Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubis, M. Ridho Fahlevi
"Untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pasca Sarjana FISIP Universitas Indonesia, penulis melakukan penelitian dengan judul sebagaimana tersebut di atas. Penelitian bertujuan untuk mengetahui seberapa besar Gap Score antara Harapan (Expentancy) dan Kenyataan (Perception) para penerima pelayanan kebersihan yang diselenggarakan oleh PD Kebersihan Bestari.
Penelitian dilaksanakan dengan Teknik Analisis Kuantitatif Multiple-item scale yang dikembangkan dengan Teknik Analisis Kualitatif Untuk memperoleh data primer penulis mengambil 4 Informan dan 200 responden yang terdiri atas kalangan industri dan kalangan non industri di Kota Medan. Pengumpulan data menggunakan teknik Observasi, Studi Kepustakaan, Kuesioner dan Pedoman Wawancara. Penyusunan Kuesioner menggunakan Teknik Skala Likert. Obyek kajian penelitian ini meliputi dimensi Tangible, dimensi Reliability, dimensi Responsiveness, dimensi Assurance dan dimensi Empathy.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian :
Perbedaan rata-rata skor harapan dan skor kenyataan dalam pengukuran dimensi Tangible menghasilkan gap score secara keseluruhan bernilai negatif -1,672. Kesimpulan : menurut pengukuran dimensi Tangible Keandalan PDK Bestari dalam memberikan pelayanan kebersihan kepada masyarakat Kota Medan belum memenuhi harapan rata-rata responden.
Perbedaan rata-rata skor harapan dan skor kenyataan dalam pengukuran dimensi Reliability menghasilkan gap score secara keseluruhan bernilai negatif - 1,549. Kesimpulan : menurut pengukuran dimensi Reliability keandalan PDK Bestari dalam memberikan pelayanan kebersihan kepada masyarakat Kota Medan belum memenuhi harapan rata-rata responden.
Perbedaan rata-rata skor harapan dan skor kenyataan dalam pengukuran dimensi responsiveness menghasilkan gap score secara keseluruhan bernilai negatif -1,533.
Kesimpulan : menurut pengukuran dimensi responsiveness keandalan PDK Bestari dalam memberikan pelayanan kebersihan kepada masyarakat Kota Medan belum memenuhi harapan rata-rata responden.
Perbedaan rata-rata skor harapan dan skor kenyataan dalam pengukuran dimensi assurance menghasilkan gap score secara keseluruhan bernilai negatif - 1,634. Kesimpulan : menurut pengukuran dimensi assurance keandalan PDK Bestari dalam memberikan pelayanan kebersihan kepada masyarakat Kota Medan belum memenuhi harapan rata-rata responden.
Perbedaan rata-rata skor harapan dan skor kenyataan dalam pengukuran dimensi empathy menghasilkan gap score secara keseluruhan bernilai negatif - 1,645. Kesimpulan : menurut pengukuran dimensi Empathy keandalan PDK Kebersihan Bestari dalam memberikan pelayanan kebersihan kepada masyarakat Kota Medan belum memenuhi harapan rata-rata responden.
Berdasarkan pokok-pokok kesimpulan di atas, diperoleh kesimpulan umum bahwa PD Kebersihan Bestari, sebagai salah satu badan usaha Pemerintah Daerah Kota Medan yang bergerak dalam pelayanan publik, kurang berhasil dalam mengembangkan kinerja pelayanannya kepada masyarakat Kota Medan sehingga penanganan masalah sampah di Kota Medan masih belum memuaskan masyarakat Kota Medan. Secara faktual fenomena ini antara lain terlihat dari sebanyak 3.838 m3 produksi sampah setiap hari, namun sampah yang terangkut setiap hari hanya mencapai 2.360m3. Artinya : manajemen PD Kebersihan Bestari belum mampu memberikan pelayanan kebersihan yang prima kepada masyarakat Kota Medan.
