Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ghina Sylvarizky
"Proton Pump Inhibitor (PPI) merupakan salah satu golongan obat yang paling sering diresepkan di rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) untuk mengatasi berbagai penyakit saluran pencernaan. Selain itu, PPI juga digunakan sebagai Stress Ulcer Prophylaxis (SUP) pada pasien rawat inap dengan faktor risiko tinggi. Meskipun obat golongan ini tergolong aman dan memiliki efikasi yang baik, penggunaan PPI dalam jangka panjang seringkali dikaitkan dengan efek samping yang tidak diinginkan dann dapat menjadi suatu masalah. Penggunaan obat golongan PPI yang banyak pada pasien rawat inap dapat menjadi masalah apabila diberikan tanpa indikasi yang tepat. Tugas khusus ini bertujuan untuk mengkaji kesesuaian indikasi pemberian obat golongan PPI di RSUI dengan literatur berdasarkan diagnosis dan terapi pasien rawat inap pada Periode Januari 2023. Tugas khusus ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu mengambil data sekunder yang sesuai, melajukan pengolahan dan analisis data dan kemudian membuat pembahasan dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil random sampling dari kesuluruhan 312 data digunakan sebanyak 75 data, indikasi yang sesuai meliputi penyakit dispepsia, gastritis, GERD, sepsis, gastroenteritis, liver disease, riwayat tukak lambung dan terapi profilaksis terkait obat. Sebanyak 58 pasien atau sebesar 77,30% menunjukkan pemberian dilakukan sesuai dengan indikasi penyakit pasien dan 23,61% atau sebanyak sebanyak 17 pasien menunjukkan indikasi yang sesuai.

Proton Pump Inhibitor (PPI) is one of the most commonly prescribed classes of drugs in hospitals, including the University of Indonesia, to treat various gastrointestinal diseases. In addition, PPIs are also used as Stress Ulcer Prophylaxis (SUP) in hospitalized patients with high-risk factors. Although this class of drugs is classified as safe and has good efficacy, long-term use of PPIs is often associated with unwanted side effects and can be a problem. The use of many PPI drugs in hospitalized patients can be a problem if given without proper indication. This special task aims to examine the suitability of the indications for PPI drug administration at RSUI with literature based on the diagnosis and therapy of hospitalized patients in the January 2023 period. This specific task is carried out in three stages, taking the appropriate secondary data, proceeding with data processing and analysis, and then making discussions and conclusions. The results showed that from the results of a random sampling of all 312 data used as many as 75 data, appropriate indications include dyspeptic disease, gastritis, GERD, sepsis, gastroenteritis, liver disease, history of peptic ulcers, and drug-related prophylactic therapy. A total of 58 patients or 77.30%, showed that the administration was carried out according to the indication of the patient's disease, and 23.61%, or as many as 17 patients showed appropriate indications.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riezki Tri Wahyuni
"Antikoagulan merupakan zat yang digunakan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah atau koagulasi dengan cara menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Dalam penggunaannya, antikoagulan memerlukan pemantauan secara berkala karena risiko perdarahan yang muncul, baik ringan maupun berat. Terkait dengan terapi tersebut, apoteker, berperan penting dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan di rumah sakit untuk mencegah terjadinya risiko yang ditimbulkan. Dalam pelaksanaannya apoteker akan melakukan kegiatan pelayanan farmasi klinis yaitu Monitoring Efek Samping Obat atau MESO. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk dapat mengidentifikasi masalah terkait obat antikoagulan melakukan Monitoring Efek Samping Obat antikoagulan pada pasien rawat inap Rumah Sakit Universitas Indonesia. Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 03 Mei – 30 Juni 2023 di Rumah Sakit Universitas Indonesia Pengkajian dilakukan dengan memantau dan mengamati karakteristik dan kesehatan pasien selama rentang periode tertentu dengan menggunakan metode . Hasil penelitian menunjukkan bawa terapi obat antikoagulan pada 5 pasien sudah sesuai dengan indikasi tetapi setiap penggunaan obat antikoagulan tetap harus dilakukan pemantauan ketat terkait efek samping obat lalu untuk pelaksanaan MESO di RS UI belum dilakukan secara maksimal karena masih ada beberapa komponen yang belum dilaksanakan jika terjadinya efek samping pada saat penggunaan obat.

