Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatchanuraliyah
"ABSTRAK
Memutus rantai penularan filariasis dilakukan melalui pemberian obat
filariasis kepada penduduk dalam pengobatan massal. Adanya microfilaria di
dalam darah (microfilaremia) merupakan penyebab munculnya filariasis.
Kepatuhan seseorang untuk minum filariasis dalam pengobatan massal sangat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan massal dalam memutus rantai penularan
filariasis. Melalui pengobatan massal penderita microfilaremia akan berubah
menjadi amicrofilaremia, yaitu status kesehatan dimana microfilaria sudah tidak
ada lagi di dalam darah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis evaluasi ekonomi penderita
microfilaremia yang patuh minum obat, dengan yang tidak patuh minum obat
setelah pengobatan massal filariasis 4 tahun. Biaya yang terkait meliputi biaya
pengobatan dan biaya rawat jalan. Biaya rawat jalan terjadi karena efek
pengobatan sesudah minum obat filariasis dan gejala akut yang muncul akibat
menderita microfilaremia.
Hasil penelitian menunjukan bahwa besarnya biaya untuk mengubah
penderita microfilaremia menjadi amicrofilaremia pada yang patuh minum obat
adalah Rp. 119.992,-. Sedangkan besarnya biaya untuk mengubah penderita
microfilaremia menjadi amicrofilaremia pada yang tidak patuh minum obat adalah
sebesar Rp. 141.514,-. Biaya untuk mengubah penderita microfilaremia menjadi
amicrofilaremia pada penderita penderita yang patuh minum obat, lebih kecil dari
yang tidak patuh minum obat.

Abstract
The success and sustainability of drug administration of filariasis,
require an understanding of relevant perceptions and practices of the people living
in endemic communities. Filariasis elimination relies on once yearly concurrent
administration of two drugs, Albendazole with DEC, that shown to be highly
effective in removing microfilariae in the blood.
This research aimed to analyze economic evaluation of patient
compliance in drug administration of filariasis. This intervension would remove
microfilariae from the blood, the amicrofilaremia. On the other side, drug
administration for Lymphatic Filariasis can cause adverse reaction from
microfilariae and adult worm death. This adverse reaction can influence the
compliance of taking the drug and insert the cost of therapy. The costs that spent
during the drug administration are the cost to administer the drug and the cost for
resolve adverse reaction. This economic evaluation would compare these costs
with the amicrofilaremia condition.
Result showed that the cost of amicrofilaremia on patient with no
complience is Rp. 119.992,- and the cost of amicrofilaremia on patient with
complience is Rp. 141.514,-. It means that the cost of amicrofilaremia on patient
with no compliance is smaller than with complience. Advocating the feasibility
and significant reduce of microfilariae of low costs, as shown in this study could
be useful to sensitize the health and the authorities to generate resources and
communities for LF elimination programmes."
2010
T31375
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Jepan
"Filariasis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Muaro Jambi dan tanjung Jabung Timur Propinsi Jambi. Bcrdasrkan survey yang pemah dilakukan terdapat 3 kabupaten endemis Filariasis (Mf rate >1 % ), yaitu Kabupeten Muaro jambi (Mf rate 2,04 %),Kabupeten Tanjung Jabuog Tunur (Mf rate 3,46 %), dan Kabupaten Tanjung Tabung Barat (Mf rate 1,53%) dan kabupaten Batang Hari (Mf rate 0;21 %) scmenlarn 6 kabupaten/ kola Iainnya belurn pemah dilakekan survey darab jari, sehingga endemisitasnya belum diketabui secara pasti.Untuk itu perlu melekekan manajernen pemberaotasan penyak:it menular. Hasil penelitian di kabupaten Muaro jambi menunjukkan balk pelakSl!llaan tatalaksana kasus klinis dan faktor risiko sudab dilaksanakan dengan baik dan dilaksanakan secara terintegrasi mengacu kepada pedoman pedoman program eiiminasi filaria dan pedoman integrasi. Demikian juga dengaan Kabupaten Tanjung Jabtmg Timur bahwa pelasanaan tatalaksana kasus klinis dan fuktor risiko sudah dilaksanakan dengan baik serta terintegrasi dengan balk hanya saja penganggaraannya tidak melaporkan secara rinci oleh karena itu pelaksanaan manajemen filariasis barbasis wilayah di K.abupeten Munro Jambi masih lebih balk dibandingkan dengan Kabupaten Tanjung jabung Timur Terdapat 3 sumber pendanaan pada program pengobatan massal filariasi yaitu WHO melalui APBN mendukung pengadaan obat, HWS mendukung kegiatan operasional dan APBD sebagai dana cadangan apabila APBN dan HWS berhenti memberikan dukungan dana, unt:uk itu disaraakan perlu merinci barapa jumlah alokasi dana dari ketiga sumber tersebut sehingga bisa memperhitungkan beban kerja dan jumlah tenaga yang disiapkan untuk kegiatan tersebut.