Dengan membandingkan kelima dimensi pengukuran kesenjangan tersebut, dapat diketahui bahwa temyata dimensi Tangible merupakan faktor yang paling menonjolkan kesenjangannya. Hasil penelitian ini mengandung-pengertian bahwa penyediaan sarana dan prasarana fisik, jumlah personil dan teknis pelayanan kebersihan sangat tidak memadai untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dengan demikian, kesenjangan antara harapan masyarakat Kota Medan terhadap kualitas pelayanan kebersihan dengan kenyataan pelayanan kebersihan yang diselenggarakan oleh PD Kebersihan Bestari menjadi kongkrit, kelemahannya terletak pads dimensi Tangible.
Dan hasil perhitungan perbandingan gap score pada kelima dimensi yang diukur diketahui bahwa gap score terendah terjadi pads dimensi Responsiveness. Hal ini bisa terjadi karena sifat dan jenis pelayanan yang diselenggarakan oleh PD Kebersihan Bestari tidak terlalu menuntut konsentrasi teknis seperti halnya pelayanan bank dan sebagainya. Namun demikian, hasil pengukuran tetap membuktikan bahwa kesungguhan untuk memahami berbagai keluhan dan atau keinginan masyarakat merupakan salah satu faktor yang turut menentukan citra pelayanan.
Di samping itu, dapat diketahui juga bahwa nilai kepentingan rata-rata terbesar terjadi pada dimensi Tangible, baik pada posisi harapan maupun pada posisi kenyataan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4047
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Agus Adrian
"Reformasi tahun 1998, telah memungkinkan terbentuknya pemerintahan baru. Banyak harapan digantungkan masyarakat terhadap pemerintahan baru tersebut, di antaranya peningkatan kualitas pelayanan kepada warga masyarakat, yang menghargai, dan menjamin perlindungan terhadap hak-hak asasi warga.
Selama masa reformasi, telah terjadi pergantian kepemimpinan nasional sebanyak tiga kali. Namun, belum terlihat banyak kemajuan yang berarti untuk perbaikan pelayanan kepada masyarakat, serta masih minimnya perlindungan negara terhadap hak-hak asasi warganya.
Perubahan memang bukan merupakan perkara yang berdiri sendiri dan langsung jadi, banyak aspek yang mempengaruhi perubahan, di antaranya adalah aspek penegakan hukum dan kesadaran untuk mematuhi aturan-aturan yang telah disepakati bersama.
Pemerintah Daerah sebagai satu-satunya institusi yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pelayanan pemberian Kartu Tanda Penduduk (KTP), selama ini masih banyak menjadi sorotan masyarakat terhadap kinerjanya yang sering mengecewakan. Oleh karena itu momentum reformasi perlu dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan?perbaikan yang mendasar terutaina perbaikan kinerja Pemerintah Daerah dalam pelayanan pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Penelitian ini mencoba mendeskripsikan aspek-aspek yang mempengaruhi kesadaran warga masyarakat untuk memiliki KTP dan secara khusus menggali aspek mana saja dari pelayanan pengurusan KTP yang perlu diprioritaskan untuk diperbaiki, dipertahankan, ataupun dikurangi. KTP adalah salah satu upaya pemerintah untuk menyelenggarakan tertib administrasi kependudukan, mengendalikan jumlah penduduk, dan merupakan pelaksanaan hak asasi setiap penduduk, yaitu untuk dicatat dan diterbitkan KTP-nya oleh pemerintah. Sebagai hak asasi, KTP merupakan dokumen yang sangat strategis untuk memperoleh akses terhadap pekerjaan, pendidikan, peningkatan ekonomi, pengakuan pemerintah atas status kewarganegaraan, dan sebagainya.
Penelitian yang dilaksanakan di Kecamatan Patangkep Tutui Kabupaten Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah, merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Setelah dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan teknik survei, wawancara mendalam, dan observasi dilakukan analisis aspek-aspek yang mempengaruhi sikap warga untuk memiliki KTP dan penilaian masyarakat terhadap kinerja Pemerintah Daerah dari perspektif harapan warga dan penilaian kenyataan pelaksanaan pelayanan pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa terdapat aspek-aspek kesadaran warga masyarakat untuk memiliki KTP. Aspek-aspek tersebut yaitu aspek internal dan aspek eksternal. Aspek internal: tingkat pendidikan, usia, lapangan pekerjaan, dan lamanya tinggal di suatu wilayah. Dan, aspek eksternal: geografis, persepsi warga terhadap pemerintah, persepsi aparat terhadap produk jasa layanannya, dan tingkat kepuasan warga masyarakat terhadap kinerja pelayanan Pemerintah Daerah berupa nilai-nilai kesenjangan antara harapan dan kenyataan, serta penilaian prioritas pelayanan yang diberikan.
