Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hernanda Anindita
"Dalam DSM-IV (APA, 1994) dikemukakan bahwa autisme adalah suatu gangguan perkembangan perilaku yang ditandai oleh kerusakan pada kemampuan komunikasi dan interaksi sosial serta pola-pola minat, aktivitas dan perilaku yang terbatas, diulang-ulang dan stereotipi. Untuk dapat didiagnosa autisme, seorang anak harus memiliki ketiga kriteria di atas namun memang ada kriteria yang menonjol diantara ketiganya. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kekurangan tersebut, intervensi yang diberikan harus sedekat mungkin dengan kebutuhan anak. Secara umum, program ini bertujuan untuk memperbaiki kemampuan komunikasi anak dimana perbaikan dilakukan dengan cara membantu anak untuk dapat melakukan kontak mata dengan lawan bicara. Dengan anak dapat melakukan kontak mata dalam kurun waktu tertentu, diharapkan ia dapat diajarkan berbagai hal lain seperti mengajarkan bagaimana mendiskriminasi benda-benda di sekitarnya. R telah berhasil menjalankan program intervensi yang diberikan, ditandai dengan ia dapat melakukan kontak mata dengan lawan bicara selama kurun waktu tertentu. Di sisi lain, dalam melakukan diskriminasi benda, R belum dapat mendiskriminasi benda lebih dari dua karena adanya faktor eksternal yang mempengaruhi kelancaran intervensi. Kesimpulan yang dapat diambil adalah terapi Applied Behavior Analysis (ABA) dapat diterapkan dalam melatih R untuk melakukan kontak mata dan diskriminasi benda. Meskipun demikian, masih ada beberapa kelemahan dalam program ini yang perlu diperbaiki dalam penerapan intervensi applied behavior analysis selanjutnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T38111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adilia Luthfi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T38127
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellan Jaya Septiyono
"ABSTRAK
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan penggunaan tembakau di kalangan remaja (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Siswa sekolah menengah dianggap yang terbesar kelompok remaja yang menggunakan tembakau. Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai
prediktor penggunaan tembakau; salah satunya adalah masalah kesehatan mental. Tujuan dari ini penelitian adalah untuk menguji efek depresi, melakukan masalah, dan hiperaktif / tidak aktif pada penggunaan tembakau di kalangan siswa sekolah menengah. Di dalam studi longitudinal, kami bertujuan untuk menguji efek distal dan proksimal mental masalah kesehatan pada penggunaan tembakau. Tiga model dinilai dalam penelitian ini; satu distal model dan dua model proksimal. Partisipan penelitian adalah siswa dari 5 SMA sekolah di daerah perkotaan Jakarta (N = 530). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
model-modelnya signifikan; menunjukkan tidak ada efek signifikan dari masalah kesehatan mental penggunaan tembakau di kalangan siswa. Namun, kami menemukan efek signifikan dari perilaku tersebut
masalah di kelas 10 pada penggunaan tembakau di kelas 11 (β = 0,156, df = 1, p <0,05) dan kelas 12 (β = 0,159, df = 1, p <0,05). Berdasarkan hasil penelitian ini, kami menyarankan untuk melakukan penelitian serupa pada remaja yang lebih muda; misalnya di antara sekolah menengah pertama
siswa.

