Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 648 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yurni
"ABSTRAK
Leasing sebagai suatu perjanjian yang dibuat oleh
lessor dan lessee untuk kegiatan pembiayaan perusahaan
dalam bentuk penyediaan barang modal mengandung aspek hukum
perjanjian sewa-menyewa, sewa beli, jual beli dengan
angsuran, jual beli dengan hak membeli kembali dan pinjam
meminjam. Perjanjian leasing tunduk pada ketentuan Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan hal tersebut, maka
timbul pertanyaan yaitu Bagaimana upaya hukum yang
dilakukan oleh PT. Koexim BDN Finance dalam hal wanprestasi
yang dilakukan oleh PT. Arthasantex Aditama dan Bagaimana
akibat hukum dari pelaksanaan perjanjian leasing antara
PT. Koexim BDN Finance dengan PT. Arthasantex Aditama.
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut, maka
penulis menggunakan metode penelitian normatif atau disebut
juga metode Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu
penelitian untuk memperoleh data sekunder. Dari hasil
penelitian yang dilakukan diperoleh jawaban atas pertanyaan
yaitu perjanjian leasing yang dibuat oleh PT. Arthasantex
Aditama (lessee) dengan PT. Koexim EDN Finance (lessor)
merupakan perjanjian leasing dengan jenis transaksi sale
and lease back. Dalam hal wanprestasi, lessor telah
mencantumkan klausula tentang wanprestasi pada Pasal 18
dalam perjanjian. Dalam pelaksanaannya lessee lalai
memenuhi kewajibannya untuk membayar sewa leasing. Namun
kenyataannya, lessor tidak memperlakukan Pasal 18 dari
Perjanjian Leasing tersebut. Lessor telah seolah-olah
memperpanjang Perjanjian Leasing secara sepihak. Sebagai
akibat hukumnya, lessee menderita kerugian. Alasan
ketidakmampuan lessee untuk membayar disebabkan oleh
situasi perekonomian mengalami krisis moneter sehingga
terjadi peningkatan kurs dollar sebanyak 3 (tiga) kali
lipat. Berdasarkan asas itikad baik dan asas keadilan,
peningkatan kurs dollar dalam kasus leasing tersebut dapat
dijadikan alasan pembelaan atas kelalaian lessee yang tidak
mampu membayar dan alasan untuk membebaskan lessee dari
kewajiban membayar tunggakan yang lebih besar akibat
perbedaan kurs dollar pada waktu perjanjian dibuat dan pada waktu perjanjian tersebut berakhir."
2005
T36589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifin Tjitranoer
"ABSTRAK
Obligasi yang diterbitkan di Pasar Modal cukup banyak
yang telah disesuaikan dengan perkembangan di masyarakat,
yaitu dalam bentuk obligasi syariah. Beberapa pokok
permasalahan yang dibahas dalam tesis ini, yaitu konsep
akad Ijarah, Pembiayaan Ijarah, Obligasi Syariah Ijarah,
persyaratan penerbitan, struktur transaksi, penggunaan
terminologi dan akad syariah serta pemilihan forum
penyelesaian sengketa dalam praktek penerbitannya. Metode
penelitian dalam tesis ini menitikberatkan pada metode
kepustakaan dengan metode pendekatan analisis data
kualitatif. 'Akad" dalam bahasa Arab berarti perikatan atau
perjanjian, sedangkan Ijarah berarti upah, sewa, jasa atau
imbalan merupakan bentuk kegiatan muamalah dengan tujuan
pengalihan manfaat. Lembaga pembiayaan Ijarah awalnya
dikenal pada lembaga keuangan syariah, pada perkembangannya
juga dikenal di Pasar Modal dalam bentuk Obligasi Syariah
Ijarah ('OSI"). Dalam praktek, prasyarat penerbitan OSI
adalah keharusan mendapatkan opini dari Tim Ahli Syariah
dan Pernyataan Kesesuaian Syariah dari DSN-MUI. Struktur
transaksi penerbitan OSI adalah Ijarah (sewa menyewa),
sehingga tidak dikenal terminologi/istilah yang berkaitan
dengan hutang piutang dan riba dalam penerbitan OSI,
demikian pula akad yang dipergunakan adalah akad Ijarah.
