Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Jaelani
"Tesis ini membahas mengenai perkembangan epistemologi dan peran perempuan dalam pengetahuan melalui pemikiran dan kritik Sandra Harding. Studi mengenai perempuan tidak akan relevan tanpa adanya epistemologi yang berbasis feminisme karena setiap studi mengenai perempuan berdasarkan pada kacamata patriarkal. Oleh karena itu, diperlukan epistemologi baru untuk mencapai pemahaman yang lebih konkrit mengenai perempuan sebagai subjek yang setara dengan laki laki dalam pengetahuan.

The focus of this study is to examine epistemology development and women role on knowledge from critics and notion by Sandra Harding. Study about women wont become relevant without feminism based epistemology, because every study about women are based on patriarchy viewpoint. Because of this, we need a new epistemology to reach more concrete understanding about women as equal subject as men on knowledge.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia , 2016
S70472
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Syadiah
"ABSTRAK
Mitos; sebuah bentuk ide yang telah ada dan mengatur pola pikir masyarakat sejak zaman dahulu hingga saat ini. Mitos dimaknai oleh setiap individu berdasarkan pengalaman yang dialaminya masing-masing. Pemaknaan mitos ini bukan dilihat dari suatu hal yang benar atau salah, melainkan dilihat dari konteks yang sedang diperlukan. Oleh karena itu, pemaknaan di dalam mitos tersebut bersifat plural dan berkembang. Sehingga, pemaknaan di dalam mitos tidak ada yang bersifat tunggal. Selain itu, pemaknaan dalam mitos juga memiliki nilai pragmatis karena pemaknaan mitos yang bersifat plural ini harus dihasilkan dari proses logic yang memiliki konsekuensi praktis dan tidak bisa begitu saja untuk dimaknai. Proses pemaknaan dalam mitos secara logic ini dapat dilihat dari pemikiran semiotik Charles Sanders Peirce melalui proses triadyc yang diciptakannya. Proses triadyc tersebut memiliki tiga unsur, seperti representament, object, dan interpretant. Ketiga unsur ini sangat berkaitan untuk melihat proses pemaknaan pada sebuah mitos. Dengan demikian, di dalam tulisan ini berupaya untuk melihat proses dan juga bentuk mitos yang kini dijadikan sebagai tanda dan sekaligus dijadikan sebagai bahasa sosial di dalam kehidupan masyarakat.Mitos; sebuah bentuk ide yang telah ada dan mengatur pola pikir masyarakat sejak zaman dahulu hingga saat ini. Mitos dimaknai oleh setiap individu berdasarkan pengalaman yang dialaminya masing-masing. Pemaknaan mitos ini bukan dilihat dari suatu hal yang benar atau salah, melainkan dilihat dari konteks yang sedang diperlukan. Oleh karena itu, pemaknaan di dalam mitos tersebut bersifat plural dan berkembang. Sehingga, pemaknaan di dalam mitos tidak ada yang bersifat tunggal. Selain itu, pemaknaan dalam mitos juga memiliki nilai pragmatis karena pemaknaan mitos yang bersifat plural ini harus dihasilkan dari proses logic yang memiliki konsekuensi praktis dan tidak bisa begitu saja untuk dimaknai. Proses pemaknaan dalam mitos secara logic ini dapat dilihat dari pemikiran semiotik Charles Sanders Peirce melalui proses triadyc yang diciptakannya. Proses triadyc tersebut memiliki tiga unsur, seperti representament, object, dan interpretant. Ketiga unsur ini sangat berkaitan untuk melihat proses pemaknaan pada sebuah mitos. Dengan demikian, di dalam tulisan ini berupaya untuk melihat proses dan juga bentuk mitos yang kini dijadikan sebagai tanda dan sekaligus dijadikan sebagai bahasa sosial di dalam kehidupan masyarakat.

