Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Anas
"Populasi penyandang autis di berbagai belahan dunia dalam beberapa dekade ini menunjukkan peningkatan yang sangat tajam, tak luput di Indonesia juga mengalami peningkatan yang sama. Dampak dari kehadiran penyandang autis ini dirasakan oleh keluarga, di satu sisi keluarga harus menghadapi tantangan global yang semakin menekannya di sisi lain keluarga yang memiliki anak autis harus mempersiapkan anak tersebut agar dapat mandiri pada jamannya kelak. Oleh karena itu mau tidak mau keluarga harus membekali mereka dengan pendidikan yang cukup sejak dini.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penyandang autis pada masa mendatang mau tidak mau lembaga pendidikan akan terkena dampaknya. Namun tidak semua lembaga pendidikan mau menerima penyandang autis untuk dapat mengenyam pendidikan di lembaganya, menerima penyandang autis berarti menanggung suatu resiko. Dengan kondisi demikian inilah dilakukan penelitian dengan mempertanyakan bagaimana adaptasi penyandang autis di lingkungan sekolah.
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Permata Harapan Jakarta Timur dan Sekolah Dasar Negeri Tebet Timur 11 Pagi Jakarta Selatan. Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran mengenai pola adaptasi penyandang yang dilihat pada kemampuan interaksi, kemampuan bahasa, perilaku khas dan kemampuan akademik serta peran guru maupun orang tua
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang menfokuskan pada 3 penyandang autis yang memiliki gangguan penyerta yang berbeda. Sedangkan jenis penelitian yang dipakai adalah explorasi, pengumpulan data
dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi. Informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 11 orang, yang terdiri dari 3 ibu dari penyandang autis dan 8 orang guru. Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive (non probability), yakni atas dasar penilaian bahwa informan tersebut mengetahui dan terkait dengan permasalahan yang sedang dikaji.
Untuk menganalisa pola adaptasi penyandang autis di sekolah pada penelitian ini menggunakan teori Merton yaitu pola-pola adaptasi individu dalam situasi tertentu.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan terdapat dua pola adaptasi, yang pertama berbentuk conformity pada kedua kasus dan yang kedua berbentuk retreatisme pada satu kasus. Pala adaptasi conformity pada kedua kasus tidaklah terlepas dari perhatian dan bimbingan guru maupun orang tua sejak dini dan terus menerus. Sedangkan pola adaptasi retreatisme pada satu kasus tidaklah terlepas dari menurunnya perhatian orang tua dan pendekatan guru yang kurang tepat.
Dari hasil penelitian telah muncul beberapa saran baik kepada guru maupun orang tua. Guru perlu mengupayakan sarana belajar yang efektif sesuai dengan karakteristik penyandang autis, guru perlu mencatat kebutuhan khusus penyandang autis, guru perlu merubah pendekatan yang selama ini belum tepat atau mengikuti pelatihan tentang penanganan anak autis. Sedangkan saran kepada orang tua perlu bekerjasama dengan guru untuk memantau perkembangan penyandang autis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desmaniar
"Kemiskinan merupakan permasalahan yang klasik dan sulit untuk diberantas secara tuntas. Apalagi dengan kondisi negara Indonesia seperti sekarang ini, permasalahan demi permasalahan muncul silih berganti, ditandai dengan adanya krisis moneter yang melanda dunia dan berimbas kepada Indonesia dan mencapai klimaknya pada awal tahun 1998. Kemiskinan dikalangan rakyat bukan semakin berkurang tetapi semakin bertambah. Begitu juga dengan kemiskinan yang ada di Propinsi Riau.
Dari 12.777 Desa yang ada di Propinsi Riau, 555 Desa dikategorikan tertinggal, dimana sebagai sasaran penelitian adalah Desa Basilam Baru yang ada di Kota Dumai. Hal tersebut terlihat dari 80 responden 92,5 % berada dibawah garis kemiskinan.
Desa Basilam Baru berada di lingkungan perusahaan besar, baik itu swasta nasional seperti PT.Caltex Pacific Indonesia maupun Pertamina (Pertambangan Minyak Nasional), serta adanya perguruan tinggi didekat lokasi desa tersebut justru desa Basilam Baru dikategorikan desa miskin.
Tidak adanya kebijakan yang terencana dengan baik menyebabkan tidak adanya peningkatan kesejahteraan di desa Basilam Baru. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya perhatian yang sungguh-sungguh terhadap kehidupan masyarakat di desa Basilam Baru selama ini sehingga desa tersebut luput dari sentuhan pembangunan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi gambaran tentang kondisi kemiskinan sejumlah keluarga di desa Basilam Baru dan mengetahui apa faktor penyebab kemiskinan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis data kuantitatif dan kualitatif. Adapun responden disini adalah 80 KK yang ada di desa Basilam Baru. Penelitian dilakukan dengan menggunakan konsep pemikiran kemiskinan dari segi struktur dan kultur. Dari segi struktur mengacu kepada pendapat Elizabeth Wickenden tentang kesejahteraan sosial yang meliputi perundang-undangan, program, manfaat dan pelayanan yang menjamin atau memperkuat penyediaan untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar bagi kesejahteraan penduduk.