Sedangkan pemilihan forum penyelesaian sengketa dalam
penerbitannya adalah Badan Arbitrase Syariah. Sejalan
dengan berkembangnya transaksi bisnis syariah di Pasar
Modal maka perlu penyesuaian kembali peraturan perundangundangan
di bidang Pasar Modal (antara lain Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal), demikian pula
mulai saatnya diberikan pendidikan/kuliah dasar-dasar hukum
perikatan Islam kepada calon-calon sarjana hukum serta
pengembangan keterampilan bidang hukum bisnis syariah di
kalangan praktisi."
2005
T36885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Nugroho
"ABSTRAK
Akta Perjanjian Kerjasama tentang Pemberian Pembiayaan Murabahah dalam Bentuk Penerusan Pada Bank Niaga Syariah dibuat dalam bentuk akta notariil. Notaris dalam membuat akta tersebut harus memperhatikan ketentuan hukum positif yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Akta Perjanjian yang dibuat secara notariil yang berkaitan dengan prinsip syariah, pada dasarnya merupakan akta otentik apabila telah dibuat sesuai ketentuan hukum positif Indonesia. Namun yang terjadi dalam praktek, ketentuan prinsip syariahnya masih sering diabaikan. Penelitian yang dilakukan dengan mempergunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat normatif dipilih untuk mengetahui sejauh mana prinsip syariah diterapkan dalam pembuatan akta notariil pada perjanjian kerjasama tentang pembiayaan murabahah tersebut. Data yang digunakan merupakan data sekunder melalui studi pustaka yang didukung oleh wawancara. Dengan pendekatan kualitatif, diperoleh kesimpulan bahwa ketentuan mengenai prinsip syariah pada Akta Perjanjian Kerjasama tentang Pemberian Pembiayaan Murabahah Dalam Bentuk Penerusan Pada Bank Niaga Syariah masih banyak diabaikan. Hal ini antara lain dapat dilihat pada klausul-klausul mengenai denda atas keterlambatan pembayaran; margin, ujrah, dan biaya; jaminan; kelalaian dan/atau pelanggaran. Disamping itu ketentuan mengenai saksi dalam pembuatan akta juga tidak sesuai dengan prinsip syariah. Keberadaan peraturan perundangan yang khusus mengatur mengenai bank syariah sudah saatnya diwujudkan untuk mendukung terlaksananya penerapan prinsip syariah yang menyeluruh dalam pelaksanaan muamalah. Dalam membuat peraturan perundangan tersebut perlu diperhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional sebagai acuannya."
2005
T36886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dessi
"ABSTRAK
Sistem kewarisan di Minangkabau sangat berbeda
dengan sistem kewarisan adat yang lain. Minangkabau
mengenal adanya harta pusaka kaum yaitu harta pusaka
tinggi dan harta pusaka rendah. Orang yang sangat
berpengaruh dan mempunyai kuasa penuh terhadap harta
pusaka kaum adalah mamak kepala waris atau lebih
dikenal dengan sebutan Mamak. Mamak di Minangkabau
pada umumnya adalah seorang laki-laki yang dituakan
memangku jabatan sebagai pemimpin dari suatu paruik.
Mamak mempunyai tanggung jawab besar terhadap
kesejahteraan dan keselamatan semua kemenakan. Manfaat
dari harta pusaka adalah untuk keselamatan nagari,
menjaga keselamatan kaum, melindungi anak-anak kecil
dan menjaga nagari dari orang-orang yang ingin berbuat
jahat. Oleh sebab itu sangat tidak diperbolehkan harta
pusaka itu dijual, digadaikan apalagi
dihilanglenyapkan oleh siapapun yang menjadi anggota
kaum Kecuali untuk kepentingan yang sanagat mendesak.
Dalam hal ini timbul suatu permasalahan yang
memerlukan pembahasan yakni: Bagaimana bentuk
pengawasan yang dilakukan oleh mamak kepala waris
terhadap harta pusaka kaum menurut hukum waris adat
Minangkabau, dan Bagaimana kedudukan mamak kepala
waris terhadap harta pusaka kaum menurut hukum waris
adat Minangkabau? Metode yang digunakan adalah
kepustakaan yang bersifat normatif dengan menggunakan
tipe penelitian eksplanatoris dengan tujuan evaluatif.