Filariasis is still a health people problem in the district of Muaro Jambi and East Tanjnng Jabung Province of JambL Eased on the survey, there are 4 filariasis endemic districts (Mf rate > I%), that are Muaro Jambi District (Mf rate= 2.04%), Easl Tanjung Jabung District (Mf rate= 3.46%). West Tanjung Jabung District (Mf rate = 1.53%), and Batang Hari District (Mf rate = 0,27%). However, blood fmger survey has never been perfonned in other 6 districts/citieshence the epidemic is not known clearly. Based on this reason integrated elimination management of spreading disease and environment sanitation should be carried out in each district or city as autonomic area. Further more a management nwdeJ in this case area base filariasis management in the Muaro Jarnbi and East Tanjung Jabung district is needed. case procedure and risk factor has a1so been performed well and integrated, but the budgeting was not reported detail, so that the implementation of area base filariasis management in Muaro Jambl district was better than in East Tanjung Jabung district. There are 3 funding resources in the filariasis mass therapy program that are WHO through APBN supports medicine purchasing, HWS supports operational aotivities, and APBD as reserve budget in case APBN and HWS stop to give the budget It is suggested to plan the number of budget allocation from the three resources above, so that the working load and the number of personal prepared for the activity are predictable."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T21001
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Febriani Putri
"Filariasis limfatik adalah penyakit tular vektor yang disebabkan oleh 3 spesies cacing filaria yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timari. Fiiariasis ditargetkan untuk dieliminasi pada tahun 2020 oleh WHO dengan merekomendasikan pengobatan masal (MDA) dengan dosis tunggal kombinasi DEC 6 mg/kg berat badan + ALB 400 mg, selama 5 - 10 tahun. Teknik diagnostik yang digunakan adalah pemeriksaan mikroiilaria pada sediaan darah malam, namun teknik ini memiliki banyak kekurangan, sehingga perlu digunakan metode diagnosis lain, serologi, untuk memantau program eliminasi filariasis.
Diagnosis serologi dengan antigen rekombinan B.malayi Bml4, mendeteksi antibodi IgG4 antifilaria. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan penurunan prevalensi mikrofiiaria berdasarkan mikroskopis dengan penurunan respon antibodi IgG4 antifilaria berdasaxkan uji ELISA dengan antigen rekombinan Bml4 sebelum dan sesudah pengobatan masal, serta melihat sensitivitas dan spesitisitas antigen rekombinan Bml4 sebagai alat diagnosis baru untuk memantau pengobatan masal filariasis.
Studi longitudinal dilakukan di daerah endemik filariasis B. timori di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Pengukuran kadar lgG4 anti tilaria menggunakan ELISA-Bml4 dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopik untuk dilihat sensitivitas dan spesiiisitasnya. Kemudian dilihat pola penurunan kadar IgG4nya terhadap teknik mikroskop selama pengobatan 5 tahun. Dari 51 sampel serum yang diperiksa, didapatkan hasil sensitifitas (94%) dan Nilai Duga Negatif (NDN) yang tinggi 88% (p=0.000). Dengan intervensi pcngobatan dapat menurunkan kadar IgG4 antifilaria yang bermakna pada kelompok Mf+ELISA+ (True positw dan Mf-ELISA+ (False Positf), sehingga uji diagnostik serologi menggunakan ELISA-Bm14 dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan program pemberantasan filariasis di Indonesia.

Lymphatic iilariasis is a disease transmitted by mosquito vectors which is caused by 3 spesies of tilarial worms, Wuchereria bancrojli, Brugia maiayi, and Brugia limori. Filariasis has been targetted to be eliminated by WHO in the year of 2020 using mass drug treatment in population with combination drugs of DEC 6 mg/kg body weight plus Albendazole 400 mg for 5 - 10 years.
Diagnostic tool used in the program is microscopic examination of night blood samples however there are some constraints. Ti1?I¢f0l?C, other diagnostic tools such as serological assay has to be used in monitoring the filariasis elimination program. Serological diagnosis using recombinant antigen B. malayi Bm14 has been developed to detect IgG4 antibody anti tilaria. The purpose of this study is to determine the decrease of iilariasis prevalence detected by two different diagnostic tools, microscopic examination for microfilariac and ELISA using Bml4 recombinant antigen for IgG4 antibody before and after mass treatment and the comparison between the two diagnostic tools in terms of Sensitivity and specificity.
A longitudinal study is done in B. timori endemic area in Alor district, Nusa Tenggara Timur. Measurement of IgG4 anti filaria titer using ELISA-Bm] 4 is compared to microscopic examination to detect microfilariae in determining the infected persons. The decrease of IgG4 titer as well as microtilarial counts are also observed during 5 years mass treatment. A total of 51 sera samples was examined by microscopic and ELISA showing sensitivity is (94%) and negative predictive value is also high, 88% (p~#0.000). After intervention with mass treatment, the titer of IgG4 decreased significanlty in Mf+E,LISA+ (True Parity) group as well as Mf-ELISA-+ (False Parity) gmup. The result indicates that serological method, ELISA-Bml4, can be used to dctemiine the progress of the filariasis elimination program in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32355
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library