ABSTRACT
In recent years, there has been an increase in tobacco use among adolescents (Indonesian Ministry of Health, 2018). Middle school students are considered the largest group of adolescents who use tobacco. Several factors have been identified as predictor of tobacco use; one of them is a mental health problem. The aim of this study is to examine the effects of depression, doing problems, and hyperactivity / inactivity on tobacco use among middle school students. In a longitudinal study, we aim to examine the distal and proximal effects of mental health problems on tobacco use. Three models were assessed in this study; one distal model and two proximal models. The study participants were students from 5 high schools in urban areas of Jakarta (N = 530). The results of the study showed that none the models are significant; showed no significant effects of mental health problems on tobacco use among students. However, we found a significant effect of this behavior problems in class 10 on tobacco use in class 11 (β = 0.156, df = 1, p <0.05) and grade 12 (β = 0.159, df = 1, p <0.05). Based on the results of this study, we recommend conducting a similar study in younger adolescents; for example among junior high schools
student.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yolla Chintya Pitaloka
"

Penelitian sebelumnya terhadap lulusan universitas di Indonesia menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara keahlian lulusan dengan yang dibutuhkan industri saat ini dan tertinggal dari negara lainnya, terutama negara ASEAN, dalam kemampuan berinovasi. Kemampuan berinovasi dapat dikembangkan sejak menjadi mahasiswa melalui penentuan variabel yang tepat, sehingga mahasiswa dapat fokus mengembangkan kemampuan diri. Penelitian kuantitatif korelasional dilakukan untuk melihat hubungan antara kemampuan belajar dari pengalaman dengan kemampuan berinovasi. Alat ukur yang digunakan yaitu Innovative Work Behavioral Scale yang dikembangkan oleh Janssen (2000) dan alat ukur Learning Agility Assessment Scale yang dipublikasikan dalam Gravett dan Caldwell (2016). Kedua alat ukur tersebut dimodifikasi untuk menyesuaikan pada kondisi mahasiswa. Partisipan dalam penelitian ini merupakan mahasiswa Perguruan Tinggi Universitas Indonesia yang berada di masa studi minimal semester 3 sebanyak 539 orang. Pengujian hipotesis menggunakan teknik analisis statistik Pearson’s Correlation. Didapatkan hasil bahwa learning agility berhubungan positif secara signifikan dengan perilaku kerja inovatif, r(537) = 0,61, p < 0,001. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan oleh universitas dalam mengembangkan program yang dapat membantu mengasah kemampuan learning agility sehingga meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berinovasi.


Previous research has shown that university graduates in Indonesia face significant skill gap and behind from any country, spesifically among ASEAN countries, in term of innovation ability. Innovative ability can be developed for university students with the right variables. Thus, it might help student to focus on their self-development. Quantitative and correlational research conducted to know how learning agility might related to innovative work behavior. Innovative Work Behavioral Scale developed by Janssen (2000) and Learning Agility Assessment Scale, developed and published by Gravett and Caldwell (2016), were used in study. Both scales were adapted and translated so they would fit with the undergraduates’ context. In result, 539 of minimum Second year/3rd semester University Indonesia students were chosen. The statistics analysis technique used for hypothesis testing was Pearson’s Correlation. The result showed that learning agility is positively correlated with the innovative work behavior, r(537) = 0,61, p < 0,001. After this study, the result might be used as one of the references for university to develop program where student could develop their learning agility and become more innovative.

"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Ananda Sari
"Nilai merupakan variabel fundamental yang melandasi kehidupan manusia. Nilai yang diyakini oleh seseorang akan menjadi panduan bagi dirinya dalam menentukan perilaku yang ia tampilkan. Dalam lingkup pendidikan, orientasi terhadap nilai prestasi dapat mengarahkan mahasiswa untuk menampilkan perilaku yang sesuai dan dibutuhkan untuk mencapai sebuah prestasi akademik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peran nilai prestasi sebagai moderator kegigihan dalam memprediksi prestasi akademik. Data diperoleh melalui survei online pada 363 mahasiswa S1 Universitas Indonesia. Pengukuran kegigihan dilakukan menggunakan alat ukur Grit Scale for Children and Adult GCSA yang dikembangkan oleh Sturman & Zappala-Piemme 2017 dan diadaptasi oleh Bintamur 2018. Nilai prestasi diukur menggunakan The Portrait Value Questionaire PVQ yang dikembangkan oleh Schwartz 2003 dan diadaptasi oleh Halim 2008, sedangkan prestasi akademik diukur menggunakan Indeks Prestasi Kumulatif IPK. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai prestasi merupakan moderator hubungan kegigihan dengan prestasi akademik. Mahasiswa yang memiliki penghayatan yang lebih besar pada nilai prestasi menunjukkan kegigihan dalam menyelesaikan studi serta usaha yang lebih besar dalam menghadapi tantangan di perguruan tinggi. Semakin besar kegigihan yang ditunjukkan mahasiswa dalam menjalani masa studi, semakin tinggi prestasi akademik yang ia raih.

