Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ni Ketut Aryastami
"Latar Belakang: Stunting atau tumbuh pendek sudah dimulai dari kandungan ibu dengan indikasi BBLR dengan pertumbuhan dibawah kurva standar. Masa kritis pertumbuhan terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan. Studi ini dilakukan untuk meneliti pengaruh pertumbuhan dini terhadap pertumbuhan pada usia pra-pubertas.
Metode: Disain penelitian adalah retrospektif, menggunakan data panel Indonesian Family Life Survey tahun 1993, 1997, dan 2000. Studi populasi adalah rumah tangga, mencakup 13 dari 27 provinsi yang ada pada tahun 1993 dengan keterwakilan urban-rural dan nasional. Sampel adalah anak usia 0-2 tahun pada baseline, diukur kembali pada usia 4-6 tahun dan 7-9 tahun (pra-pubertas). Data analisis dilakukan dengan metode Regresi Logistik Ganda.
Hasil: Pertumbuhan usia dini menentukan pertumbuhan usia pra-pubertas. Faktor- faktor yang berpengaruh pada pendek usia dini antara lain miskin (OR=1,78; 95%CI=1,06-2,99), tinggal di perdesaan (OR=2,92; 95%CI=1,74-4,90), sanitasi lingkungan yang buruk (OR=1,84; 95%CI=1,10-3,09). Stunting pada usia 4-6 tahun dipengaruhi oleh pendek pada usia dini (OR=3,73; 95%CI= 2,160-6,343).
Pengaruh dan pola pertumbuhan pendek (P) dan normal (N) pada usia dini (02) dan usia 4-6 tahun (46) menunjukkan, 77,1% anak 02P_46P tumbuh tetap pendek pada usia pra- pubertas (OR=27,43; 95%CI=11,68-64,43). Sebanyak 59,5% anak 02N_46P mengalami growth faltering dan menjadi pendek (OR=14,00; 95%CI=5,95-32,95). Anak yang usia 02P_46N sebanyak 84,3% tumbuh tetap normal (OR=1,48; 95%CI=0,55-4,00; p=0,441) pada usia pra-pubertas. Perbaikan pertumbuhan setelah usia dini didukung oleh adanya perbaikan ekonomi secara umum.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap stunting pada usia pra-pubertas berbeda menurut disain yang digunakan dalam analisis. Analisis dengan disain cross-sectional menunjukkan, faktor yang berpengaruh terhadap stunting pada pra-pubertas adalah pendek pada usia dini, miskin, sanitasi lingkungan dan jenis kelamin; sedangkan analisis dengan disain longitudinal menunjukkan, stunting pada usia pra-pubertas secara signifikan dipengaruhi oleh pertumbuhan pada usia dini dan pola pertumbuhan antara usia dini dan pra-pubertas.

Background: Stunting or growing short has been started in the womb of mothers, indicated by having low birth weight and grew in deviation curve. Critical window of growth taken place at first 1000 days of life. This study was conducted to investigate the influence of early growth, towards the growth of pre-puberty's period.
Method: The design of the study was retrospective, utilizing the Indonesian Family Life Survey panel data of 1993, 1997, and 2000. Study population was Indonesian households covering 13 out of 27 provinces in 1993 for the representativeness of urban-rural and national. Sampel was children age of 0-2 years old at the baseline, followed up at age of 4-6 years and 7-9 years (pre-puberty). The method of data analysis was Multivariate Logistic Regression.
Results: Early child growth was appointed growth of pre-puberty. Factors related to stunted or short at early life was poverty (OR=1,78; 95% CI=1,06-2,99), urban settlement (OR=2,92; 95% CI=1,74-4,90), as well as poor hygiene and sanitation (OR=1,84; 95% CI=1,10-3,09). Short at age of 4-6 years is related to short at early age (OR=3,73; 95% CI= 2,160-6,343).