Berdasarkan hal tersebut diatas, apa saja program pemerintah yang sudah dilakukan untuk membantu orang miskin di desa Basilam Baru melalui akses terhadap pelayanan publik atau keberadaan infra struktur berupa sarana dan prasarana seperti pendidikan, air bersih, penerangan, kesehatan dan transportasi. Sedangkan dari segi kultur mengacu kepada kerangka Kluckhohn yang didasarkan pada masalah dasar kehidupan manusia meliputi, hakekat hidup manusia, hakekat karya manusia, hakekat dari kedudukan dalam ruang dan waktu, hakekat dari hubungan manusia dengan alam sekitar dan hakekat dari hubungan manusia dengan manusia. Adapun faktor kultural tidak begitu berpengaruh terhadap penyebab kemiskinan dikarenakan jawaban yang diberikan menurut kerangka Kluckhohn tidak memperlihatkan jawaban yang negatif.
Dari hasil penelitian yang didapat bahwa faktor penyebab kemiskinan masyarakat di Basilam Baru adalab berasal dari luar diri mereka atau struktur yang sudah begitu lama membelenggu mereka. Hal ini terlihat dari jawaban responden dan dibenarkan oleh informan atau nara sumber yang peneliti temui di lapangan, juga diperkuat oleh pengamatan langsung ke lapangan yang peneliti lakukan. Tidak adanya kebijakan Pemerintah yang benar-benar menyentuh atau tidak didasarkan pada keinginan dari bawah (bottom up planning). Oleh karena itu disarankan agar kebijakan Pemerintah diadakan untuk memperhatikan keberadaan infrastruktur untuk membuka keterisolasian daerah tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palijama, Fientje
"Sebagai warga Negara Indonesia, maka kedudukan, hak dan kewajiban anak cacat adalah sama dengan warga negara lainnya (normal). Oleh karena itu peningkatan peran para penyandang cacat dalam pembangunan nasional sangat penting untuk mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
Masalah anak cacat tidak dapat dipisahkan dari hakekat pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Upaya penanganan masalah anak cacat perlu mendapat perhatian yang intensif baik oleh pemerintah, masyarakat, lembaga sosial. Di Kota Ambon banyak anak yang mengalami masalah sosial (khususnya anak cacat) sementara hanya terdapat satu panti sosial. Peran dan tanggung jawab Panti Sosial Bina Asih Leleani menjadi penting dalam upaya merehabilitasi kondisi fisik dan mental dari penyandang cacat.
Dalam kaitan itulah, peran dan tanggung jawab Panti Sosial Bina Asih menjadi penting untuk menyelenggarakan proses pembinaan dan pengasuhan anak yang dimasukan dalam proses rehabilitasi. Dalam proses rehabilitasi dibutuhkan adanya prinsip-prinsip pengasuhan yang dikemukakan oleh Hurlock yaitu (1).keakraban, (2).kepedulian, (3). kemandirian, (4). kedisiplinan dan (5).kestabilan emosi.
Pertanyaan dalam penelitian ini adalah (1). Bagaimanakah prinsip pengasuhan dalam proses rehabilitasi anak cacat, (2). Apa hambatan dalam melaksanakan proses rehabilitasi anak cacat pada Panti Sosial Bina Asih Leleani.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip pengasuhan dalam proses rehabilitasi anak cacat, dan mengetahui faktor-faktor yang menghambat dalam pelaksanaan rehabilitasi. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Lokasi tempat penelitian berada di Ambon yakni Panti Sosial Bina Asih Leleani. Alasan Panti Sosial tersebutl adalah karena di Ambon hanya ada satu panti dan panti ini menjalankan praktek pekerja sosial anak cacat. Jumlah informan yang di PSBAL adalah 4 orang dan orang tua dari anak asuh 4 orang.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa sebagian prinsip pengasuhan anak cacat dalam prakteknya di Panti Sosial Bina Asih Leleani Ambon, dapat dilaksanakan :
1. Terciptanya suasana yang akrab dan atau harmonis antara para pengasuh dan anak anak cacat.
2. Prinsip kepedulian baik di dalam panti maupun di luar panti (rumah orang tua) pada hakekatnya turut memberikan kontribusi yang positif untuk upaya kemandirian bagi anak-anak cacat.
3. Upaya mencapai kemandirian ini dapat dilihat melalui sikap dan kemauan anak untuk berusaha serta peningkatan keterampilan kerja menurut bakat yang disandang anak-anak cacat.
4. Demikian pula tercapainya kemandirian anak-anak tersebut, disebabkan karena adanya disiplin yang mengalami peningkatan melalui unsur kepatuhan terhadap aturan-aturan termasuk norma dan sanksi yang diberikan bagi anak-anak cacat dalam menjalankan setiap bentuk kegiatan pembinaan dan pengasuhan di dalam panti sosial bina asih leleani.
5. Akan tetapi pada prinsip kestabilan emosional terkesan bahwa para pengasuh masih memiliki sikap yang sering marah dalam menghadapi anak-anak pada saat pelaksanaan kegiatan pembinaan di dalam panti. Kesan yang bermunculan inilah jika tidak ditanggulangi akan berpengaruh terhadap upaya merehabilitasikan kondisi fisik dan mental dan anak-anak cacat di lingkungan Panti Sosial Bina Asih Leleani.
Faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi di Panti Sosial Bina Asih Leleani, hasil penelitian menunjukkan bahwa :
1. Disamping ada hambatan dari dalam seperti lemahnya sumber daya manusia
2. Hambatan dari luar seperti kurangnya dukungan dari sistim-sistim sumber terkait dalam mendukung kegiatan pengasuhan di Panti Sosial Bina Asih Leleani."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4942
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isep Sepriyan
"Remaja, masa dimana individu berkembang dan mengalami proses perubahan dari anak-anak menuju dewasa, yang ditandai oleh tanda-tanda menuju kematangan seksual dan mengalami perubahan dan perkembangan fisiologis dan psikologis, serta merupakan situasi transisi dan pencarian identitas tentang siapa aku. Pengaruh diluar dirinya bisa merubah sikapnya. Remaja putus sekolah secara individu sama dengan remaja lainnya yang mempunyai keinginan, harapan dan kebutuhan serta potensi, tetapi karena suatu sebab, baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya tidak bisa sekolah atau melanjutkan sekolah formal.
