Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Sri Wahyuni S.
"Tukang las pada sektor informal mempunyai risiko photokeratitis karena pajanan terhadap bahaya radiasi sinar UV dengan intensitas cukup tinggi. Salah satu pusat industri pengelasan informal yaitu di daerah sepanjang Jalan Bogor, Bandung. Besarnya intensitas radiasi sinar UV dan terjadinya keluhan subjektif photokeratitis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Survei ini bertujuan untuk melihat kejadian keluhan subjektif photokeratitis dan besarnya intensitas radiasi UV yang memajan tukang las serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Variabel yang diteliti diantaranya faktor lingkungan (kuat arus pengelasan, diameter kawat las, lokasi pengelasan) dan faktor pekerja (usia, jarak sumber pengelasan, lama pajanan, dan penggunaan APD). Keluhan subjektif photokeratitis diukur menggunakan kuesioner dan wawancara terstruktur sedangkan besarnya intensitas radiasi sinar UV yang memajan tukang las diukur menggunakan radiometer UV-B . Hasil survei menunjukkan prevalensi keluhan subjektif photokeratitis adalah 73,3% dan terdapat hubungan antara intensitas radiasi sinar UV dengan kejadian keluhan subjektif photokeratitis. Kuat arus, diameter kawat las, dan lokasi pengelasan sebagai faktor yang berhubungan dengan intensitas radiasi sinar UV sedangkan lama pajanan dan penggunaan APD sebagai faktor yang berhubungan terhadap keluhan subjektif photokeratitis.

Welders in the informal sector have photokeratitis risk because of UV radiation exposured that contain high intensity. The high of UV radiation intensity and the incidence of subjective complaints of photokeratitis influenced by some factors. The purpose of this survey to see the incidence of photokeratitis subjective complaints, the magnitude of UV radiation that exposes the workers and factors that influence it. Variables examined includes the environmental factors ( electric current welding, diameter of welding wire, and location of welding) and labor factor (age, distance of the welding source, length of exposure, use of PPE). Self administered questionnaire and structured interviews based on subjective symptom of photokeratitis were used to assess photokeratitis subjective complaints and radiometer UV-B was used to measure the magnitude of UV radiation that exposes the workers. The analytical result showed the prevalence of photokeratitis subjective complaints was 73,3% and it was related to the intensity of UV radiation. Electric current welding, diameter of welding wire, and location of welding as factors that related to the magnitude of UV radiation and length of exposure and use of PPE as factors that related to photokeratitis subjective complaints."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Delti Selvina Elza
"Penelitian ini merupakan penilaian risiko yang dilakukan pada pengrajin songket Tradisional Silungkang di Sumatra Barat untuk mengetahui tingkat risiko ergonomi serta gambaran keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pengrajin. Penelitian bersifat Deskriptif Analitik dengan desai penelitian Cross Sectional. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan observasi dan penyebaran kuesioner pada pengrajin.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pekerjaan bertenun songket memiliki tingkat risiko ergonomi tinggi (skor RULA 7). Keluhan Musculoskeletal Disorders yang paling sering dialami oleh pengrajin berupa keluhan pada bagian punggung sebanyak 80%, bahu kanan sebesar 74% dan pinggang sebanyak 72%.

This research was conducted on the craftsmen of Songket Silungkang in West Sumatra. The purpose of this research was to determine the level of ergonomic risk and overview of Musculoskeletal Disorders (MSDs)complaints among the craftsmen. The design of this study is a Cross Sectional Descriptive Analytical research design. Research was done by making observations and distributing questionnaires to craftsmen.
The result shows that making songket has a high level of ergonomic risk (RULA score 7). The most frequent Musculoskeletal Disorders complained by the craftsmen are on the back with 80%, right shoulder, 74% and lower back and waist with 72%.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mirta Dwi Rahmah
"To analyze the relationship between exposure to xylene as organic solvents and neurotoxic symptoms as affect of xylene exposure between paint manufacture workers. Fourty-five male workers completed a symptom questionnaire 18 Germany version. Fourteen workers underwent the positive neurotoxic symptoms from the questionnaire results. In chi-square tests, confounding variables for working period, smoking habits, exercise habits, duration of xylene exposure, usage of respiratory protection, and historical disease were found a not significant relation with the symptoms of neurotoxic with affect of xylene exposure. The relation between level of exposure and age factor, in both correlation and linier regression analysis were poor relation with the symptoms of neurotoxic with affect of xylene exposure.
The results suggest that a symptom and some behavioral changes shows the neurotoxic effects to low levels of xylene exposure. However, no consistent pattern was observed in regard to the effects of xylene exposure on neurobehavioral dysfunction, in regards with the confounding factors that studied.