Untuk meningkatkan kesadaran warga untuk memiliki KTP, maka aspek. yang menghambat warga untuk memiliki KTP harus dikurangi, seperti aspek geografis tempat layanan, aspek pendidikan warga, dan aspek pelayanan yang memuaskan warga; seperti faktor pemberian informasi dan prosedur pelayanan kepada warga masyarakat yang kurang jelas, faktor biaya yang terlalu mahal, faktor kemampuan dan keterampilan staf di lapangan, maupun faktor sikap dan etika petugas terhadap warga masyarakat yang datang berkunjung."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10986
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martina Rupidara
"Most important thing which become central attention of this study is implementation of Regional Autonomy Program that commenced on applicable of Act Number 22 11999. Most important alteration on this act is the more strengthen of local political institution (DPRD), which strictly separated between institutions on Head of Regional and DPRD. And institutionally, DPRD is no longer part of Local Government rather as equal partner in its position for Local Legislative Body. This is a huge opportunity for DPRD of NTT Province to implement their wider authority. Nevertheless, DPRD of NTT Province can be an effective people's representative as their people's hope.
Therefore, this study and research is focused on role and function effectiveness of DPRD and Regional Autonomy. However, this is not an easy task to do for DPRD of NTT Province. There are many influencing factors to this institution to have more optimal roles. Those factors are internal and external factors, whereas both factors are effectively influencing to weaken or even strengthen role and function of DPRD as local political institution. External factor on this study is factors which beyond DPRD institution which also influencing effectiveness on role and function of DRPD. In fact, DPRD is actively join to influence effectiveness on role and function of DPRD.
Data of this study is gathered from qualitative study method. Sources are primary data (study informant) and secondary data (documentation review). Researcher is the study instrument herself whereas to gather data through interview and to review documentation. Gathered data, then, being processed with take primary and secondary data along with its characteristics with its tendency on one to another to applied research indicators. Then, it will be analyzed and interpreted with suing applicable formal rules or theory framework. In this study, writer did not testing relationship or testing the influencing factors rather to explain about those influencing factors that based on theories.
Based on this study, it showed that roles and function of DPRD of NTT Province is not effective as its local people's hope or the regulation itself. Performance of DPRD of NTT Province in the implementation of legislation function is possible so DPRD can create Local Regulation Initiative on NTT and to include consultation or participation of NTTs people, control function on DPRD is political, not technical or functional supervision observation or control. So arrogance from DPRD can be more reduced; it hope that DPRD as political representative function put people interest more rather than political party interest or local elites. These political representatives are also hope that members of house of representative to have more intensive relation with their voters and not to their local elites.
At the end of this thesis is suggestion in form of recommendation in order to reach effectiveness on role and function of DPRD of NTT Province and DPRD of NTT Province needs to give more attention to external and internal factors that influencing performance effectiveness of house's members in the era of Regional Autonomy. And the most important thing to implementing Regional Autonomy in NTT Province is DPRD as a stepping stone of local people and those house's members can be an effective people's representative for local people. And the essence of Regional Autonomy is community autonomy which can be a reality as their hope.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14037
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Hamzah Taslim
"Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1994, Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup dari Angka Kematian Perinatal adalah 40 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada Thailand atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina. Salah satu daerah di Indonesia yang angka kematian ibu (AKI) hamilnya masih cukup tinggi yaitu Kota Ternate. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Ternate, angka kematian ibu hamil di Kota Ternate pada tahun 2003 meneapai 14 orang dari 2.560 ibu hamil yang memeriksakan diri pada pusat-pusat kesehatan atau 5,3 per 1.000 kelahiran hidup. Adapun penyebabnya secara medic disebabkan oleh sepsis, gangguan pembekuan darah, eklampsia dan pendarahan. Selain itu, AKI yang tinggi di Kota Ternate juga disebabkan oleh berbagai hambatan secara individu-sosial yang menyebabkan akses ibu hamil dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan kurang optimal.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif yang berlatar alamiah sebagai suatu keutuhan yang mengandalkan manusia sebagai alat penelitian dan analisis data secara induktif serta lebih mementingkan proses daripada hasil dan membatasi studi dari pada fokus. Metode penelitian ini dipilih dengan pertinbangan bahwa melalui penelitian kualitatif diharapkan akan mampu mengkaji masalah penelitian secara mendalam sehingga dapat diperoleh penjelasan yang bermakna tentang pelayanan publik, khususaya pelayanan kesehatan bagi ibu hamil.