Anticoagulants are substances used to prevent blood clotting or coagulation by inhibiting the function of several blood clotting factors. When used, anticoagulants require regular monitoring because of the risk of bleeding, whether light or heavy. Regarding this therapy, pharmacists play an important role and are responsible for implementing services in hospitals to prevent the risks that arise. In its implementation, pharmacists will carry out clinical pharmacy service activities, namely Monitoring Drug Side Effects or MESO. The aim of this research was to identify problems related to anticoagulant drugs by monitoring the side effects of anticoagulant drugs in inpatients at the University of Indonesia Hospital. Data collection was carried out on 03 May – 30 June 2023 at the University of Indonesia Hospital. The study was carried out by monitoring and observing the characteristics and health of patients over a certain period using a prospective-retrospective method. The results of the study showed that anticoagulant drug therapy in 5 patients was in accordance with the indications, however, every time anticoagulant drugs are used, strict monitoring must be carried out regarding the side effects of the drug, so the implementation of MESO at UI Hospital has not been carried out optimally because there are still several components that have not been implemented if an effect occurs side effects when using the drug.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zahidah Raihanah
"Apoteker di rumah sakit bertanggung jawab atas pelayanan kefarmasian yang meliputi informasi obat yang akurat dan independen. Apoteker memainkan peran kunci dalam memastikan penggunaan obat yang efektif, aman, dan rasional. Apoteker juga berperan dalam menilai bukti ilmiah untuk mendukung pengambilan keputusan klinis berdasarkan bukti terbaik yang tersedia. Dalam konteks penggunaan antipsikotik, penting untuk mempertimbangkan manfaat dan risiko secara teliti dalam meresepkan obat tersebut. Penilaian berbasis bukti (Evidence- Based Medicine—EBM) dilakukan dengan membuat resume dan telaah kritis untuk artikel jurnal studi cohort. Penulisan resume dilakukan dengan membandingkan bagian pendahuluan (introduction), metode (method) dan hasil (result) dari kedua penelitian tersebut. Sedangkan telaah kritis dilakukan dengan mengisi formulir checklist studi kohort yang dibuat oleh Critical Appraisal Skills Programme (CASP) sebagai appraisal tool untuk studi cohort. Peran apoteker dalam menerapkan pelayanan klinis dengan menggunakan Evidence-Based Medicine dapat dilakukan dengan melakukan edukasi dan mendasarkan pengambilan keputusan dari hasil penilaian telaah kritis dan resume artikel jurnal.

Pharmacists in hospitals are responsible for pharmaceutical services that include accurate and independent drug information. Pharmacists play a key role in ensuring the effective, safe and rational use of medications. Pharmacists also play a role in assessing scientific evidence to support clinical decision making based on the best available evidence. In the context of antipsychotic use, it is important to carefully consider the benefits and risks in prescribing such drugs. Evidence-Based Medicine (EBM) is carried out by creating a resume and critical review of cohort study journal articles. Writing a resume is done by comparing the introduction, method and results of the two studies. Meanwhile, the critical review was carried out by filling out the cohort study checklist form created by the Critical Appraisal Skills Program (CASP) as an appraisal tool for cohort studies. The pharmacist's role in implementing clinical services using Evidence Based Medicine can be done by providing education and basing decision making on the results of critical assessments and journal article resumes.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fiona Natania Kurniadi
"Acute Kidney Injury (AKI) merupakan komplikasi serius yang umum terjadi pada pasien rawat inap. Berdasarkan penelitian tahun 2005, terjadi peningkatan insiden dan keparahan AKI hingga 50% akibat penggunaan obat selama rawat inap. Salah satu tugas apoteker di RS adalah melakukan pemantauan terapi obat, terdapat beberapa obat di RSUI yang dinilai mampu menginduksi terjadinya AKI. Oleh karena itu, dilakukan pembuatan daftar obat yang dapat menginduksi terjadinya AKI serta studi kasus terjadinya AKI pada pasien rawat inap akibat penggunaan obat di RSUI pada bulan Maret 2023. Daftar obat penginduksi AKI dibuat berdasarkan studi literatur dari pustaka tahun 2005 – 2023 kemudian obat dikategorikan berdasarkan kelas terapi obat. Sedangkan, studi kasus dilaksanakan secara retrospektif menggunakan data sekunder pasien rawat inap RSUI pada bulan Maret 2023 yaitu rekam medis salah satu pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Terdapat 26 obat yang mampu menginduksi AKI di RSUI. Berdasarkan studi kasus, terapi ramipril diduga mampu meningkatkan risiko terjadinya AKI pada salah satu pasien RSUI yang dinilai berdasarkan peningkatan nilai serum kreatinin dan penurunan nilai GFR. Ramipril diduga menjadi penyebab peningkatan risiko terjadinya AKI berdasarkan angka prevalensinya sebesar 28%, adanya riwayat perbaikan fungsi ginjal saat penghentian obat, serta fungsi ginjal yang kembali memburuk ketika terapi ramipril kembali dilanjutkan. Penilaian kondisi pasien menggunakan instrumen naranjo dibutuhkan untuk mengonfirmasi insiden terjadinya AKI akibat ramipril.