Untuk menganalisis hubungan antara pajanan xylene sebagai pelarut organik dan gejala neurotoksik yang diakibatkan pajanan xylene pada pekerja pembuatan cat di PT. X tahun 2012. Empat puluh lima pekerja laki-laki menyelesaikan kuesioner Q18 versi Jerman. Empat belas pekerja mengalami gejala neurotoksik positif dari hasil kuesioner. Dalam uji chi-square, variabel confounding untuk masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, lama pajanan per minggu, penggunaan perlindungan pernapasan, dan riwayat penyakit ditemukan tidak berhubungan signifikan dengan gejala neurotoksik akibat pajanan xylene. Hubungan antara tingkat pajanan xylene dan faktor usia, baik lewat uji korelasi dan analisis regresi linier menunjukkan hubungan yang lemah dengan gejala neurotoksik akibat pajanan xylene.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gejala neurotoksik dan beberapa perubahan perilaku terjadi pada pajanan xylene tingkat rendah. Namun, tidak ada gambaran yang menunjukkan pola yang linier yang diamati sehubungan dengan efek pajanan xylene pada gangguan neurobehavioral, berkaitan dengan faktor-faktor pengganggu yang dipelajari."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31282
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Donny Adam
"Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan elemen penting dalam perusahaan untuk melindungi pekerja, asset perusahaan dan lingkungan serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Komitmen manajemen merupakan awal untuk melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja. Tidak adanya komitmen manajemen pada K3 dapat menjadi salah satu penyebab dari tidak berjalannya sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui komitmen manajemen terhadap pelaksanaan K3 di PT. MNO.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, ada tiga variabel yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu penjatian diri manajemen, keterlibatan manajemen dan loyalitas manajemen. Data diperoleh melalui wawancara, focus group discuss (FGD) dan observasi. Untuk variabel penjatian diri manajemen diperoleh parameter tujuan dan kebijakan K3 dapat diterima oleh seluruh pekelja, sedangkan unluk variabel keterlibatan manajemen dalam proses K3 cukup baik, terbukti dari adanya pelatihan K3, dukungan manajemen pada pekerjaan,serta partisipasi pekerja. Untuk variabel loyalitas manajemen didapatkan ketaatan pada peraturan perundangan yang memberikan tanggung jawab pada setiap level, mulai dari rnanajemen puncak, manajemen lini, pengawasan dan pekerja itu sendiri.
Dari hasil penelitian pada tiga variabel di atas diperoleh kesimpulan bahwa komitmen manajemen terhadap keselamatan kerja kuat, sedangkan untuk kesehatan kerjanya masih lemah perlu peningkatan perencanaan dan program kesehatan kerja. Komitmen manajemen terhadap pelaksanaan K3 di PT. MNO cukup kuat dengan adanya realisasi dan tindak lanjut daxi komitmen tersebut.

Occupational health and safety is a crucial element in the company to protect the employee, company asset, environment, and to prevent work accident and work :elated disease. Managemenfs commitment is a beginning of occupational health and safety application. The inexistence of management’s commitment towards OHS is one of OHS management system stagnancy causes. This research aimed was to know the managements commitment towards OHS implementation at PT. MN0.
This research using qualitative method, there are three variables examined in this research that is; determined of management spirit, management involvement and loyalty. Data obtained trough interview, focus group discussion (FGD), and observation. The variable of managemenfs spirit determination showed the objective parameter and OHS policy which acceptable by all employee. While variable of management involvement in OHS process are good enough, it’s proven by the existence of OHS training, management support on work, and employee participation. The variable of management loyalty showed the obedience on legal aspects which form of responsibility in all level, start from top management, line management, supervisor and the employee them sell.
This research on three variable above conclude that management commitment towards occupational safety is strong, while towards occupational health is still weakand need improvement specially in planning and occupational health programs. Management commitments towards OHS applications in PT.MNO are strong enough with realization and follow up fiom the commitment.
"
Depok : Universitas Indonesia, 2008
T33914
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Farah Fatmawati
"Penelitian ini mengenai penilaian risiko pada kegiatan pembuatan mainan fiberglass. Penilaian risiko terdiri dari identifikasi dan analisis risiko untuk mengetahui gambaran tingkat risiko yang dialami oleh pekerja. Metode yang digunakan adalah semikuantitatif W.T Fine dan langkah-langkah yang dilakukan mengacu pada AS/NZS ISO 31000:2009 tentang manajemen risiko. Hasil penelitian menunjukkan dari 21 pekerjaan yang diidentifikasi terdapat 71 risiko dengan tingkat yang berbeda. Sebesar 23,32% risiko adalah risiko dengan kategori very high, 16% risiko dengan kategori priority 1, 16% risiko dengan kategori substancial, 25,35% risiko dengan kategori priority 3, dan hanya 1% risiko yang tergolong acceptable. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko yang dialami pekerja pembuat mainan adalah banyak dengan tingkat risiko yang belum dapat diterima.

