Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Istiantoro Soekardi
Jakarta : Granit, 2004
614.599 7 IST t (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Istiantoro Soekardi
Jakarta: Granit, 2004
R 617.742 IST t
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Istiantoro Soekardi
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004
R 617.742 Soe 1
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Ucok
"Tujuan: Mengevaluasi kualitas sistem optik pengiihatan lensa intraokular (IOL) asferik Teenis TN ZA9003, Aeryso~ SN60WF and Akreos TM MI60.
Metode: Penelitian prospektif, uji klinis, aeak dan tersamar tunggal. Sebanyak 30 pasien katarak yang menjalani fakoemulsifikasi dialokasi seeara aeak menjadi 3 kelompok: TeenisTM ZA9003 (10 mata), Aeryso~ SN60WF (10 mata) dan Akreos™ MI60 (10 mata). Parameter utama yang dinilai adalah Strehl ratio (SR) dan modulation transfer function (MTF). Aberasi sferis internal dan sensitivitas kontras setiap kelompok juga dinilai dan dianalisa sebagai parameter tambahan. Pemeriksaan pada seluruh subyek penelitian dilakukan 1 minggu setelah operasi.
Hasil: Rerata SR dan MTF antara kelompok tidak berbeda bermakna baik pada diameter pupil 3,4 dan 5 nun (p>0.05). Aberasi sferis internal menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok Teenis dan Akreos pada diameter pupil 3,4 dan 5 nun (p<0.05) juga antara kelompok Aerysof dan Akreos pada diameter pupil 4 dan 5 nun (p<0.05). Namun perbedaan ini tidak dijumpai antara kelompok Teenis dan Aerysof pada semua diameter pupil (p>0.05). Rerata sensitivitas kontras tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara ketiga kelompok (p>0.05).
Kesimpulan: Ketiga IOL asferik tersebut menunjukkan kualitas optik yang setara dinilai dari SF dan MTF. Akreos™ MI60 memberikan aberasi sferis internal yang lebih positif pada pupil mesopik. Hasil penelitian ini memerlukan penelitian lebih lanjut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T59059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariindra Pandji Soediro
"Tujuan: Untuk mengetahui apakah pemberian natrium diklofenak 0.1% topikal sebelum pembedahan dapat mempertahankan dilatasi pupil selama pembedahan katarak dengan tehnik standar ekstraksi katarak ekstra kapsular (EKEK) dalam pembiusan lokal.
Subjek dan metode : Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar ganda. 32 subjek yang memenuhi kriteria inklusi menjalani pembedahan katarak dengan implantasi lensa intraokular, mendapatkan natrium diklofenak 0.1% tetes mata atau plasebo, yang diberikan 2 jam sebelum operasi setiap 15 menit sebanyak 4 kali setetes. Semua subjek mendapatkan tiga tetes tropikamid 1%, dan setetes fenilefrine liidroklorida 10%. Lebar pupil horisontal diukur sehari sebelum operasi, segera setelah blefarostat terpasang, segera setelah selesai melakukan irigasi aspirasi sisa lensa, dan sehari setelah operasi.
Hasil: Lebar pupil sebelum operasi dan segera setelah blefarostat terpasang tidak berbeda bermakna pada kedua kelompok. Lebar pupil setelah irigasi aspirasi sisa lensa pada kelompok diklofenak lebih lebar dari kelompok plasebo, dan secara statistik bermakna (p<00.1). Perubahan lebar pupil pada kedua kelompok berbeda bermakna (p<00.1) dimana perubahan lebar pupil kelompok diklofenak lebih sedikit dibandingkan kelompok plasebo. Lebar pupil sehari pasta pembedahan berbeda bermakna (p<0.05), dimana kelompok diklofenak mempunyai lebar pupil sedikit lebih lebar dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Kesimpulan: Pemberian natrium diklofenak 0.1% tetes mata sebelum pembedahan efektif dalam mempertahankan dilatasi pupil selama pembedahan katarak dengan tehnik standar katarak ekstra kapsular dalam pembiusan lokal.
Kata kunci: Natrium diklofenak topikal - ekstraksi katarak ekstra kapsular - dilatasi - lebar pupil

Purpose: To determine whether pre-operative topical 0,1% Natrium diclofenac therapy could maintained pupillary dilation during cataract surgery using standard extracapsular cataract technique (ECCE) under local anesthetic.
Subject and methods: This study is a randomized, double-blinded clinical trial. Thirty two patients who met inclusion criteria and underwent cataract surgery with lens implantation were received either topical 0.1% natrium diclofenac or placebo, were given two hours pre-operatively every 15 minutes for four doses. All patients also received three doses of 1% tropicamide and single dose of 10% fenilefrine hidrochloride. Pupillary diameters horizontally was measured the day before surgery, immediately after blefarostat was attached, immediately after irrigation aspiration of lens material, and one day after surgery.