ABSTRACT
Myth A form of ideas that has existed and set the mindset of people since ancient times until today. Myth is interpreted by each individual based on the experience experienced by each. The meaning of this myth is not seen from something right or wrong, but viewed from the context that is needed. Therefore, the meaning in the myth is plural and evolving. Thus, the meaning in myth doesn rsquo t exist singularly. In addition, the meaning of the myth also has a pragmatic value because the meaning of this myth that is plural must be generated from the logic process that has practical consequences and can rsquo t simply to be interpreted. This logical meaning in mythology can be seen from Charles Sanders Peirce 39 s semiotic thought through the triadyc process he created. The triadyc process has three elements, such as representament, object, and interpretant. These three elements are closely related to seeing the process of meaning in a myth. Thus, in this paper seeks to see the process and also the form of myth that is now used as a sign and simultaneously serve as a social language in the life of society."
2017
S69890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiarto Danudjaja
"Penelitian tesis ini beranjak dari keprihatinan atas tertib politik global yang terjebak bahaya situasi tanpa seteru, yang berbagai imbasnya juga sangat terasa di negeri kita. Ketumbangan Komunisme dan demoralisasi Sosialisme sebagai ikutannya membuat hegemoni Neoliberalisme tak terlawankan. Situasi ini berbahaya tak hanya karena membuat praksis politik global kehilangan alternatif progresif untuk menjawab ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi, melainkan juga karena bertentangan dengan keniscayaan antagonisme relasional yang merupakan sumber ketegangan kreatif politik. Sebagai konsekuensi praksis maupun logis fenomena ini, stagnasi transformasi demokrasi tampak semakin menggejalai realitas politik. Di sisi lain, praksis politik global juga ditandai fenomena proliferasi gerakan¬gerakan sosial baru. Fenomena proliferasi ini memperlihatkan pemajemukan dan peragaman agen perubahan, maupun ranah serta modus pergerakannya dalam melawan relasi-relasi subordinasi dan opresi, sehingga memerlukan penggalangan sebuah solidaritas blok hegemonik baru dengan kesepadanan integratif pada idealitas¬idealitas nilai yang demokratis, pluralistis dan radikal agar dapat sungguh menjadi bagian tranformasi demokrasi. Situasi ini menuntut kehadiran sebuah alternatif progresif baik guna ikut mencari solusi yang lebih radikal terhadap ketimpangan sosial ekonomi yang terjadi, menghidupkan kembali ketegangan kreatif politikal, maupun --secara lebih menyeluruh-- dalam menghadapi hegemoni Neoliberalisme yang terbukti eksesif. Sebagai konsekuensi fenomena proliferasi, alternatif progresif tersebut lalu juga harus mampu menggalang sebuah solidaritas blok hegemonik bare yang sekaligus dapat tetap konsisten dengan idealitas-idealitasnya sebagai sebuah proyek radikalisasi demokrasi yang pluraslistis, yakni tetap mencerminkan imaji dan logika egalitarian.Dalam memahami dan menelusuri kemungkinan solusi terhadap keprihatinan iritt dipakai kerangka teoritis Pluralisme Agonistis. Alternatif progresif Chantal Mouffe ini merupakan sebuah upaya radikalisasi terhadap demokrasi modem, yang notabene demokrasi liberal yang pluralistis. Radikalisasi terhadap anasir demokratis dan pluralistis ini dilakukan dengan cara mcnambahkan dimensi sosialis untuk menyisihkan Liberalisme Ekonominya, menyadari paradoks idealitas-idealitasnya sebagai limit sekaligus potensi artikulatif tak berkesudahan, menyadari limit pluralismenya serta menerima keniscayaan dimensi antagonisme agonistis guna meradikalisasi kesediaannya untuk senantiasa bersusah-payah menerima perbedaan, keragaman, dan konflik kuasa sebagai kewajaran serta menyadari limit, keterputus¬putusan dan ketakterputuskan identitas dan makna politik. Lewat radikalisasi ini, demokrasi pluralistis menjadi lebih memadai sebagai alternatif progresif bagi stagnasi transformasi demokrasi akibat praksis politik global yang tanpa seteru