Setelah melihat kenyataannya dapat disimpulkan bahwa
pengawasan dan kedudukan mamak kepala waris yang
ditemukan sekarang ini hanya sebatas pada harta pusaka
tinggi, yaitu dalam bentuk Ganggam bauntuak yaitu hak
untuk mengelola, menikmati hasil dari apa yang telah
dikelola oleh seseorang atas tanah yang dikuasai dan
digunakan untuk keperluan kaum. Karena semakin
berkurangnya harta pusaka, sementara jumlah kemenakan
semakin bertambah maka sebaiknya mamak kepala waris
mempergunakan ranji dalam hal pemakaian harta pusaka
yang dipergenggam bauntuakkan, tujuannya agar semua
kemenakan dapat menikmati pemakaian ganggam bauntuak
tersebut secara nyata."
2005
T36893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subarjono
"ABSTRAK
Penjual yang telah menjual barangnya secara kredit
biasanya tidak memiliki jaminan atas piutangnya.
Kedudukan penjual merupakan kreditor konkuren karena
tidak memiliki jaminan dan juga tidak didahulukan oleh
undang-undang sehingga tidak termasuk katagori kreditor
separatis dan kreditor preferen.Permasalahan yang akan
timbul adalah bagaimanakah kedududukan hukum kreditor
konkuren dalam penyelesaian utang debitur yang dinyatakan
pailit dan apakah kreditor konkuren akan memperoleh hak
pembayaran atas utang debitur yang dinyatakan pailit.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
kepustakaan bersifat yuridis formal.Kepailitan merupakan
sitaan umum terhadap harta debitur untuk dibagi secara
merata di antara para kreditor. Pembagian secara merata
tersebut tidak dilakukan jika di antara para kreditor
terdapat kreditor separatis di samping kreditor konkuren.
Dalam pembagian harta debitur pailit akan diprioritaskan
kepada kreditor preferen, kreditor separatis (kreditor
pemegang hak atas jaminan), dan sisanya, apabila masih
ada dibagikan proporsional kepada seluruh kreditor
konkuren. Kreditor konkuren dimungkinkan akan menderita
kerugian karena tidak memperoleh pembayaran atas
piutangnya kepada debitur pailit. Kedudukan kreditor
konkuren dalam pembagian harta debitur pailit berada
setelah kreditor separatis dan preferen. Pasal 1131 dan
Pasal 1132 KUHPerdata menjadi landasan hukum untuk
memperkuat posisi kreditor konkuren dalam memperoleh hak
penagihan piutangya dari debitur pailit.Kreditor
separatis mendapat pembagian harta debitor pailit
terlebih dahulu bahkan juga dapat menjadi kreditor
konkuren pada saat harta debitur pailit tidak mencukupi
pembayaran piutangnya, sebaliknya kreditor konkuren tidak
dapat menjadi kreditor separatis. Dengan demikian
kedudukan hukum kreditor konkuren dalam penyelesaian
utang debitur kurang terlindungi, namun kreditor konkuren
masih tetap dimungkinkan memperoleh hak pembayaran atas
utang debitur pailit, dengan kemungkinan semakin kecil
karena bersaing dengan kreditor separatis dan juga dengan
sesama kreditor konkuren"
2005
T37743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Pramono
"ABSTRAK
Kebutuhan atas perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok setiap
anggota masyarakat disamping kebutuhan akan sandang dan pangan. Melihat
perkembangan khususnya di daerah khusus ibukota Jakarta yang begitu pesat dalam
bidang perumahan, sehingga banyak pihak - pihak mempergunakan industri perumahan
ini menjadi tempat usaha yang strategis. Pertumbuhan industri ini menyisakan beberapa
permasalahan - permasalahan bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Salah satu
masalah yang tentunya terkait adalah mengenai persoalan hukum peijanjian yang akan
teijadi karena proses pengikatan jual beli antara developer dengan pembeli. Dalam tesis
ini penulis menggunakan salah satu developer perumahan di Jakarta yang dikenal
sebagai Perumahann Jatinegara Baru sebagai sampel yang dipergunakan penulis dalam
menguraikan permasalahan khususnya tentang pengikatan jual beli tanah. Dalam
penulisan ini pada intinya menguraikan tentang dua permasalahan pokok yaitu pertama
tentang alasan-alasan dibuatnya peijanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat PT. Cakra
