Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Supri Irianti Handayani
"Ruang lingkup, bahan dan cara penelitian : Telah dilakukan penelitian retrospektif di laboratorium Patologi Anatomik FKUI/RSUPNCM. Sampel diambil dari Arsip Bagian Patologi Anatomik. Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) atau limfoma malignum sel B jenis sel besar dinilai ulang untuk menentukan tiga suptipe DLBCL berdasarkan klasifikasi Kiel, yaitu varian sentroblastik, varian imunoblastik dan varian anaplastik. Dari blok paraffin ketiga varian tersebut dilakukan pulasan HE dan pulasan imunohistokimia p53 dengan menggunakan antibodi monoklonal p53 dan pulasan imunohistokimia Ki-67 dengan menggunakan antibodi monokional Ki-67. Perhitungan positifitas p53 dan positifitas Ki-67 pada sel yang berwama coklat tua dari 1000 sel secara acak. Untuk mengetahui perbedaan ekspresi p53 dan ekspresi Ki-67 pada ketiga varian dilakukan uji Tukey dan Duncan. Hasil dan kesimpulan : Dan 28 kasus DLBCL didapatkan 10 kasus varian sentroblastik, 8 kasus varian imunoblastik dan 10 kasus varian anaplastik. Hasil uji Tukey dan Duncan menunjukkan bahwa ekspresi p53 pada ketiga varian DLBCL yaitu varian sentroblastik, varian imunoblastik dan varian anaplastik terdapat perbedaan bermakna. Hasil uji Anova rnenunjukkan bahwa ekspresi Ki67 pada ketiga varian DLBCL yaitu varian sentroblastik, varian imunoblastik dan varian anaplastik tidak ditemukan perbedaan.

Scope of study and Method : The study was carried out in Anatomical Pathology Laboratory Faculty of Medicine University of Indonesia/RSUPNCM- retrospectively. We collected the sample from Anatomical Pathology Laboratory Faculty of Medicine University of Indonesia/RSUPNCM archives. To defined three of DLBCL, we estimated repeatedly- according to Kiel classification, i.e. centroblastic, immunoblastic and anaplastic variants. We stained three of variant paraffin block with HE and p53 immunohistochemistry staining with p53 monoclonal antibody and Ki-67 immunohistochemistry staining with Ki-67 monoclonal antibody. We estimated p53 and Ki-67 positivity on dark brown cell from 1000 cells, randomly. On this study we used the Tukey and Duncan test, to find the differentiation of p53 and Ki-67 expression on three variants. Result and Conclusion : We found 10 cases of centroblastic variants, 8 cases of immunoblastic variant and 10 cases of anaplastic variant from 28 cases DLBCL. The Tukey and Duncan test showed that there is significant differentiation of p53 expression on three DLBCL variants. The Anova test showed that there is no differentiation of Ki-67 expression on three DLBCL variants."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Renanti Yunti
"Telah diketahui bahwa H.pylori adalah penyebab gastritis kronik aktif. Semakin aktif gastritis kronik, semakin besar kemungkinan adanya infeksi H.pylori. Penyebaran H.pylori pada lambung tidak merata dan karenanya biopsi sebaiknya diambil paling seqikit dari 2 tempat. Sebagian besar biopsi yang diterima Bagian Patologi Anatomik FKUljRSCM hanya dari 1 tempat di antrum. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang menelaah lebih lanjut hubungan antara berbagai derajat aktivitas gastritis kronik den~an keberadaan H.pylori sehingga biopsi yang hanya ,dari 1 tempat di antrum- tersebut dapat bermanfaat. Dalam penelitian ini dari 168 sediaan didapatkan 4 kasus gastritis superfisialis dan 164 gastritik atrofik. Pada 164 kasus gastritis atrofik yang terbanyak adalah gastritis atrofik aktif yaitu 152 kasus sedangkan gastritis atrofik tenang hanya 12 kasus. Gastritis atrofik aktif terdiri atas 103 kasus aktif akut dan 38 kasus di antaranya terdapat H.pylori. Keberadaan H.pylori pada gastritis atrofik aktif akut dan aktif kronik berbeda bermakna, juga pada gastritis atrofik aktif akut ringan sampai berate Hasil penelitian ini dalam hal penemuan H.pylori sama dengan hasil penelitian lain yang menggunakan lebih dari 1 biopsi. Adanya H.pylori gastritis atrofik aktif akut ringan yang disertai sebukan ringan sampai berat sel mononukleus juga berbeda bermakna. Karena itu pada gastritis kronik dengan sebukan padat sel mononukleus perlu dicari pula sel polimorfonukleus, dan jika ditemukan sel tersebut kemungkinan ada H.pylori.