Adanya tradisi dan kepercayaan pada masyarakat Kota Ternate bahwa pada masa kehamilan dan pasca persalinan, seorang ibu hamil dan calon anak harus dibantu untuk dijaga dari gangguan mahluk halus oleh seorang dukun (biang). Selain ltu, perlunya ibu hamil selama proses kehamilan maupun. pasta persalinan untuk diurut dan diasapi (dirahu) agar kondisi dan staminanya tetap terjaga. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di Kota Ternate yang hanya 49,5%hingga 73,2% dan sisanya sekitar 27 - 511 % ditolong oleh tenaga dukun (biang). Lingkungan sekitar ibu hamil juga ikut mempengaruhi terhadap rendahnya proses pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Pusat pelayanan kesehatan yang masih terkonsentrasi di pusat kota juga mempengaruhi ibu hamil dalam mengakkses pelayanan kesehatan. Waktu tunggu yang lama, waktu tempuh yang bertambah akibat jarak yang jauh, kenyamanan mereka dan biaya yang membengkak merupakan faktor penting yang bisa menjelaskan kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kota Ternate, Selain itu, sistem pelayanan kesehatan yang standar menurut dimensi kesehatan yang diterapkan di Kota Ternate ternyata belum bisa disebut memadai dan sesuai dengan keinginan masyarakat di sana. Pelayanan kesehatan yang telah diterapkan belum memenuhi keinginan masyarakat Kota Ternate. Hal tersebut mempengaruhi pendekatan baik secara fisik maupun sosial masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang selama ini dijalankan.
Perlu untuk dipikirkan ke depan mengkombinasikan antara pelayanan kesehatan secara medis-modern dengan pelayanan kesehatan secara tradisional. Perlu di berikan pendidikan dari pelatihan secara berkala kepada para dukun bayi yang ada di Ternate dan meningkatkan peran mereka sebagai pendamping ibu hamil. Dan juga dukun bayi di sini adalah untuk mengkomunikasikan dengan ibu hamil dan menjembatani secara langsung antara ibu hamil, dan rumah sakit dalam proses pemeriksaan maupun persalinan secara medis-modern. Dukun bayi juga dapat dijadikan sebagai media penyuluhan dari sosialisasi yang intensif tentang pentingnya kesehatan yang layak agar dapat merubah pemahaman masyarakat Ternate tentang proses kehamilan dan persalinan secara medis-modern tersebut.
Perlunya meningkatkan sarana dan pra sarana pelayanan kesehatan secara medis-modem seperti puskesmas yang ada agar ditingkatkan statusnya dari non perawatan menjadi perawatan dan juga dilengkapi dengan fasilitas PONEK sehingga memberikan pelayanan yang menyebar secara merata ke seluruh wilayah agar dapat menjangkau masyarakat sampai ke pelosok kota di Kota Ternate. Dengan melihat budaya paternalistik yang masih begitu kuat dalam masyarakat Ternate, perlu untuk memberi kesempatan kepada ibu hamil baik dalam kondisi normal ataupun darurat untuk bisa mengambil keputusan secara cepat dan tepat dalam memperoleh pemanfaatan pelayanan kesehatan secara medis-modem yang mudah dijangkau dan dicapai oleh mereka. Pendekatan terhadap tokoh agama maupun adat agar mau memberikan pemahaman kepada masyarakat supaya tidak terlalu percaya dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegaiban."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14405
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdan Harun
"Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata materil dan sprituil, serta telah di laksanakan baik di desa maupun di kota. Pelaksanaan pembangunan tersebut seyogianya tidak hanya bersifat fisik saja tetapi harus dilaksanakan juga pembangunan yang bersifat non fisik dalam hat ini adalah bahwa setiap program pembangunan tersebut harus dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat.