This study is about risk assessment on the process of making fiberglass toys. Risk assessment consists of identification and risk analysis to determine the level of risk. This research use semiquantitative WT Fine's method and based on the AS/NZS ISO 31000:2009 about risk management. The results showed from the 21 jobs contained 71 different levels of risk, there are 23.32% of risk is very high level, 16% risk with priority 1 level, 16% risk with substancial level, 25.35% risk with priority 3 level, and only 1% were classified as acceptable risk. Based on the results there are a lot of risk on the process of making fiberglass toys which the level of risk are not accepted."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S53789
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andraditta Safitri
"Computer Vision Syndrome (CVS) merupakan sekumpulan gejala yang sering dialami oleh pengguna komputer dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor personal, komputer, durasi, lingkungan, dan kombinasi dari keempatnya.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk melihat distribusi dan frekuensi dari faktor risiko CVS pada pegawai Pengembagan & Pelayanan Sistem Informasi (PPSI) di Gedung Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI).
Desain studi penelitian ini adalah cross sectional dan melibatkan 26 pegawai sebagai responden penelitian. Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner, wawancara, observasi, dan pengukuran langsung.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 84,6% responden mengalami keluhan gejala CVS dengan keluhan yang paling banyak dirasakan adalah eyestrain (73,1%), fatigue (65,4%), nyeri pundak dan nyeri punggung (57,7%) pada responden yang memiliki area kerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux. Memperbaiki tingkat pencahayaan pada area kerja, melakukan koreksi yang tepat pada kelainan refraksi mata, dan memperbaiki postur duduk saat bekerja dengan menggunakan komputer dapat membantu mengurangi gejala CVS.

Computer Vision Syndrome (CVS) is a group of symptoms that are often experienced by computer users and it is influenced by various factors: personal, computer, duration, and environmental factors or combination of these factors.
This descriptive study aims to determine the distribution and frequency of CVS risk factors in PPSI employee at Faculty of Computer Science, University of Indonesia (UI).
The design of this study is cross-sectional and involved 26 employees as respondent. The data were collected by questionnaires, interviews, observation, and direct measurement.
The results showed that 84.6 % respondents get CVS complaint with the most complaints are eyestrain (73.1 %), fatigue (65.4 %), shoulder and back pain (57.7 %) in work area with light levels <300 lux. Improve the level of lighting in the work area, correct the vision error with a proper lens, and improve sitting posture while working with computer may help to reduce the CVS symptoms.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S53911
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anugrah Budi Utama
"Industri informal lis gipsum rentan terhadap risiko ergonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat risiko musculoskeletal disorders. Penelitian ini merupakan penelitian semi kuantitatif menggunakan desain studi cross sectional dengan metode Quick Exposure Check (QEC) dan Rapid Entire Body Assessment (REBA). Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan QEC ditemukan level tindakan 3 (investigasi lebih lanjut dan perubahan) pada 1 proses yaitu pengukuran dan level tindakan 4 (laksanakan investigasi dan perubahan segera) pada 4 proses kerja yaitu pencampuran, pencetakan, pengiriman, serta pemasangan. Berdasarkan REBA ditemukan level tindakan 4, yaitu risiko tinggi, harus dilakukan investigasi dan perubahan pada kelima proses yang diteliti. Rekomendasi yang diberikan adalah merubah desain tempat kerja, peregangan, sebelum dan setelah bekerja serta setiap 2 jam bekerja, dan promosi tentang ergonomi.

