Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Juliawita Andrieni
"Stunting masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia yang disebabkan oleh faktor yang bersifat konteks dan penyebab langsung yang akan tampak pada usia 2 tahun. Stunting mencerminkan kekurangan gizi kronis yang pada jangka pendek berdampak pada meningkatnya kesakitan dan kematian, hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak, adanya ketidak seimbangan dari fungsi-fungsi tubuh, rendahnya kemampuan kognitif, motorik dan bahasa serta dampak jangka panjang berupa postur tubuh yang pendek, obesitas, menurunnya kesehatan reproduksi dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja sehingga mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. ASI merupakan zat gizi sempurna untuk bayi yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. WHO merekomendasikan pemberian ASI eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui hubungan antara riwayat mendapatkan ASI eksklusif terhadap kejadian stunting setelah di kontrol variabel jenis kelamin, status BBLR, status PBLR, status mendapatkan Vitamin A pada anak, dan status gizi pada anak pada usia 24-59 bulan di Kota Cilegon. Penelitian menggunakan desain studi kasus-kontrol pada 273 anak stunting (kasus) dan 546 anak tidak stunting (kontrol). Data diperoleh dari e-PPGBM Kota Cilegon bulan Agustus tahun 2022. Analisis multivariat pada hubungan ASI eksklusif terhadap kejadian stunting diperoleh nilai aOR 2,55 pada 95% CI 1,337-4,879 setelah dikontrol variabel jenis kelamin, status BBLR, status PBLR, status mendapatkan Vitamin A pada anak, status gizi, interaksi ASI eksklusif dengan jenis kelamin, dan interaksi ASI eksklusif dengan status gizi. Kandungan zat gizi pada ASI perlu diperhatikan agar anak memperoleh ASI yang cukup secara kualitas dan kuantitas untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Stunting is still a health problem in Indonesia caused by contextual factors and direct causes that will appear at the age of 2 years. Stunting reflects chronic malnutrition which in the short term has an impact on increasing morbidity and mortality, hinders the growth and development of children, there is an imbalance of bodily functions, low cognitive, motoric and language abilities as well as long term impacts in the form of short stature, obesity, decline in reproductive health and will further affect work productivity thereby affecting the quality of human resources. Breast milk is the perfect nutrient for babies according to their growth and development. WHO recommends exclusive breastfeeding in the first 6 months of life. The purpose of this study was to determine the relationship between a history of exclusive breastfeeding and the incidence of stunting after controlling for variables such as gender, LBW status, LBL status, status of getting Vitamin A in children, and nutritional status in children aged 24-59 months in Cilegon City. The study used a case-control study design in 273 stunted children (cases) and 546 non-stunted children (controls). Data were obtained from the Cilegon City e-PPGBM in August 2022. Multivariate analysis on the relationship of exclusive breastfeeding to stunting events obtained an aOR value of 2,55 at 95% CI 1,337-4,879 after controlling for the variables gender, LBW status, PBLR status , status of getting Vitamin A in children, nutritional status, interaction of exclusive breastfeeding with gender, and interaction of exclusive breastfeeding with nutritional status. It is necessary to pay attention to the nutritional content of breast milk so that the child obtains sufficient quality and quantity of breast milk for growth and development."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarniyeti
"Tujuan penelitan ini adalah diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan posyandu lansia di wilayah kota Pariaman tahun 2011 dengan desain cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan posyandu lansia rendah (42%). Ada hubungan bermakna antara kelompok usia 61- 69 tahun (OR=2,45; 95%CI=1,51-3,96), pendidikan tinggi (OR=4,90; 95%CI=2,56-9,38), pengetahuan baik (OR=121,6), sikap positif (OR=3,244; 95%CI2,01-5,23), menyatakan kualitas pelayanan baik (OR=27,86; 95%CI=10,86-71,43), menyatakan sikap petugas baik (OR=3,21; 95%CI=1,82- 5,65), tidak ada hambatan (OR=38,27; 95%CI=19,79-74,02), budaya pencarian pengobatan ketenaga kesehatan (OR=41,215; 95%CI=9,87-172,05), dukungan keluarga baik (OR=6,099; 95%CI=3,16-11,758), dan menyatakan membutuhkan posyandu lansia (OR=12,1902; 95%CI=2,48-52,17) dengan pemanfaatan posyandu lansia. Tidak terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin, pekerjaan dan dukungan petugas dengan pemanfaatan posyandu lansia. Diperlukan peningkatkan promosi kesehatan lansia kepada sasaran langsung dan tidak langsung untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup lansia melalui peningkatan pemanfaatan posyandu lansia.

