Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149 dokumen yang sesuai dengan query
cover
B. Hartono
"Bank Global adalah salah satu bank yang mampu bertahan di masa krisis moneter sedang melanda Indonesia pada tahun 1997 dan telah menjadi PT publik. Namun karena pengelolaannya tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya, pada bulan Desember 2004 dibekukan dan akhirnya pada tanggal 13 Januari 2005 izin usahanya dicabut oleh Bl. Dengan pencabutan izin usaha oleh BI akan berdampak luas terhadap sektor ekonomi dan keuangan lainnya serta krisis kepercayaan di sektor perbankan itu sendiri. Guna menghindari terjadinya pencabutan izin bank di masa mendatang, maka perlunya penerapan GCG pada sektor perbankan. Penerapan GCG pada sektor perbankan dianggap unik karena bank memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan keuangan sejenis lainnya, yaitu mengerahkan dana masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito, tabungan dan lain sebagainya. Hal ini juga diatur pelaksanaannya oleh BI melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PB1/2006 tentang peiaksanaan good corporate governance bagi bank umum, terdiri dari transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), pertanggung jawaban (responsibility), kemandirian (independency), dan kewajaran (fairness), dilaksanakan oleh setiap bank. Dengan harapan agar di masa mendatang kejadian seperti "Bank Global" itu tidak terulang kembali, karena akibatnya sangat berdampak luas, khususnya dalam hal kepercayaan nasabahlinvestor, masyarakat dan pemerintah terhadap kegiatan dan produk-produk lembaga perbankan Indonesia dan juga berdampak negatif terhadap instansi pasar modal Indonesia yang tengah mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam 5 (lima) tahun terakhir ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzul Qur`aini Mardiya
"Penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang balk (GCG) pada perseroan terbuka merupakan cerminan bahwa perusahaan dikelola oleh Direksi dan Kornisaris dengan menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran. Hubungan yang tercipta antara Direksi dan Komisaris dalam menerapkan prinsip GCG adalah check and balances yang bertujuan untuk kemajuan dan kesehatan Bank Mandiri. Direksi berkewajiban untuk melaksanakan pengurusan perseroan, sedangkan Komisaris bertindak sebagai pengawas dan untuk memastikan pengurusan perseroan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bank Mandiri sebagai suatu perseroan terbuka tunduk pada peraturan perundang-undangan yaitu UUPT, UUPM, dan UU Perbankan. Adapaun latar belakang dibentuknya pedoman pelaksanaan GCG di Bank Mandiri dikarenakan Direksi dan Komisaris Bank Mandiri memiliki kornitmen untuk menegakkan sistem perbankan yang sehat dan kuat di Indonesia. Penerapan GCG di Bank Mandiri juga untuk memenuhi tuntutan pilar ke-4 API yakni membentuk perbankan domestik yang kuat, dikelola dengan baik dan memiliki keahlian yang memadai. Penerapan GCG panting karena pengelolaan perusahaan yang baik dapat menarik minat dan kepercayaan investor, meningkatkan kinerja bank, euisiensi dan pelayanan kepada stakeholders, dan melindungi Bank Mandiri dari intervensi politik dan tuntutan hukum. Dalam menerapkan GCG di Bank Mandiri terdapat beberapa kendala yang dihadapi yakni baik dari faktor eksternal berupa pengumuman basil audit BPK yang mengindikasikan perbuatan kolusi dan korupsi Direksi Bank Mandiri dan ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan mengenai kerugian dalam pengelolaan kekayaan BUMN yang berbadan hukum perseroan yang identik dengan kerugian keuangan negara. Sedangkan kendala yang berasal dari faktor internal perseroan yakni fraud dan kurang berperannya fungsi Kornite Audit untuk membantu Komisaris dalam melaksanakan pengawasan terkait informasi keuangan dan efektivitas pemeriksaan oleh auditor eksternal dan internal. Untuk menghadapi kendala dalam penerapan GCG tersebut, pihak manajemen menempuh solusi-solusi sebagai berikut : Panama, memperbaiki image perusahaan, meningkatkan penerapan GCG dan memperkuat kapabilitas. Kedua, meningkatkan profesionalisme sumber Jaya manusia melalui sistem pengendalian internal berbasis risiko untuk mengawasi terjad i nya fraud dan memberdayakan fungsi Komite Audit."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Remigius Jumalan