Early growth and growth pattern of stunted (S) and normal (N) at early age or age of 0-2 years (02) and age of 4-6 years (46) showed, 77,1% of 02S_46S stayed stunted (OR=27,43; 95%CI=11,68-64,43). As much as 59,5% of 02N_46S experienced growth faltering becoming stunted (OR=14,00; 95%CI=5,95-32,95). Children who were 02S_46N account for 84,3% growed normal (OR=1,48; 95%CI=0,55-4,00; p=0,441) at pre-puberty. Growth improvememnt of these subjects seemed supported by the economic development in general.
Factors related to pre-puberty growth differed between the methods of analysis. Cross- sectional analysis showed that factors related to pre-puberty growth were short in early age, poverty, health sanitation and sex; meanwhile longitudinal analysis of growth showed that pre-puberty growth significantly influenced by early growth and growth pattern in between the age period.
Conclusion and novelty: the growth at early age and growth pattern in between age period appointed the pre-puberty growth. Novelty of this study is stunted or short at age 0-2 and continuously short at age 4-6 year was at risk of stayed short at pre-puberty (7-9 year). In addition, grew normal at early age, but short at age 4-6 year was also at risk of stunting at pre-puberty. However, short at age 0-2, but getting normal or catch up at age of 4-6 was protective or stayed normal at pre-puberty.
Recommendation: Recommendation of this research is that a multi-center study need to be conducted at the pocket areas of NTT and Papua so that problems related specific solution can be done to prevent stunting. Efforts in stunting intervention should be focused at first 1000 days of life, and if necessary be followed up until age of five years. The implementation of standard operational procedure of mother's and baby's cohorts as well as KIA's book should be strengthened. In addition, law enforcement of those procedure should be complemented with structured trainings of the midwives as a capital of a valid data that can be used to study growth in relation to degenerative diseases in the future. Intergrated programs with other sectors should be conducted hands in hands to reduce stunting through community empowerment as well as households income's generation."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Ingan Ukur
"Angka kematian perinatal di Indonesia masih merupakan masalah penting yang harus ditanggulangi. Hasil SDKI (2002 s/d 2012) menunjukkan angka kematian perinatal di Indonesia masih stagnan dan cenderung meningkat. Untuk menekan angka kematian perinatal, dibutuhkan ketersediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas, tenaga kesehatan yang kompeten dan dekat dengan masyarakat.Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah deteksi dini komplikasi kehamilan. Alat teknologi yang sering digunakan untuk deteksi dini komplikasi kehamilan adalah USG. Adanya keterbatasan tenaga kesehatan khususnya dokter atau dokter spesialis kebidanan di daerah sulit dan terpencil, maka perlu di teliti tentang kemampuan bidan dalam deteksi dini komplikasi kehamilan dengan menggunakan alat USG, yang pada akhirnya diharapkan dapat menurunkan kematian perinatal.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kemampuan bidan yang menggunakan alat USG dalam deteksi dini komplikasi kehamilan (Plasenta Previa, Gemelli, dan Malpresentasi) dan kontribusinya dalam menurunkan kesakitan dan kematian perinatal yang cost efektif.
Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen, yang dilaksanakan di 20 puskesmas di kabupaten Bogor, dan dua rumah sakit rujukan, yaitu RS Cibinong dan Ciawi. Pada puskesmas intervensi disediakan alat USG sementara pada puskesmas kontrol tanpa alat USG. Masing‐masing puskesmas intervensi, dua bidan terpilih dilatih menggunakan alat USG, sementara pada puskesmas kontrol tidak dilatih menggunakan alat USG.
Pelatihan dilakukan selama dua minggu dan praktek selama dua bulan sebelum penelitian, mengacu kepada kurikulum yang ada.Tahap analisis yang dilakukan adalah uji diagnostik dengan dokter spesialis kebidanan sebagai gold standar, regresi logistik, menghitung probabilitas potensi kesakitan dan kematian perinatal dan analisis efektivitas biaya.