Value is a fundamental variable that underlies human life. Value serve as a guidance for someone to take an actions. In the field of education, achievement value orientation could guide a students to act accordingly in order to gain academic achievements. The aim of the study was to find out how achievement value serve as a moderator bewtween grit and academic achievement. Data was obtained through online surveys on 363 students of University of Indonesia. Grit was measured by Grit Scale for Children and Adult GCSA test developed by Sturman & Zappala-Piemme 2017 and modified by Bintamur 2018. The Portrait Value Questionaire PVQ, developed by Schwartz 2003 and modified by Halim 2008 was used to measure Achievement Value, meanwhile academic achievement was measured by students IPK. The results show that achievement value is a moderator of the relationship between grit and academic achievement. Students who believe in a greater achievement value shows grittier behavior in the context of study and greater effort in facing challenges in college. The grittier the students, the higher the academic achievement achieved."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Hanifa
"Perundungan merupakan fenomena yang sering terjadi di Indonesia, bahkan di dalam lingkungan pendidikan. Perundungan terbukti memiliki dampak negatif, baik pada korban maupun pelakunya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Program Pelatihan Empati dan Kontrol Diri untuk menurunkan perilaku perundungan, serta meningkatkan empati dan kontrol diri. Peserta pelatihan adalah empat siswa sekolah dasar yang merupakan pelaku perundungan. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi-eksperimental dengan desain one group pre-test post-test. Teknik analisis data menggunakan wilcoxon signed-rank test untuk melihat perbedaan kondisi peserta pelatihan sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Program Pelatihan Empati dan Kontrol Diri dapat menurunkan perilaku perundungan secara signifikan berdasarkan penilaian oleh teman-teman partisipan (Z=-2.103, p=0.035). Meski demikian, hasil self-report dan penilaian guru menunjukkan penurunan perilaku perundungan yang tidak signifikan (Z=-1.826, p=.068; Z=-1.826, p=.068). Selain itu, program pelatihan ini tidak dapat meningkatkan kemampuan berempati secara signifikan, baik empati secara umum (Z=-1.826, p=0.068), afektif (Z=-1.604, p=0.109), maupun kognitif (Z=-1.826, p=0.068), serta hanya dapat meningkatkan kemampuan kontrol diri peserta secara memadai.

Bullying is a phenomenon that often occurs in Indonesia, even within the educational environment. Bullying proved to have a negative impact on both the victims and the perpetrators. This study aims to evaluate the effectiveness of the Empathy and Self Control Training Program to reduce bullying behavior and increase empathy and self control. The participants were four elementary school bullies. The research method used was quasi-experimental with the design of one group pre-test post-test. Data analysis techniques used Wilcoxon signed-rank test to see differences in the conditions of participants before and after the intervention. The results indicate that the Empathy and Self Control Training Program can reduce bullying behavior significantly based on peer evaluations (Z = -2.103, p = 0.035). However, the results of the self-report and teacher assessment showed a non-significant decrease in bullying behavior (Z = -1.826, p = .068; Z = -1.826, p = .068). In addition, this training program cannot significantly improve empathy skills, both empathy in general (Z = -1.826, p = 0.068), affective (Z = -1.604, p = 0.109), and cognitive (Z = -1.826, p = 0.068), and can only improve the ability of participants to control themselves adequately."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T52343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Patricia Evelyn
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dari teacher efficacy dan kecerdasan emosional terhadap motivasi belajar siswa dari sudut pandang guru SD. Sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, guru perlu memiliki keyakinan akan kemampuannya dalam mengajar atau yang disebut sebagai teacher efficacy. Selain itu, guru juga perlu memiliki kecerdasan emosional untuk dapat memahami emosi diri sendiri dan siswanya. Partisipan dari penelitian ialah para guru dari SDN X dan Y. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan alat ukur Wong and Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS), Teachers’s Sense of Efficacy Scale (TSES), dan Perception of Student Motivation (PSM). Data diolah menggunakan Cronbach’s alpha, Mann-Whitney U, Kruskal-Wallis, dan uji regresi linear sederhana. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa hanya karakteristik teacher efficacy yang memiliki pengaruh signifikan terhadap motivasi belajar siswa dari sudut pandang guru. Penelitian ini merupakan studi awal yang dapat membentuk model penelitian baru menggunakan ketiga variabel tersebut.

