Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Michael Setiawan
"Sampai Saat ini tatalaksana operatif merupakan pilihan dalam penatalaksanaan pada fistula para-anal. Penelitiian ini bertujuan mengetahui mengenai angka rekurensi, inkontinensia alvi, waktu penyembuhan, dan keluhan pasien setelah tatalaksana operatif. Metode penelitian adalah cross-sectional. Pada hasil rekurensi komplek fistula para-anal 4%, tidak ada yang mengalami inkontinensia alvi dengan waktu rata-rata penyembuhan 13,11 minggu. Rekurensi fistula paraanal sederhana 2,6% dan inkontinensi alvi 2,6%. Dengan waktu rata-rata penyembuhan 5,66 minggu. Tidak ditemukan rekurensi maupun inkontinensia alvi pada Abses anorektal yang ditatalaksana dengan waktu rata-rata penyembuhan 2.5 minggu. Rekurensi abses yang disertai oleh fistula para-anal 50 %, tidak ada yang mengalami inkontinensia alvi dengan waktu rata-rata penyembuhan 6.6 minggu. Keluhan pasien setelah operasi adalah lamannya waktu penyembuhan, rasa nyeri dan tidak nyaman terutama pada tatalaksanan dengan operasi teknik seton. Kesimpulan yang didapat adalah angka rekurensi dan inkontinensia yang sama apabila dibandingkan dengan kepustakaan.

Until now the threatment of choise for Para-anal fistula still surgery. This study aims to identified the recurrence, incontinentia alvi, time to heal and patient complaining after surgery. The method of this study is cross-sectional. Patient with complex para-anal fistula had recurrence of 4%, no incontinentia alvi, time to heal 13,11 weeks. Patient with simple para-anal fistula had recurrence of 2,6%, incontinentia alvi 2,6%, time to heal 5,66 weeks. Patient with abses anorektal had no recurrence and incontinentia alvi, time to heal 2,5 weeks. The patient with abses with para-anal fistula had recurrence of 50 %, no incontinentia alvi, time to heal 6,6 weeks. The patient complaining mostly about long time to heal and paint after surgery. This study had same result that found in the literature.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Jamtani
"ABSTRAK
Pembedahan terbuka kolorektal mempunyai morbiditas yang tinggi. Laparoskopi kolorektal pertama kali diperkenalkan pada tahun 1991 dengan hasil morbiditas pascabedah yang rendah. Penelitian ini mengambil total sampel subjek kanker kolorektal yang menjalani pembedahan laparoskopi pada tahun 2010 hingga 2015. Data ditabulasi dan dianalsis untuk mendapatkan hasil jangka pendek dan kesintasan lima tahun. Didapatkan 65 data dengan 21 kasus kolon 32,3 dan 44 kasus rektum 67,7 ; 34 pria 52,3 31 wanita 47,7 dengan rata ndash;rata usia 57,17 tahun SD 13.380 . Pada kelompok kolon didapatkan rata ndash;rata durasi bedah 216,75 menit SD 65,94 dan kehilangan darah 159,75 mL SD 125,47 . Median VAS adalah empat; diet, mobilisasi dan lama rawat pascabedah didapatkan pada dua, empat dan tujuh hari. Kesintasan lima tahun pasien didapatkan 83 . Tidak ada komplikasi, pembedahan ulang dan infeksi luka operasi ILO pada kelompok ini. Pada kelompok rektum rata ndash;rata durasi bedah adalah 305,97 min SD 94,23 dan perdarahan intra operasi 150 mL SD 50 . Median VAS pascabedah tiga, diet dan mobilisasi pascabedah dua hari dan empat hari. Lama rawat pascabedah delapan hari. Kesintasan lima tahun adalah 58,5 . Morbiditas pascabedah lebih rendah dengan pembedahan laparoskopi dengan hasil kesintasan keseluruhan yang tidak berbeda dengan kesintasan pasien kanker kolorektal yang ditangani sebelumnya. ABSTRACT