This research aimed to know some factors associated with utilization of posyandu for the elderly in the urban areas of Pariaman in 2011 with cross sectional design. The results of research shows that posyandu for the elderly utilization is low (42%). The variables related utilizing the posyandu lansia are 61-69 years (OR=2,45; 95%CI=1,51-3,96), high education (OR= 4,909; 95%CI=2,56-9,38), good knowledge (OR=121,6), positif attitudes (OR=3,244; 95%CI=2,01-5,23), good quality of services at posyandu for elderly (OR=27,86; 95%CI=10,86-71,43), good attitude of staff the posyandu for elderly (OR=3,21; 95%CI=1,82-5,65), have not barriers going to posyandu for the elderly (OR=38,27; 95%CI=19,79-74,02), the culture of seeking medication to health officer service (OR=41,215; 95%CI=9,87-172,05), good family support (OR=6,099; 95%CI=3,16-11,758), and the need for posyandu for elderly (OR=12,1902; 5%CI=2,48-52,17). There was no significant relationship between sex, occupation, officer health service support, with the utilization of posyandu for elderly by the elderly (> 60 years). It is recommended to improve elderly health promotion to target audiences directly and indirectly to improve standard of health and elderly life quality by means of increasing utilization of posyandu for the elderly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pical, Femmy Imelia
"Populasi lanjut usia di Indonesia semakin meningkat. Kenaikan hipertensi sejalan dengan pertambahan usia. Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler. Sekitar 50% kejadian kardiovaskuler di sebabkan oleh hipertensi. lansia merupakan kelompok rentan terhadap hipertensi. Prevalensi hipertensi pada lansia di Indonesia cukup tinggi diperkirakan sekitar 20-30%. Di puskesmas kecamatan Pasar Rebo hipertensi menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak yang diderita oleh lansia selama tahun 2009-2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan determinan hipertensi di posyandu lansia. Desain penelitiannya adalah cross sectional melalui obsevasi data sekunder hasil pemeriksaan kesehatan di 10 posyandu lansia pada bulan Desember 2010, berjumlah 270 responden. Hasil penelitian didapatkan prevalensi hipertensi sebesar 48,9%. Kejadian hipertensi cukup tinggi pada lansia yang tinggal di wilayah kelurahan Pekayon yaitu sebesar 55,4%, berumur 70 tahun ke atas yaitu sebesar 65,4%, berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 67,5%, mengalami kegemukan (58,8%), ada gangguan mental/emosional (58,5%), serta mengidap penyakit diabetes Mellitus (68,8%).
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara umur, jenis kelamin, dan kegemukan terhadap kejadian hipertensi (p=≤0,05). Sedangkan pada variabel gangguan emosional dan riwayat penyakit DM tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Upaya pengontrolan berat badan lansi perlu dilakukan untuk menurunkan kejadian hipertensi.

The population of elderly in Indonesia was increased. As known, hypertesion would be increased by age. Hypertension is a major risk factor for cardiovascular disease. About 50% of cardiovascular disease caused by hypertion. Elderly is very potential to become hypertension. Prevalence hypertension of elderly in indonesian estimated about 20-30%. In health center of Pasar Rebo distric, hypertion was number one of ten most disease suffered by elderly during 2009-2010. There is an urgent need to gather information about prevalence and various blood pressure risk factors in elderly health care.