tersebut. Penyingkiran logika kapitalistik lewat penambahan dimensi sosialis membuat hak-hak individu dalam kesetaraan warga mempunyai makna kolektif sehingga lebih memadai sebagai azas untuk merckonstruksi solusi radikal terhadap ketimpangan struktural sosial-ekonomi. Kesadaran paradoks dan limit serta penerimaan dimensi antagonisme agonistis membuka jalan bagi pluralisme yang radikal dalam menerima perbedaan, keragaman dan konflik sehingga bisa menyediakan iklim kondusif bagi penghidupan kembali ketegangan kreatif politikal. Penerimaan keniscayaan antagonisme agonistis ini juga membuat demokrasi pluralistis lebih menempatkan dirinya sebagai ajang artikulasi-artikulasi yang diskursif, sehingga memposisikan dirinya bak ruang kosong yang terbuka tempat titik-titik temu lintas waktu dan lintas artikulasi mengarus. Dengan demikian, sebagai..."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T38861
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukmansjah Masputra
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djohan Rady
"Tesis ini adalah sebuah upaya eksplorasi potensi teori evolusi Darwin sebagai basis penjelasan kausal bagi fenomena sosial dan budaya. Upaya tersebut dicapai melalui analisa terhadap ontologi ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi dipilih karena sampai saat ini ilmu ekonomi adalah satu-satunya cabang ilmu sosial yang dianggap memiliki derajat eksplanasi setingkat ilmu-ilmu eksak. Dari analisa tersebut, penulis berpendapat bahwa dua dimensi ilmu ekonomi, yakni asumsi homo economicus dan mekanisme pasar, memiliki kompatibilitas yang tinggi dengan prinsip teori evolusi Darwin mengenai keberlangsungan hidup (survivability) dan adaptasi. Jadi, penulis beranggapan bahwa tingginya derajat eksplanasi yang dihasilkan ilmu ekonomi semata-mata disebabkan adanya kesesuaian antara ontologi ilmu ekonomi dengan ontologi evolusi Darwinian. Sebagai kesimpulan, penulis beranggapan bahwa ilmu-ilmu sosial akan dapat memberikan eksplanasi yang lebih baik jika mengadopsi prinsip-prinsip teori evolusi Darwin sebagai paradigma utamanya.

This graduate thesis is an attempt to explore the potentiality of Darwin's theory of evolution as the basic explanation of social and cultural phenomena. That main objective is realized through the means of analysis upon the ontology of economics, since economics is the only social science deemed equal to those of natural sciences. Upon analysis, it is apparent that the 'exactness' of economics explanations very much indebted to its ontological similarities with the ontology of Darwin's theory of evolution. The two main economics ontological assumptions, homo economicus and market mechanism, are very much alike with Darwin's two main ontological assumptions of evolution, survivability and adaptation. Consequentially, we can think of economics 'exactness' as a result of its ontological compatibility with Darwin's theory of evolution. As a conclusion, this thesis staunch to the hypothesis that humanities and social sciences can gain methodological status equivalent to economics only if they accept Darwin's theory of evolution as its very basic ontological assumption. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T42258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norma Diana
"Hidup perempuan Jawa memang ironis. Mereka selalu ditanamkan oleh nilai-nilai yang membatasi kebebasannya. Dengan alasan untuk menjaga keharmonisan relasi antar sesama manusia, perempuan Jawa didoktrin untuk selalu patuh pada nilai-nilai tersebut. Sesungguhnya, nilai-nilai keharmonisan yang didewakan oleh adat Jawa merupakan diskriminasi yang dilakukan oleh kaum patriarki demi merebut subjektivitas perempuan sebagai manusia yang bebas. Kartini, sebagai manusia perempuan Jawa, mengalami langsung diskriminasi ini sehingga membuatnya selalu dijadikan objek oleh adat. Transendensi merupakan cara yang dapat membuat perempuan meraih kembali subjektivitas dan kebebasan tersebut. Namun Kartini tidak bisa melampaui imanensinya, sehingga membuatnya tetap berada pada posisi subordinat di dalam adat Jawa.