It has been known that H.pylori was the etiology of active chronic gastritis and the more active the gastritis, the more likely H.pylori was present. The distribution of H.pylori in the stomach was patchy and therefore at least two b~opsies were recommended. In The Anatomic Pathology Department of The Medical Faculty of The University of Indonesia/Dr.Cipto Mangunkusumo Hospital, most of the specimens only consisted of 1 biopsy from the antrum. Based on that reason, the aim of this study is to elaborate the relationship between variations of grades of chronic active gastritis and the presence of H.pylori from the specimen that only consisted of 1 biopsy taken from the antrum. The result of this study consisted of 4 superf~cial gastritis and 164 atrophic gastritis. In 152 from 164 atrophic gastritis showed active atrophic gastritis and 12 cases showed quiescent atrophic gastritis. In 103 from 152 cases are acute active atrophic gastritis and H.pylori was seen in 38 from 103 cases. The H.pylori's presence in acute and chronic active gastritis was statistically significant and was found in all the specimens from mild to the severe grade of acute active atrophic gastritis. The result of this study showed no difference in the p-resence of H.pylori with the result from studies using more than 1 biopsy. The presence of H.pylori was also significant in mild acute atrophic gastritis with mild upto severe infiltration of mononuclear cells. That was the reason tor a very car~ful examination to look for polimorphonuclear cells infiltration in chronic gastritis with severe mononucleus infiltration, and if there were polimorphonuclear cells, a search for H.pylori should be done."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1991
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutopo Widjaja
"Pendahuluan
Angka kematian dan angka kesakitan karena penyakit infeksi khususnya pada bayi dan anak balita, masih sangat tinggi di Indonesia. Hasil survai LitBangKes Republik Indonesia (1980) menunjukkan angka kematian spesifik pada golongan umur 1 - 4 tahun sebesar 19,6 per 1000. Angka kematian yang paling besar terjadi pada golongan umur di bawah satu tahun yaitu 90,3 per 1000 kelahiran hidup. Sebab kematian yang paling menonjol pada golongan umur tersebut ialah : diare (24,1%), infeksi saluran pernafasan (22,1%) dan tetanus neonatorum (20%) . Penyakit-penyakit ini sebenarnya dapat dicegah melalui imunisasi. Diperkirakan imunisasi dapat mencegah 31.5% kematian bayi dan 22,72 kematian anak balita (1).
Program imunisasi melalui Pengembangan Program Imunisasi (PPI) telah dilaksanakan sejak tahun 1977 dan telah meliputi Iebih dari 45,000 desa. Hasil cakupan imunisasi melalui program ini masih belum mencapai sasaran yang diharapkan. Pada tahun 1985 sebagai berikut : BCG 52% , DPT2 37% , DPT3 11% , TT2 24% , Polio-3 10% , Campak 11,7%, sedangkan WHO memperkirakan hasil yang dicapai ialah DPT3 6% dan Polio-3 7%. Angka tersebut menunjukkan drop out imunisasi ulang DPT dan polio masih tinggi.
Zat-zat imunopotensiator diketahui mempunyai efek meningkatkan reaksi imunitas iubuh terhadap imunogen. Levamisol adalah salah satu imunopotensiator non-spesifik yang telah diketahui mampu meningkatkan baik fungsi imonitas selular maupun humoral. Dilaporkan obat tersebut efektif untuk : a) mencegah dan mengobati infeksi menahun rekuren di kulit, mukosa, mata, saluran pernafasan, juga infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur dan sebagainya ; b) menghilangkan anergi pasca infeksi virus dan riketsia ; c) mengobati penyakit reumatik, termasuk artritis reumatoid, lupus eritematosus sistemik dan sindrom Reiter ; d) menekan angka kekambuhan pada penderita kanker, terutama setelah operasi, radioterapi atau kemoterapi. Penggunaan levamisol sebagai ajuvan dalam imunisasi telah pula dilaporkan oleh beberapa peneliti, baik pada pada hewan percobaan maupun pada manusia.