This study using cross sectional methodology by observation secondary data of elderly health status from 10 elderly health care in Pasar Rebo district, Desember 2010. The purpose of this study was to investigate prevalence and determinants of hypertension in elderly care. The total of responden was 270 elderly.
The result of this study showed that prevalence hypertion is about 48,9%. Hypertension was high in the elderly who live in Pekayon (57%), in the age group more than 70 years old (65,4%), male sex that is about 67.5%, with overweight (58, 8%), with mental /emotional disorder (58.5%), and with diabetes mellitus (68.8%). Statistical test results also showed that there is significant relationship between age, gender, and overweigth with hypertension. While the variable of mental/emotional disorder and history of DM disease has no significant relationship. Controling of body mass index for elderly is recommended to decrease hypertension.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Swasti Despriningtyas
"Kunjungan antenatal K4 adalah kontak minimal 4 kali kunjungan untuk mendapatkan pelayanan antenatal dengan ketentuan minimal 1 kali pada trimester I, minimal 1 kali pada trimester II, dan minimal 2 kali pada trimester III yang bertujuan untuk menjamin perlindungan ibu hamil dan janin berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan serta penanganan dini komplikasi kehamilan. Namun, cakupan kunjungan antenatal K4 (pola minimal 1-1-2) di Nusa Tenggara Timur masih jauh dari target yang ditetapkan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kunjungan antenatal K4 (pola minimal 1-1-2) di Nusa Tenggara Timur tahun 2012.
Metode penelitian menggunakan desain cross sectional dengan analisis data sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Sampel penelitian adalah ibu umur 15-59 tahun yang memiliki anak terakhir lahir hidup dalam lima tahun sebelum survei dilaksanakan, memeriksakan kehamilan dengan tenaga kesehatan profesional, dan memiliki kelengkapan data. Analisis statistik bivariat digunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 73,3% ibu melakukan kunjungan antenatal K4 (pola minimal 1-1-2) secara lengkap.
Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan bermakna antara umur ibu (PR: 2,35 CI 95%: 1,03 - 5,36 & 2,50; CI 95%: 1,10 - 5,66), umur kehamilan pertama kali periksa (PR: 8,32; CI 95%: 4,64 - 14,92), pendidikan suami (PR: 1,33; CI 95%: 1,07 - 1,65), status ekonomi (PR: 1,30; CI 95%: 1,13 - 1,49 & PR: 1,28; CI 95%: 1,10 - 1,49), kualitas pelayanan antenatal (PR: 1,28; CI 95%: 1,14 - 1,43), dan dukungan suami (PR: 1,31; CI 95%: 1,15 - 1,49) dengan kunjungan antenatal K4.
Oleh karena itu, disarankan kepada tenaga kesehatan untuk melakukan penyuluhan intensif mengenai pentingnya kunjungan antenatal K4 bagi ibu hamil terutama ibu umur berisiko, status ekonomi rendah, dan juga kepada suami, kemudian menjaring ibu hamil pada trimester I, serta memberikan pelayanan antenatal berkualitas sesuai standar.

Antenatal visits K4 are contact visits at least 4 times to get antenatal care with the provision of at least 1 time in the first trimester, at least 1 time in the second trimester, and at least 2 times in the third trimester which aims to ensure the protection of maternal and fetal such as early detection risk factors, prevention and early treatment of complications of pregnancy. However, coverage of antenatal visits K4 (minimum pattern 1-1-2) in East Nusa Tenggara is still far from the target. This study aims to determine factors associated with antenatal visits K4 (minimum pattern 1-1-2) in East Nusa Tenggara in 2012.
