Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bramantyo Indirawan
"Skripsi ini membahas peran resolusi konflik yang dilaksanakan oleh partai Sinn Fein di Irlandia Utara dari tahun 1998 hingga 2011. Resolusi konflik dilaksanakan sebagai reaksi atas konflik berkepanjangan yang terjadi antara kaum Nasionalis dan Unionis di tahun 1969 dengan nama The Troubles. Sinn Fein mewakili kaum Nasionalis sebagai partai politik yang memperjuangkan kepentingan kaumnya termasuk proses perdamaian. Dalam kasus ini penulis menggunakan metode kualitatif untuk melihat penjelasan sejarah sebagai salah satu pendekatakan resolusi konflik. Penelitian ini melihat resolusi konflik melalui model teori Johan Galtung yang melihat konsep peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding sebagai analisa proses perdamaian yang komprehensif. Melalui teori tersebut kita dapat melihat peran Sinn Fein sebagai satu partai politik yang memiliki keterlibatan signifikan dalam proses perdamaian.

This thesis describes Sinn Fein role in Northern Ireland conflict resolution from 1998 to 2011. The cconflict resolution was done as a respond to the long conflict that involves the Nationalist and Unionist people in 1969 by the name of The Troubles. Sinn Fein represent the Nationalist as a political party that struggle for their interest including the peace process. The writer uses a qualitative method by the description of history as a conflict resolution approach. This research sees conflict resolution from Johan Galtung model theory that consist of peacemaking, peacekeeping, and peacebuilding for the peace process analysis. We can see Sinn Fein role in the conflict resolution by using those theory as a political party that has a significant involvement in the peace process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55103
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyah Nur Fadilah
"Revolusi yang terjadi di Mesir tahun 2011 membawa gelombang demokratisasi di Mesir. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi kelompok Ikhwanul Muslimin yang selama ini direpresi oleh pemerintah untuk tampil dalam politik melalui partainya Freedom and Justice Party (FJP). Melalui pemilu 2012, FJP mampu memperoleh suara hingga 45 persen dan kandidat presidennya Muhammad Mursi terpilih menjadi presiden dengan perolehan suara sebesar 51,7 persen.
Namun sayangnya demokratisasi yang terjadi di Mesir hanya berlangsung sesaat. Pada tanggal 3 Juli 2013 militer melakukan kudeta terhadap Mursi. Kudeta yang terjadi di Mesir merupakan bentuk dari lemahnya kontrol sipil terhadap militer. Mursi gagal melakukan kontrol terhadap militer sehingga ia tidak bisa mencegah tindakan militer yang menurunkannya secara paksa melalui jalan kudeta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi hubungan sipil militer di masa kepemimpinan Mursi dan bagaimana faktor-faktor tersebut menyebabkan lemahnya kontrol sipil terhadap militer sehingga menyebabkan terjadi kudeta militer. Penelitian ini menggunakan beberapa teori, diantaranya adalah teori hubungan sipil militer, teori tentara pretorian, teori kudeta dan teori kepentingan internasional.
Dalam tesis ini penulis menguraikan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan kontrol sipil terhadap militer sehingga menimbulkan kudeta. Faktor-faktor tersebut adalah; 1) Tipikal militer Mesir yang merupakan tentara pretorian dan doktrin yang dianut militer. 2) Kepentingan dan intervensi negara-negara asing terhadap Mesir. 3) Fragmentasi kelompok sipil di Mesir yang bersifat fratricidal (saling menjatuhkan).

The revolution that occurred in Egypt in 2011 brought a wave of democratization in Egypt. It also provided an opportunity for the Muslim Brotherhood, which had been repressed by the government, to perform in politics through its political wing, the Freedom and Justice Party (FJP). Through the 2012 elections, the FJP was able to acquire up to 45 percent voice and its presidential candidate, Mohammed Mursi was elected president by a vote of 51.7 percent.
But unfortunately democratization in Egypt only lasted a moment. On July 3, 2013 the military staged a coup against Mursi. The coup happened in Egypt was a form of weak civilian control over the military. Mursi failed to exercise control over the military so a military coup was inevitable, forcing him into detention.
This study aims to determine the factors that affect civil-military relations during Mursi‟s administration and how these factors lead to lack of civilian control over the military that led to a military coup. This study uses several theories, including the theory of civil-military relations, theory of praetorian army, coup theory and theory of international interest.