Acute Kidney Injury (AKI) was a serious complication that commonly occurs in inpatients. Based on a study in 2005, there was an increase in the incidence and severity of AKI up to 50% due to drug induce during hospitalization. One of the responsibilities of the pharmacist in the hospital was to perform drug therapy monitor and several drugs in RSUI were considered likely to induce AKI. Therefore, a list of drugs induced AKI was created, and a case study of drug-induced AKI in hospitalized patients at RSUI in March 2023 was performed. The list of drugs induced AKI was made based on a literature study from 2005 – 2023, then the drugs were categorized based on the drug therapy class. Meanwhile, the case study was carried out retrospectively using secondary data from hospitalized patients at RSUI in March 2023, which was the medical records from one of the patients who met the inclusion and exclusion criteria. There are 26 drugs-induced AKI in RSUI. Based on the case study, ramipril therapy was thought to be likely to increase the risk of developing AKI in one of the RSUI patients as assessed by the increase of creatinine serum and the decrease GFR values. Ramipril is thought to be the cause of the increased risk of AKI based on its prevalence rate which was 28%, history of improvement in kidney function when stopping the drug, and worsened kidney function when ramipril therapy is resumed. Assessment of the patient's condition using the Naranjo instrument is needed to confirm the incidence of AKI due to ramipril."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Khairunnisa Salsabila
"Mual dan muntah adalah suatu kondisi yang dapat timbul dari manifestasi berbagai macam kondisi, contohnya efek samping obat, tindakan pembedahan, infeksi sistemik, kehamilan, dan radiasi atau kemoterapi. Ondansetron dan Metoklopramid merupakan dua jenis antiemetik yang kerap kali diberikan pada pasien rawat inap RS UI yang mengalami mual dan muntah. Ondansetron adalah obat antiemetik golongan selective 5-HT3 serotonin-receptor antagonist dan Metoklopramid merupakan antagonis reseptor dopamin D2. Pada proses peresepan obat, penilaian kesesuaian indikasi obat dengan diagnosis pasien dilakukan guna memperoleh ketepatan, keamanan, dan keefektifan pemberian obat. Melalui tugas khusus ini, diharapkan kesesuaian antara pemberian Ondansetron dan Metoklopramid pada pasien rawat inap RSUI bulan Januari 2023 dengan indikasi yang dipersyaratkan pada literatur dapat dinilai dan dievaluasi. Data pemberian Ondansetron pada pasien rawat inap RSUI periode Januari 2023 menunjukkan bahwa dari keseluruhan 50 pasien yang diberikan Ondansetron, sebanyak 24 pasien adalah pasien yang menjalani pembedahan. Di sisi lain, data pemberian Metoklopramid pada pasien rawat inap RSUI periode Januari 2023 menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang diberikan Metoklopramid Injeksi 10 mg/2 mL adalah pasien yang mengalami peradangan pada saluran pencernaan. Berdasarkan pengkajian data pemberian obat Ondansetron dan Metoklopramid pada pasien rawat inap RSUI periode Januari 2023, diperoleh kesimpulan bahwa pemberian Ondansetron dan Metokloramid di RSUI telah didasarkan pada diagnosis pasien dan disesuaikan dengan indikasi obat berdasarkan literatur, pemberian Ondansetron pada pasien rawat inap RSUI di bulan Januari 2023 didominasi oleh pasien yang merasakan mual muntah pasca pembedahan, dan pemberian Metoklopramid lebih difokuskan pada pasien yang mengalami peradangan dan nyeri pada saluran pencernaan.

