Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jessica Godjali
"Latar Belakang: Dalam identifikasi odontologi forensik, diperlukan penentuan jenis kelamin dan ras.
Tujuan: Menenentukan jenis kelamin dan ras berdasarkan ukuran mesiodistal (MD) dan bukolingual (BL) gigi kaninus rahang bawah, beserta nilai referensinya.
Metode: Dilakukan pengukuran MD dan BL gigi C RB pada populasi suku Batak dan Tionghoa, selanjutnya ditetapkan nilai referensinya.
Hasil: Ditemukan perbedaan signifikan ukuran MD dan BL pada pengujian antar jenis kelamin (p<0,05). Pada pengujian antar ras ditemukan perbedaan signifikan ukuran MD, namun tidak pada ukuran BL. Pada penentuan jenis kelamin nilai referensi ukuran MD 6,942 mm dan BL 7,527 mm. Pada penentuan ras, nilai referensi pada laki-laki ukuran MD 7,529 mm dan BL 7,845 mm, sedangkan perempuan MD 6,643 mm dan BL 7,210 mm.
Kesimpulan: Ukuran MD dan BL gigi kaninus rahang bawah dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin dan ras.

Background: In odontologic forensic identification, determining sex and race are important.
Objectives: To determine race and sex by using mesiodistal (MD) and buccolingual (BL) measurements of mandibular canines and to obtain their reference points.
Methods: Measured MD and BL mandibular canines measurements of Batak and Chinese in Indonesia, then calculated the reference points.
Results: There is significant difference of MD and BL measurements between sex (p<0,05). There is significant difference of MD measurement between races but there isn’t on BL measurement. To determine sex, reference point for MD measurement is 6,942 mm and BL is 7,527 mm. To determine race, reference point for men is 7,529 mm for MD and 7,845 mm for BL, for women is 6,643 mm for MD and 7,210 mm for BL.
Conclusions: Mesiodistal and buccolingual measurements can be used to determine sex and race in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iovah, Brent Ryan
"Latar belakang: Kulit buah manggis diketahui memiliki banyak khasiat seperti antioksidan, antiinflamasi, antitumor, antivirus, antibakteri, antifungi, antihistamin, antimalaria dan lainnya. Dalam menjalankan perannya, banyak zat aktif yang ,menghambat penyembuhan fraktur sehingga diperlukan peran antioksidan.
Tujuan: Mengetahui efek ekstrak kulit buah manggis terhadap penyembuhan tulang.
Metode dan Bahan: Penelitian ini menggunakan model fraktur yaitu defek femur kiri-kanan pada 6 ekor mencit (12 femur). Kemudian diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 20 mg/kg BB (3 femur kiri) dan 40 mg/kg BB (3 femur kiri) serta saline water sebagai kontrol (6 femur kanan) pada hari ke 2, 4 dan 6. Pada hari ke 7, semua mencit dikorbankan. Selanjutnya ukuran diameter defek dievaluasi dengan dental digital radiography.
Hasil: Terdapat penurunan ukuran diameter defek pada femur mencit yang diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 40 mg/kg BB namun tidak berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kontrol (saline water).
Kesimpulan: Aplikasi ekstrak kulit buah manggis dosis 40 mg/kg BB dapat menurunkan ukuran diameter defek pada tulang.