Javanese women’s live are ironic. They are always embedded with values that bounding her freedom. With motivation for keeping harmony in human relation, Javanese woman obediently doctrined for that values. Actually, harmony values that divined by Javanese tradition are discrimination doing by patriarchist to clutched women’s subjectivity as a free human. Kartini, as a Javanese woman, directly experience this discrimination, so make her always becoming object by Javanese tradition. Transcendence is the only way that can make women reach back her subjectivity and freedom. But, Kartini can not beyond her immanence, so make her always still at subordinate point in Javanese culture.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61059
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catharina Theresia Indirastuti
"ABSTRAK
Penelitian ini mempelajari bagaimana calabai, istilah Bugis untuk waria atau
transgender woman, menegosiasikan subjektivitas gendernya agar dapat
memperoleh posisi dalam masyarakat Bugis masa kini. Eksistensi dan peran
calabai telah diakui dalam tradisi Bugis selama beratus tahun. Perubahan sistem
sosial dalam masyarakat Bugis, terutama masuknya Islam dengan sistem seks/
gender yang dikotomis, pendidikan modern dan berubahnya sistem politik
membawa perubahan mendasar dalam konteks hidup calabai. Sebagian calabai
bertahan pada peran tradisionalnya, sedangkan lainnya memasuki peran nontradisional
dalam konteks sosial dengan sistem gender yang lebih dikotomis.
Penelitian kualitatif ini mempelajari kehidupan 12 calabai dalam beragam peran.
Dengan mengadopsi sudut pandang Michel Foucault mengenai sistem kuasa,
Judith Butler tentang performativitas gender, serta Patricia Hill Collins tentang
opresi interseksional, ditemukan bahwa subjektivitas gender dinegosiasikan secara
cair sepanjang hidup calabai. Negosiasi subjektivitas gender calabai memiliki
bentuk yang sangat beragam, tidak kaku dan linier tetapi cair dan berubah-ubah
dalam konteks hidup yang berkelindaan relasi kuasa yang beragam serta terus
terjadi dalam tahapan hidup yang berbeda-beda. Subjektivitas gender calabai
dibangun dengan tujuan yang beragam, tidak ada satu tujuan yang ideal dan stabil,
namun berwarna-warni.

ABSTRACT
The research studied how calabai, the Bugis term for transgender woman,
negotiates her gender subjectivity to own position in the current Bugis society.
Calabai?s existence and roles have been acknowledged in Bugis tradition for
hundreds years. Changes in social system, including the entry of Islam with its
dichotomous sex/gender system, modern education and changing political system
have brought fundamental changes in calabai?s life context. Some calabai hold on
to traditional roles, while others enter non-traditional roles in social context with
stricter gender dichotomy. This qualitative research studied the life of 12 calabai
with diverse roles. By adopting Michel Foucault?s viewpoint on power systems,
Judith Butler?s gender performativity and Patricia Hill Collins? intersection
oppression, the research found that gender subjectivity is negotiated fluidly in a
complex way throughout calabai?s life. Different calabai negotiate her gender
subjectivity in different ways, the process is not rigid and linear but fluid and
changing through different life context that intertwined with power relations and
through life stages. Calabai gender subjectivity is constructed with diverse aim,
there is no ideal and stable aim, but expressed in a colourful ways;"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irfan Syaebani
"ABSTRAK
Alain Badiou menyusun suatu pemikiran yang menggunakan matematika untuk menjelaskan realitas. Bagi Badiou matematika dapat dengan tepat menjawab permasalahan dalam ontologi. Matematika sebagai ontologi yang diformulasikan oleh Badiou kemudian dikontekstualisasi untuk menjelaskan keberadaan pekerja minoritas seksual dalam situasi ketenagakerjaan. Konsep Badiou terkait presentasi, representasi, dan peristiwa coba digunakan secara kontekstual kepada pekerja minoritas seksual terutama untuk membuatnya menjadi elemen dalam himpunan pekerja.

ABSTRACT
Abstract Alain Badiou composed a conceptual thinking using mathematics to explain reality. According to Badiou, mathematics can serve as a way to answer problems in ontology. Mathematics as ontology in this research is contextualized to describe exsistence of sexual minority workers in their labor situation. Badiou rsquo s concepts about presentation, representation, and event are utilized into sexual minority workers rsquo context especially to make them as an element of workers rsquo set."