Pola pendidikan non formal yang dilaksanakan oleh Panti Sosial Bina Remaja Taruna Negara Cibabat Cimahi merupakan kegiatan atau program pelayanan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku individu atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran, bimbingan dan pelatihan yang dilakukan diluar sekolah formal. Unsur yang mencakup pendidikan non formal adalah; objektif atau tujuan belajar, karakteristik pelajar, pengorganisasian, metodologi belajar dan kontrol. Bentuk bimbingan dan pelatihan yang dilaksanakan ialah bimbingan fisik, mental, sosial dan keterampilan. Semua kegiatan dan program belajar mengajar ini salah satunya ditujukan dalam rangka meningkatkan keterampilan sosial remaja putus sekolah.
Keterampilan sosial adalah, kemampuan untuk menciptakan hubungan-hubungan sosial yang serasi dan memuaskan, mengadakan penyesuaian yang tepat terhadap lingkungan sosial, memecahkan masalah sosial yang dihadapi serta mengembangkan aspirasi dan menampilkan dirinya. Ciri individu yang memiliki keterampilan sosial; bertanggung jawab, mentaati peraturan, menerima dan menghargai orang lain dan diri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, disiplin, mengetahui tujuan hidup dan mampu membuat keputusan, melalui pendidikan diharapkan keterampilan sosial dapat tumbuh dan meningkat pada remaja putus sekolah.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pola pendidikan non formal remaja putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja Taruna Negara dalam meningkatkan keterampilan sosial peserta didiknya, serta mengetahui faktor pendukung dan penghambatnya.
Penelitian bersifat studi evaluatif, menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini tidak bermaksud membuat generalisasi, tetapi melakukan studi evaluatif di salah satu lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memberikan pelayanan pendidikan non formal.
Hasil penelitian menunjukkan, pola pendidikan yang dapat meningkatkan keterampilan sosial remaja putus sekolah, adalah ; objektif belajar untuk memberikan keterampilan sosial dan keterampilan kerja sebagai salah satu yang menimbulkan minat dan semangat siswa dalam mengikuti kegiatan. Pengorganisasian siswa kedalam sistem kelompok wisma dan kepengurusan siswa memberikan kesempatan kepada siswa untuk bisa saling berkomunikasi, beradaptasi dan disiplin serta menumbuhkan rasa tanggung jawab. Metoda belajar praktek kerja perorangan memberikan kesempatan siswa menyalurkan hasrat, menunjukkan potensi diri dan tanggung jawab serta kemandirian.
Temuan penelitian menunjukkan, terdapat remaja putus sekolah yang memiliki keterampilan sosial yang baik. Ternyata hal itu terjadi selain karena pola pendidikan dari lembaga, juga karena motivasi siswa mengikuti bimbingan dan pelatihan sebagai kebutuhan dan sarana belajar untuk bekal hidup, latar belakang kehidupan yang relatif tetib dan mampu mengetahui serta menentukan tujuan hidup, kemampuan menerima orang lain dan diri sendiri sebagai pendorong tersalurkannya hasrat dan mengeksploitasi potensi dirinya. Kepercayaan yang diberikan oleh teman dan pembina kepadanya menambah kepercayaan diri.
Remaja putus sekolah yang kemampuan keterampilan sosialnya kurang, ternyata motivasi mereka mengikuti kegiatan bimbingan dan pelatihan karena dorongan kewajiban sebagai siswa dan melaksanakan tugas sebagai pengurus siswa, serta menghindari sanksi, bukan atas dorongan kebutuhan dirinya. Merasa selalu diperhatikan orang lain dan menganggap kepercayaan yang diberikan kepadanya sebagai beban bagi dirinya, membuat sikap yang ditampilkannya tidak spontan dan tidak wajar. Dengan adanya beban tersebut maka remaja putus sekolah tersebut terhambat peningkatan kemampuan keterampilan sosialnya.
Pelaksanaan pola pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan remaja, mendorong terciptanya kondisi yang memungkinkan meningkatnya keterampilan sosial pada remaja putus sekolah. Dengan dasar tersebut maka perlu dilakukan perbaikan serta penyempurnaan pelaksanaan pola pendidikan non formal di PSBR, khususnya metoda belajar materi bimbingan sosial kelas dan pelaksanaan kontrol serta komunikasi antar pelaksana kegiatan, yang mengarah kepada penyaluran minat dan bakat dalam rangka pengembangan potensi diri remaja putus sekolah, yang pada gilirannya mampu meningkatkan keterampilan sosial remaja putus sekolah dengan baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T8006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuce Sariningsih
"Tesis ini meneliti tentang perilaku orang tua miskin dalam memenuhi kebutuhan gizi balitanya. Kriteria kemiskinan pada penelitian ini adalah kriteria yang mengacu pada BKKBN, dimana kondisi keluarga miskin diidentikan sebagai keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I.