Background: Peel of mangosteen has many benefits such as antioxidant, anti-inflammatory, antitumor, antiviral, antibacterial, antifungal, antihistamine, antimalarial and others. It has a lot of active substances contained therein as xanthones, anthocyanins, phenols, tannins and others. In bone fractures, an increase of free radicals that are supposed to inhibit the bone fractures healing that required the antioxidants.
Objective: To examine the effect of mangosteen peel extract on bone healing.
Methods and Materials: This study uses fracture model that defects on left-right femur in 6 mice (12 femur). Then applied mangosteen peel extract doseges of 20 mg/kg (3 left femur), 40 mg/kg (3 left femur) and saline water as a control (6 right femur) on days 2, 4 and 6. On day 7, all mice were sacrificed. Furthermore, the diameter size of the defect was evaluated with dental digital radiography.
Results: There was a decrease in the diameter of the femoral defect in mice that are applied mangosteen peel extract dose of 40 mg/kg, but not significantly different when compared with saline water.
Conclusion: The application of mangosteen peel extract 40 mg/kg BW dosage can reduce the diameter size of the bone defect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44141
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel William H.
"Pendahuluan: Kulit buah manggis memiliki khasiat antioksidan, antitumor, antiinflamasi, antialergi, antibakteri, antijamur dan antivirus. Kulit buah manggis memiliki kandungan zat aktif xanton, antosianin, tanin, fenol, dan lainnya. Proses penyembuhan fraktur tulang terdiri dari fase inflamasi sampai fase remodeling dengan khasiat antiinflamasi dan antioksidan yang berperan dalam proses penyembuhan fraktur tulang.
Tujuan: Mengetahui pengaruh ekstrak kulit buah manggis terhadap penyembuhan tulang.
Metode dan Bahan: Penelitian ini menggunakan enam ekor mencit (12 femur) yang terdiri dari 6 femur kanan diaplikasikan saline water, 3 femur kiri diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 5 mg/kg, dan 3 femur kiri dengan dosis 20 mg/kg pada hari ke 2,4,6. Pembuatan defek dilakukan dengan bur bulat pada femur sebelum aplikasi. Semua mencit dikorbankan pada hari ke 7 dan selanjutnya ukuran diameter defek dievaluasi dengan alat digital radiografi.
Hasil: Terdapat penurunan ukuran diameter defek pada dosis 5 mg/kg yang tidak berbeda bermakna (p > 0,05) dengan saline water dan dosis 20 mg/kg.
Kesimpulan: Aplikasi ekstrak kulit buah manggis dapat menurunkan ukuran diameter defek tulang.

Background: Pericarp of mangosteen has effects of antioxidant, antitumor, antiinlammatory, antialergy, antibacterial, antifungal and antiviral. Pericarp of mangosteen contains active substances of xanthone, anthocyanin, tannins, phenols, and more. Bone fracture healing process consists of the inflammatory phase to a phase of remodeling with antiinflammatory and antioxidant properties that play a role in process of bone fracture healing.
Objective: Examine the extract of mangosteen peel on bone fracture healing.
Material and Methods: This study uses six mice (12 femur) consisting of 6 right femur that was applied saline water, 3 left femur was applied the extract of mangosteen peel with a dose of 5 mg/kg, and 3 left femur with a dose of 20 mg/kg on day 2, 4, 6. Defect is created with a round bur in femur before application. All mice were sacrificed on day 7 and then the diameter of defect is evaluated by means of digital radiography.
The Results: There was a decrease of the diameter of defects at the dose of 5 mg/kg that were not significantly different (p > 0.05) with saline water and a dose of 20 mg/kg.
Conclusion: Applications of mangosteen peel extract can decrease the size of diameter of bone defect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S45054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulita
"Menopause mengakibatkan defisiensi estrogen yang menyebabkan terjadinya osteoporosis. Daun pegagan mengandung fitoestrogen yang bisa menggantikan kerja estrogen di dalam tubuh untuk mencegah osteoporosis. Untuk menganalisis pengaruh larutan esktrak daun pegagan terhadap kadar kalsium dan fosfat pada tulang, dilakukan aplikasi ekstrak pegagan pada tikus ovariektomi dengan dosis 60mg/kgBB, 120mg/kgBB, dan 180mg/kgBB selama 30 hari. Pemeriksaan kadar kalsium dan fosfat tulang dilakukan melalui teknik destruksi basah dan pengukuran menggunakan spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan esktrak daun pegagan tidak dapat mempertahankan kadar kalsium dan fosfat tulang pada tikus ovariektomi.