Dalam pelaksanaan Program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu yang ada di Kota Pontianak, peran Community Worker sebagai kader pembangunan sangat panting untuk menggantikan peran kader pembangunan yang ada di Kelurahan, pelaksanaan peran tersebut tidak dapat dilakukan secara efektif.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas peran Community Worker yang terdiri dari faktor internal 'Community Worker yaitu motivasi dan niat, faktor kemampuan dan keterampilan Community Worker, faktor kerjasama (masyarakat), serta faktor kebijakan Pemerintah yang meliputi faktor sosialisasi program yang bersamaan dengan turunnya bantuan dan kebijakan Pemerintah yang bersifat top down menempatkan masyarakat hanya sebagai penerima pembangunan. Ada dua aspek yang diteliti, yaitu efektifitas peran Tenaga Penggerak Masyarakat dalam Program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa terpadu, serta faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas peran Community Worker. Pada efektifitas Peran Community Worker penelitian ini mencoba mendeskripsikan dan menganalisa pelaksanaan peran Community Worker di dalam Program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu, sedangkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi peran Community Worker.
Penelitian yang dilaksanakan di Kota Pontianak merupakan penelitian melalui pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi serta melalui wawancara terhadap 13 informan, selain itu juga di dukung oleh pendekatan kuantitatif dengan penyebaran kuesioner kepada 30 responden.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan peran Community Worker di dalam Program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu tidak dapat dilakukan secara efektif, Community Worker yang ada ditunjuk oleh Pemerintah Kota dan bukan pilihan masyarakat, selain itu tidak disediakannya dana operasional bagi mereka untuk melaksanakan perannya, yang mengakibatkan belum terlaksananya peran dengan baik dan lancar.
Pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah agar tidak mengabaikan upaya pemberdayaan masyarakat, selain itu dalam pelaksanaan pembangunan hendaknya melalui pendekatan partisipatoris artinya dimulai dari masyarakat yang mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri dengan menganut sistem pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development).
Selanjutnya agar peran Community Worker dapat dilaksanakan secara efektif Pemerintah Kota seharusnya menyerahkan kepada masyarakat untuk menentukan pilihannya terhadap Community Worker yang sesuai dengan keinginannya, disamping itu perlu dukungan dana bagi kegiatan operasional Community Worker."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdin
"Lahirnya UU Nomor 22 Ta hun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU Nomor 5 Tahun 1 974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah telah membuka peluang seluas-luasnya bagi reformasi manajemen pemerintahan di daerah. Pemerintah Kabupaten dan Kota di berikan kewenangan pemerintahan yang lebih luas. Salah satu kewenangan pemerintahan tersebut adalah di berikannya kewenangan di bidang pendidikan kepada Pemerintah Kabupaten dan Kota. Sebagai tindak lanjut dari pemberian kewenangan ini Pemerintah Kota Depok membentuk Dinas Pendidikan.
Berdasarkan studi pustaka ditemui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efeklifitas organisasi Dinas Pendidikan Kota Depok adalah struktur dan teknologi organisasi, lingkungan organisasi, karakteristik pekerja, serta kebijakan dan prakrek manajemen. Efektifitas organisasi dianalisis melalui pendekatan pencapaian tujuan dan pendekatan konstituensi strategis.
Berdasarkan pendekatan tujuan ditemukan bahwa efektivitas Dinas Pendidikan Kota Depok termasuk dalam katagori baik karena berbagai proyek dan program dapat dilaksanakan seluruhnya oleh Dinas Pendidikan Kota Depok. Di samping itu, program dan proyek yang ada merupakan penjabaran dari visi dan misi organisassi.
Pendekatan konstituensi strategis melihat kemampuan Dinas pendidikan dalam memenuhi tuntutan yang diajukan oleh sekolah-sekolah sebagai konstituennya. Secara umum efektivitas organisasi tergolong baik karena pemenuhan tuntutan sekolah-sekolah seperti penyediaan tenaga pendidikan, penyaluran BOP, penyaluran buku-buku, penyaluran alat-alat olah raga dan mekanisme pelaporan berjalan dengan baik."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T5040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Azis Muslim
"The birth of constitution No 22 & 25 year 1999 is the first step to repair the running of the governance that tends to be centralistic to a more decentralistic environment by giving expanded autonomy at local level. Both constitutions are expected to generate democratization by giving more space for public participation in the politics field, the handling at local level monetary, and the utilization of other local resources.