Gypsum list informal industry is susceptible to ergonomic risk. This study aims to describe the level of musculoskeletal disorders risk. This study is a semiquantitative and cross-sectional study design using Quick Exposure Check ( QEC) and Rapid Entire Body Assessment (REBA ) methods. The results showed that by QEC found action level 3 (further investigation and change soon) in one work process that is measurement proses and action level 4 (investigations change immediately) in 4 process those are mixing, stamping, delivery, and installation. Then by REBA found all working process are at action level 4 (high risk, investigate and implement change). The recommendation given those are change the design of the workplace, stretching before and after work and on the sidelines every 2 hours, and the promotion of ergonomic."
2014
S53551
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afrini Nurul Afifah
"Komputer belakangan ini menjadi kebutuhan utama bagi pekerja dalam menyelesaikan berbagai tugas. Semakin banyak pekerja mengalami keluhan okular maupun non okular terkait dengan penggunaan komputer yang dikenal sebagai gejala Computer Vision Syndrome (CVS). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor risiko CVS dengan menggunakan desain studi cross sectional pada 67 responden. Pengambilan data pada penelitian menggunakan kuesioner, wawancara, observasi, dan pengukuran langsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56,7% responden mengalami keluhan subjektif CVS dengan keluhan yang paling banyak dirasakan adalah nyeri pundak (61,2%), nyeri leher (59,7%), dan eyestrain (56,7%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan CVS adalah pola istirahat kerja, durasi penggunaan komputer, posisi layar komputer, dan kesalahan refraksi mata. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara jarak antara mata dengan komputer dan keluhan subjektif CVS dan intensitas pencahayaan ruang ditemukan sebagai faktor konfonding.

As computers become part of work necessity, more workers experiencing a variety of ocular and non ocular symptoms related to computer use, known as Computer Vision Syndrome (CVS). This study?s aim is to analyze Computer Vision Syndrome risk factors. This is a cross-sectional study with 67 employees involved as respondent and the data were collected with questionnaire, interview, observation, and direct measurement.
The results shows that the prevalence of CVS subjective symptoms was found to be 56,7% with most complaints are shoulder pain (61,2%), neck pain (59,7%), dan eyestrain (56,7%). Rest break, duration of computer use, monitor position, and refractive error are significantly associated with Computer Vision Syndrome. There was no significantly association between eye and monitor distance and Computer Vision Syndrome and workplace lighting was found to be confounding factor.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55437
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthiah
"PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata dan properti. Karyawan dituntut untuk terus meningkatkan kualitas layanan sesuai dengan ekspektasi konsumen dan organisasi sehingga tidak terlepas dari stres kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor bahaya psikososial yang berhubungan dengan stres kerja menggunakan desain studi cross sectional pada 107 responden.
Hasil penelitian menunjukkan 49,5% responden mengalami stres tinggi. Faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan stres kerja pada karyawan adalah perkembangan karir, kepuasan kerja, hubungan interpersonal, desain kerja, beban kerja. tidak ada hubungan yang signifikan antara kontrol pekerjaan dan jadwal kerja dengan stres kerja.

PT. X is a company of tourism and property industry. The employees are required to continuously improve the quality of services in accordance the expectation of customers and organization that cause stress of work. This study aims to analyze the association between psychosocial hazards and work related stress using a cross sectional study on 107 respondents.
The result showed 49.5% of respondents experiencing high stress. Psychosocial factors significantly associated with work-related stress on employees are career development, job satisfaction, interpersonal relationship, task design and workload. There was no significantly associated job control, and work schedule with work-related stress.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novalita Lamanda Putri
"Stres kerja merupakan salah satu risiko penurunan kemampuan kerja, yang berdampak kepada produktifitas perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat stres kerja dengan kemampuan kerja pada operator mesin cetak di PT. X. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang diadaptasi dari Niosh Gereric Job Stress Questionnare dan Work Ability Index. Variabel pekerjaan sebagai faktor penyebab stres memiliki hubungan signifikan dengan kejadian stres yaitu variabel lingkungan kerja, disain kerja, dukungan dalam pekerjaan, dan perkembangan karir. Hasil penelitian menunjukkan, tingkat stres kerja mempengaruhi kemampuan kerja pekerja, dengan proporsi 80,6% pekerja yang mengalami stres berat memiliki kemampuan kerja buruk, dengan odd ratio 8, sehingga pekerja yang mengalami stres berat memiliki risiko 8 kali lebih tinggi untuk memiliki kemampuan kerja yang buruk dibandingkan pekerja yang mengalami stres ringan.

Job stress is one of risk factor to work ability impairment, which has impact to productivity. The purpose of this research is to analyze the relation between stress level and work ability on press- machine operator in PT. X year 2014. This research is quantitative research with cross sectional design study. Data is collected using questionnaire which is adapted from Niosh Gereric Job Stress Questionnare and Work Ability Index. Job factor which has significant relation with job stress is work environment, work design, social support, and career development. This research show that there is a siginificant relation between job stress, and work ability, with proportion 80,6% workers that had heavy work related stress has poor work ability. Based on chi square test, worker with heavy stress have risk until 8 times higher to have work ability impairment, than worker with light stress.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55663
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>