Menopause causes estrogen deficiency, which leads to osteoporosis. Centella asiatica L. contains phytoestrogen that could act as estrogen in the body to prevent osteoporosis. In order to analize effect of Centella asiatica L. leaves extract to bone calcium and phosphate level, the extract was administered to the ovariectomized rats with dose of 60mg/kgBW, 120mg/kgBW, and 180mg, kgBW for 30 days. The bone calcium and phosphate level were acquired by wet ashing technique and spectrophotometer measurement. The result showed Centella asiatica L. leaves extract is not able to maintain bone calcium and phosphate level of ovariectomized rats.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanissa
"Defisiensi estrogen pada wanita post-menopausal berakibat pada menurunnya massa tulang seperti yang terlihat pada penderita osteoporosis. Oleh karena itu, diperlukan bahan pengganti estrogen sebagai terapi osteoporosis post-menopausal. Melalui penelitian ini diteliti efektifitas pegagan sebagai bahan pengganti estrogen. Terapi dengan pegagan berbagai konsentrasi pada tikus yang telah diovariektomi menunjukkan hasil peningkatan jumlah osteosit, diikuti dengan penurunan jumlah osteoklas namun tidak ada peningkatan jumlah osteoblas yang bermakna.

Estrogen deficiency in post-menopausal women results in reduced bone quality as seen in osteoporotic patients. Thus, an alternative estrogen source is needed as post-menopausal osteoporosis therapy. In this research, the efectivity of Centella as phytoestrogens is examined. Therapy with Centella in different concentrations in ovariectomized rats shows increased number of osteocytes, followed by decreased number of osteoclasts but no significant increase of osteoblasts.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S568895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Mariska Putri
"Teknik rekayasa jaringan kini dikembangkan untuk perawatan kerusakan tulang yang besar. Pada kasus one wall defect dibutuhkan scaffold dalam bentuk membran yang dikombinasikan dengan RGD untuk memfasilitasi regenerasi jaringan.
Tujuan: Mengetahui efek penambahan RGD kepada scaffoldmembran kitosan terhadap proliferasi sel pulpa manusia.
Metode: Scaffold membran kitosan kulit udang RGD dipaparkan kepada sel pulpa manusia hasil primary culture dan diuji menggunakan MTT-assay.
Hasil: Terdapat peningkatan proliferasi sel pulpa manusia yang bermakna pada kelompok scaffold membran kitosan kulit udang RGD dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Kesimpulan:Scaffold membran kitosan kulit udang RGD mampu meningkatkan proliferasi sel pulpa manusia.

Background: Tissue engineering is now being developed to treat large bone defect. A membrane scaffold with addition of RGD is needed to treat one wall defect as it is capable to fasilitate tissue regeneration.
Objective: To analyze the effect of RGD addition to shrimp shells chitosan scaffold membrane on human dental pulp cell proliferation.
Methods: Human dental pulp cell was exposed by shrimp shells chitosan membrane scaffold with RGD addition and was tested using MTT assay.
Result: Proliferation of human dental pulp cell exposed by shrimp shells chitosan membrane scaffold RGD shows a significant increase compared to control.
Conclusion: Shrimp shells chitosan scaffold membrane RGD can increase human dental pulp cell proliferation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminah Zahrah
"Latar belakang: Aggregatibacter actinomycetemcomitans (A. actinomycetemcomitans) merupakan salah satu periodontopatogen yang sangat banyak ditemukan pada periodontitis agresif di mana kerusakan tulang sangat cepat terjadi. Periodontitis tidak akan terjadi tanpa diinisasi melalui invasi bakteri ke dalam sel target untuk berproliferasi di dalamnya. Bakteri A. actinomycetemcomitans memiliki faktor virulensi Omp29 yang memediasi proses invasi tersebut ke dalam sel epitel gingiva. Tujuan: Menganalisis interaksi bakteri A. actinomycetemcomitans dengan sel bone marrow macrophage, preosteoklas dan osteoklas berdasarkan ekspresi gen Omp29 sebagai faktor virulensi bakteri. Metode: Studi in vitro diawali dengan menginfeksikan bakteri A. actinomycetemcomitans ke sel prekursor osteoklas (bone marrow macrophage (BMM) dan preosteoklas) dan osteoklas selama 30 menit dengan multiplicity of infection (MOI) 1:1 dan 1:5. Setelah diinfeksikan, terdapat sebagian sel yang langsung dilakukan lisis dengan TRIzol sedangkan sebagiannya lagi diinkubasi kembali selama 16,5 jam sebelum dilisis oleh TRIzol. Analisis ekspresi relatif gen Omp29 bakteri pada medium pasca infeksi dilakukan pada mesin qPCR dengan menggunakan gen 16SrRNA sebagai housekeeping gene. Hasil: Terdapat penurunan ekspresi relatif gen Omp29 pada bakteri A. actinomycetemcomitans 18 jam pasca infeksi sel BMM, preosteoklas dan osteoklas terhadap kontrol yaitu bakteri 1,5 jam pasca infeksi sel-sel yang sama. Penurunan ekspresi relatif yang sama ditemukan pada perbandingan antara bakteri 18 jam pasca infeksi sel preosteoklas dengan MOI 1:5 terhadap bakteri 18 jam pasca infeksi sel preosteoklas dengan MOI 1:1. Kesimpulan: Interaksi direk antara bakteri A. actinomycetemcomitans dengan sel BMM, preosteoklas dan osteoklas menyebabkan kerusakan atau berkurangnya faktor virulensi Omp29 pada bakteri di mana mekanismenya belum diketahui secara pasti.