"Joint venture agreement merupakan salah satu bentuk dari asas kebebasan berkontrak yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pemegang saham baru dalam perusahaan patungan tidak dengan sendirinya menjadi pihak dalam joint venture agreement karena suatu perjanjian hanya berfaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian lahir karena kehendak para pihak, dan hanya mengikat pars pihak dan tidak mengikat orang lain yang bukan merupakan pihak dalam perjanjian tersebut. Perjanjian yang menjadi landasan pembentukan perusahaan patungan (joint venture company) adalah joint venture agreement dan anggaran dasar. Joint venture agreement adalah perjanjian antara calon pemegang saham suatu perusahaan joint venture yang tunduk pada hukum perjanjian (law of contract). Sedangkan anggaran dasar adalah perjanjian antara para pemegang saham yang diatur oleh undang-undang perseroan terbatas. Dalam hal terdapat perbedaan ketentuan dalam joint venture agreement dan anggaran dasar perseroan untuk suatu persoalan yang sama, maka ketentuan anggaran dasar yang berlaku, karena kedudukan anggaran dasar lebih tinggi dari joint venture agreement. Hal ini didasarkan pada alasan-alasan berikut, pertama, anggaran dasar merupakan instrumen yang menjadi dasar berdirinya suatu perseroan terbatas. Perseoran terbatas memperoleh status badan hukum setelah anggaran dasarnya disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jadi, anggaran dasar merupakan manifestasi dari pemberian kewenangan dan hak untuk bertindak sebagai perseroan terbatas oleh negara. Kedua, anggaran dasar adalah dokumen hukum dasar (basic constitutional document) bagi setiap perusahaan. Anggaran dasar mengatur lingkup yang luas yang mencakup hampir semua penerapan hukum perseroan terbatas bagi suatu perusahaan. Pada saat anggaran dasar disahkan dan didafl`arkan, maka anggaran dasar menjadi sebuah kontrak antara perseroan dan pemegang sahamnya, antara sesama pemegang saham, dan antara perseroan dan negara. Kedge', common law yang merupakan asal dari konsep joint venture menempatkan anggaran dasar lebih tinggi dari joint venture agreement. DaIam sistem common law, untuk suatu persoalan yang sama apabila terdapat perbedaan antara ketentuan joint venture agreement dan anggaran dasar maka yang berlaku adalah ketentuan anggaran dasar. Apabila dalam sistem common law yang merupakan sumber dasar dari konsep joint venture menempatkan anggaran dasar lebih tinggi dari joint venture agreement maka seharusnya sistem hukum lain yang mengadopsi konsep joint venture dari common late juga menempatkan anggaran dasar lebih tinggi dari joint venture agreement, sehingga dalam hal terdapat perbedaan ketentuan dalam anggaran dasar dan joint venture agreement maka yang berlaku adalah ketentuan anggaran dasar untuk suatu persoalan yang sama."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17362
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jovial Mecca Alwis
"Ketersediaan infrastruktur termasuk sarana jalan tol, merupakan kebutuhan masyarakat yang menjadi kewajiban pemerintah dalam memenuhinya. Namun kemampuan Jana pemerintah menjadi salah satu kendala yang utama, karena dana yang dibutuhkan dalam penyediaan infrastruktur sangat besar sedangkan masih banyak pengeluaran pemerintah untuk kebutuhan-kebutuhan lainnya. Upaya pemerintah untuk mengajak pecan serta swasta dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur merupakan alternatif solusi atas permasalahan tersebut. Pada kenyataannya, minat swasta untuk ikut serta dalam proyek pembangunan infrastruktur turut dipengaruhi oleh keberadaan perangkat hukum yang memadai, karena hukum berperan dalam memberikan kepastian atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban setiap pihak yang terlibat dalam proyek-proyek dimaksud. Pada proyek-pmyek pembangunan infrastnuktur jalan tol, skema project financing merupakan skema pembiayaan yang menjadi pilihan karena karakteristik-karakteristik