History has says that during the implementation of constitution No. 5 year 1974, the nuances policy is dominantly have the nature of top down, rather than bottom up. This kind of policy have the tendency to minimize local government roles. Therefore, the concept of local development that focused on the involvement of the local interest's (participation approach) needs to be nurtured. The public participation can be representated through a good election process, so the people role's can be seen from local council strength in controlling policy execution by the executive.
Public participation at the local level is interesting to study because basically the public participation on the execution of local autonomy is the form of representativeness from a policy. This is needed as a way to create good governance by developing, strengthening and public empowering with the condition that there civil society and people have capability therefore to begin initiatives, discussing, formulating recommendation, debating it, make an agreement, deciding, monitoring and evaluating the making process and executing public policy that within the authority of the government.
Participation has a very important meaning for democratic government system, even means for the embodiment of power that lies in the people's hand. Participation means to ensure that every policy taken reflect .the people's aspiration. Studies on various literature shows that participation is a mayor part of good governance. The aim of this research is to analyze how is the process of formulating local regulation, where in the process of formulating it there are two factors that will be effecting the result of a local regulation draft being discussed, which is the articulation of various interest by the local council and the public participation in the process of formulating it. This research basically is trying to bring up and describing many things thats connected to public participation in the process of formulating local regulation. The method of this research used qualitative approach. This research also comes as a case study, its means so that the research are conducted more throughly and to understand the symptoms in a holistic approach. The data is gamed from studying various document that related with the formulation process of local regulation and by conducting in depth interview to the members and staff of local council that involved in formulating each local regulation, special committee for public order in Depok, the community leaders, and non government organization involved in the process of formulating local regulation.
From the analization it is known that in connection with the law ground on the public participation in the process of formulating local regulation, there is no clear regulations for the citizen right to participate. This research is conducted at Depok city shows that the rules of Local Council in Depok City is not sufficiently accommodate the existence of public participation in the process of formulating local regulation.
The research shows that are space to public participation formally and informally in the process of formulating local regulation, but the utilization of the space available is not maximal due to the process of formulating local regulation regarding public order in Depok City, public participation only existed at RDPU (Public Hearing). The participation happened only in the formal context, which is the involvement in the RDPU at the consultation level. In Am stein perspective this consultation level is in the "degree of Tokenism' which marked the existence of two-way dialogue between public and local council even the nature of the dialogue is cooptative."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuliansyah Putra Zulkarnain
"Interaction between the local government and the council serves as one of significant factors that endorse the effectiveness of decentralization pursuant to Law No. 22 of 1999 on Local Government in Indonesia. One of the arenas in which such interaction between the two district organizations takes place is the formulation of policies on Local Budget, as part of their regulatory function.
Such formulation of policies on Local Budget is provided in the Government Regulation No. 105 of 2000 and Decree of Minister of Domestic Affairs No. 29 of 2002. These two legal bases reflect the interaction between local government and the council in the formulation of General Course and Policies, Local Budget Strategies-Policies and deliberation of Local Budget Proposal. However, in reality the process is smeared by conflict of interests among the incumbents that disregard local stakeholders' interests. As a consequence, the stipulated Local Budget is considered irrelevant to the needs of the local people and is likely to favor the interests of the incumbents both in the local government and in the council.
A case study approach was employed to examine the above mentioned issues of Depok City. There are a number of reasons to study these issues in Depok City, i.e. (1) it already ratified Local Regulation No. 1 of 2003 on Management and Accountability of Local Finance as a follow-up of the Decree of Minister of Domestic Affairs No. 29 of 2002, (2) it has employed Communication Forum for Participative Development Planning as a major element in the formulation of General Course and Policies and (3) it fits the technical aspects of this study. This study focuses on the power and resources dependency approach and the state-centered approach. Based on these two approaches, emphasis is put on the interaction process, types of interaction, and dynamic elements that constitute such interaction.