Background: Aggregatibacter actinomycetemcomitans (A. actinomycetemcomitans) is one of the periodontopathogen involved in periodontitis and it is found in abundance in aggressive periodontitis where rapid bone destruction occur. Periodontitis will not happen if it is not initiated by the invasion of bacteria into the targeted cells so that bacteria can proliferate inside them. A. actinomycetemcomitans has a virulence factor named Omp29 which plays a role in gingival epithelium cell invasion. Objective: To analyze the interaction of A. actinomycetemcomitans and osteoclast precursor (bone marrow macrophage (BMM) and preosteoclast) as well as osteoclast itself through the expression of Omp29 gene as a virulence factor. Methods: In vitro study by infecting A. actinomycetemcomitans to osteoclast precursor and osteoclast that is obtained from mice for 30 minutes in two different multiplicity of infection (MOI) which are 1:1 and 1:5. After that, some of the infected cells are immediately lysed using TRIzol and some are incubated again for about 16,5 hours before being lysed. Relative expression of the Omp29 gene from the post-infection medium is obtained using real-time PCR with 16SrRNA as a housekeeping gene. Results: There is downregulation of the relative expression of Omp29 in A. actinomycetemcomitans 18 hpi of BMM, preosteoclast and osteoclast compared to the control which is A. actinomycetemcomitans 1,5 hpi of the same cells in both MOI 1:1 and 1:5. The same is observed when comparing the relative expression of Omp29 in A. actinomycetemcomitans 18 hpi of preosteoclast in MOI 1:1 with MOI 1:5. Conclusion: Direct interaction of A. actinomycetemcomitans and osteoclast cause destruction or decrease of Omp29 which mechanism is still not known and need further study."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Steven Setiadi
"ABSTRACT
Latar Belakang: Periodontitis merupakan penyakit yang disebabkan adanya akumulasi  bakteri sehingga dapat menyebabkan kerusakan tulang. Selama ini  tindakan preventif  periodontitis  banyak menggunakan terapi obat sintetis  sehingga menimbulkan berbagai efek samping. Oleh sebab itu, pemanfaatan dan penggunaan ekstrak etanol Hibiscus sabdariffa  diharapkan dapat memberikan alternatif bahan  preventif periodontitis. Tujuan: Menganalisis efek preventif Hibiscus sabdariffa terhadap periodontitis Metode: Pembuatan model periodontitis pada Mus musculus dilakukan dengan mengikatkan ligature silk thread pada gigi molar kedua, selanjutnya perlakuan diberikan dengan irigasi dengan salin steril Otsu-NS 0.9% (kontrol) dan ekstrak etanol rosela 10% (preventif) agar  terjadi penumpukan plak. Pada hari ke tujuh ligature dilepas diambil sampel selanjutnya  dianalisis dengan Image-J. Hasil: Tidak terjadi perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan kontrol dengan ekstrak etanol rosela 10%. Kesimpulan: Ekstrak etanol kelopak bunga rosela10% tidak menunjukkan adanya efek preventif terhadap kerusakan tulang pada model periodontitis dengan Ligatur Silk Thread.