The current study aimed to see the role of teacher efficacy and emotional intelligence on perceived student motivation among teachers in Elementary School. To increase student motivation in learning, teachers need to have confidence in their ability to teach or teacher efficacy. Teachers also need emotional intelligence to deal with their emotions and students emotions. The participants were teachers in Elementary School X and Y in Depok. This research uses quantitative research design. The Wong and Law Emotional Intelligence Scale (WLEIS), Teacher’s Sense of Efficacy Scale (TSES), and Perception of Student Motivation (PSM) was administered to collect data from teachers. Data were analysed using Cronbach’s alpha, Mann-Whitney U, Kruskal-Wallis, and simple regression. The researcher suggests that only teacher efficacy able to influence the perceived student motivation. This study is a preliminary study to establish a new research model using these three variables."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52342
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsyad Farhah
"Hubungan yang baik antara guru dengan siswanya dapat mempengaruhi well-being pada guru. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat peran moderasi dari pengalaman guru mengajar pada hubungan kedekatan guru dengan siswanya terhadap well-being guru. Hubungan kedekatan guru-siswadiukur dengan menggunakan Student-Teacher Relationship Scale (STRS) milik Aldrup (2018), sedangkan well-being guru diukur dengan alat ukur Teacher Subjective Well-Being Questionnaire (TSWQ) milik (Renshaw et al., 2015). Responden dalam penelitian ini berjumlah 289 orang yang merupakan guru pada jenjang sekolah menengah (SMP,SMA/Sederajat). Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi sederhana. Hasil uji hipotesis pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat peran dari pengalaman guru mengajar dalam memperlemah atau memperkuat hubungan kedekatan guru-siswaterhadap well-being guru. Namun, hasil uji korelasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara hubungan kedekatan guru-siswa dan well-being guru.

A good relationship between teachers and students can influence the well-being of teachers. This study was conducted to determine whether there is a moderating role of the teaching experience of the teacher in the relationship between the teacher and his students towards the teacher's well-being. The teacher-student closeness relationship was measured using Aldrup's (2018) Student-Teacher Relationship Scale (STRS), while the teachers well-being was measured by the teacher's Subjective Well-Being Questionnaire (TSWQ) measuring instrument (Renshaw et al., 2015). Respondents in this study totaled 289 people who were teachers at the secondary school level (junior high school, high school / equivalent). The analysis technique used is simple regression analysis. The results of hypothesis testing in this study indicate that there is no role of the teaching experience of teachers in weakening or strengthening the close relationship between teacher-student and teacher well-being. However, the results of the correlation test in this study indicate that there is a positive relationship between the teacher-student closeness relationship and the teachers well-being.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Utama Pramasta
"ABSTRAK
Terdapat pengaruh dari hubungan yang terjalin dari guru dengan siswanya terhadap bagaimana seorang guru mempersepsikan dirinya berkaitan dengan fungsi kesuksesan dan kesehatannya dalam pekerjaannya di sekolah atau biasa disebut dengan teacher well-being. Namun dalam pengaruh tersebut terdapat kaitan yang menarik dengan jenis kelamin guru pada jenjang sekolah menengah. Untuk itu peneliti ingin untuk melihat apakah jenis kelamin guru memoderasi pengaruh dari hubungan guru-siswa terhadap teacher well-being pada guru sekolah menengah. Alat ukur yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Teacher Subjective Well-being Questionnaire (TSWQ) dan Student-Teacher Relationship Scale (STRS). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 284 guru sekolah menengah yang terdiri dari guru laki laki dan perempuan. Hasil analisis statistik menggunakan macro PROCESS menyatakan hasil bahwa jenis kelamin memoderasi pengaruh dari hubungan guru-siswa terhadap teacher well-being (b3 = -0,272; t = -2,055; p = 0,041 [-0,533; -0,012]). Dengan demikian jenis kelamin pada guru memperkuat atau memperlemah pengaruh dari hubungan guru-siswa terhadap teacher well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peranginangin, Yan A.