Based on the results of the study, it may be concluded that, (1) the interaction between the local government and the council is dominated by the local government due to its greater access to power and resources, (2) the imbalanced interaction is resulted from lack of access to resources by the Budget Committee of the council (3) imbalanced interaction in the formulation of the general course and policies and budget strategies-priorities has formed an anticipated reaction type of interaction due to weak position of the council on situational basis, (4) the interaction in the formulation of the general course and policies and budget strategies and priorities tend to be contravening, leading to disassociating process, (5) during the deliberation of Local Budget Proposal, the interaction inclined to a no decision making situation influenced by the interaction between offices/agencies/institutions and the faction-commission to urge the Budget Committee of the council that eliminates the contravening situation, leading to associative interaction and (6) the mayor direct election will strengthen the incumbent in the local government due to increasing political legitimacy of the local government, and on the contrary weakening the position of local legislators or the council in such interaction.
Based on the above conclusion, the following recommendations might be taken into consideration: (1) to build a balanced interaction by improving both individual and institutional capacity of the local legislators or the council, (2) each faction requires its member to understand both the process and material of local budgeting, (3) to build balanced formality and informality by putting forward transparency and improving interaction frequency between the local government and the local legislators or the council on institutional basis, (4) the effort to improve institutional capacity of the council may be achieved by institutionalizing inter-faction interaction and to dissolve internal grouping, (5) institutionalizing the cross-faction lobbying mechanism in the council, regular reporting and joint discussion to moderate sheer interest of political parties and (6) the mayor direct election must be balanced by improving institutional capacity, guidelines for the council for formulating and monitoring the Local Budget and maintaining good interaction with the local government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohman
"Nowadays, service quality given by government oflicer is a central issue in implementing good that the government is conceming, quick service process, accurate, economical and transparence are hopes that the society waits for. Focus in this research meant by getting the datas and information about service quality given by East Telukjambe sub district officers in giving service of making citizen identify card that is measured with dimension of Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance and Empaty.
The research method used in this research is descriptive research. The technique of taking sample done into 2 stage : firt, area sample and respondent sample that is done at random. Collecting data is done by using questioner as a main instrument. The acquired data is managed, tested by technique quality. Then, it is interpreted and analyzed.
The result research shows that all of the realization service that is given by East Telukjambe sub district officer in making the citizen identify card according to society?s judgment is less satisfied. It can be seem at the average scores on level quality of service per dimension totally, namely -0,19, in formula R - H < 0 so the service is less satisfied. On of the best explanation to understand the problem quality ofservice in making citizen identify card in East Telukjambe sub district office is trough improvement of manner of sub district officers to professionalism."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Permono
"Pulomas area has a strategic position. If the development of this area is put into action, this area can lessen current human density in center business and shopping centre in central, south, and west region of Jakarta. The development of Pulomas area that is currently managed by PT Pulomas Jaya is similar to the management of service through special district. However, the concept of Kawasan Khusus is still being disputed by many experts until now. There are three research questions that submitted in this research. First, what is the real meaning of 'Kawasan Khusus' Second, which aspects to consider in determining 'Kawasan Khusus' Third, can Kawasan Terpadu Pacuan Kuda Pulomas be categorized as a 'Kawasan Khusus' This research applies positivist approach with qualitative data collection technique to answer these research questions.
The term 'special district' accomodates what is described as 'Kawasan Khusus' in Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 as well as district under internal authority of the local government. However, what is mentioned as 'Kawasan Khusus' in that code doesn't accomodate special districts of local importance. It requires some criterions, such as the district has national strategic value, national importance, and concerning the needs of many people. However, the specification of 'Kawasan Khusus' intrinsically lays in certain functions owned by Kawasan Khusus. Various different ideas about the concept of special district send into two outlines of development aspects of Kawasan Khusus, namely physical and institutional aspect. Physically, this area has a strategic position that stimulate PT Pulo Mas Jaya to develop the concept of integrated development area. Institutionally, the management of Pulomas area now is managed by BUMD, which is in the form of limited liability (PT). In this case, Pulo Mas has specific function in the form of region development. With this region development function, we can conclude that Kawasan Terpadu Pacuan Kuda Pulomas can be categorized as either special district or Kawasan Khusus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>