ABSTRACT
Peridontitis is a disease that is caused by accumulation of bacteria that cause bone destruction. Studies have shown that antibiotic thus one of the most common preventive theraphy for periodontitis however there are side effects in prolonged use, recent studies shown that Hibiscus sabdariffa a well known traditional herbal medicine has a significant effect in retaining anti bacterial  behavior of cells. Therefore, by utilizing and using ethanol extract of  Hibiscus destruction hope to be an alternative way for an effective preventif theraphy. Objective: To analyze  preventive property of Hibiscus sabdariffa for periodontitis in maxillary  posterior region of  Swiss Webster Mouse. Methods: Periodontitis model was induced by ligature silk thread circumferentially on the maxillary second molar gingiva of Swiss Webster mouse using ligature silk thread. Spooling with sterlized saline solution Otsu-NS 0.9% for control and ehthanol extract rosela 10% for preventive theraphy, respectively. After the seventh day sampel was taken and analyze by image-J. Results: Overall bone loss occurred after the injection of Ethanol extract in Hibiscus sabdariffa 10% is 166,5µm 2 compare  with control that is 142µm2 on the site of the Ligature wire. Conclusion: Active anti-inflammation  properties  of ethanol extract in Hibiscus sabdariffa 10%  has not shown some preventive effect for periodontitis preventive theraphy."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Xaviera
"

Latar Belakang: Periodontitis disebabkan oleh infeksi mikroba sepertiStreptococcus sanguinisyang mengganggu respon imun dan integritas jaringan pendukung gigi.Ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) memiliki kandungan antimikrobial terhadap bakteri Gram-positif seperti S. sanguinis. Untuk mengembangkan bentuk sediaan, dibuat gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela.Tujuan: Mengetahui efektivitas antibakteri gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela terhadap S. sanguinisMetode: Studi in vitro metode difusi agar yang mengukur zona hambat (mm) gel rosela 10%, 15%, dan 25% yang dipaparkan pada agar Mueller Hinton terinokulasi bakteri S. sanguinis, diinkubasi 6 jam, serta metode total plate count (CFU/mL) untuk menghitung jumlah koloni hidup bakteri S. sanguinis setelah terpapar gel rosela 10%, 15%, dan 25%. Kontrol positif yaitu gel klorheksidin 0,2% dan kontrol negatif yaitu gel basis tanpa zat aktif. Hasil: Zona hambat gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela konsentrasi 15% dan 25% berbeda bermakna dibandingkan kontrol (p<0,05), gel konsentrasi 10% tidak menghasilkan zona hambat. Ketiga konsentrasi gel secara signifikanmenurunkan jumlah koloni bakteri dibandingkan kontrol (p<0,05). Efek penghambatan terbesar terdapat pada gel konsentrasi 25%. Kesimpulan: Gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela memiliki efek hambat terhadap bakteri S. sanguinis.