Balita adalah anggota keluarga yang rentan apabila kebutuhan akan pangannya tidak terpenuni, khususnya kebutuhan akan makanan yang bergizi. Dipandang dari segi dietetik, anak-anak usia 1 - 5 tahun (pra sekolah) merupakan konsumen pasif. Mereka belum dapat mengambil dan memilih makanan sendiri, sukar diberi pengertian tentang makanan, serta kemampuan untuk menerima jenis-jenis makanan masih terbatas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah gizi adalah faktor ekonomi, sosial dan budaya. Hal yang menarik adalah bahwa terdapat balita miskin yang memiliki kondisi gizi baik, di samping sebagian besar balita miskin yang mengalami gizi kurang. Pertanyaan penelitian yang mendasar dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku orang tua miskin dalam memenuhi kebutuhan gizi balita ?
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara tidak berstruktur secara mendalam dan observasi langsung dengan kapasitas peneliti sebagai outsider. Informasi dipilih dengan menggunakan teknik purposive.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa terdapat keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan gizi balitanya. Asumsi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah bahwa perilaku orang tua yang menentukan terpenuhi atau tidaknya kebutuhan gizi balita miskin adalah perilaku dalam dimensi ekonomi dan sosial. Bagian dari dimensi ekonomi yang terpenting dalam pemenuhan kebutuhan gizi balita adalah ketrampilan dari keluarga miskin dalam mengelola pendapatan yang rendah. Aspek yang penting dalam dimensi sosial adalah penerapan pengetahuan mengenai gizi balita secara praktis dalam kehidupan sehari - hari. Sedangkan dimensi budaya yang terdiri dari komponen perilaku tabu/pantangan akan makanan tertentu dan perilaku mengutamakan makanan bagi kepala keluarga tidak memberikan kontribusi terhadap perilaku orang tua dalam memenuhi kebutuhan gizi balita pada keluarga informan.
Keempat keluarga miskin sebagai informan dalam penelitian ini memiliki pendapatan yang rendah dan tidak menentu, perekonomian mereka sehari-hari ditandai dengan aktifitas perekonomian gali lubung tutup lubang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, terutama kebutuhan pangan, keadaan ini merupakan indikator dari kemiskinan yang mereka alami. Tetapi dua balita miskin lainnya dapat terpenuhi kebutuhan gizinya.
Pada dua keluarga miskin yang memiliki balita dengan gizi baik, ibu dari balita mempunyai kreatifitas untuk mengolah makanan, toleransi yang rendah terhadap pemenuhan keinginan jajan makanan, memiliki ketelatenan yang tinggi untuk memberi makan anak balitanya, dan tidak berhenti berupaya jika balita tidak mau makan. Temuan lainnya adalah ibu berusaha memanfaatkan keberadaan Posyandu semaksimal mungkin. Di lain pihak, perilaku ayah adalah mengurangi anggaran untuk membeli rokok. Pengeluaran untuk rokok dialokasikan untuk kepentingan membeli makanan yang bergizi bagi balita. Pengetahuan mengenai gizi dan pentingnya bagi tumbuh kembang balita diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan pada dua keluarga miskin lainnya yang memiliki balita dengan gizi kurang bahkan buruk, ibu dari balita memiliki kreatifitas yang rendah dalam mengolah makanan, pengeluaran untuk jajan makanan cukup tinggi serta kurang telaten merawat balita. Di samping itu, ibu dari balita belum memanfaatkan Posyandu dengan baik, Perilaku ayah pada keluarga miskin yang tidak menunjang kondisi gizi balitanya adalah perilaku merokok. Konsumsi rokok dalam sehari mencapai satu sampai dua bungkus. Meskipun mereka telah mengetahui tentang gizi dan pentingnya gizi bagi tumbuh kembang balita, namun pengetahuan tersebut belum diaplikasikan pada perilakunya untuk memenuhi kebutuhan gizi balita.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, dipandang perlu bagi semua pihak terutama pemeriutah dan lembaga-lembaga pemberdaya lainnya termasuk LSM untuk memperkuat komitmennya dalam membantu memecahkan masalah gizi yang dialami oleh balita miskin. Upaya yang dilakukan dapat berbentuk pemberdayaan dalam bidang ekonomi dan pemberian motivasi pada keluarga miskin agar mereka dapat memenuhi kebutuhan gizi balitanya."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deden Djuanda
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang proses pelayanan anak asuh pada Panti Sosial Asuhan Anak "Bayi Sehat" Muhammadiyah dan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pelayanan tersebut. Penelitian ini dilatar belakangi oleh peran organisasi sosial yang menonjol dalam menangani permasalahan anak terlantar khususnya yang dilakukan oleh Yayasan Muhammadiyah. Berdasarkan konsistensi dan peran Muhammadiyah dalam ikut menangani permasalahan anak terlantar melalui pendirian panti-panti yang ada, maka penelitian mencoba mengkaji proses pelayanan yang dilakukan oleh salah satu panti yang bemaung dibawah Yayasan Muhammadiyah yaitu PSAA "Bayi Sehat " Bandung.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif untuk memperoleh gambaran mengenai proses pelayanan yang dilakukan serta kendalakendalanya berdasarkan kebijakan yang sudah diterapkan oleh lembaga maupun berdasarkan praktek terbaik menurut perspektif proses pertolongan dalam pekerjaan sosial. Data-data tersebut diperoleh melalui pars informan melalui teknik penarikan non random sampling secara purposive yang meliputi pimpinan/staf, para pengasuh dan anak asuh yang ada. Untuk mengumpulkan data dari para informan peneliti menggunakan teknik wawancara tidak berstruktur (indepth interview), observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pelaksanaan pelayanan terhadap anak asuh yang dilakukan dalam panti mengacu pada apa yang telah digariskan dalam kebijakan lembaga dalam hal ini pedoman yang dibuat oleh PP Muhammadiyah, walaupun dalam beberapa hal masih perlu adanya penyempurnaan-penyempumaan sehingga pelayanan yang dilakukan lebih optimal. Sedangkan berdasarkan standar praktek pekerjaan sosial, maka tahapan yang dilakukan maupun prinsip-prinsip yang terkandung didalamnya pada dasarnya sudah terpenuhi walaupun pada beberapa aspek masih perlu peningkatan serta pada pelaksanannya terlihat adanya penyesuaian dengan keadaan maupun karakteristik anak asuh yang ada. Karakteristik yang menonjoI dimana anak asuh yang ada sebagian besar merupakan anak asuh yang berada di panti sejak bayi sehingga proses pelayanan memiliki karakteristik tersendiri dalam pelaksanaannya Keadaan tersebut sedikit banyak berpengaruh terhadap proses pelayanan yang dilakukan. Hat ini terlihat dalam proses rujukan, pembinaan maupun pemutusan pelayanan yang dilakukan sehingga menyebabkan munculnya sebagian kendala-kendala yang disebabkan karakteristik anak asuh tersebut antara lain identitas anak yang tidak jelas dan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap panti.
