Bagian dari tumbuhan tersebut yang digunakan ialah biji, kulit batang dan daun. Dalam kesempatan ini diteliti efek infus daun jamblang pada tikus yang mendapat streptozotosin.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah infus daun jamblang dapat melindungi kerusakan pankreas pada tikus yang mendapat streptozotosin.
Penelitian dibagi menjadi 2 tahap.
Penelitian tahap I, menggunakan 36 ekor tikus putih galur Sprague Dawley, jantan, sehat, berasal dari Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Ditjen POM, berat badan antara 150 -200 g, dan diberikan makan pelet standar dan minun secukupnya, dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok. Kelompok kontrol negatif adalah kelompok tikus yang mendapat aquades secara oral setiap hari, selama 6 hari. Kelompok kontrol positif adalah kelompok tikus yang mendapat aquades secara oral setiap hari selama 6 hari. Kelompok klorpropamid adalah kelompok tikus yang mendapat suspensi klorpropamid 200 mg/kg BB secara oral setiap hari selarna 6 hari. Kelompok ID31 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang dosis 33,75 g/kg BB secara oral setiap hari, selama 6 hari . Kelompok IDJ2 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang dosis 67,5 g/kg BB setiap hari, selama 6 hari. Kelompok IDJ3 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang dosis 135 g/kg BB setiap hari selama 6 hari.. Pada hari ke 0 sebelum mendapat perlakuan, masing - masing tikus dalam keadaan terbius dengan eter diambil darahnya sebanyak 2 ml ke dalam tabung mengandung heparin dari vena ekor untuk pengukuran kadar glukosa, kadar malondialdehid (MDA) dan aktivitas superoksida dismutase (SOD) awal. Kemudian dilakukan pemberian aquades secara oral kepada kelompok kontrol negatif dan kontrol positif, infus daun jamblang secara oral kepada kelompok IDJ 1, IDJ2, IDJ3 dan suspensi klorpropamid secara oral kepada klorpropamid. Pada hari ke 6 kecuali kelompok kontrol negatif, kepada masing- masing tikus disuntikkan streptozotosin 50 mg/kg BB dalam dapar sitrat pH 4 secara intravena. Kepada tikus kelompok kontrol negatif, hanya disuntikkan dapar sitrat (pelarut streptozotosin). Pada hari 9 semua tikus diambil lagi darahnya sebanyak 2 ml untuk pemeriksaan kadar glukosa darah, kadar MDA, dan aktivitas SOD. Pengukuran kadar glukosa dalam darah menggunakan metode glukosa oksidase menggunakan kit reagen dari STReagensia. Pengukuran kadar MDA plasma dilakukan dengan mereaksikanya dengan asam tiobarbitural, dalam suasana asam diukur absorbannya pada panjang gelombang 532 tun. Pengukuran aktivitas superoksida dismutase (SOD) eritrosit ditetapkan dengan metode Misra dan Fridovic, ekstraksi SOD dari eritrosit dilakukan dengan metode Auclair dan Banoun. Sesudah pengambilan darah pada hari ke 9, segera dilakukan tahapan pemeriksaan histologis dengan membunuh semua tikus dengan cara didekapitasi, diambil organ - organnya dan diamati secara makroskopis. Bila ditemukan kelainan patologis, maka organ pankreas, hati dan ginjal diambil, kemudian difiksasi dengan larutan buffer formalin 10 %, kemudian dilakukan pengamatan dengan mikroskop cahaya setelah pewarnaan hematoksilin eosin.
Penelitian tahap II, menggunakan 18 ekor tikus dengan situasi dan kondisi yang sama seperti tikus yang digunakan pada penelitian tahap I, secara acak dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok IDJI-0 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang secara oral dengan dosis 33,75 glkg BB, kelompok IDJ2-0 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang dosis 67,5 g/kg BB, dan kelompok IDJ3-0 adalah kelompok tikus yang mendapat infus daun jamblang dosis 135 glkg BB selama 6 hari berturut - turut. Pada hari ke 7 kepada masing- masing tikus pada ketiga kelompok dilakukan pemeriksaan histologis dengan Cara yang sama dengan pada penelitian tahap I.
Hasil dan kesimpulan:
Kadar glukosa plasma kelompok klorpropamid lebih rendah , berbeda bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol positif (p<0,05). Kadar glukosa plasma kelompok IDJ1, lebih rendah, berbeda tetapi tidak bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol positif (p>0,01). Kadar glukosa plasma kelompok IDJ2,dan IDJ3 lebih rendah, berbeda bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol positif (p<0,05). Kadar MDA plasma kelompok klorpropamid, IDJ1, 1DJ2, dan IDJ3 lebih. rendah, berbeda bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol positif (p<0,05). Kadar MDA kelompok klorpropamid lebih rendah, berbeda bermakna secara statistik dibandingkan dengan kelompok IDJI,IDJ2 dan IDJ3 (p<0,05). Aktivitas SOD kelompok klorpropamid, IDJI, IDJ2, IDJ3 lebih rendah , berbeda tetapi tidak bermakna secara statistik dibandingkan dengan kontrol positif (p>0,05).
Dari hasil pemeriksaan histologis, semua tikus kecuali pada kelompok kontrol negatif, sel 3 pulau Langerhans mengalami perubahan menjadi hiperseluler, yang ditandai dengan inti yang lebih hiperkromatik dan sitoplasmanya mengecil. Satu tikus dari kelompok I031 pankreasnya mengalami perdarahan yang hebat. Pada kelompok kontrol positif ditemukan tikus yang sel 0 pulau Langerhansnya mengalami hipertropi dibanding kelompok kontrol negatif. Pada kelompok IDJ1 ditemukan hipertropi pada sel 3, dibandingkan dengan sel 3 sekelilingnya. Ditemukan adanya tumor pada ginjal tikus kelompok IDJ3. Gambaran histologis kualitatif tidak secara jelas menggambarkan hubungan antara kemampuan daun jamblang melindungi kerusakan sel akibat streptozotosin dalam menurunkan kadar glukosa plasma. Ditemukan adanya 1 tumor pada ginjal tikus kelompok IDJ3.
Hasil pemeriksaan histologis tahap II , pada organ pankreas dan ginjal tidak ditemukan sel tumor.
Kesimpulan:
1. Infus daun jamblang dapat menurunkan kadar glukosa plasma.
2. Infus daun jamblang dapat menurunkan kadar MDA, diduga kuat mekanismenya sebagai anti oksidan.
3. Infus daun jamblang tidak mempengaruhi aktivitas SOD eritrosit.
4. Efek proteksi daun jamblang mencegah penurunan fungsi pankreas akibat penyuntikan streptozotosin.
5. Tumor pada ginjal yang ditemukan pada penelitian tahap I bukan disebabkan oleh infus daun jamblang pemberian oral selama 6 hari.
Saran:
1. Perlu dilakukan isolasi kandungan aktif senyawa yang mempunyai efek hipoglikemik, dan mengetahui zat apa yang berkasiat hipoglikemik.
2. Untuk lebih mengetahui mekanisme kerja infus daun jamblang perlu diadakan penelitian tingkat seluler, mengukur, kadar MDA, aktivitas SOD pada organ pankreas utuh dan pembanding antioksidan.
3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut, tentang efek yang merugikan seperti efek karsinogenik, atau efek toksik kronik yang lain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library