2017
T48829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Syahrir Alkindi
"Kaum intelektual sebagai subyek politik selalu memiliki keberpihakan dan ideologi pada sesuatu hal yang ia atau mereka perjuangkan. Subyek-subyek politik ini berdisensus untuk mendukung atau menentang ideologi dari kekuatan politik lainnya. Konsensus subyek-subyek politik ini terjadi akibat sebuah konstruksi budaya dan bahasa di dalam ruang publik. Konstruksi ini membentuk sebuah sistem produksi, reproduksi, dan distribusi bagi sebuah ideologi. Sistem yang terkonstruksikan ini mengharuskan sebuah identitas dan asal-usul bagi sebuah kekuatan politik. Subyek politik tidak bisa mengemban ideologinya secara mandiri tanpa ada kesamaan kepentingan dan irisan tujuan yang sama. Ideologi yang terkonsentrasi dalam satu kesatuan sistem produksi ini menciptakan plot atau alur yang stabil dalam pergesekan kepentingan dan tujuan politik dalam ranah kebudayaan dan keseharian. Distribusi sebuah ideologi menentukan ideologi mana yang akan di konsumsi dalam tindakan politik kebudayaan ruang publik. Distribusi ideologi ini dimanifestasikan dalam bentuk hegemoni yang mengkonstruksi sistem politik tersebut melalui praktik-praktik kebudayaan dan berkesenian. Akses sebuah kekuasaan memudahkan hegemoni itu sendiri mendistribusikan ideologi dari kekuatan politik penguasa. Hegemoni terjadi melalui institusi-institusi kebudayaan yang dimiliki kekuatan politik tertentu. Polemik kebudayaan LEKRA-MANIKEBU menjadi contoh konkrit hegemoni kebudayaan dan konstruksi bahasa.

The Intelectuals as political subject always taking side on current ideological struggling. These political subjects involved in dissensus to support or confront ideologies from other political group. These subject politic's consensus occurred from culture and language construction in public sphere. These constructions formed production, reproduction, and distribution system for ideology. These contructed system indicated identity and origin for political strength. Political subjects could not bear its ideology independently without identical purpose and mission from the other political groups. This concentrated ideology in current production system creating a stable plot on dissensus in our culture reality. Ideology distribution determine which ideology consummed on political culture action in public sphere. These ideological distribution manifestated in hegemonical form which constructed political system through culture and art practice and exhibition. Access to power ease hegemony itself to distributing ideology from ruling political power. Hegemony happen through cultural institution owned by specific political group. LEKRA MANIKEBU's cultural polemic is a concrete cultural hegemony and language construction example. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S68134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Maulida Sari
"ABSTRAK
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini ialah konflik antara pengobatan biomedis dan CAM, yang mana keduanya memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Pengobatan biomedis bersandar pada model biomedis dengan pendekatan EBM Evidence Based Medicine , sedangkan CAM bersandar pada model humanistik dengan pendekatan PCM Patient Based Medicine . Perbedaan tersebut dibahas menggunakan teori paradigma Thomas Kuhn. Pertentangan pengobatan biomedis dan CAM memperlihatkan bahwa pengobatan biomedis adalah pengobatan yang dominan terhadap CAM yang termarginalkan. Pertentangan tersebut dibahas menggunakan teori standpoint Sandra Harding. Akhirnya, solusi dimunculkan demi menjawab pertentangan tersebut yaitu dengan pengobatan terintegrasi.

ABSTRACT
The problem discussed in this thesis is the conflict between biomedical medicine and CAM, which both have different characteristics each other. Biomedical medicine is rely on biomedical model with EBM approach, whereas CAM rely on humanistic model with PCM approach. The differences will be discussed using paradigm theory by Thomas Kuhn. The conflict between biomedical medicine and CAM shows that biomedical medicine is dominant over CAM which marginalized. The conflict is discussed using standpoint theory by Sandra Harding. Finally, solution is emerged to answer the conflict by using integrated medicine. "
2017
S68009
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>