Upaya proses pelayanan juga terlihat dari upaya pemenuhan kebutuhan anak asuh yang meliputi kebutuhan jasmani/kesehatan, pendidikan, mental keagamaan dan sosial yang merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi sehingga dapat hidup secara wajar sebagaimana layaknya anak-anak dalam keluarga normal. Pada pelaksanaannya pembinaan yang dilakukan untuk balita lebih menekankan pada upaya perawatan jasmani dan kesehatan serta tumbuh kembang anak secara wajar. Kendala-kendala yang dihadapi menyangkut masalah internal yaitu berupa kondisi fisik, emosional dan intelektuaI anak serta masalah eksternal berupa kuantitas dan kualitas petugas.
Walaupun pelayanan yang dilakukan telah memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan anak asuh tetapi untuk lebih meningkatkan pelayanan yang diberikan, maka beberapa upaya perlu dilakukan yaitu dengan pelaksanaan proses monitoring yang lebih optimal dan mengacu pads rencana pelayanan yang tidak hanya terbatas pada pedoman secara umum, tetapi hendaknya tujuan baik antara maupun akhir ditentukan ukuran yang secara spesifik guna memantau perkembangan klien secara sistematis berdasarkan tujuan pembinaan itu sendiri serta efek intervensi yang dilakukan, dan dalam proses pembinaan sebagai bagian pelaksanaan rencana pemecahan masalah diperlukan keterlibatan para profesional yang lebih intensif sehingga peran pengasuh lebih terbantu dalam proses pembinaan anak asuh. Upaya ini dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas tenaga melalui pelatihan atau melibatkan tenaga profesional pemerintah untuk diperbantukan sehingga masalah kekurangan dana relatif bisa terpecahkan. Adapun dalam proses terminasi, terkait dengan kesiapan anak asuh maka pembinaan melalui pemberian keterampilan hendaknya diberi kesempatan untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang lebih luas sehingga memudahkan proses penyaluran dan terminasi. Dengan demikian maka tujuan proses pembinaan yang dilakukan dapat dicapai secara optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Rasman
"Penelitian ini tentang relasi antar organisasi dengan lingkungan tugas dalam konteks studi relasi antara PSBN Wyata Guna Bandung, Kantor Sosial Kota Bandung dan YGPPT Bandung yang berlokasi di Bandung.
Masalah penelitian ini diajukan karena adanya perubahan dalam lingkungan tugas PSBN Wyata Guna Bandung, Kantor Sosial Kota Bandung dan YGPPT Bandung, dimana masing-masing organisasi tersebut menyesuaikan strategi dan teknik relasi antar organisasi satu sama lainnya sesuai dengan posisi masing-masing organisasi dalam lingkungan tugas. Masalah penelitian tersebut dijabarkan dalam Pertanyaan penelitian yang meliputi:
1) Bagaimana pola relasi kerjasama antara PSBN Wyata Guna Bandung, Kantor Sosial Kota Bandung dan YGPPT Bandung?,
2) Bagaimana strategi relasi antarorganisasi yang digunakan PSBN Wyata Guna Bandung, Kantor Sosial Kota Bandung dan YGPPT Bandung? dan
3) Bagaimana teknik relasi antar organisasi yang digunakan PSBN Wyata Guna Bandung, Kantor Sosial Kota Bandung dan YGPPT Bandung?.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pola relasi kerjasama, strategi dan teknik relasi antarorganisasi yang digunakan oleh masing-masing organisasi terhadap satu sama lainnya. Dalam mencapai tujuan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif yang dapat menggambarkan pola relasi kerjasama, strategi dan teknik relasi antarorganisasi yang digunakan oleh PSBN Wyata Guna Bandung, Kantor Sosial Kota Bandung dan YGPPT Bandung. Data kualitatif diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan studi dokumentasi, sedangkan pemilihan infonnan secara purposive dengan theoretical sampling, informan diseleksi sesuai dengan topik penelitian ini dan jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak 6 (enam) orang yang terdiri dari dari 2 (dua) orang pejabat struktural PSBN Wyata Guna Bandung, 2 (dua) orang pejabat struktural Kantor Sosial Kota Bandung dan 2 (dua) orang pengurus YGPPT Bandung, pemilihan informan tersebut berdasarkan tugas pokok, fungsi dan kewenangan masing-masing informan dalam menjalin relasi antar organisasi sosial dengan organisasi-organisasi lainnya dalam lingkungan tugas.