skema pembiayaan tersebut cocok dengan karakteristik proyek seperti mengenai skala besarnya pendanaan, jangka waktu pengembalian dana, sampai dengan keberadaan proyek sebagai jaminan. Selain itu, dengan karakteristiknya tersebut, ada beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan hukum untuk memilih skema pembiayaan project financing dalam proyek pembangunan jalan tol. Skema pembiayaan project financing dalam proyek pembangunan jalan tol melibatkan sejumlah pihak seperti kreditur, debitur, sponsor/penjamin dan pihak-pihak lainnya. Melalui konstruksi hukum diantara pihak-pihak tersebut, akan tergambar mengenai hubungan hukum diantara para pihak, sekaligus mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara satu pihak dengan pihak-pihak lainnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Yuristyowati Pandaningrum
"Budaya GCG pada perkembangannya masih harus menghadapi tantangan yang besar karena masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk mengubah kultur perusahaan di kalangan dunia bisnis. Yang perlu diperhatikan adalah pokok GCG principles dan bagaimana relevansinya untuk kasus GCG di Indonesia, sehingga paling tidak dapat menjadi acuan dasar untuk suatu negara yang bercita-cita agar perusahaan-perusahaan dinegaranya tidak salah urus dan salah kelola. Terkait dengan GCG, maka bentuk dewan dalam sebuah perusahaan merupakan dasar dan arahan dari terlaksananya GCG, yakni board system meliputi two board system dan one board system yang merupakan faktor penting dalam GCG. Two board system tercermin dalam beberapa ketentuan undang-undang yang mengatur berbagai bentuk badan usaha dan atau perusahaan, termasuk mengatur mengenai pola tata kelola perusahaannya yang biasanya dapat dilihat secara eksplisit dalam ketentuan atau pasal yang mengatur kepengurusan atau organ suatu badan usaha atau perusahaan. Two board system bila dikaitkan dengan tata kelola perusahaan yang baik maka dalam ketentuan perundang-undangan yang mengatur berbagai bentuk perusahaan di Indonesia terdapat berbagai inkonsistensi yang susbtansi dalam menerapkan two board system sehingga mengakibatkan perusahaan tidak dapat mewujudkan maksud dan tujuan perusahaan secara maksimal dan optimal. Dalam perkembangannya, terdapat pencerminan unsur-unsur atau pola-pola tata kelola perusahaan dalam one board system dalam beberapa badan di Indonesia ini tercermin dalam ketentuan atau pasal yang mengatur mengenai organ, seperti pada Undang-Undang tentang Bank Indonesia di mana Bank Indonesia mempunyai dewan gubernur dalam melaksanakan tugas Bank Indonesia, merupakan satu-satunya board dalam Bank Indonesia yang bertugas melakukan pengurusan dan pengawasan sekaligus. UU LPS mengatur bahwa struktur organ LPS menganut one board system, di mana seluruh tindakan pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisioner dan tindakan kepengurusan yang dilakukan oleh kepala eksekutif berujung pada keputusan dewan komisioner melalui Rapat Dewan Komisoner (RDK) (dalam hal RDK, kepala eksekutif tidak mempunyai hak suara). Penggunaan istilah dewan komisioner kurang tepat untuk diterapkan dalam LPS (tetapi bukan merupakan kesalahan dimana dalam hal ini LPS sebagai lembaga sui generis) dengan pertimbangan istilah dewan komisioner adalah tetap sebagai padanan dari BoD dalarn one board system, bukan BoC menurut bagian Direktorat Hukum dan Peraturan di LPS, demi mendukung kelangsungan penerapan GCG di Indonesia pada umumnya dan penerapan one board system di Indonesia pada khususnya dalam tata kelola perusahaan di Indonesia yang menganut two board system."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Balya
"Sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi merupakan somber kekayaan alam Indonesia yang yang sangat strategis dan dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah yang diberikan kewenangan oleh Negara dalam bentuk Kuasa Pertambangan untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi telah membentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP MIGAS). BP MIGAS merupakan kepanjangan tangan Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi pada Wilayah Kerja yang ditentukan. Dalam pelaksanaannya, BP MIGAS melakukan ikatan kerjasama dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap ("Kontraktor") dalam suatu kontrak yang disebut Production Sharing Contract (Kontrak Production Sharing). Konsep yang dianut oleh Kontrak Production Sharing adalah bahwa Kontraktor bertanggung jawab untuk menyediakan permodalan dan pendanaan atas biaya operasi dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Apabila Kontraktor berhasil memasuki Fase produksi komersial maka biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Kontraktor dikembalikan (cost recovery) oleh Pemerintah melalui BP MIGAS. Peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang minyak dan gas bumi dan Kontrak Production Sharing memberikan pengaturan mengenai hak dan kewajiban serta tanggung jawab Kontraktor. Pemerintah juga telah membuat Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral yang mengatur mengenai tata cara penetapan dan penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi yang antara lain mengatur mengenai kriteria calon Kontraktor yang dapat ditunjuk untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Kontraktor yang telah menandatangani Kontrak Production Sharing dengan BP MIGAS memiliki tanggung jawab untuk melakukan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati sendiri oleh Kontraktor. Namur dalam pelaksanaannya seringkali timbul permasalahan hukum berkaitan dengan pelaksanaan tanggung jawab Kontraktor. Kontraktor seringkali menghadapi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan kewajiban-kewajibannya yang pada akhirnya banyak menimbulkan tanggung jawab yang harus dipikul oleh Kontraktor. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu dikaji lebih lanjut bagaimana sebenarnya hambatan-hambatan yang sering dihadapi Kontraktor dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dan apa solusi atau jalan keluar yang dapat dilakukan oleh Kontraktor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19899
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adri Mustiko
"Perseroan terbatas (PT) merupakan wadah untuk melakukan kegiatan usaha, yang membatasi tangung jawab pemegang saham, yaitu sebesar jumlah saham yang dimiliki sehingga bentuk usaha seperti ini banyak diminati, terutama bagi perusahaan dengan jumlah modal yang benar. Perusahaan semacam ini, pemisahan antara pemegang saham dengan pimpinan perusahaan dapat terlihat dengan jelas. Fungsi masing masing pihak tidak dapat dipadukan, pemegang saham adalah pihak yang menyediakan modal dan pengelola adalah pihak yang memanfaatkan modal untuk menjalankan kegiatan ekonomi. Sedangkan PT Terbuka (PT. Tbk) adalah PT yang sahamnya telah dimiliki oleh masyarakat melalui instrumen pasar modal. Sehingga kepentingan-kepentingan terhadap PT Tbk pun akan lebih banyak dibandingkan PT sebelum terbuka. Maka dalam hal ini pengaturannya pun harus lebih profesional. Untuk itu diperlukan standar untuk menjalankan PT dengan baik dan benar. Sehingga diperlukan pedoman Good corporate governance yang salah satunya merupakan konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Prinsip corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk investor."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satria Primaldi Hasymi
"Dengan ditawarkannya saham-saham perusahaan PMA yang bergerak di bidang pertambangan umum melalui pasar modal, dapat terjadi benturan antara ketentuan tentang penawaran tender yang mengacu kepada undang-undang pasar modal, elan ketentuan Indonesianisasi saham yang terdapat dalam kontra-kontrak karya pertambangan.
Mekanisme penawaran tender disatu sisi memberikan kesempatan para pemegang saham publik untuk mengambil keputusan terhadap saham yang dimilikinya dengan jaminan adanya keterbukaan informasi, kewajaran dan keadilan, namun disisi lain mekanisme tersebut dapat menyebabkan terjadinya proses going private suatu perusahaan terbuka, sekaligus menjadikan kepemilikan asing menjadi seratus persen di perusahaan PMA Terbuka khususnya yang bergerak di bidang pertambangan umum, karena suatu aksi korporasi yang lazim dalam kegiatan di pasar modal.