This research used cross sectional design method with secondary data analysis of The 2012 Indonesian Demographic and Health Survey. The study sample were women aged 15-49 years who had given at least one live birth during the five years preceding the survey, examined the birth by skilled health provider, and have completed data. Statistical analysis used was bivariate chi-square test. The results showed 73,3% of mothers had completed antenatal visits K4 (minimum pattern 1-1-2).
The results of the bivariate analysis showed a significant relationship between age of mother (PR: 2,35 CI 95%: 1,03 - 5,36 & 2,50; CI 95%: 1,10 - 5,66), age at first pregnancy check (PR: 8,32; CI 95%: 4,64 - 14,92), husband?s education (PR: 1,33; CI 95%: 1,07 - 1,65), economic status (PR: 1,30; CI 95%: 1,13 - 1,49 & PR: 1,28; CI 95%: 1,10 - 1,49), quality of antenatal care (PR: 1,28; CI 95%: 1,14 - 1,43), dan husband?s support (PR: 1,31; CI 95%: 1,15 - 1,49) with antenatal visits K4 (minimum pattern 1-1-2).
Therefore, it is advisible for health provider to conduct intensive counseling about the importance of antenatal visits K4 for pregnant women especially who is at risky maternal age and low economic status and also for her husband, then screen pregnant women in the first trimester, as well as provide good quality antenatal care according to standards.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54524
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Nugroho
"ABSTRAK
Amenore postpartum adalah periode akhir kehamilan perempuan sampai waktu ia
mulai menstruasi kembali. Ini adalah periode ketidaksuburan sementara. Periode
amenore postpartum merupakan peristiwa penting bagi reproduksi dalam rentang
hidup perempuan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan status
menyusui ibu dengan amenore postpartum. Menggunakan data sekunder SDKI
2012 dengan desain studi crossectional, dengan jumlah sampel sebesar 1171
responden. Pada analisis multivariat dengan regresi Cox pada status menyusui ibu
yang berinteraksi dengan penggunaan kontrasepsi non hormonal terhadap
amenore postpartum didapatkan nilai PR 2,18 (95% CI: 1,22-3,89). Ini
menunjukkan pentingnya ibu untuk terus menyusui dan menggunakan kontrasepsi
non hormonal setelah melahirkan sebagai salah satu upaya untuk menjaga jarak
kelahiran yang baik pada periode postpartum.

ABSTRACT
Postpartum amernorrhea is the end period of pregnancy women until she started
the menstruating again. This is just temporary infertility period. Postpartum
amenorrhea period is an important event of women’s reproductive life span. The
objective of this study was to determine the relationship of maternal lactating
status with postpartum amenorrhea. Using IDHS 2012 secondary data’s with
crossectional design study, with 1171 respondents. In multivariate analysis with
Cox regression maternal lactating status which is interacting with non-hormonal
contraception use against postpartum amenorrhea showed the PR is 2,18 (95% CI:
1,22-3,89). It’s showed how importance the mothers must continuing
breastfeeding and using a non-hormonal contraception after delivering as a way to
made a good spacing in the postpartum period."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T42027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Khafia
"Sebanyak 8,3% remaja laki-laki dan 1% remaja perempuan berusia 15-24 tahun telah berhubungan seks pranikah (SDKI, 2012). Perilaku seks pranikah pada remaja merupakan masalah yang serius yang berkaitan dengan penularan infeksi menular seksual, aborsi, kecacatan, dan kematian bayi di negara-negara miskin (Glasier, et al 2006). Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan menggunakan data sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia - Modul Remaja Tahun 2012 untuk melihat hubungan antara faktor personal, lingkungan, dan perilaku dengan seks pranikah pada remaja di Indonesia tahun 2012. Sampel adalah remaja laki-laki dan perempuan belum menikah umur 15-24 tahun berjumlah 8.123 orang. Analisis regresi logistik ganda digunakan untuk menilai variabel yang dominan berhubungan dengan seks pranikah pada remaja.