Hasil uji diagnostik membuktikan bahwa bidan mampu melakukan deteksi dini komplikasi kehamilan dengan baik, dengan nilai sensifitas sebesar 91.67% dan spesifitas 93.94%. Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa bidan yang menggunakan alat USG mempunyai kemampuan deteksi dini komplikasi kehamilan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan bidan tanpa alat USG. Bidan dengan masa kerja < 12 tahun dalam bidang kebidanan, mempunyai kemampuan 2.27 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bidan dengan masa kerja ≥ 12 tahun. Bidan yang menggunakan alat USG dengan masa kerja di bidang kebidanan < 12 tahun mempunyai kemampuan 6.38 kali lebih tinggi dalam deteksi dini komplikasi kehamilan dibandingkan dengan bidan tanpa alat USG dengan masa kerja < 12 tahun.
Apabila seluruh kasus komplikasi yang teridentifikasi melalui alat USG dirujuk secara efektif (tepat waktu dan tepat guna) maka kasus kematian perinatal yang dapat diselamatkan adalah 20,648 kasus, 2.5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bidan tanpa alat USG dimana kasus kematian perinatal yang dapat diselamatkan hanya 8,012 kasus. Hasil analisis efektivitas biaya membuktikan bahwa deteksi dini oleh bidan yang menggunakan alat USG merupakan upaya yang cost efektif.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah pelatihan penggunaan alat USG oleh bidan, yang meliputi teori dan praktek yang cukup, dan dalam pelaksanaannya di bawah tenaga ahli, akan menunjukkan hasil yang menjanjikan. Replikasi dari penelitian ini dapat dilakukan di daerah sulit dan terpencil untuk mengetahui hasil yang lebih spesifik tentang deteksi dini komplikasi kehamilan, dan melalui pengembangan tele‐medicine yang menghubungkan bidan di daerah sulit dan terisolasi dengan dokter spesialis kebidanan di fasilitas rujukan (RS dengan PONEK 24/7), diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian ibu dan perinatal.

Perinatal Mortality Rate in Indonesia is still an important issue that must be addressed. The 2002‐2012 IDHS results show that perinatal mortality rate in Indonesia is still stagnant and tends to increase. The availability of good quality health services, health workersbeing competent and close to communities are needed to decline the perinatal mortality rate. One of the required efforts is through early detection of pregnancy complications. The application of ultrasound device as one of advanced technologies is often used for detecting early pregnancy complications. Due to limitations on health workers such as doctors or obstetricians in difficult and remote areas, it is important to identify midwives ability for applying early detection of pregnancy complications by using ultrasound device.
This study aims to identify midwives ability of using ultrasound device for early detection of pregnancy complications (Placenta Praevia, Gemelli, and Malpresentation) and their contribution in reducing perinatal morbidity and mortality potential that are cost‐effective.
This study used a quasi‐experiment design and conducted in 20 community health centers in Bogor district, and two referral hospitals, namely Cibinong Hospital and Ciawi Hospital. Ultrasound device is provided for intervention community health centers while for control community health centers without ultrasound device.
The training on the use of ultrasound is completed for two weeks and two months for ultrasound practices before the study. The analysis phase was performed by using diagnostic test (gold standard obstetrician), logistic regression, probabilitas, and analysis of costeffectiveness.
The diagnostic test results show that midwives are able to perform well early detection of pregnancy complications, with values: sensitivity of 91.67% and a specificity of 93.94%. Results of logistic regression analysis displayed that midwives with ultrasound device for detection of pregnancy complications has the capability of early detection of pregnancy complications two times higher than midwives without ultrasound device. Midwives with a working period in obstetrics < 12 year have the capacity of early detection of pregnancy complication 2.27 times higher than midwives with a working period in obstetrics ≥ 12 year. Midwives using ultrasound device with a working period in obstetrics <12 year have the capacity of early detection of pregnancy complications 6.38 times higher than midwives without ultrasound device with a working period < 12 year. If all complications cases were identified through ultrasound device and referred effectively (timely and appropriate), perinatal death cases which can be saved was 20,648 cases, 2.5 times higher than those without ultrasound device in which perinatal death cases can only save 8,012 cases. The results of cost effectiveness analysis demonstrated that early detection made by midwife who used ultrasound device has cost effectiveness.