In this thesis, the author outlines the factors affecting the failure of civilian control over the military, giving rise to a coup. These factors are; 1) Egypt praetorian military and the doctrine it adopted. 2) The interest and intervention of foreign countries on Egypt. 3) Fragmentation of civil groups in Egypt who are fratricidal, each against other.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ibrahim Rantau
"Fase transisi Mesir diwarnai dengan menguatnya kekuatan Islam politik, terutama kelompok Salafi yang memperoleh suara yang cukup signifikan dalam pemilu parlemen Mesir yang digelar dalam bulan Desember 2011 hingga Januari 2012. Perolehan suara dalam Parlemen memberikan kesempatan kepada kelompok Salafi untuk merealisasikan pemikiran dan pandangan Salafisme kedalam realitas politik Mesir pasca revolusi. Fase transisi Mesir juga diwarnai dengan meningkatnya intensitas konflik antara kekuatan Islam politik, dalam hal ini adalah koalisi Ikhwanul Muslimin dan kekuatan politik Salafi, dengan faksi Nasionalis-Liberal dalam hal mempengaruhi arah transisi Mesir. Konflik antar elit politik juga memicu bentrokan di level grassroot yang menyebabkan situasi transisi Mesir menjadi semakin tidak menentu. Beberapa isu yang menjadi penyebab konflik adalah tentang amandemen konstitusi Mesir serta isu-isu berbau sektarian seperti perlindungan terhadap agama minoritas dan thariqah sufi, dimana kelompok Salafi memberikan perhatian lebih terhadap isu tersebut.
Sementara itu al-Azhar, sebagai sebuah institusi pendidikan dan keagamaan Sunni yang cukup prestisius dikalangan masyarakat Mesir, mencoba untuk memberikan kontribusi bagi bangsa Mesir dengan memperlihatkan sikap serta menyumbangkan pandangan-pandangan terkait dengan bagaimana mengelola fase transisi. Sikap dan pandangan ulama al-Azhar termuat dalam beberapa dokumen yang dirilis oleh al-Azhar dimana dokumen-dokumen tersebut mendapatkan apresiasi dari beberapa kekuatan politik untuk menjadi inspirasi dan framework bagi amandemen konstitusi Mesir. Dalam hal ini muncul perbedaan pandangan yang cukup mendasar antara ulama al-Azhar dan kelompok Salafi tentang beberapa pasal dalam amandemen konstitusi Mesir serta perlindungan terhadap pemeluk agama minoritas dan thariqah sufisme.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan kelompok Salafi terkait dengan amandemen konstitusi Mesir dan perlindungan terhadap kelompok minoritas, serta bagaimana perbedaan pandangan ulama al-Azhar atas pandangan dan pergerakan kelompok Salafi terkait dengan isu-isu tersebut. Beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teori tentang transisi, fundamentalisme Islam dan Islam moderat (wasathiyah), teori agama tentang kepatuhan terhadap pemimpin, serta peranan agama dalam perubahan sosial.
Temuan dalam penelitian ini adalah terjadi perbedaan pandangan yang cukup mendasar antara ulama al-Azhar dan kelompok Salafi terkait dengan beberapa pasal dalam amandemen konstitusi Mesir, antara lain dalam pasal 1, 2, 4, serta pasal 219, dimana pasal-pasal tersebut mengatur hubungan antara agama dan negara. Selain itu muncul perbedaan pandangan antara ulama al-Azhar dan kelompok Salafi terkait dengan perlindungan dan perlakuan terhadap pemeluk agama minoritas dan thariqah sufi dimana selama fase transisi intensitas konflik antara kedua komunitas ini dengan kelompok Salafi semakin meningkat.

Egypt's transition phase was marked by the strengthening the power of political Islam particularly the Salafi group that gained a significant vote in Egypt's parliamentary elections which held December 2011 until January 2012. The vote in Parliament provides the opportunity for salafi to realize the Salafism thoughts and views into the political realities of Egypt post-revolution. Egypt's transition phase is characterized by the increasing intensity of conflict between the forces of political Islam, in this case is a coalition of Muslim Brotherhood (Ikhwanul Muslimin) and Salafi political power against the Nationalist Liberal faction in terms of influencing the direction of Egypt's transition. Conflict between the political elite also sparked clashes in the grassroots level that causes the Egypt’s transition situation even more uncertain. Some of the issues that caused the conflict is about the Egyptian constitutional amendments and smelled sectarian issues such as protection of minorities and thariqah Sufi, which Salafi groups give more attention on this issue.
On the other side, al-Azhar University, as an educational institution and a fairly prestigious Sunni religious among the Egyptian people, try to contribute to the Egyptians by contributing insights related on how to manage the transition phase. Attitudes and insights of the scholars of al-Azhar contained in a document released by al-Azhar where these documents got such appreciation from some political forces to be an inspiration and a framework for the amendments to the Egyptian constitution. In this case, appears quite differences fundamental of view among scholars of al-Azhar and Salafi groups on several articles in the Egyptian constitutional amendments towards the protection of minority religious groups and tariqah Sufism.