Conventional colorectal cancer surgery is often associated with high post operative moribidities. Laparoscopic colorectal surgery has reduced post operative morbidities with same survival outcomes of open surgery. Retrospective data of laparoscopic colorectal cancer surgery from 2010 to 2015 were collected, tabulated and analyzed to get early results and five years survival rate. There were 65 data, 21 colon cancer 32.3 and 44 rectal cancer 67.7 . Higher incidence of male patients n 34, 52.3 than female n 31, 47.7 with mean age of 57,17 13.38 years. Length of operation for colon group was 216.75 SD 65.94 mins with intra operative blood loss 159.75 SD 125.47 mL and post operative pain, on visual analog score VAS , was 4 2 5 . Post operative diet, mobilization and length of stay were 2 1 3 days, 4 2 7 days and 7 4 12 days respectively. The five years survival rate was 83 . In rectal group, length of operation was 305,97 SD 94,23 mins with intra operative blood loss 150 SD 50 mL. Post operative VAS, diet, mobilization and length of stay were 3 2 5 , 2 1 4 days, 4 2 22 days and 8 5 36 days respectively. Five years survival rate was 58.5 . Post operative morbidities in colorectal cancer decreases with laparoscopic resection with satisfactory overall survival rate."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maelissa Pramaningasih
"Pendahuluan: Kualitas hidup pasien dengan kanker kolorektal di Indonesia saat ini dievaluasi oleh kuesioner yang tidak seragam. European Organization for Research and Treatment of Cancer Quality of Life Questionnaire ColoRectal 29 EORTC QLQ-CR29 , adalah sebuah kuesioner yang terstandarisasi untuk menilai kualitas hidup yang umum digunakan pada negara maju. Penelitian ini untuk membuktikan bahwa EORTC QLQ-CR29 adalah kuesioner yang valid dan reliabel untuk digunakan di Indonesia.
Metode: Kuesiober EORTC QLQ-CR29 diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, dan diterjemahkan kembali ke bahasa Inggris. Dilakukan sebuah studi pilot terlebih dahulu, kemudian studi utama ke pasien kanker kolorektal pada poliklinik Bedah Digestif di RS dr.Cipto Mangunkusumo. Desain studi cross-sectional, digunakan intraclass correlation coeficient ICC untuk menilai test-retest reability. Konsistensi internal dievaluasi menggunakan Cronbach rsquo;s ? coefficient. Validitas konvergen dan diskriminan dianalisa dengan multi-trait scaling. Validitas klinis dievaluasi berdasarkan perbedaan klinis yang telah diketahui sebelumnya menggunakan known-group comparisons.
Hasil: Sebanyak limapuluhdua pasien yang berpertisipasi pada penelitian ini. Proses penterjemahan membutuhkan sedikit perubahan akibat adanya perbedaan budaya. Uji test-retest dilakukan pada 17 subjek, yang menunjukan nilai yang dapat diterima 0.67-1.00 . Nilai Cronbach rsquo;s ? coefficient 0,77-0,86, nilai ini melebihi kriteria 0,7. Pada multi-trait scaling analysis menunjukan skala multi-item memenuhi standar validitas konvergen dan diskriminan. Pada uji known group comparison menunjukan kualitas hidup yang berbeda berdasarkan lokasi tumor.
Kesimpulan: dibutuhkan adaptsi budaya dalam proses penterjemahan. Kuesioner EORTC QLQ-CR29 yang telah diterjemakan merupakan kuesioner yang valid dan reliabel untuk menilai kualitas hidup pasien kanker kolorektal di Indonesia.

Background: Currently in Indonesia the quality of life QoL of colorectal cancer patients is evaluated by many questionnaire. European Organization for Research and Treatment of Cancer Quality of Life Questionnaire ColoRectal 29 EORTC QLQ CR29 , as a standardized objective method to assess QoL of colorectal cancer patients has been widely used in developed country. This research is to prove that EORCT QLQ CR29 is a reliable and valid questionnaire to be used in Indonesia.