Hasil analisis ditemukan faktor-faktor yang berhubungan dengan seks pranikah pada remaja adalah jenis kelamin laki-laki (OR=1,6; 95% CI= 1,196-2,321), usia 20-24 tahun (OR=2,4; 95% CI= 2,07-2,999), sikap permisif tinggi terhadap seksualitas (OR=10,05; 95% CI= 7,859-12,871), pengaruh teman tinggi (OR=4,2; 95% CI= 2,712-6,575), perilaku merokok (OR=1,81; 95% CI= 1,408-2,340), konsumsi alkohol (OR=3,5; 95% CI= 2,770-4,537), dan penyalahgunaan NAPZA (OR=2,7; 95% CI= 2,003-3,818). Sikap terhadap seksualitas menjadi variabel yang dominan berhubungan dengan seks pranikah pada remaja. Pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif diperlukan bagi remaja agar tidak terjadi salah persepsi pada sikap terhadap seksualitas sehingga membuat remaja merasa bebas untuk melakukan seks pranikah.

Indonesia Demographic and Health Survey 2012 analyzed data gathered from a sample of 19.882 Indonesian youth, followed from age 15 to age 24. Their findings 8,3% of teenage boys and 1% of girls had sex before marriage. Premarital sexual behavior in adolescents is a serious problem with regard to the transmission of sexually transmitted infections, abortion, disability and infant mortality in poor countries (glaciers, et al 2006). This study conducted to assess association between personal, environmental, and behavioral factors with premarital sex among adolescents in Indonesia 2012 using data from Indonesia Demographic Health Survey-Adolescent Questionnaire 2012. A cross sectional study was conducted among 8.123 unmarried men and women aged 15-24. Multivariate logistic regression models was carried to identify the dominant variable related to premarital sex in adolescents.
Results of the analysis found factors associated with premarital sex among adolescents is the male gender (OR= 1.6; 95% CI = 1.196-2.321), age 20-24 years (OR= 2.4; 95% CI= 2.07-2.999), high permissive attitude toward sexuality (OR= 10.05; 95% CI= 7.859-12.871), the high effect of friends (OR= 4.2; 95% CI = 2.712-6.575), smoking behavior (OR= 1.81; 95% CI= 1.408-2.340), alcohol consumption (OR= 3.5; 95% CI= 2.770-4.537), and drug use (OR= 2.7; 95% CI= 2,003-3.818). Attitudes of sexuality become the dominant variable related to premarital sex in adolescents. Therefore, a comprehensive reproductive health education for adolescents needed to avoid misperception on attitudes toward sexuality that makes adolescents feel free to engage in premarital sex.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S60884
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuris Putri Pertiwi
"ABSTRAK
Kurangnya pemahaman remaja mengenai kesehatan reproduksi membuat remaja
berperilaku seksual berisiko. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan penggunaan kondom pada remaja pria pelaku hubungan seksual
pra-nikah di 5 Provinsi di Indonesia (Maluku, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua
Barat, dan Papua) tahun 2012. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan
menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Sampel
dalam penelitian ini adalah remaja pria usia 15 ? 24 pelaku hubungan seksual pranikah
di 5 Provinsi di Indonesia yang memenuhi kriteria. Dari hasil penelitian
didapatkan persentase penggunaan kondom 14,2%. Adapun variabel yang
berhubungan secara statistik dari faktor predisposisi adalah usia, dengan peluang
penggunaan kondom lebih besar pada usia 20 ? 24 tahun (PR : 1,764, 95% CI : 1,004
? 3,096), faktor enabling adalah keikutsertaan dalam forum edukasi kesehatan
reproduksi (PR : 2,332, 95% CI : 1,289 ? 4,217), sedangkan faktor reinforcing adalah
peran sekolah (PR : 1,715, 95% CI : 1,015 ? 2,897). Oleh karena itu disarankan untuk
melaksanakan optimalisasi program PIK Remaja, integrasi pelajaran kesehatan
reproduksi di sekolah, dan memanfaatkan media informasi lebih massive lagi.