Background: Periodontitis is caused by microbial infection, such as Streptococcus sanguinisthat disturbs immune response and the integrity of tooth-supporting tissue. Roselle (Hibiscus sabdariffa Linn.) calyx ethanol extract has antibacterial properties against Gram-positive bacteria, including S. sanguinis. In order to develop the dosage form, roselle calyx ethanol extract gel was made. Objective:To observe the antibacterial effectiveness of roselle calyx ethanol extract gel against S. sanguinisMethodin vitrostudy using disk diffusion method which measures clear zone of inhibition (mm)of 10%, 15%, and 25% roselle gel applied on Mueller Hinton agar inoculated with S. sanguinis, incubated for 6 hours, and total plate count method which counts the number of living S. sanguiniscolonies (CFU/mL)after being exposed to 10%, 15%, and 25% roselle gel. Positive control is 0.2% chlorhexidine gel and negative control is gel without active substances.Result: Inhibitory zones of 15% and 25% roselle gel have significant differences compared controls (p<0.05), 10% roselle gel did not show inhibitory zones.All three concentrations of gel significantly reduced the number of colonies compared to controls (p<0.05). Highest inhibitory effect was observed in 25% roselle gel.Conclusion: roselle calyx ethanol extract gel showed inhibitory effect against S. sanguinis.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Savira
"Latar Belakang: Celah bibir dan palatum (CLP) merupakan salah satu kelainan kongenital yang menghasilkan defek jaringan lunak maupun jaringan keras dan membutuhkan perawatan rekonstruksi tulang alveolar dan palatum. Celah bibir dan palatum dianggap berasal dari anomali proliferasi sel akibat faktor genetika. Autologous bone graft adalah baku emas untuk memperbaiki defek tulang palatum pada pasien CLP. Namun demikian, perawatan tersebut membutuhkan prosedur yang invasif. Perawatan melalui rekayasa jaringan dapat menjadi alternatif perawatan. Rekonstruksi tulang alveolar melalui rekayasa jaringan membutuhkan jumlah sel yang banyak sehingga kapasitas proliferasi sel punca merupakan aspek penting dalam penerapan klinis. Sel punca pulpa gigi sulung (SHED) dan sel punca pulpa gigi permanen (DPSCs) dapat menjadi sumber sel yang ideal karena memiliki kapasitas proliferasi yang tinggi, kemampuan diferensiasi ke berbagai tipe sel, isolasi yang mudah, dan aksesibilitas yang baik. Namun, kapasitas proliferasi SHED dan DPSCs pasien CLP belum diketahui.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan kapasitas proliferasi SHED dan DPSCs pasien celah bibir dan palatum.
Metode: SHED dan DPSCs dari pasien CLP dikultur hingga mencapai 70%-80% confluent. Kapasitas proliferasi sel setelah dikultur selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam dianalisis melalui uji MTT.
Hasil: SHED setelah dikultur 24 jam menunjukkan nilai rata-rata optical density yang lebih tinggi secara signifikan (p<0,05). SHED dan DPSCs setelah dikultur 48 jam dan 72 jam tidak menunjukkan perbedaan nilai rata-rata optical density secara statistik (p>0,05).
Kesimpulan: SHED pasien CLP memiliki kapasitas proliferasi lebih tinggi secara signifikan hanya pada 24 jam pertama. Pada 48 jam dan 72 jam pertama, SHED dan DPSCs pasien CLP memiliki kesamaan kapasitas proliferasi.

Background: Cleft lip and palate (CLP) is one of orofacial congenital malformations that results in both soft tissue and hard tissue defect. It requires reconstruction of the maxillary alveolar cleft. Cleft lip and palate is thought to be came from anomalies of cell proliferation caused by genetic factors. Autologous bone graft have been the gold standard treatment to repair maxillary alveolar and palate clefts. However, such treatment needs an invasive procedure that may induce pain. To overcome those disadvantages, tissue engineering has received attention to be new alternative treatment.
Reconstruction of maxillary alveolar cleft requires huge number of stem cells so that proliferative capacity is important traits before clinical application. Stem Cells from Exfoliateed Deciduous Teeth (SHED) and Dental Pulp Stem Cells (DPSCs) can be ideal sources of stem cell since they are known to have high proliferative capacity, multilineage differentiation, ease of isolation, and well accesibility. However, proliferative capacity of SHED and DPSCs isolated from CLP patients have not yet known.
Objective: The aim of this study was to compare proliferative capacity between cultured stem cells from exfoliated deciduous teeth and dental pulp stem cells isolated from cleft lip and palate patients.
Methods: SHED and DPSCs isolated from cleft patient were cultured until it reached 70%-80% confluency. Proliferative capacity after culturing for 24 hours, 48 hours, and 72 hours were analyzed using MTT Assay.
Results: SHED after culturing for 24 hours showed higher optical density average value significantly (p<0,05). SHED and DPSCs after culturing for 48 hours and 72 hours has no difference optical density average value significantly (p>0,05).
Conclusions: SHED from cleft patients showed higher proliferative capacity significantly only on first 24 hours culturing. SHED and DPSCs have similar proliferative capacity on 48 hous and 72 hours culturing."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>