Results: Pupil size on the day before surgery and immediately after blefarostat was attached have no statistically different in both group. Pupil size immediately after irrigation aspiration in diclofenac group was larger compare to placebo, and statistically significant (p<0.O01). The change in pupil size was significantly different in both group (p<0.001), there being smaller decrease in diclofenac group compare with placebo group. Pupil size on one day after surgery was significantly different ( po0.05), where the diclofenac groups has slightly larger pupil.
Conclusions: Pre-operative 0.1% natrium diclofenac drops is effective in maintaining pupillary dilatation during cataract surgery using standard extracapsular cataract technique under local anesthetic.
Key words: topical sodium diclofenac- standard extracapsular cataract surgery-dilatationpupil size.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58769
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Junita
"Tujuan: Evaluasi pengaruh penggunaan cairan irigasi dingin pada fakoemulsifikasi terhadap ketebalan kornea dan jumlah suar bilik mata depan pasca bedah.
Tempat: Perjan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo dan Jakarta Eye Center, Jakarta. Bahan dan cara: Prospektif, tersamar ganda, randomisasi pada 33 mata katarak senilis gradasi 3-4. Dilakukan fakoemulsifikasi menggunakan BSS® 10°C (n=16) atau BSS® suhu karnar (n=17) dengan prosedur dan terapi pasca bedah yang sama. Pra bedah, pasca bedah hart pertama dan hari ke-7 dilakukan pengukuran ketebalan komea, jumlah suar dan tekanan intraokular, masing-masing dengan OrbscanTM, laser flare-meter Kowa FM-500, dan tonometer non-kontak. Parameter intrabedah; waktu fako efektif (EPT) dan besarnya tenaga ultrasonik(UIS) direkam dalam mesin fako. Subjek yang mengalami komplikasi intrabedah maupun pasca bedah dikeluarkan dari penelitian.
Hasil: Prabedah kedua kelompok memiliki karakteristik yang setara pada umur, gradasi katarak, ketebalan kornea, jumlah suar dan TIO. Tidal( terdapat perbedaan bermakna pada E. dan U/S. Fasca bedah hari pertama, ketebalan kornea pada kelompok BSSQ dingin 548,87±48,31}im, pada kelompok BSS® suhu kamar 582,47±35,48p.m (p0,022). Ketebalan kornea hari ke-7 tidak berbeda bermakna. Tidak terdapat perbedaan bermakna jumlah soar sampai tindak lanjut hari ke-7, namun peningkatan jumlah suar pada kelompok BSS® dingin lebih sedikit dan telah mencapai nilai prabedah pada hari ke-7. Hasil pengukuran tekanan intraokular sesuai dengan pengukuran ketebalan kornea.
Simpulan: Cairan irigasi dingin dapat mempertahankan fungsi endotel komea dan stabilitas sawar darah akuos, sehingga menghambat penambahan ketebalan kornea dan jumlah suar di bilik mata depan pasca fakoemulsifikasi.

Purpose: To evaluate the effect of cooled intraocular irrigating solution during phacoemulsification on postoperative central corneal thickness (CCT) and anterior chamber flare (AC flare).
Setting: Cipto Mangunkusumo Hospital and Jakarta Eye Center, Jakarta
Methods: In a prospective, double masked, randomized study, 33 eyes of third and fourth grade density cataract had phacoemulsification with irrigating solutions cooled to approximately 10°C (n=16) or at room temperature (n=17). Surgical procedure and postoperative therapy were otherwise identical in both groups. lntraoperative parameters; effective phaco time (EPT) and ultrasound energy (U/S) were recorded by phaco machine. Postoperative CCT, AC flare and intraocular pressure (IOP) were assessed respectively with Orbscan pachymetry, Kowa FM-500 laser flare-meter and non-contact tonometry on days 1 and 7. Complicated cases were excluded.
Results: Both groups were well matched characteristic in age, cataract density, preoperative CCT, AC flare and IOP. Intraoperative parameters were not different significantly. C.1the first postoperative day, CCT (cooled irrigation 548,87±48,31µm, control 582,47±35,48µm; p0,022) was significantly lower in the group with cooled irrigating solution. There was no significant difference in CCT on the 7th postoperative day. Despite no significant between-group difference in AC flare on any postoperative days, AC flare was lower in the group with cooled irrigating solution. Intraocular pressure measurement was well related to corneal thickness.
Conclusions: Cooled intraocular irrigating solution preserved corneal endothelial function and blood aquas barrier, showed with reducing immediate postoperative CCT and AC flare.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syska Widyawati
"Tujuan: Membandingkan kualitas fungsi penglihatan berupa tajam penglihatan, sensitivitas kontras dengan dan tanpa adanya glare pada pemakaian lensa intraokular (LIO) jenis rigid PM1i/LI dengan jenis lensa lipat (LLIO) dari bahan acrylic hyrophilic.