Nausea and vomiting are conditions that can arise from the manifestation of various situations, for example, drug side effects, surgical, systemic infections, pregnancy, radiation or chemotherapy. Ondansetron and Metoclopramide are two types of antiemetics that are often administered to inpatients at RSUI who experience nausea and vomiting. Ondansetron is an antiemetic drug that belongs to the selective 5-HT3 serotonin-receptor antagonist, while Metoclopramide is a dopamine D2 receptor antagonist. In the drug prescription process, an assessment of the appropriateness of the medication's indication for the patient's diagnosis is performed to ensure the accuracy, safety, and effectiveness of drug administration. Through this special task, it is hoped that the compatibility between the administration of Ondansetron and Metoclopramide to inpatients at RSUI in January 2023 with the required indications in the literature can be assessed and evaluated. The data on the administration of Ondansetron to inpatients at RSUI in the January 2023 period show that out of a total of 50 patients given Ondansetron, 24 patients underwent surgery. Meanwhile, data indicates that most patients receiving Metoclopramide experienced digestive tract inflammation. Based on this assessment, it is evident that Ondansetron and Metoclopramide administration at RSUI is in line with diagnoses and aligned with indications specified in literature. Ondansetron was primarily given to post-surgery patients with nausea and vomiting in January 2023, whereas Metoclopramide was focused on those with digestive tract inflammation and pain."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Pricilia
"Acute Kidney Injury (AKI) adalah salah satu permasalahan kesehatan global. AKI didefinisikan KDIGO (Kidney Disease Improving Global Outcome) sebagai penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba yang ditandai dengan peningkatan serum kreatinin dan oliguria. AKI memiliki prevalensi yang tinggi terutama pada pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit, dan umumnya disebabkan oleh sepsis, obat-obatan atau tindakan invasif. Penggunaan obat nefrotoksik merupakan salah satu etiologi dari AKI dan merupakan penyebab dari 14-26% kasus AKI pada pasien kritis. Pemantauan khusus perlu dilakukan pada pasien yang menerima obat berpotensi menyebabkan Drug Induced AKI (DI-AKI). Pada tugas khusus ini, dilakukan identifikasi obat penyebab DI-AKI dan analisa kasus DI-AKI pada pasien rawat inap Rumah Sakit Universitas Indonesia yang menggunakan regimen terapi ramipril pada periode bulan April 2023. Penelitian dilakukan dengan penelusuran literatur dan pengambilan data retrospektif dari data AYFA RSUI untuk memperoleh nilai laboratorium dan Catatan Pelayanan Pasien Terintegrasi (CPPT) pasien. DI-AKI dapat disebabkan oleh obat bersifat nefrotoksik atau memiliki efek langsung terhadap hemodinamika ginjal. Studi kasus yang dilakukan terhadap salah satu pasien yang menerima ramipril sebagai agen antihipertensi yang menyebabkan fluktuasi serum kreatinin dan eGFR, sehingga diduga berpotensi untuk menyebabkan DI-AKI. Pemantauan terapi obat pada pasien risiko tinggi perlu dilakukan secara rutin untuk menilai keamanan regimen terapi pasien.