Hasil penelitian menunjukan pola relasi kerjasama berdasarkan posisi dan garis relasi serta kewenangan masing-masing organisasi dalam relasi antar organisasi PSBN Wyata Guna Bandung, Kantor Sosial Kota Bandung dan YGPPT Bandung berbentuk segitiga dengan salah satu sudut 90 derajat. Posisi dan garis relasi antara Kantor Sosial Kota Bandung dengan YGPPT Bandung adalah vertikal, dimana Kantor Sosial Kota Bandung berada di atas dan YGPPT Bandung berada di bawahnya, posisi dan garis relasi antara Kantor Sosial Kota Bandung dengan PSBN Wyata Guna Bandung adalah diagonal, dimana Kantor Sosial Kota Bandung berada diatas secara diagonal dengan PSBN Wyata Guna Bandung yang berada dibawah dan posisi antara PSBN Wyata Guna Bandung dengan YGPPT Bandung sederajat dengan garis relasi horizontal.
Strategi relasi antar organisasi sesuai dengan tujuan relasi antar organisasi masing-masing organisasi terhadap satu sama lainnya. Adapun strategi-strategi relasi antar organisasi yang digunakan sesuai dengan tujuan relasi antar organisasi sebagai berikut; Strategi-strategi relasi yang digunakan Kantor Sosial Kota Bandung terhadap YGPPT Bandung adalah strategi autoritatif dan strategi kooperatif dengan bentuk perjanjian kontrak dan kesepakatan formal dan strategi-strategi relasi yang digunakan terhadap PSBN Wyata Guna Bandung adalah strategi kooperatif dengan bentuk kesepakatan formal dan bentuk koalisi. Strategi-strategi relasi yang digunakan PSBN Wyata Guna Bandung terhadap Kantor Sosial Kota Bandung adalah Strategi kooperatif dengan kesepakatan formal dan bentuk koalisi, strategi-strategi relasi yang digunakan terhadap YGPPT Bandung adalah strategi kooperatif dengan kesepakatan informal, kesepakatan formal dan koalisi. Sedangkan strategi-strategi relasi yang digunakan YGPPT Bandung terhadap Kantor Sosial Kota Bandung adalah strategi kooperatif dengan perjanjian kontrak, kesepakatan formal dan koalisi, strategi-strategi relasi yang digunakan terhadap PSBN Wyata Guna adalah strategi kooperatif dengan bentuk kesepakatan informal, kesepakatan formal dan bentuk koalisi.
Sedangkan teknik relasi sesuai dengan tujuan relasi antar organisasi antara PSBN Wyata Guna Bandung, Kantor Sosial Kota Bandung dan YGPPT Bandung sebagai berikut; teknik-teknik relasi yang digunakan Kantor Sosial Kota Bandung terhadap YGPPT Bandung dan PSBN Wyata Guna Bandung adalah pengumpulan informasi, teknik "lobbying" dan teknik membentuk jaringan (networking). Teknik-teknik relasi yang digunakan PSBN Wyata Guna Bandung terhadap Kantor Sosial adalah pengumpulan informasi, teknik "lobbying", teknik pemasaran, teknik membentuk jaringan dan teknik kolaboratif, sedangkan terhadap YGPPT, teknik relasi yang digunakan adalah pengumpulan informasi, teknik lobbying", teknik pemasaran dan teknik membentuk jaringan. Teknik-teknik relasi yang digunakan YGPPT Bandung terhadap Kantor Sosial Kota Bandung dan PSBN Wyata Guna Bandung adalah pengumpulan informasi, teknik "lobbying" dan teknik "co-option".
Penggunaan strategi dan teknik relasi antar organisasi yang digunakan suatu organisasi social memiliki relevansi dengan tujuan relasi antarorganisasi yang akan dicapai sesuai dengan kebutuhan organisasi, posisi organisasi dalam lingkungan tugas serta elemenelemen yang dipertukarkan dan dikontrol oleh masing-masing organisasi. Oleh sebab itu, sebagai rekomendasi dalam penelitian ini perlu ada ketegasan dan kejelasan posisi dan wewenang masing-masing organisasi dalam relasi antarorganisasi, sehingga masing-masing organisasi untuk mendapatkan elemen-elemen yang dikontrol oleh organisasi lainnya dapat mempertimbangkan secara rata-rata strategi dan teknik relasi antar organisasi sesuai dengan posisi dan kewenangannya dalam lingkungan tugasnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Zaenal Hakim
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pemberdayaan penyandang cacat melalui Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM), yang dilaksanakan dikelurahan Dago kecamatan Coblong kota Bandung. Sebagai wujud dari keterlibatan masyarakat dan pamerintah dalam meningkatkan kesejahteraan sosial penyandang cacat, program Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM) bagi penyandang cacat ini telah membina penyandang cacat melalui keberadaan kader RBM dalam melakukan pembinaan pembinaan dan rehabilitasi menyangkut rehabilitasi medis, pendidikan, keterampilan dan rehabilitasi sosial terhadap penyandang cacat dalam keluarga dan masyarakat. Untuk melihat hasil yang telah dicapai penyandang cacat melalui program RBM ini, maka peneliti mencoba menelusuri pelaksanaan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat bagi penyandang cacat tersebut.