This study aims to examine how the point of views of Salafist groups linked to the Egyptian constitutional amendments and the protection of minorities, and also the dissent of al-Azhar scholars on the view and the movement of Salafist groups linked to these issues. Some of theories used in this study include transition theories, Islamic fundamentalism and Islamic moderate (wasathiyah), the theory of adherence to religious leaders and the role of religion in social change.
The author found fundamental disagreement between the scholars of al-Azhar and Salafi groups linked to several articles in the Egyptian constitutional amendments, by the following article 1, 2, 4, and Article 219 where the following articles set the relationship between religion and the state. In addition, there is a difference of views between scholars of al-Azhar and Salafi groups linked to the protection and treatment to minorities and thariqah Sufi where conflict intensity of both groups increased during transition phase.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Kharismawati
"Partai Islam moderat Tunisia An-Nahdhah, yang dilarang selama beberapa dekade, muncul sebagai pemenang resmi dalam pemilu bebas yang bebas dan adil untuk pertama kalinya dengan memenangkan 41 persen suara dan 90 dari 217 kursi di majelis yang akan merumuskan konstitusi baru bagi negara ini. Hasil pemungutan suara meletupkan semangat di negara kecil Afrika Utara ini, yang terinspirasi Arab Spring ketika bergerak ke arah demokrasi setelah lebih dari setengah abad di bawah sistem satu partai.
Pemilu di Tunisia tahun 2011, yang diselenggarakan untuk pertama kalinya pasca revolusi, menunjukkan kemenangan partai An-Nahdhah sebagai sebuah partai dengan basis massa Islam terbesar di Tunisia. Ketika rezim Zine Abidine Ben Ali berkuasa, An-Nahdhah dapat dikatakan merupakan gerakan oposisi terbesar yang berupaya untuk menentang kekuasaan otoriter Ben Ali. Gerakan ini juga pernah dikategorikan sebagai sebuah organisasi terlarang, yang menyebabkan beberapa elit pimpinannya, termasuk Rashid Ghannushi harus eksil ke luar negeri. Maka ketika rezim otoriter Ben Ali tumbang melalui sebuah revolusi pada akhir tahun 2010, An-Nahdhah menjadi sebuah gerakan yang populer karena berani menyatakan sikap sebagai oposisi pemerintah. Sosok kharismatik Rashid Ghannushi juga menjadi faktor penting dibalik semakin populernya gerakan An-Nahdhah.
Pada masa transisi Tunisia berlangsung, An-Nahdhah kemudian menjelma menjadi sebuah partai politik yang ikut berpartisipasi dalam pemilu di di Tunisia. Strategi kampanye partai An-Nahdhah serta visi dan misi yang ditawarkan kepada masyarakat Tunisia membuat partai An-Nahdhah semakin mendapatkan simpati, dan pada akhirnya memenangkan pemilu Komite Konstitusi dengan perolehan 41 persen suara. Kemenangan An-Nahdhah kemudian menjadi fenomena penting sebagai sebuah gerakan yang sebelumnya menjadi oposisi dan mendapatkan banyak tekanan serta menjadi korban kebijakan represif dari rezim otoriter Ben Ali, kemudian menjadi sebuah partai pemenang pemilu dan menjadi partai yang paling menentukan bagi arah transisi Tunisia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana jalannya pemilu di Tunisia pasca revolusi, dimana pemilu ini menempatkan An-Nahdhah sebagai pemenangnya. Selain itu penelitian ini juga bermaksud untuk mendalami faktor-faktor penentu kemenangan An-Nahdhah dalam pemilu tahun 2011 di Tunisia. Penelitian ini menggunakan beberapa teori yang antara lain adalah teori partai politik, teori kepemimpinan, dan teori kampanye.
Dalam tesis ini penulis menguraikan faktor-faktor yang dianggap sangat menentukan bagi kemenangan Partai An-Nahdhah dalam pemilu National Constituent Assembly pascarevolusi ini. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah; 1) An-Nahdhah sebagai oposisi terbesar di Tunisia, baik pada masa kekuasaan Habib Bourguiba maupun Zine Abidin Ben Ali. 2) Jaringan dan kemampuan An-Nahdhah dalam melakukan konsolidasi organisasinya. 3) Posisi ideologis An-Nahdhah sebagai partai Islam yang moderat. 4) An-Nahdhah sebagai partai yang merepresentasikan identitas Arab-Islam masyarakat Tunisia. 5) Pengaruh figur Rashid Ghannushi sebagai salah satu tokoh penting dalam partai An-Nahdhah.

Tunisia's moderate Islamist party An-Nahdhah, which was banned for decades, emerged as the official winner in the nation's first free elections, taking 41 percent of the vote and 90 of 217 seats in an assembly that will write a new constitution. The result of the voting capped an ebullient period for this small North African country, which inspired the Arab Spring as it moves toward democracy after more than a half-century under one-party systems.