Tempat: Perjan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Metoda: Prospektif, randomisasi pada 40 mata katarak senilis imatur derajat 1-3. Dua puluh pasien menggunakan LIO PMMA dan 20 lainnya menggunakan LLIO acrylic hydrophilic. Pengukuran kualitas fungsi penglihatan ditakukan pada hari ke-28, parameter yang diukur adalah tajam penglihatan dengan koreksi terbaik, sensitivitas kontras dengan dan tanpa adanya glare menggunakan alat Takagi contrast glare tester.
Hasil: Karakteristik pasien pra operasi antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna, kecuali pada nilai astigmatisme kornea (p 0,023) namun seluruh nilai astigmatisme kornea kurang dan 3 dioptri sesuai kriteria inklusi. Seluruh pasien mencapai tajam penglihatan maksimal dengan koreksi pada hari ke-28 (rerata - 0.075±0.044) dengan koreksi yang diberikan pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna, demikian pula dengan nilai astigmatisme kornea pasca operasi. Pengukuran sensitivitas kontras dengan dan tanpa glare kelompok acrylic lebih rendah daripada kelompok PMMA, namun pada uji statistik tidak didapat perbedaan bermakana (p0,05).
Simpulan: Tajam penglihatan dengan koreksi, sensitivitas kontras dengan tanpa adanya glare pada pemakaian LIO jenis PMMA dan LLIO jenis acrylic sama baik.

Purpose: To compare the quality of visual function by means of best corrected visual acuity, and contrast sensitivity with and without glare in pseudophakic patients using PMMA rigid intraocular lens and foldable acrylic hydrophilic.
Place: Perjan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Method: A prospective, randomized study was performed on 40 patients with immature senile cataract grade 1-3. All the patients underwent phacoemulsification, with 20 patients receiving rigid PMMA and the other 20 foldable hydrophilic acrylic. The quality of visual function was measured as best corrected visual acuity and contrast sensitivity with and without glare using the Takagi contrast glare tester 28 days after surgery.
Result: Patient characteristics before surgery in both group showed no significant difference, except for corneal astigmatism (p=0.023), however the amount of astigmatism in all patients were not more than 3 diopter, meeting the inclusion criteria. All patients achieved maximal visual acuity in day-28 after surgery (mean - 0.075+ 0.044) with best spectacle correction. The mean of correction given and the corneal astigmatism after surgery in both groups were not significantly different. The measurement of contrast sensitivity with and without glare condition were lower in acrylic group but showed no statistically significant difference (p>0.05) compared to the PMMA group.
Conclusion: Best corrected visual acuity and contrast sensitivity with and without glare in pseudophakics using rigid PMMA intraocular lenses were comparable to hydrophilic acrylic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace
"Tujuan: Mengetahui perubahan sensibilitas kornea akibat perbedaan ciri insisi pada prosedur bedah katarak insisi kecil manual dan fakoemulsifikasi serta pengaruhnya terhadap kuantitas dan kualitas lapisan air mata (LAM).
Baban dan Cara: Penelitian ini merupakan penelitian prospektif observasional, dilakukan pada 30 penderita katarak senilis yang akan menjalani tindakan pembedahan insisi kecil manual atau fakoemulsifikasi dengan lensa tanam rigid polymethylmethacrylate secara konsekutif. Tindakan insisi kecil manual dilakukan di Kabupaten Buleleng Bali Utara, sedangkan tindakan fakoemulsfikasi di RSCM Jakarta. Kriteria inklusi adalah subyek yang tidak memiliki riwayal inflamasi pada segmen anterior, operasi atau trauma, bukan pemakai lensa kontak, bukan pemakai obat-obatan yang dapat mengganggu lapisan air mata Pemeriksaan dilakukan sebelum pembedahan, setelah hari pertama, ke-7 dan ke-15. Pemeriksaan meliputi sensibilitas kornea di lima lokasi menggunakan estesiometri Cachet-Bonnet, tear meniscus , Nonivasive break up time (NIBUT) dan pola corakan lipid menggunakan Tearscope plus' , serta uji Schirmer. Keluhan subyektifdicatat menggunakan kuesioner dari Ocular Surface Disease Index (OSDO.