The recommendationof this study isthe need of training for midwives on using ultrasound device that consists of required theory and practices and during its application under expert supervision would show promising outcomes. Replication of this study can be done in remote areas for early detection pregnancy complications, and through the development of tele‐medicine that connects midwife in remote and isolated areas with obstetricians at the referral facility (district hospital with obstetric service and comprehensive neonatal emergency care 24/7), expected to reduce maternal and perinatal mortality."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
D2022
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Entos
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyimpangpositif positive deviants yang berhubungan dengan status gizi normal tidakstunting dan tidak wasting pada anak usia baduta dari keluaga termiskin, denganpendekatan penyimpangan positif positive deviance . Penelitian ini menggunakandata Riskesdas tahun 2010 dari Kementerian Kesehatan RI, dengan sampel anak usia0-11 bulan dan 12-23 bulan dari keluarga termiskin yaitu dengan pengeluaran perkapita per bulan pada 10 terbawah atau maksimal < Rp 176.009.-. Status gizididasarkan kepada TB/U untuk menentukan status gizi normal dan stunting pendek dan BB/TB untuk menentukan status gizi normal dan wasting kurus .Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penyimpang positif positivedeviants yang berhubungan dengan status gizi normal pada anak usia 0-11 bulan darikeluarga termiskin adalah : 1 pemberian ASI dengan frekuensi > 8 kali sehari;status gizi normal bayi diberikan ASI > 8 kali sehari 68,0 , dan < 8 kali sehari53,0 p = 0,03< 0,05 OR 1,88 1,09 ndash; 3,25 , dan 2 penimbangan berat badan diPosyandu setiap bulan; status gizi normal bayi ditimbang setiap bulan di Posyandu66,7 ,dan tidak setiap bulan 52,9 p = 0,05 = 0,05 OR 1,78 1,03 ndash; 3,10 .Faktor penyimpang positif positive deviants yang berhubungan denganstatus gizi normal pada anak usia 12-23 bulan dari keluarga termiskin adalah : 1 tingkat konsumsi energi > 70 AKG; status gizi normal konsumsi energi > 70 AKG 57,6 , < 70 AKG 39,8 p = 0,014 < 0,05 , OR 2.05 1,19 ndash; 3,54 , 2 kepemilikan sarana Buang Air Besar BAB ; status gizi normal keluarga yangmemiliki sarana BAB 48,4 , tidak memiliki 33,3 p = 0,01 < 0,05 , OR 1,88 1,17 ndash; 3,02 , 3 kualitas fisik air minum kategori layak; status gizi normal pada keluargatermiskin yang memiliki kualitas fisik air minum kategori layak 46,3 , tidak layak30 p = 0,03 < 0,05 OR 2,01 1,10 ndash; 3,67 , dan 4 riwayat sakit anak saatneonatal; status gizi normal pada anak tidak pernah sakit saat neonatal 66,0 , anakpernah sakit 47,5 p = 0,03 < 0,05 OR 2,14 1,10 ndash; 4,18 .Kata kunci: Status Gizi Normal, Penyimpang Positif Positive Deviants , KeluargaTermiskin."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
D1713
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathul Jannah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) di Indonesia masih menempati urutan ke-3 di dunia.
Anak dengan tuberkulosis umumnya mengalami defisiensi zinc dan vitamin A. Defisiensi
zinc dapat menyebabkan gangguan sistem kekebalan tubuh dan mengganggu sintesis
retinol binding protein sehingga dapat menghambat proses penyembuhan TB.
Penambahan zinc dan vitamin A dapat membantu meningkatkan respon kekebalan tubuh
pada penderita TB.
Tujuan: Membuktikan pengaruh suplementasi zinc dan vitamin A dalam meningkatkan
status gizi dan perbaikan gejala klinis pada anak usia 5-10 tahun dengan tuberkulosis
paru.
Disain: Penelitian adalah kuasi eksperimen dengan pre post design dengan kontrol.