ABSTRACT
Lack of understanding about reproductive health in adolescents make them have risky
sexual behavior. This study aims to determine the factros related with condom use
among male adolescent who had sexual intercourse before marriage in 5 provinces in
Indonesia (Maluku, North Sulawesi, North Maluku, West Papua and Papua) in 2012.
The study design was cross-sectional using data Indonesia Demographic and Health
Survey 2012. The sample in this study were male adolescent aged 15 ? 24 who had
sexual intercourse before marriage in the 5 provinces in Indonesia that meet the
criteria. From the results, the percentage of condom use is 14.2%. The variables
associated statistically of predisposing factors is age, with the chance of condom use
is greater in the age of 20 ? 24 years (PR : 1.764, 95% CI: 1.004 to 3.096), the factors
enabling is participation in the forums education of reproductive health (PR: 2.332,
95% CI: 1.289 to 4.217), while reinforcing factor is the role of the school (PR: 1.715,
95% CI: 1.015 to 2.897). It is therefore advisable to carry out optimization of PIK
youth program, the integration of reproductive health education in schools, and utilize
information more massive media again.;"
2016
S65556
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarnuzi
"Keterlambatan diagnosis dapat memperparah penyakit, meningkatkan risiko kematian dan kemungkinan penularan tuberkulosis di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapakah proporsi dan lama waktu keterlambatan diagnosis dan faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis TB paru di Kabupaten Tebo. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan pada penderita tuberkulosis yang berobat di rumah sakit dan puskesmas dalam Kabupaten Tebo tahun 2018. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 366 responden. Anaisis multivariat menggunakan cox regression. Hasil penelitian proporsi keterlambatan diagnosis (>28 hari) sebesar 63,93%. Faktor predisposisi (umur ≥ 45 tahun), faktor pendukung (jenis UPK Non-DOTS dikunjungi pertama kali, stigma tinggi dan jarak tempuh ke UPK ≥ 30 menit) dan faktor kebutuhan (persepsi penyakit tidak serius) merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan keterlambatan diagnosis. Perlu dilakukan peningkatan kualitas program pengendalian tuberkulosis, penyuluhan tuberkulosis agar masyarakat mempunyai persepsi yang benar terhadap tuberkulosis dan untuk mengurangi stigma negatif terhadap penyakit tuberkulosis, meningkatkan akses ke unit pelayanan kesehatan DOTS serta penemuan secara aktif untuk mengurangi keterlambtan diagnosis.

Delay in diagnosis can lead to increased severity of the disease, increased the risk of death and the possibility of transmission of tuberculosis in the community. The objective of this study was to determine proportion and the length of delay in diagnosis and factors associated with the delay in diagnosis among pulmonary tuberculosis patient in Tebo Distric. This study design using cross sectional conducted in patients with tuberculosis who was treated at hospitals and health centers at Tebo District in 2018. The sample in this study amounted to 366 respondents. Multivariat analysis using a multivariate cox regression. The results showed that the proportion of diagnosis delay (> 28 days) was 63.93 %. Predisposing factors (age ≥ 45 years), enabling factors (first consulting Non-DOTS health care unit, high stigma and distance to the health care unit DOTS ≥ 30 minutes) and need factors (perception of the disease is not serious) are risk factors associated with the diagnostic delay. Necessary improving the quality of tuberculosis control programs, counseling tuberculosis so that people have the correct perception against tuberculosis and to reduce the negative stigma against tuberculosis, improving access to health care units DOTS and active case finding are vital to reduce diagnostic delay."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reuwpassa, Jauhari Oka