Elections in Tunisia in 2011, which was held for the first time after the revolution showing An-Nahdhah as a party with the largest Muslim mass base in Tunisia. Under the authoritarian regime of Zine Abidine Ben Ali, An-Nahdhah could be considered as the largest opposition movement that seek to challenge the ruling regime. This movement has also been categorized as an illegal organization, which forced some party’s leaders, including Rashid Ghannushi, must exile abroad. In the moment when Ben Ali's authoritarian regime toppled by a revolution at the end of 2010, An-Nahdhah become a popular movement for daring to express their stance as an opposition to the government.
Charismatic figure of Rashid Ghannushi is also considered as one of the important factors behind the growing popularity of An-Nahdhah party. When Tunisia’s transition took place, An-Nahdhah soon transformed itself into a political party and participated in the first democratic election in Tunisian history. An-Nahdhah party’s campaign strategy, vision and mission that have been offered to the public could easily gain sympathy from the public, and ultimately won the election by the Constitutional Committee of the acquisition of 41 percent of the vote. An-Nahdhah victory became an important phenomenon as a movement which had been the opposition and getting a lot of pressure as well as being victims of the repressive policies of Ben Ali's authoritarian regime, went on to become a party winning the election and became the party's most decisive for the transition towards Tunisia.
This study aims to determine how the elections in post-revolution Tunisia, where the election was put An-Nahdhah as the winner. In addition, this study also intends to explore the determinants of An-Nahdhah victory in elections in 2011 in Tunisia. This study uses some theories include the theory of political parties, leadership theory, and the theory of campaign.
In this thesis, the author outlines the factors that are considered crucial for the victory of An-Nahdhah Party in the post-revolutionary elections NCA. Those factors are: 1) An-Nahdhah as the largest opposition in Tunisia, both during the reign of Habib Bourguiba and Zine Abidin Ben Ali. 2) An-Nahdhah’s strong network and their capabilities in consolidating their organization. 3) An-Nahdhah’s ideological position as a moderate Islamic party. 4) An-Nahdhah as a party representing Arab-Islamic identity of Tunisian society. 5) The existence of Rashid Ghannushi as the leading figure of An-Nahdhah party.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiyyah Karimah Rahman
"Skripsi ini membahas mengenai pengaruh dimensi kesisteman dan identitas nilai dalam pelembagaan partai terhadap loyalitas kader PKS di Kota Depok periode 2015-2020. Tulisan ini menggabungkan teori pelembagaan partai oleh Vicky Randall dan Lars Svasand dengan dilengkapi oleh konsep loyalitas partai dalam analisisnya. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam dengan kader serta elit partai. Lebih jauh, artikel ini mendukung argumen bahwa aspek internal dalam manajemen partai berpengaruh besar terhadap soliditas dan loyalitas kader partai dengan menjelaskannya melalui dua aspek: (1) keberadaan komitmen terhadap dakwah sebagai nilai bersama memfasilitasi loyalitas kader dengan berfungsi sebagai pengikat hubungan antara kader dengan partai; (2) keberadaan conflict resolution management (CRM) yang cenderung terorganisir dengan baik, komitmen terhadap mekanisme syura, serta kaderisasi sistematis melalui Unit Pembinaan dan Pengaderan Anggota (UPPA) yang dilaksanakan mengacu pada AD/ART partai memengaruhi tumbuhnya kepercayaan kader terhadap partai sehingga kader tidak mudah terpengaruh dengan konflik eksternal maupun internal dan menjaga loyalitas yang kuat terhadap partai. Namun penulis melihat bahwa kegagalan kaderisasi sistematis melalui UPPA dapat berperan besar dalam hilangnya loyalitas kader, sehingga keberadaan Ketua UPPA atau murabbi yang tepat dapat berpengaruh besar terhadap kesuksesan pembinaan melalui UPPA.

This thesis discusses about the influence of value infusion and systemness dimension in party institutionalization on the loyalty of the Prosperous Justice Party (PKS) cadres in Depok (2015-2020). The articles combined the theory of party institutionalization by Vicky Randall and Lars Svasand with the concept of party loyalty. Research are done with qualitative approach and in-depth interview with several party elites and cadres. Further more the article support the argument that internal aspect of party management will affect party member solidity and loyalty by explaining two aspect: (1) The existence of commitment to da’wah as a shared value serves as a binding relationship between cadres and parties; (2) the existence of rather well-organized conflict resolution management (CRM), commitment toward shura mechanism and systematic regeneration system through member development and caderization unit (UPPA), carried out by referring to the party’s statute affect on the growth of cadres trust in party that cadres are not easily influenced by external and internal conflict, also cement loyalty towards PKS. However authors see that the failure of systematic regeneration through UPPA has a great potential in disrupting party member loyalty, on this matter the existence of a qualified UPPA leader or murabbi has a big influence on the success of UPPA."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library