Tipe penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu bermaksud untuk membuat penggambaran (deskriptif) tentang pemberdayaan penyandang cacat melalui Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM). Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif karena bertujuan untuk memahami dan menafsirkan proses pelaksanaan pemberdayaan penyandang cacat melalui RBM Sesuai dengan katakteristik dari penelitian kualitatif, digunakan pendekatan studi kasus melalui pengumpulan serangkaian informasi yang luas, secara lebih mendalam, dan lebih mendetail terhadap beberapa kasus pelaksanaan pemberdayaan penyandang cacat yang telah dipilih. Untuk mendapatkan informasi tersebut, dalam penelitian ini dilaksanakan wawancara mendalam, pengamatan dan studi dokw-nentasi yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif, ditafsirkan dan diimplementasikan terhadap data tersebut serta ditarik implikasi teoritiknya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyandang cacat memiliki latar beiakang kecacatan baik disebabkan sejak lahir maupun diluar kelahiran sebagai akibat dari kecelakaan, menderita penyakit, dan karena permasalahan kehidupan keluarga yang dihadapi. Penyandang cacat mengalami kondisi ketidakberdayaan baik secara internal maupun eksternal. Keluarga yang anggotanya mengalami kecacatan, mengalami situasi kesedihan dan duka cita yang mendalam, perasaan pasrah dan menerima kecacatan yang dihadapi tanpa ada upaya perubahan, kurang memberikan perhatian, serta kurangnya pemahaman dan pengetahuan terhadap kecacatan.
Dalam pelaksanaan pemberdayaan yang dilakukan, tingkat kemandirian yang dicapai penyandang cacat sesuai dengan 23 kriteria kemandirian belum dapat memberikan kemampuan dan keberdayaan penyandang cacat secara penuh, menyangkut kemampuannya dalam pilihan personal dan kesempatan hidup, pemenuhan kebutuhan, pengungkapan gagasan, ide, pemanfaatan sumber, aktifitas ekonorni, serta reproduksi, Kemampuan Kader RBM dalam mendeteksi kecacatan belum mencakup kemampuan dalam mendeteksi kecacatan meliputi aspek medis, pendidikan, keterampilan dan aspek sosial. Masyarakat pada akhirnya belum secara aktif terlibat secara penuh dalam program RBM. Kurang tercapainya tujuan program RBM diatas, didasari atas proses pelaksanaan pemberdayaan yang lebih didominasi oleh Kader RBM, sehingga peran penyandang cacat, keluarga dan masyarakat tidak nampak dalam proses ini.
Berbagai upaya perubahan dan perbaikan perlu dilakukan, khususpya dalam upaya meningkatkan kapasitas, pengetahuan dan kemampuan Kader RBM. Kader harus diberikan kemampuan dan keterampilan yang luas terutama menyangkut deteksi kecacatan secara menyeluruh, meningkatkan kemampuan dalam perannya sebagai educator, fasilitator, representator dan tehnikal, serta pencapaian kemandirian dan kemampuan penyandang cacat secara penuh. Proses pemberdayaan yang dilakukan harus diarahkan pada penampilan peran yang seimbang dan terpadu antara Kader RBM, penyandang cacat, keluarga dan masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariang, Hanok Zeeth
"Migrasi merupakan fenomena kehidupan manusia yang ingin bertahan untuk kelangsungan hidupnya di perkotaan. Bertahan hidup berarti harus memenuhi segala kebutuhan dasar minimal yang disyaratkan. Namun manusia memerlukan pula penyesuaian dalam menjalani kehidupannya di manapun berada. Dengan kemampuan strategi dan adaptasi yang baik maka ia akan terus dapat bertahan hidup, sekali pun mendapat kendala dalam setiap aktivitasnya. Salah satu yang menyebabkan manusia atau masyarakat itu tidak dapat atau sukar menyesuaikan dirinya adalah kemiskinan.
Kemiskinan merupakan suatu tingkat kehidupan masyarakat yang belum dapat memenuhi kebutuhan hidup yang paling dasar, yang terdiri dari makanan, pakaian dan perumahan serta kebutuhan sosial lainnya. Kemiskinan sangat dipengaruhi oleh pekerjaan yang ditekuni sebagai sarana mendapatkan penghasilan untuk memenuhi paling tidak kebutuhan dasarnya setiap hari. Hidup dikota yang sangat sulit dengan berbagai persaingan hidup, tetapi tetap dipilih migran untuk bertahan melangsungkan kehidupannya bersama keluarga.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah strategi adaptif migran dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kendala apa yang dihadapi dalam pekerjaan sektor informal. Sedangkan tujuan penelitian adalah mengetahui strategi adaptasi para migran miskin sektor informal dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya di perkotaan dan latar belakang berpindah dari daerah asal ke kota Kendari.
Penelitian ini sifatnya kualitatif yang berusaha menjelaskan kemiskinan perkotaan dengan strategi adaptasi yang dikembangkan oleh migran. Untuk mengentaskan kemiskinan banyak sudah cara yang ditempuh baik oleh pemerintah mau pun manusia atau masyarakat itu sendiri, namun hasilnya belum menggembirakan. Terlebih lagi setelah datangnya krisis ekonomi membuat masyarakat secara umum terpuruk dalam jurang kemiskinan ini.
Migran yang dipilih dalam penelitian juga berasal dari beberapa suku bangsa yang berbeda mewakili suku bangsa yang dominan menjadi migran yang berusaha disektor informal kota, di Kelurahan Mandonga.
Kehidupan perkotaan sangat kompleks, menimbulkan migran ini tidak dapat berbuat banyak kecuali terseret oleh kehidupan kota, dan harus bekerja di sektor informal. Para migran yang berada dalam Kelurahan Mandonga Kendari dalam penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kemauan untuk mencari kerja, ajakan teman, daya tarik kota adalah merupakan salah satu contoh dinamika migran di perkotaan yang bekerja di sektor informal.