Acute Kidney Injury (AKI) is a global health problem. AKI is defined as KDIGO (Kidney Disease Improving Global Outcome) as a sudden decrease in kidney function characterized by an increase in serum creatinine level and oliguria. AKI has a high prevalence, especially in geriatric patients who are hospitalized, and is generally caused by sepsis, drugs or invasive procedures. The use of nephrotoxic drugs is one of the etiologies of AKI and is the cause of 14-26% of AKI cases in critical patients. Comprehensive monitoring needs to be carried out in patients receiving drugs with the potential to cause Drug Induced AKI (DI-AKI). In this report, identification drugs that cause DI-AKI and analysis of DI-AKI cases in hospitalized patients at the University of Indonesia Hospital receiveing ramipril in their therapy regimen in April 2023 was conducted. The study was conducted by literature search and retrospective data collection from AYFA RSUI data. to obtain laboratory values and the patient's Integrated Patient Service Record (CPPT). Results indicated that DI-AKI can be caused by drugs that are nephrotoxic or have a direct effect on renal hemodynamics. In a case study whereby an inpatient receiving ramipril as an antihypertensive agent, fluctuations in serum creatinine and eGFR were observed which led to a possibility of ramipril being the potential cause of DI-AKI. Monitoring of drug therapy in high-risk patients needs to be carried out frequently to assess the safety of the patient's therapy regimen."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edenia Saumi
"Diazepam, yang merupakan golongan benzodiazepin, merupakan salah satu obat yang paling sering digunakan di seluruh dunia. Obat ini juga termasuk salah satu obat yang banyak digunakan di rumah sakit. Meskipun demikian, diazepam masih merupakan obat dengan potensi gangguan penggunaan yang tinggi, terkait dengan efek sampingnya. Selain itu, obat ini bersifat sangat adiktif dan dapat menimbulkan efek penarikan (withdrawal syndrome) dengan penggunaan yang teratur, sehingga ketergantungan dan penyalahgunaan adalah suatu tantangan yang mengakibatkan otoritas kesehatan memberlakukan peraturan khusus terkait dengan peresepan benzodiazepin, termasuk di antaranya diazepam. Oleh karena itu, tenaga kesehatan, termasuk farmasis, harus dapat mengidentifikasi indikasi yang tepat untuk peresepan diazepam. Dalam rangka untuk mengidentifikasi indikasi yang tepat dalam peresepan diazepam, rumah sakit dapat melakukan pemantauan terapi obat (PTO), atau dapat melakukan penilaian kesesuaian indikasi obat. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penilaian kesesuaian indikasi penggunaan diazepam pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penulisan tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui indikasi pemberian diazepam pada pasien berdasarkan literatur, serta melakukan penilaian kesesuaian indikasi diazepam pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Universitas Indonesia periode 1 Januari – 23 Februari 2023. Penulisan ini dilakukan dengan melakukan studi literatur, melakukan pengumpulan data penggunaan diazepam di Rumah Sakit Universitas Indonesia melalui website Afya, dan melakukan penyusunan laporan. Berdasarkan pengamatan, didapat kesimpulan bahwa pada periode 1 Januari – 23 Februari 2023, terdapat 10 pasien rawat inap yang menerima diazepam, di mana terdapat 1 pasien rawat inap penerima diazepam yang diagnosis atau indikasinya belum dapat disimpulkan kesesuaiannya dengan indikasi pemberian diazepam karena membutuhkan data lebih lanjut.

Diazepam, which belongs to the benzodiazepine drug group, is one of the drugs that is widely used in hospitals. Despite this, this drug is highly addictive and can cause withdrawal syndrome with regular use, so dependence and abuse are challenges that have resulted in health authorities enforcing special regulations regarding the prescription of benzodiazepines, including diazepam. Therefore, health workers, including pharmacists, must be able to identify the appropriate indications for prescribing diazepam. In order to identify appropriate indications for prescribing drugs, hospitals can carry out drug therapy monitoring or assess the conformity of drug indications. Therefore, it is necessary to carry out monitoring in the form of assessing the conformity of indications for the use of diazepam in inpatients at the University of Indonesia Hospital. The aim of writing this special assignment report is to determine the indications for administering diazepam to patients based on the literature, as well as assess the suitability of the indications for diazepam in inpatients at the University of Indonesia Hospital. This writing was carried out by conducting a literature study, collecting data on the use of diazepam at the University of Indonesia Hospital via the Afya website, and preparing reports. Based on observations, it was concluded that in the period January 1st –February 23rd 2023, there were 10 inpatients receiving diazepam, of which there was 1 inpatient receiving diazepam whose diagnosis or indication could not be concluded as to its conformity for the indication for giving diazepam because further data was needed."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fionna Christie Emmanuela
"Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, peresepan obat menggunakan kombinasi beberapa jenis terapi hingga polifarmasi yang rasional sangat umum terjadi dan seringkali dibutuhkan dalam perawatan pasien di rumah sakit, khususnya pada pasien geriatri atau pada pasien dengan multidiagnosa. Namun, penggunaan kombinasi beberapa jenis terapi dalam jangka panjang atau penggunaan obat yang tidak rasional mungkin saja menyebabkan Acute kidney injury (AKI) atau gangguan ginjal akut. Maka dari itu, peran farmasis dalam ruang lingkup rumah sakit, khususnya dalam pelayanan rawat inap sangat diperlukan. Pada laporan ini akan dibahas mengenai peran apoteker dalam melaksanakan telaah informasi obat yang berpotensi menyebabkan Drug Induced AKI (DI-AKI), serta pemantauan terapi obat (PTO) di Rumah Sakit Universitas Indonesia periode bulan Maret tahun 2023. Berdasarkan literatur, beberapa golongan obat dapat memicu AKI, yaitu antibiotik (khususnya golongan aminoglikosida), antifungal, antiviral, kemoterapi, analgesik (khususnya golongan NSAID), antimaniac, calcineurin inhibitor, bifosonat, antidiabetes, antihipertensi, dan golongan lain misalnya proton pump inhibitor (PPI), dan diuretik. Penggunaan beberapa obat tersebut secara bersamaan juga dapat meningkatkan risiko terjadinya DI-AKI. Berdasarkan hasil PTO, dugaan DI-AKI pada pasien dapat disebabkan oleh efek samping penggunaan ramipril (golongan ACEI). Namun, hal ini perlu dikonfirmasi kembali menggunakan Algoritma Naranjo.