Methods: The EORTC QLQ C29 was translated forward and backward into Indonesian language. A pilot study was firstly done then proceed with the main study towards colorectal patients in Digestive Surgery Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital. This is a cross sectional study, intraclass correlation coeficient ICC was used to assess the test retest reability. The Internal consistency reability was estimated using Cronbach rsquo s coefficient. Convergent and discriminant validity was analyzed with multi trait scaling. Clinical validity was assesed in terms of clinical difference using known group comparisons.
Result: Fifty two patients participated in this study. The translation proses require some adjusment due to cultural adaptation. Test retest was administered to 17 patient, showed acceptable reproducibility 0,67 1,00. The Cronbach rsquo s coefficient 0,77 0,86 exceeded the 0,7 criterion and multi trait scaling analysis showed that multi item scales met standards of convergent and discriminant validity. The known group comparisons showed QoL differences between groups of patients based on tumor location.
Conclusion: Some cultural adaptation is needed in the translation process. The translated EORTC QLQ CR29 is a reliable and valid questionnaire for assessing quality of life of colorectal cancer patients in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini Djunet
"Latar belakang. Bedah kanker kolorektal (KKR) adalah kasus terbany1k di Divisi Bedah Digestif RSUPNCM, di mana 46% di antaranya adalah karena kanker rektum I (K.R). Trauma pembedahan menimbulkan inflamasi, respon fase akut (RFA), dan stres metabolik. C- reactive protein (CRP) adalah protein fuse akut (PFA) dengan peningkatan tertinggi di antara PFA lainnya dan telah digunakan secara luas sebagai penanda inflamasi. Stres metabolik menyebabkan perubahan metabolisme zat gizi yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah sewaktu (GDS) plasma. Secara tidak langsung, pemberian terapi gizi adekuat dapat menekan laju inflamasi dan mempercepat proses penyembuhan pasca bedah.
Tujuan. Untuk mengetahui peran terapi gizi adekuat selama tujuh hari terhadap perubahan kadar CRP serum dan GDS plasma pasien pasca bedah KR pada hari ke satu dan ke tujuh pengamatan.
Metode. Penelitian ini adalah studi eksperimental dengan desain paralel, acak, dan tidak tersamar. Penelitian dilaksanakan di ruang rawat bedah kelas Ill RSUPNCM, pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April- Agustus 2009. .9erdasarkan kriteria penelitian didapatkan 24 subyek yang dibagi menjadi dua, kelompok perlakuan (P) dan kontrol (K). Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, pengukuran antropometri, dan pemeriksaan laboratorium.
Hasil. Karakteristik awal kedua kelompok adalah sebanding pada HI. Rerata asupan energi kelompok P adalah 1 211 ,23 ± 161 ,95 kkallh ari (82,86 ± 9,91 % kebutuhan energi total atau KET), adekuat, dan lebih tinggi bermakna (p< 0,001) dibandingkan kelompok K yaitu 831,93 ± 129,58 kkal/hari (55,75 ± 9,48% KET). Rerata asupan protein subyek tidak adekuat meskipun asupan protein kelompok P lebih tinggi bennakna (p< 0,001). Kelompok P mengalami peningkatan berat badan (BB) 0,71 ± 0,79 kg sedangkan kelompok K mengalami penurunan BB 0,85 ± 1,06 kg. Penurunan kadar CRP serum kelompok P (7,13 ± 1,43 mg/L) berbeda bermakna (p=0,005) dengan kelompok K (5,20 ± 1,58 mg/L). Peningkatan kadar GDS plasma kelompok P (26,00 ± 29,67 mg/dL) cenderung lebih tinggi dari kelompok K (10,00 ± 24,40 mg/dL), sejalan dengan peningkatan asupan energi yang lebih tinggi. Kadar CRP serum memiliki korelasi positif derajat rendah (r-0,266) dan tidak bennakna (p=0,358) dengan kadar ODS plasma.