Sebanyak 84 anak yang telah diseleksi dan terdiagnosis TB Paru yang berada di empat
wilayah Puskesmas Kecamatan di Jakarta Pusat diambil menjadi subyek penelitian.
Kelompok perlakuan dibagi secara acak menjadi dua kelompok yakni kelompok I yang
mendapatkan Obat anti Tuberkulosis Standar DOTS dan suplemen (berisi 20 mg zinc
elemental dan vitamin A asetat 1500 IU) dan kelompok II yang hanya mendapatkan OAT
saja. Obat dan suplemen diminum setiap hari selama pengobatan TB. Respon
kesembuhan dapat diukur dari membaiknya gejala klinis dan status gizi dibandingkan
pada saat awal sebelum pengobatan. Analisis untuk melihat perbedaan dua kelompok
menggunakan uji T-Test. Gejala klinis diukur dengan chi-square.
Hasil: 84 Subyek terdiri atas kelompok intervensi (n=38) dan kelompok kontrol (n=46).
Pada fase inisial (bulan ke dua) perubahan nilai zinc, retinol dan IMT-U pada kelompok
intervensi lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, grup I dengan nilai p=0,087;
p=0,002; p=0,449 berturut-turut. Perubahan kadar albumin dan hemoglobin kelompok
kontrol lebih tinggi dibanding kelompok intervensi denan nilai p=0,000; p=0,142. Pada
bulan ke enam terjadi kenaikan pada retinol, hemoglobin, IMT-U, kelompok intervensi
lebih tinggi dari kelompok kontrol dengan p=0,879; p=0,142; p= 0,216. Perubahan kadar
albumin lebih tinggi pada kelompok kontrol p=0,005. Kadar zinc mengalami penurunan
pada kedua kelompok p=0,153. Perbaikan gejala klinis lebih cepat terjadi pada kelompok
intervensi dan bermakna secara klinis namun tidak bermakna secara statisik.
Simpulan: Pemberian suplemen disarankan pada anak TB yang mendapat OAT hingga
bulan ke dua, karena dapat meningkatkan status gizi dan perbaikan gejala klinis.

ABSTRACT
Background: Indonesia is the 3rd in the world on Tuberculosis (TB). Most children with
tuberculosis commonly have zinc and vitamin A deficiency. Zinc deficiency caused
immune system disorders and disturb the synthesis of retinol binding protein, it inhibited
the healing process of TB. Supplementation of zinc and vitamin A helped to improve the
immune response in TB patients.
Objective: To prove the effect of zinc and vitamin A supplementation in improving the
clinical symptoms and nutritional status in children 5-10 years of tuberculosis.
Design: This study was quasi experimental, was conducted in a pre post design. A total
of 84 children who were selected and diagnosed with pulmonary TB in the four districts
of the Public Health Center in Central Jakarta were invited as research subjects. Subjects
were divided into two groups. Group I received the standard DOTS ATT and supplement
(containing 20 mg zinc element, as a zinc sulfate and acetate vitamin A 1500 IU), while
group II only received ATT. These drugs and supplements are taken daily during TB
treatment. The recovery response can be measured by observing the improvement in
clinical symptoms and nutritional status compared to the time before treatment. The
analysis used to see the differences between the two groups is the T-Test. Clinical
symptoms are measured by chi-square.
Results: There are 84 subjects taken in the intervention group (n = 38) and the control
group (n = 46). In intensive phase, delta of zinc, retinol, BMI/A on intervention group
was higher than control ( p=0,087; =0,002; =0,449, respectively). Delta albumin and Hb
were higher ol control than intervention (p=0,000; =0,142). On the 6th mo, delta of
retinol, Hb increased higher than control (p=0,879; =0,142; =0,216, respectively). But
zinc level decreased on both groups (p=0,153). Clinical symptoms provide good results
and are clinically meaningful but not significant.
Conclusion: Supplementation was valueable with ATT treatment up to two months due
to it could improve nutritional status and clinical symptoms.

"
2019
D2622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library