In the process of providing healthcare services, prescribing drugs using combinations of various therapies up to rational polypharmacy is a common occurrence and often necessary in-patient care at hospitals, especially for geriatric patients or those with multiple diagnoses. However, the prolonged use of a combination of therapies or irrational drug use can potentially lead to Acute Kidney Injury (AKI) or acute kidney dysfunction. Hence, the role of pharmacists within the hospital setting, particularly in inpatient care, is crucial. This report will discuss the role of pharmacists in conducting reviews of drug information that may potentially lead to Drug-Induced AKI (DI-AKI), as well as Drug Therapy Monitoring at the Universitas Indonesia Hospital on March 2023. Based on literature, several classes of drugs can induce AKI, including antibiotics (especially aminoglycosides), antifungals, antivirals, chemotherapy, analgesics (particularly NSAIDs), antimaniacs, calcineurin inhibitors, bisphosphonates, antidiabetic medications, antihypertensives, and other groups such as proton pump inhibitors (PPIs) and diuretics. Concurrent use of some of these drugs can increase the risk of DI-AKI. Based on the Drug Therapy Monitoring results, the suspicion of DI-AKI in patients could be attributed to the side effects of using ramipril (an ACE inhibitor). However, this needs to be confirmed using the Naranjo Algorithm."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Firdausi
"Apoteker adalah profesi yang memberikan pelayanan farmasi klinik dengan berorientasi pada pasien, bertujuan untuk meningkatkan hasil terapi obat dan mengurangi risiko efek samping. Dalam praktiknya, apoteker sebagai decision maker pada konsep 10-star pharmacist, diharapkan untuk mengambil keputusan yang baik, dimana hal tersebut dapat dicapai dengan pendekatan pengobatan berbasis bukti atau evidence-based medicine (EBM). Penggunaan bukti yang dapat diandalkan sangat penting dalam membuat keputusan terhadap terapi untuk pasien. Contohnya adalah pasien dengan penyakit kardiovaskular di Indonesia yang semakin berkembang, sedangkan tiap pasien memiliki kondisi unik yang mungkin memerlukan penanganan yang berbeda-beda. Keputusan penggunaan obat selalu mempertimbangkan kemanan dan khasiat, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan risiko yang minimal. Dalam laporan ini, jurnal tentang efek obat kardiovaskular oleh Ma et al., (2021) ditelaah secara kritis berdasarkan EBM, dan jurnal oleh Adesuyan et al., (2022) dirangkum. Telaah kritis jurnal tentang efek obat kardiovaskular yang mengacu pada appraisal tools oleh Critical Appraisal Skills Programme (CASP). Hasil dari telaah kritis jurnal oleh Ma et al., (2021) menegaskan keandalan data studi, namun diperlukan penelusuran lebih lanjut untuk memastikan keamanan penggunaan 4-5 obat kombinasi untuk mengatasi stroke iskemik dan serangan iskemik transien pada populasi Indonesia. Ringkasan tinjauan sistematis dari Adesuyan et al., (2022) menunjukkan bahwa obat antihipertensi golongan angiotensin receptor blocker (ARB) dapat secara signifikan mengurangi risiko Alzheimer's disease, dengan analisis sensitivitas dan heterogenitas yang tinggi sebagai penegasnya.