Kesimpulan. Pemberian terapi gizi adekuat selama tujuh hari berperan untuk mempercepat penurunan kadar CRP serum pasien pasca bedah KR. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T20988
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sumanto
"ABSTRAK
Latar belakang: Strategi tatalaksana hemoroid interna derajat dua dan tiga terdiri dari tatalaksana non bedah dan bedah. Apabila tatalaksana non bedah tidak berhasil, maka pilihan terapi disarankan minimal invasi atau pembedahan tergantung kondisi klini. Seiring dengan perkembangan IPTEK, dikenal teknik rubber band ligation RBL dan stapled hemorrhoidopexy SH . Di Indonesia, belum ada data yang menggambarkan distribusi angka komplikasi pascaoperasi.Metode penelitian: Studi potong lintang komparatif dilakukan dengan mengambil data rekam medis subjek yang telah menjalankan RBL atau SH periode 2011-2014 pada tiga rumah sakit di Jakarta. Dilakukan analisis univariat untuk menilai komplikasi pascaoperasi RBL dan SH subjek hemoroid interna derajat dua dan tiga. Kami menggunakan uji chi square untuk menilai faktor-faktor yang mempengaruhi komplikasi variabel kategorik, t-test untuk variabel numerik, dan uji fisher bila syarat chi square tidak terpenuhi.Hasil penelitian: Didapatkan 183 subjek yang menjalani RBL 49,2 dan SH 50,8 , hemoroid interna derajat dua 40 dan derajat tiga 60 . Komplikasi pascaoperasi terdiri dari nyeri RBL 4,4 , SH 8,8 , perdarahan RBL 2,3 , SH 4,9 , retensi urin RBL tidak ada, SH 2,7 , infeksi RBL 0,5 , SH 1,6 dan stenosis RBL tidak ada, SH 0,5 . Komplikasi pascaoperasi subjek hemoroid interna derajat dua 8,2 dan derajat tiga 13,1 p = 0,71 . Subjek hemoroid interna derajat tiga, komplikasi pasca RBL 2,8 , SH 19,4 p = 0,03 .Kesimpulan: Komplikasi hemoroid interna derajat dua dan tiga pasca RBL tidak berbeda dengan SH. Pada hemoroid interna derajat tiga, komplikasi pasca RBL lebih rendah secara signifikan dibandingkan SH.

ABSTRACT
Background The management of second and third degree internal hemorrhoid consists of non surgical and surgical treatments. If non surgical treatment does not succeed, then the recommended therapy is minimal invasive or surgery, depends on the clinical condition. Along with the development of science and technology, a technique known as rubber band ligation RBL and stapled hemorrhoidopexy emerges. In Indonesia, there is no data that can describe the distribution of postoperative complication rate. Method A comparative cross sectional study was conducted by gathering short term outcomes data from the subjects 39 medical records that underwent RBL or SH between 2011 to 2014 in three different hospitals in Jakarta. A univariate analysis was conducted to assess postoperative complications of RBL and SH subjects of third and second degree internal hemorrhoids. We use chi square test to assess the factors that influence the complications of categorical variables and t tests for numerical variables, and Fisher test if the chi square condition is not met. Results Among 183 subjects, 49,2 underwent RBL and 50,8 SH. Second degree internal hemorrhoids were 40 and third degree were 60 . Postoperative complications consist of pain RBL 4,4 , SH 8,8 , hemorrhage RBL 2,3 , SH 4,9 , urinary retention RBL 0, SH 2,7 , infection RBL 0,5 , SH 1,6 and stenosis RBL 0, SH 0,5 . Postoperative complications on second degree internal hemorrhoidal was 8,2 and third degree 13,1 p 0,71 . Complication of subject with third degree internal hemorrhoids after RBL 2,8 , SH 19,4 p 0,03 . Conclusion Complications of second and third degree internal hemorrhoids post RBL are no different with SH while for third degree internal hemorrhoid, complications after RBL ware significantly lower than SH. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library