Dinamika hidup di kota membuat mereka harus berusaha mencari cara atau strategi agar mendapatkan uang untuk membiayai kehidupan bersama keluarganya. Strategi yang digunakan oleh migran ternyata relatif dapat menghidupi keluarganya, walau pun bila dilihat lebih dekat masih dalam kondisi miskin. Dengan kondisi miskin yang dijalani ini mereka dapat bertahan disuatu tempat dan hidup bersama dengan penduduk lainnya tanpa menimbulkan gejolak sosial, dan belum terjadi konflik.
Suasana homogen dan heterogen menguji kemampuan beradaptasi baik dalam berusaha mendapatkan penghasilan maupun adaptasi lingkungan secara fisik alamiah biologis dan sosial yang mereka bentuk, mampu menunjang keberadaan hidupnya, sehingga mereka cenderung untuk menetap dalam waktu lama, bahkan enggan untuk berpindah.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah mereka dapat bertahan hidup secara permanen sehingga dikatakan mempunyai strategi beradaptasi mempertahankan kehidupannya di Mandonga Kota Kendari. Saran yang diusulkan antara lain meningkatkan sumber daya manusia melalui program yang menyentuh kehidupan didesa, dengan pemberian pengetahuan dan keterampilan yang bernuansa pedesaan, sehingga mereka dapat dan mau bertahan di desa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraini Soemadi
"Remaja merupakan asset masa depan bangsa, artinya remaja harus menjadi manusia masa depan yang dapat memimpin bangsa, untuk itu remaja dituntut berkualitas. Tetapi pada kenyataannya seringkali remaja justru membuat keresahan di masyarakat salah satunya tawuran remaja.
Berbagai penyebab terjadinya tawuran, penelitian ini difokuskan pada Pola asuh keluarga dan pergaulan teman sebaya pada remaja yang melakukan tawuran dengan melihat pola asuh keluarga dan pergaulan dengan teman sebaya. Adapun bertujuan (1) mendapatkan gambaran pola asuh keluarga dalam kaitannya dengan remaja yang tawuran (2) mendapatkan gambaran lingkungan pertemanan berkaitan dengan remaja yang tawuran (3) menemukan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi timbulnya tawuran remaja.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan studi literatur dan wawancara, serta observasi. Pengambilan sample dengan menggunakan tehnik Purposive Sampling. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Agustus 2003 di STM ?X" Jakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh keluarga yang dilakukan keluarga siswa antara lain ijin keluar rumah, pelaksanaan sholat, pelaksanaan puasa, tidak dilaksanakan secara rutin. Hal ini disebabkan karena orangtua yang sibuk sehingga tidak ada perhatian untuk anak, orangtua tidak mengajarkan sholat, dan tidak rutin mengikuti puasa. Orangtua tidak memberi sanksi apapun walaupun tahu perilaku anak tidak disiplin. Dalam hal pelaksanaan pekerjaan dalam rumah tangga, anak melakukan pekerjaan rumah tangga.
Pertemuan antar keluarga untuk berkomunikasi, tidak dimanfaatkan oleh sebagian besar anak untuk mengeluarkan pendapat karena situasi dalam keluarga yang tidak mendukung misalnya keributan dalam keluarga dan kelelahan orangtua dalam bekerja. Dari hal tersebut yang dilakukan adalah pola asuh permisif dimana orangtua membiarkan anak berbuat sesuatu tanpa bimbingan dan pengarahan.
Faktor lain yang memicu tawuran adalah pertemuan remaja, dimana sebagian besar waktunya berada dalam lingkungan teman, demikian halnya dengan para siswa. Sebagian besar siswa kegiatannya sehari hari sehabis pulang sekolah khususnya sering nongkrong, bergerombol dan pulang pada malam hari. Pembicaraan mereka umumnya berkisar tentang penyerangan, dan apabila ada kelompok lain yang menyerang, merekapun ikut menyerang. Teman-teman informan siswa kadang-kadang juga ikut dalam tawuran tersebut. Kedekatan tempat tinggal dan seringnya mereka bertemu membuat ikatan kuat antar mereka. Dan hal tersebut teman membawa pengaruh perilaku remaja.
Selain faktor pola asuh keluarga dan pergaulan dengan teman ada faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi perilaku anak yaitu kemiskinan, sekolah dan pihak sekolah. Kemiskinan ditunjukkan dengan tempat tinggal keluarga siswa pada daerah bantaran kali dan pemukiman kumuh yang berdesak desakan. Dimana pada keluarga yang tinggal di bantaran kali dan rel kereta api, tempat tinggal dengan dinding yang beralaskan plastik dan dos bekas. Sementara itu 3 siswa dimana keluarga bertempat tinggal di daerah pemukiman padat. Kondisi lingkungan menyulitkan orangtua dan siswa untuk berinteraksi.
Faktor lain adalah sekolah, dimana sekolah kurang tegas dalam membuat aturan misalnya pengambilan report, dan pengiriman surat teguran kepada orangtua. Dalam pengambilan raport, sekolah tidak mewajibkan orangtua yang mengambil raport sehingga raport boleh diambil siapa saja, sehingga orangtua bisa mewakilkan siapa saja. Sistem administrasi sekolah dalam pengiriman surat ke orangtua tidak menggunakan staf sekolah tetapi diberikan kepada siswa sehingga surat tidak sampai dan komunikasi orangtua dengan sekolahpun tidak ada."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>