Sarana Persada, dan yang kedua mengenai perlindungan hukum para pihak dalam
peijanjian pengikatan jual beli yang dibuat di bawah tangan apabila dibandingkan
dengan akta notaris. Proses pengikatan jual beli di PT. Cakra Sarana Persada diawali
dengan proses pra jual beli dan pembuatan jual beli yang nantinya dibuat di hadapan
Pejabat pembuat Akta Tanah. Adapun Pengikatan Jual Beli di bawah tangan yang dibuat
di Jatinegara Baru sebelumnya terdapat penandatangan surat pernyataan pembelian. Isi
surat pernyataan. diuraikan tentang syarat-syarat pembayarannya dan klasifikasi
bangunan yang akan dibelinya. Uraian pokok dalam tesis ini tentang alasan-alasan
dibuatnya suatu peijanjian pengikatan jual beli dan menguraikan perlindungan hukum
terhadap pihak-pihak yang terkait dalam peijanjian yang dibuat di bawah tangan yang
draf dan isinya telah disiapkan oleh salah satu pihak dalam hal ini PT. Cakra Sarana
Persada. Dari permasalahan tersebut diketahui bahwa jual beli yang dibuat di PT. Cakra
Sarana Persada merupakan akta di bawah tangan yang bentuk dan formatnya merupakan
klausul yang hampir keseluruhan ditentukan oleh PT. Cakra Sarana Persada, diawali
dengan pernyataan pemesanan kemudian dilanjutkan dengan penandatangan peijanjian
pengikatan jual beli, ^dapun peijanjian pengikatan jual beli diharapkan memberikan
perlindungan hukum bagi penjual dan pembeli, yang juga akan memberikan rasa aman
bagi pembeli untuk melindungi hak atas tanahnya. Saran yang kami sampaikan dalam
membuat peijanjian pengikatan jual beli yang sebaiknya dibuat dalam bentuk notariil
sehingga keseimbangan hak antara keduanya lebih proporsional."
2005
T36610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tahapari S, Jeanne
"ABSTRAK
Sewa Beli merupakan lembaga hukum yang relatif baru,
yang muncul karena adanya perkembangan masyarakat yang
ditunjang oleh kemampuan di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan sampai dengan saat ini belum diatur dalam
suatu peraturan khusus untuk itu. Sewa Beli mula-mula
muncul dalam praktik untuk menampung persoalan
bagaimanakah caranya memberikan solusi jika pihak penjual
menghadapi banyak permintaan untuk menjual barangnya,
tetapi calon pembeli tidak mampu membayar harga barang
tersebut secara tunai sekaligus. Permasalahan timbul jika
pembeli tidak sanggup membayar angsuran, maka obyek sewa
beli ditarik. Karena belum diatur dalam undang-undang,
namun, berdasarkan pasal 1320 dan pasal 1338 ayat 1
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan yurisprudensi
putusan Mahkamah Agung dapat dijadikan sebagai dasar
hukum untuk melakukan sewa beli yaitu:
1. Yurisprudensi putusan Mahkamah Agung Reg. No.
935/K/Pdt/1985 tanggal 30 September 1986 dalam
perkara perjanjian sewa beli satu unit mobil Light
Truck baru, merk Colt Diesel keluaran Mitsubishi, antara Ny. Lie Tjiu Hoa dan Achmad Kartawidyaya
(A Liong) melawan Unda bin H. Marsan.
2. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi nomor
34/KP/II/80 tentang Perizinan Perjanjian Sewa Beli
(Hire Purchase) , Jual Beli dengan Angsuran dan Sewa
(Renting).
Untuk mencapai tujuan penulisan ini digunakan metode
penelitian perpustakaan yang bersifat yuridis normatif
dan wawancara. Kesimpulan yang didapat untuk menjawab
permasalahan, jika pembeli tidak sanggup membayar maka
obyek sewa beli akan ditarik oleh penjual untuk menutupi
sisa angsuran, disarankan agar sewa beli dimasukkan
sebagai bagian dari hukum perikatan, dan diupayakan ada
perlindungan hukum kepada pembeli sehingga antara para
pihak terdapat hak dan kewajiban yang seimbang, dan jika
angsuran telah dibayar melebihi 30 % (tiga puluh persen),
seharusnya obyek sewa beli tidak boleh ditarik, dan sisa
angsuran menjadi utang yang akan dilunasi oleh pembeli."
2005
T36572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Betha Giovani
"ABSTRAK
Tanah ulayat di Minangkabau terdiri atas: tanah
ulayat nagari, tanah ulayat suku dan tanah ulayat kaum.