"

Pendahuluan: Kehamilan tidak diharapkan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Wanita muda, tanpa pasangan, kegagalan kontrasepsi, serta paritas yang tinggi diberbagai literatur disebutkan sebagai faktor yang meningkatkan risiko kehamilan tidak diharapkan. Paritas yang tinggi akan berdampak pada kesehatan ibu dan anaknya, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan paritas dengan kehamilan tidak diharapkan pada wanita usia subur (WUS) di Indonesia. Metodologi: Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan sumber data berasal dari data sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2017. Sampel penelitian ini adalah WUS yang melahirkan anak terakhir selama periode 2013 – 2017 berjumlah 15.316 responden. Data dianalisis menggunakan regresi cox untuk mengetahui prevalen rasio paritas dan kehamilan tidak diharapkan. Crude dan adjusted prevalen rasio (cPR dan aPR) akan dinilai pada penelitian ini. Signifikansi dinilai dengan melihat rentang kepercayaan (confident interval/CI) 95%. Hasil: Dari 15.316 WUS terdapat setidaknya 16,9% menyatakan mengalami kehamilan tidak diharapkan. Responden WUS 50,9% diantaranya berumur 25 – 34 tahun, 89,8% menyatakan memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi, serta menikah dan tinggal dengan suami 87,4%. Nilai cPR pada WUS dengan paritas 3 – 4 anak sekitar 2,782 (CI95% 2,257 - 3,027) sedangkan WUS paritas ≥5 anak memiliki cPR sekitar 3,421 (CI95% 3,045 - 3,843) dibandingkan dengan WUS paritas 1 – 2 anak. Hasil analisis multivariat aPR pada WUS dengan paritas 3 – 4 anak sekitar 1,862 (CI95% 1,257 – 2,758) sedangkan WUS paritas ≥5 anak memiliki cPR sekitar 2,574 (CI95% 1,575 – 4,206) setelah dikontrol oleh variabel tempat tinggal, pendidikan, riwayat kontrasepsi, serta status pernikahan dan variabel interaksi. Kesimpulan: Penelitian ini mendapatkan bahwa semakin tinggi paritas pada WUS, meningkatkan risiko kehamilan tidak diharapkan. Oleh sebab itu, perlu terus melakukan edukasi dan penyuluhan pada WUS dan pasangannya dalam merencanakan kehamilan, sehingga setiap kehamilan yang terjadi merupakan kehamilan yang diharapkan.


Background: Unintended pregnancy is public health problems. A lot of literatures mention young women with no partner, contraceptive failure and high parity are factors that increase the risk of unintended pregnancy. High parity will impact mother and the baby and increase morbidity and mortality. This study aims to determine the association between parity and unintended pregnancy in women childbearing age in Indonesia. Methods: Design study was cross-sectional and data was obtained from Indonesian Demographic Health Survey 2017. Sample was women childbearing age who gave birth to last child during 2013 – 2017, total 15.316 respondents. Data were analysed using cox regression to determine the prevalence ratio between parity and unintended pregnancy. Crude and adjusted prevalence ratio (cPR and aPR) will be assessed in this study. Significant level was showed by confident interval (CI) 95%. Results: Total 15.316 sample, 16.9% was stated unintended pregnancy. More than 50% women childbearing age were 25 – 34 years old, 89.8% ever used contraceptive, and 87.4% were married and lived with husband. cPR Women childbearing age with parity 3 – 4 children were 2,782 (CI95% 2,257 - 3,027) while parity ≥5 children cPR around 3,421 (CI95% 3,045 - 3,843) compared with parity 1-2 children. Multivariate analysis show aPR were 1,862 (CI95% 1,257 – 2,758) for women with parity 3 – 4 children and parity ≥5 children 2,574 (CI95% 1,575 – 4,206) after being controlled by residence, education, contraception history, marital status and interaction. Conclusion: This study found that high parity in women childbearing age will increase the risk of unintended pregnancy. Therefore, it is necessary to continue to educate women and their partner in planning a pregnancy.

"
2019
T53656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>