A pharmacist is a profession who provides patient-oriented clinical pharmacy services, aiming to improve the results of drug therapy and reduce the risk of side effects. In practice, pharmacists as decision-makers in the 10-star pharmacist concept, are expected to make good decisions, which can be achieved through an evidence-based medicine (EBM) approach. The use of reliable evidence is essential in making therapeutic decisions for patients. For example, with the increasing prevalence of cardiovascular disease in Indonesia, each patient may have unique conditions that require individualized treatment. Decisions regarding drug use always consider safety and efficacy to enhance the patient's quality of life with minimal risk. In this report, a journal about the effects of cardiovascular drugs by Ma et al., (2021) is critically appraised based on EBM, and a journal by Adesuyan et al., (2022) is summarized. Critical appraisal of journal on the effects of cardiovascular drugs referring to appraisal tools by the Critical Appraisal Skills Program (CASP). The results of a critical appraisal of the journal by Ma et al., (2021) confirm the reliability of the study data, but further investigation is needed to ensure the safety of using 4-5 combination drugs to treat ischemic stroke and transient ischemic attacks in Indonesian population. The systematic review journal summary from Adesuyan et al., (2022) shows that angiotensin receptor blocker (ARB) antihypertensive drugs can significantly reduce the risk of Alzheimer's disease, with high sensitivity and heterogeneity analysis as confirmation."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Jacinda Yasmin Purnama Putri
"Penggunaan obat yang tidak rasional menjadi salah satu tantangan bagi negara berkembang karena tingginya jumlah kasus yang terjadi jika dibandingkan negara maju. Hal ini dapat berdampak negatif pada aspek ekonomi maupun kesehatan bagi masyarakat. WHO telah merancang indikator pelayanan pasien untuk mengidentifikasi resep dan pelayanan oleh tenaga kesehatan melalui pengadaan nilai optimum sebagai upaya untuk menjaga kerasionalan penggunaan obat. Evaluasi pelayanan obat menggunakan indikator pelayanan pasien masih jarang dilakukan di rumah sakit wilayah Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pelayanan obat menggunakan indikator pelayanan pasien di Klinik Umum Rumah Sakit Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan secara prospektif dengan metode observasi untuk waktu konsultasi medis dan penyiapan obat, pelabelan dan kesesuaian penyerahan obat serta melakukan wawancara untuk mengetahui pengetahuan pasien. Sampel diambil secara consecutive sampling yaitu 100 untuk waktu konsultasi medis dan 99 untuk aspek lainnya. Analisis data univariat menunjukkan hasil waktu konsultasi medis 12,44 ± 8,1 menit; waktu penyiapan obat 2738,79 ± 1729,3 detik;  kesesuaian penyerahan obat (96,25%); pelabelan obat memadai (100%); dan pengetahuan pasien (78,78%). Kemudian, dilakukan analisis bivariat terhadap pengetahuan pasien. Uji Korelasi Spearman menunjukkan nilai p=0,111, r=0,161 (usia); uji Mann-whitney U test nilai p=0,014 (tingkat pendidikan), nilai p=0,075 (jenis kelamin). Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa tidak semua aspek indikator memenuhi nilai optimum dan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan pasien, maka dari itu pelayanan pasien di Rumah Sakit Universitas Indonesia masih perlu ditingkatkan.

Irrational use of drugs is one of the challenges in developing countries because of the high number of cases that occur when compared to developed countries. It can have a negative impact on economic and public health aspects. WHO has designed patient care indicators to identify prescriptions and services by health workers through the provision of optimum values in an effort to maintain rational drug use. Evaluation of drug services using patient care indicators is slightly done in Indonesia, especially in hospitals. This research was conducted to evaluate drug services using patient care indicators in the general outpatient at The University of Indonesia Hospital. It was conducted prospectively with observation for consultation and dispensing time, adequately labeled, and drugs actually dispensed also using the interview to determine patient's knowledge. Samples were taken consecutively with 100 samples for consultation time and 99 samples for other aspects. The univariate data analysis shows results for consultation time is 12,44 ± 8,1 minutes; drugs dispensing time is 2738,79 ± 1729,3 seconds; drugs actually dispensed is (96,25%); adequately labeled (100%); and patient's knowledge is (78,78%). Then, conducted bivariate analysis of patient’s knowledge. Spearman Correlation test analysis showed p=0,111, r=0,161 (age); Mann-whitney U Test showed p=0,014 (educational), p=0,075 (gender). Based on the results, it is concluded that not all aspects of indicators meet the optimum values and there was a relationship between educational level with patient's knowledge, therefore patient care at The University of Indonesia Hospital still needs to be improved."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>