Tanah ulayat merupakan tanah milik bersama bukan milik
perorangan dari anggota kaum tersebut, namun dapat
digunakan secara pribadi dalam arti, dapat diberikan hak
pengelolaan atas tanah yang merupakan bagian daripada tanah
ulayat tersebut. Bagian tanah ulayat inilah yang disebut
dengan istilah ganggam bauntuak yang berada di atas tanah
ulayat kaum. Pemegang hak ganggam bauntuak tidak mempunyai
kewenangan untuk memiliki, menjual atau mengalihkan tanah
tersebut. Tanah ganggam bauntuak dapat didaftarkan,
pendaftaran tersebut dilakukan atas nama mamak kepala waris
sebagai pemimpin dari suatu kaum, sehingga diterbitkannya
sertipikat Hak Milik. Dengan didaftarnya tanah ganggam
bauntuak tersebut atas nama mamak kepala waris dari kaumnya,
tidak menyebabkan perubahan hak atau pun mengakibatkan
peralihan hak atas tanah ganggam bauntuak tersebut dari
milik komunal kaum tersebut menjadi hak milik dari mamak
kepala waris itu secara pribadi. Apabila tanah ganggam
bauntuak ini hendak di jual maka terlebih dahulu harus
mendapatkan kesepakatan dari seluruh anggota kaum. Tetapi
kenyataannya di Kota Payakumbuh banyak penulis temui jual
beli tanah ganggam bauntuak yang dilakukan oleh mamak
kepala waris tanpa persetujuan anggota kaum-nya.
Permasalahan dalam karya tulis ini adalah: Apakah faktorfaktor
penyebab terjadinya jual beli tanah ulayat ganggam
bauntuak yang telah bersertipikat oleh mamak kepala waris
tanpa persetujuan anggota kaum di Kota Payakumbuh?
Bagaimanakah penyelesaian sengketa jual beli tanah ulayat
ganggam bauntuak yang telah bersertipikat oleh mamak kepala
waris tanpa persetujuan anggota kaum di Kota Payakumbuh?
Bentuk penelitian dalam penulisan tesis ini adalah
penelitian lapangan yang bersifat deskriptif. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyebab
terjadinya jual beli tanah ulayat ganggam bauntuak yang
telah bersertipikat oleh mamak kepala waris tanpa
persetujuan anggota kaum adalah: pertama yaitu faktor
ekonomi yaitu untuk membiayai pesta perkawinan anak,
membangun rumah dan modal usaha, kedua yaitu faktor sosial
yaitu menipisnya rasa kebersamaan dan persaudaraan yang
digantikan oleh sikap individualistik.

ABSTRACT
The ulayat (customary-owned) land in Minangkabau
consists of nagari's (administrative) ulayat, suku's
(tribe) ulayat and kaum's (blood-tied big family) ulayat.
An ulayat land is defined as a common property, instead of
private, and yet it is still possible to be used for
private purpose in condition the person were given the
right to manage the part of the land by the kaum. This sort
of land is defined as the ganggam bauntuak, which is
noticeably located on the kaum's ulayat. The concessionaire
possesses no right either to own or transfer the ownership
of the land entrusted to him. The ganggam bauntuak land can
be registered, on behalf of the mamak kepala waris
(entrusted leader) as the leader of a kaum, to get The
Ownership Certificate. However, the registration of the
land on behalf of the mamak kepala waris is not to generate
any shift in rights or transfer in ownership, for instance
from communally owned by the kaum to the mamak kepala waris
personally. This would mean that if the land is to be sold,
it should be under the approval of all members of the kaum,
since it's after all still belongs to them. Nevertheless, a
contrary happened in Payakumbuh, in which an ulayat land
was happened to be sold by the mamak kepala waris without
any approval from the kaum. Thus, the problems addresses in
this paper would be: What are the factors that cause the
sale of the land? How is the process on the dispute
settlement on this case progressed? The method apllied on
the research is descriptive one, while the instrument used
to collect the data were in-depth interview and document
study. It was found out that reason the mamak kepala waris
committed the sale was to get the finance needed to hold
his daughter's/son's wedding party, to build a house and to
get some capital needed to run a business, as well as some
social factor which are identified as the degrading sense
of communality and the brotherhood, only to be replace by
individualism. The dispute settlement of this case was
conducted through the media of musyawarah mufakat. Had the
way not meet any expected result, an option to submit the
case to the state court is available to be proceeded."
2007
T36669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Levi Valerina
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T37052
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>