Hasil: Sensibilitas menurun dimulai hari pertama setelah pembedahan sampai hari ke-15 pada kelompok fakoemulsifikasi, sedangkan pada kelompok insisi kecil manual ditemukan hanya di hari pertama setelah tindakan pembedahan. Sensibilitas kornea yang menurun ini tidak hanya pada lokasi insisi tetapi juga pada lokasi lainnya terutama pada kelompok fakoemulsifikasi, perbedaan antar kedua kelompok ini signifikan (p<0.05). Penurunan sensibilitas kornea pada kelompok fakoemulsifikasi ini mempengaruhi kuantitas LAM_ Kualitas LAM menurun pada kedua kelompok di hari pertama, dengan penurunan terbesar pada kelompok insisi kecil manual, kualilas LAM ini kembali meningkat mendekati normal sampai hari ke-I5. Keluhan subyektif kelompok fakoemulsifikasi ditemukan meningkat pada hari ke-7 dak ke-15 dan berhubungan dengan produksi air mata.
Kesimpulan: Insisi kornea di temporal pada pembedahan katarak fakoernulsifikasi menimbulkan penurunan sensibilitas kornea di lokasi insisi dan lokasi lainnya sampai hari ke-15. Penurunan sensibilitas kornea ini menyebabkan perubahan kuantitas dan kualitas LAM serta menimbulkan subyektif.

Purpose: To describe corneal sensitivity changes caused by different incision method in manual-small incision cataract surgery (manual-SICS) and phacoemulsification (phaco) and its influence to the tear film quantity and quality.
Material & Methods: A prospective observational study which examined thirthy subjects who planned to underwent cataract surgery with polymelhylmethacrylate intraocular lens concequitively. The manual-SICS group was held in North Bali and phacoemulsification in Jakarta. The inclusion criteria were subject without inflammation of anterior segment, contact lens wearer, history of eye surgery or eye trauma, nerve disorder and drugs which influence the tear film stability. The examination were prior to the surgery, first, seventh and the fifteenth day after surgery, including the five sites of the corneal sensitivity using Cochet-Bonner aesthesiometry, tear meniscus, nonivasive break up time (NIBUT) and lipid pattern using Tearseope plus-m and Schirmer test also were examined. The subjective complains were reviewed based on questionaire by Ocular Surface Disease Index (OSDI).
Results: Corneal sensitivity decreased in phaco group since the first day after surgery until the fifteenth day, while in the manual-SICS group the decreasing only at first day after surgery. Corneal sensitivity decreased not only at the incision site, but also on the other sites of the cornea in phaco group, the difference between two groups was significant (p<0.05). The aquous production decreased in phaco group on the seventh and fifteen days which correlated to the corneal sensitivity. The tear film quality decreased in both groups on the first day and much lower in manual-SICS group, the recovery was shown until the fifteenth day. The increasing subjective complains on phaco group correlated to the changes of the corneal sensitivity.
Conclusion: Temporal-side incision on phacoemulsification caused decreasing corneal sensitivity in the incision site and the other sites up till the 15 day. Decreasing corneal sensitivity caused changes of the tear film quantity and quality, also the complains.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18011
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryanti
"Tujuan: Mengetahui prevalensi katarak senilis dan faktor-faktor risiko yang berperan pada kejadian katarak di Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross-sectional, pada 2550 subyek dari 85- klaster. Semua subyek dilakukan kunjungan rumah untuk pemeriksaan visus secara kasar dengan pin-hole, pemeriksaan lensa serta segmen posterior mengunakan senter dan oftalmoskop langsung. Setelah itu dilakukan wawancara faktorfaktor risiko katarak. Faktor-faktor risiko yang berperan dicari dengan memakai analisis statistik multivariat. Hasil: Subyek yang dapat diperiksa secara lengkap sebesar 95% dari semua target, Prevalensi katarak senilis di kabupaten Kutai Kartanegara adalah 31,7%. Faktor-faktor yang berperan pada kejadian katarak antara lain faktor usia, suku dan letak geografi. Kesimpulan: Prevalensi katarak senilis di Kutai Kartanegara masih tinggi, diperlukan penanganan yang komprehensif dan Iintas sektoral. Suku Dayak dan penduduk yang tinggal di daerah pegunungan inempunyai risiko katarak lebih besar di bandingkan dengan keseluruhan pupulasi yang tinggal di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Objective: To determine the prevalence rates and contribution of risk factors cause of senile cataract in east Kalimantan. Method: An observational cross-sectional study was carried out involving 2550 subjects aged 50 years and over divided into 85 clusters. Home visits were conducted for ophthalmology examination including visual acuity evaluation with pin-hole, inspection of posterior segment and lens using flash light, and direct ophthalmoscopy. Major risk factors were analized using multivariate statistical method. Results: Ninety five percent subjects were examined completely. Prevalence of senile cataract in Kutai Kartanegara was 31,7%. The factors influent cataract prevalence were age, ethnic and geographic. Dayaknis and people living in mountain range have higher cataract risks than others population in this study. Conclusion: Prevalence of senile cataract in Kutai Kartanegara is quite high. More comprehensive cataract management is needed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library