Tujuan penelitian untuk membuktikan manfaat levamisol sebagai ajuvan dalam meningkatkan sintesis zat anti-tetanus. Bila levamisol terbukti mampu meningkatkan sintesis zat anti-tetanus, maka manfaat ini diharapkan akan mempercepat tercapainya kadar zat anti yang optimal, walaupnn terjadi drop out.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Damayanti
"Pendahuluan: Pemberian terapi adjuvant (kemoterapi dan/atau radiasi) direkomendasikan untuk semua penderita retinoblastoma yang memperlihatkan gambaran histopatologik risiko tinggi untuk residif atau... .. metiiStasls jauh, diantaranya diferensiasi tumor, invasi khoroid dan sklera, serta nervus optikus. Apoptosis diperkirakan memegang peranan penting dalam menentukan respon terhadap kemo- dan radioterapi. Defek pada mekanisme apoptosis akan mengakibatkan sel tumor bersifat radio- atau kemoresisten. Eksekusi apoptosis tergantung kepada keadekuatan easpase efektor, terutama caspase-3. Ekspresi caspase-3 yang tinggi meneerminkan bahwa kedua jalur easpase yaitu jalur endogen dan eksogen berfungsi adekuat, sehingga sel tumor akan responsif terhadap kemo- dan radioterapi serta merefleksikan prognosis yang baik. Metode: Diperoleh 12 spesimen hasil enukleasi atau eksenterasi penderita retinoblastoma unilateral dengan gambaran histopatologik risiko tinggi. Ekspresi caspase-3 aktif diperiksa seeara imunohistokimia. Dilakukan penghitungan sel tumor dengan ekspresi easpase-3 aktif positif dan kemudian dihubungkan dengan ketahanan hidup penderita pasea pemberian tempi adjuvan. Dinilai juga hubungan antara derajat diferensiasi tumor dengan ketahanan hidup 5 tahun penderita. Basil: Seluruh penderita retinoblastoma mempunyai lebih dari satu gambaran histopatologik risiko tinggi, 58,3% memperlihatkan ekspresi easpase-3 aktif negatif dan 41,7% positif. Penderita dengan invasi sel tumor trans-skIera dan batas sayatan nervus optikus (N II) tidak bebas tumor memperlihatkan ketahanan hidup 5 tahun yang lebih buruk (p=O,03). Lima dari 7 penderita dengan ekspresi caspase-3 aktif negatif dan 3 dari 5 dengan ekspresi caspase-3 aktif meninggal dunia sebelum 5 tahun (RR=1.19, p=O,81l). Empat dari 7 penderita retinoblastoma berdiferensiasi buruk meninggal dunia sebelum 5 tahun sedangkan pada yang berdiferensiasi baik sebanyak 4 dari 5 penderita (RR=O,71, p=O,634). Tiga dari 7 tumor berdiferensiasi buruk memperlihatkan ekspresi easpase- aktif negatif dibandingkan dengan 4 dari 5 tumor (RR=O,53, p=O,414) Kesimpulan: lnvasi trans-skIera dan batas sayatan N II yang tidak bebas tumor berhubungan dengan ketahanan hidup 5 tahun yang buruk pada penderita retinoblastoma .. Terdapat hubungan dengan kekuatan sedang antara derajat diferensiasi tumor dengan ketabanan hidup 5 tahun penderita dan dengan derajat diferensiasi tumor walaupun seeara statistik tidak bermakna dikarenakan jurnlah sampel yang kecil. Tumor yang berdiferensiasi buruk memperlihatkan ketahanan hidup 5 tahun yang lebih baik (meneerminkan respon yarIg baik terhadap kemo- danlatau radioterapi) serta ekspresi caspase-3 aktif yang positif. Bagaimanapun juga, berdasarkan penelitian ini tidak terdapat hubungan antara besar caspase-3 aktif dengan ketahanan hidup 5 tahun penderita."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T59012
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlang Setiawan
"LATAR BELAKANG
Kelenjar getah bening merupakan salah satu organ yang termasuk sistem retikuloendotelial dan mempunyai peranan penting dalam pertahanan tubuh. Disamping itu kelenjar getah bening merupakan juga organ yang sering terkena penyakit, baik hanya berupa reaksi hiperplasia maupun infeksi, tumor primer, tumor sekunder dan penyakit sistemik (1,2,3).
Biopsi terbuka merupakan tindakan yang amat penting baik dalam fungsinya sebagai diagnostik maupun digunakan untuk mengevaluasi perjalanan penyakit (4,5). Di samping kegunaannya yang penting tersebut, biopsi terbuka mempunyai resiko yang harus diperhatikan, misalnya dapat mempermudah penyebaran tumor ganas, menimbulkan bekas operasi, biaya mahal dan dapat memberikan kesan pada penderita bahwa penyakitnya telah diobati dengan tindakan ini (5,6,7).
Biopsi aspirasi kelenjar getah bening pertamakali dilaporkan oleh Grieg dan Gray (8) pada tahun 1904 terhadap penderita Tripanosomiasis. Kemudian pada tahun 1930, Martin dan Ellis (9) lebih lanjut mejelaskan tentang teknik biopsi aspirasi jarum halus. Perkembangan tindakan ini makin cepat dan luas, bahkan saat ini tindakan biopsi aspirasi jarum halus telah menjadi tindakan rutin di negara maju, serta telah dilakukan terhadap berbagai organ, baik yang letaknya superfisial maupun yang letaknya dalam rongga dada / perut (10,11,12).
Mengingat tindakan biopsi aspirasi jarum halus merupakan tindakan yang aman., murah dan mempunyai ketepatan diagnosis yang tinggi (13,14,15,16,17), maka sewajarnyalah tindakan ini diterapkan di negara-negara yang sedang berkembang, terutama negara dengan keadaan sosial ekonomi yang masih kurang/rendah.
Di Indonesia laporan tentang biopsi. aspirasi jarum halus belum banyak dipublikasikan, walaupun mungkin telah banyak dilakukan di beberapa pusat pendidikan. Sedangkan akhir-akhir ini Zajdela dkk (18), telah memperkenalkan tindakan biopsi jarum halus tanpa aspirasi pada tumor payudara, menghasilkata sediaan yang cukup dan ketepatan diagnosis tidak berbeda dengan biopsi aspirasi jarum halus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besarnya ketepatan diagnosis biopsi jarum halus pada limfadenopati supersial penderita dewasa serta mempergunakan cara Zajdela dkk pada awal tindakan biopsi jarum halus. Sebagai tolok ukur adalah diagnosis histologik sediaan blok parafin.
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library