"Kesempatan untuk mendapatkan pendidikan merupakan hak semua orang, termasuk anak tunanetra. Sarana yang digunakan dalam pendidikan bagi anak tunanelra adalah huruf Braille. Diperlukan jari yang kuat dan fleksibel agar anak lebih mudah belajar huruf Braille. khususnya untuk menulis. Akan tetapi lanpa penglihatan. perkembangan motorik anak lunanctra cenderung mengalami keterlambaran. Mendorong anak tunanctra untuk terlibal aklif dalam kegiatan schari-hari dapat membantunya untuk mengcmbangkan kekuazan dan lieksibilitas tangan dan jarinya. Program pengajaran individual ini bertujuan meningkatkan kemampuan psikomotor untuk mendukung mcnulis lauruf Braille pada anak tunanctra total. Program pengajaran individual ini dirancang berdasarkan Model Rumah kemampuan mororik halus yang terbagi menjadi tiga tahap (Bruni. 2006). Tahap perlama adalah stabilitas, koordinasi bilateral, dan sensasi. Tahap kedua adalah keterampilan dalam menggunakan tangan. Tahap ketiga adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas sehri-hari, yaitu menggunakan riglet dan stilus untuk menulis. Penguatan yang diberikan adalah penguatan sosial dan penguatan yang data dikonsumsi. Program pengajaran individual dilakukan di rumah subyck setelah pulang sekolah, terdiri dari 10 sesi ditambah l sesi evaluasi. Scsi I - lll meliputi kemampuan di tahap pertama. scsi IV - Vll di tahap kedua, dan sesi Vlll - X di tahap ketiga. Sesi evaluasi diberikan untuk melihat seiauh mana subyck dapat menerapkan kcmampuan psikomotor dalam menulis huruf Braille. scrta melakukan pcnutupan dari program pengajaran individual. Hasilnya adalah terdapat peningkatan kemampuan psikomolor dan bertumbuhnya motivasi menulis dalam diri subyek. meskipun subyek belum mam pu mcnulis mandiri
The chance to get education is everybocly?s right, including blind children. Aids used for blind children education is Braille alphabet. Strong and flexibel fingers are needed to ease a child in learning Braille alphabet, especially for writing. However, without sights, blind children tend to have delayed motor development. Encouraging blind children to actively engaged in daily activities may help to develop strength and flexibility of their hands and fingers. The purpose of this individualized educational program is to improve psychomotor skills to support writing ability in totally blind children. This individualized educational program is designed based on House Model of fine motor skills, that is divided in three stages {Bruni, 2006). First stage is stability, bilateral coordination, and sensation. Second stage is dexterity. Third stage is the ability to do daily activities, which is to use riglet and stylus to write. Reinforcement given are social reinforcement and consumable reinforcement. Individualized educational program held on subject?s home after school, consist of 10 sessions plus l evaluation session. Session I- III consist of ability in first stage, session IV - VII on second stage, and session VIII - X on the third stage. Evaluation session given to ses how far subject has implemented psychomotor skills in Braille alphabet writing, also to close the individualized education program. Result shows improvement in psychomotor skills and developing self-motivation in writing, although subject hasn't been able to write independently."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>