Dari fakta yang adz, berdasarkan pemberitaan di media massa, permasalahan yang dikuatirkan telah terjadi, dan dalam rangka menemukan bagaimana penyelesaian terhadap persoalan tersebut, diperlukan pemahaman terhadap latar belakang, tujuan, dan kepentingan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan Indonesianisasi saham, dan penawaran tender.
Dengan penelitian yuridis normatif, diambil kesimpulan bahwa penawaran tender atas saham Perusahaan PMA Terbuka di bidang Pertambangan Umum wajib dilaksanakan oleh pengendali baru perusahaan, meskipun pengendali baru perusahaan tersebut adalah pihak asing."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinurat, Johannes A. P.
"Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif terhadap data kepustakaan atau data sekunder. Yang menjadi permasalahan adalah apakah pengambilalihan saham mayoritas lewat pasar modal oleh investor asing tunduk pada ketentuan investasi langsung atau tidak langsung dan apa akibat dari ketidakpastian hukum tersebut terdapat kegiatan investasi di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pandangan hukum tentang pembelian saham mayoritas melalui investasi portofolio oleh investor asing. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk memberikan masukan dalam upaya mengatasi dampak ketidakpastian hukum bagi investor asing pada investasi portofolio.
Tesis ini menyimpulkan bahwa pengambilalihan saham mayoritas lewat pasar modal oleh investor asing tunduk baik pada ketentuan investasi langsung maupun ketentuan investasi tidak langsung pada saat pembelian saham mayoritas tersebut bertujuan mengambilalih perusahaan terbuka dan/atau berdampak pada perubahan pengendalian baik secara langsung maupun tidak langsung oleh investor asing. Sumber permasalahan yang menyebabkan munculnya ketidakpastian hukum pembatasan pembelian saham mayoritas oleh investor asing lewat pasar modal yaitu adanya adopsi hukum enterprised based definition sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Penanaman Modal Indonesia.
Hal ini menyebabkan pertama, sulitnya pasar modal Indonesia memilah-milah jenis transaksi investasi portofolio yang bersifat spekulatif dan potensial merugikan yang berdampak sistemik; kedua, terjadinya benturan antara kepentingan pemerintah yang mengutamakan kepentingan nasional dan investor asing yang hendak melakukan pembelian saham mayoritas; ketiga, investor asing merasa diperlakukan tidak adil yang mengakibatkan keraguan investor dalam menanamkan modal di Indonesia.

This thesis utilizes a normative juridical research method of literature data or secondary data in its analysis. It attempts to identify whether the acquisition of majority shares through capital markets by foreign investors are subject to the provisions of direct investment or indirect investment regulations. It further analyzes the impact of these legal uncertainties on investment activities in Indonesia. The main objective of this thesis is to provide legal opinion concerning legal basis for acquiring majority shares through portfolio investment by foreign investors. Analysis of the impact of the legal uncertainties of the acquisition of majority shares by foreign investors will specify input for addressing problems arising from the uncertainties.
The thesis concludes that the acquisition of majority shares through capital markets by foreign investors are subject to both the provisions of direct investment and indirect investment if the intention of the foreign investors to acquire a company or to control the management of a company. The very roots problems of legal uncertainties of such acquisition emanates from legal adoption of enterprise based definition as stipulated in Indonesian Investment Law No. 25 of the year 2007.
This adoption has caused some constraints as follows: first, it is difficult for the Indonesian capital market to identify and to sort out the type of portfolio investment transactions that are speculative and potentially have unintended adverse impact which leads to systemic problems; secondly, the occurrence of conflict of interest between giving priority to national interests and the interests of foreign investors intending to acquire majority shares; third, the uncertainties of legal limitation of majority share acquisition cause doubts of investing in Indonesia as foreign investors feel that they are unfairly treated.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T26695
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>